Sikap Alya yang begitu dewasa dan pengertian itu membuat Bara semakin begitu mencintai istrinya itu karena sangat menghargai dirinya.
***
27 Juni, Tahun 2030
Dua bulan yang lalu!
Tepat di sebuah gedung bangunan di dalam wilayah Universitas Danoa. Terdapat banyak orang berkumpul dengan pakaian wisuda.
Hari itu adalah acara wisuda para sarjana jenjang S2. Bara sudah berpakaian rapi dengan ponsel yang siap digunakan untuk mengabadikan momen indah itu.
“Istriku memang luar biasa. Sudah cantik, pintar lagi!” batin Bara dengan begitu emosional menghadapi situasi yang mendebarkan itu.
Sang istri tercinta pun akhirnya dipanggil namanya hingga naik ke atas podium. Bara sontak maju dan berada di garda paling depan siap untuk memotret wajah bahagia sang istri.
“Alya! Lihat kamera!” tegas Bara sedikit lantang.
Alya dengan senyuman manisnya menghadap ke arah kamera itu. Bara langsung memotret wajah cantik itu entah berapa kali dia lakukan.
Setelah sesi itu selesai, acara wisuda berlanjut sebagai mana mestinya. Bara mengikuti semua proses demi menyenangkan istrinya itu.
Akhirnya, acara pun selesai. Bara keluar dari gedung itu bersama sang istri. Tiba-tiba ada sosok yang dikenalnya.
“Alya, selamat sudah lulus ya!” tegas seorang pria.
Wajah Alya tampak aneh ketika mendengar itu. Dia seperti senang, ragu-ragu, dan takut di saat bersamaan.
“Hmm? Temannya Alya, kah?” tanya Bara berusaha untuk akrab dengan pria itu.
“Iya! Kami berdua teman satu jurusan. Anda suaminya Alya, kan?” tanya pemuda itu.
“Tentu saja. Dia istri tercinta saya,” jawab Bara dengan bangga.
“Wah, Anda sangat beruntung mendapatkan Alya sebagai istri!” ungkap pemuda itu tampak begitu tulus memuji.
Wajah Alya semakin tak tenang mendengar perkataan pemuda itu. Bara tidak menyadari ada yang salah dan hanya bisa mengangguk dengan senyum.
Selepas berbasa-basi, pemuda yang sangat tampan itu pergi menjauh. Bara melirik istrinya yang tampak bengong.
“Alya! Apa ada masalah?” tanya Bara yang langsung menyadarkan Alya.
“T-tidak apa-apa! Ayo pergi jalan-jalan!” tegas Alya mengalihkan topik.
Bara semakin senang ketika istrinya mengajaknya untuk pergi berkencan itu. Namun, dia tidak sadar kalau gelagat istrinya sebelumnya adalah sebuah pertanda yang turun dari langit.
***
17 Agustus, Tahun 2030
Satu minggu yang lalu!
Bara tampak sedang bimbang setiap kali dia selesai menunaikan ibadah wajib lima waktu. Perasaan itu semakin mencuat seiring waktu berjalan.
Pria itu tentu saja heran dengan perasaan yang tidak masuk akal itu. Dia berulang kali berusaha untuk mengingat kembali dan merasa tidak ada yang salah hingga beberapa waktu yang lalu.
Alya, istrinya itu entah mengapa selalu pulang malam akhir-akhir. Awalnya, Bara tidak merasa aneh dengan itu.
Lagi pula, setelah lulus S2, istrinya langsung menjadi dosen tetap di Universitas Danoa. Prestasinya yang luar biasa membuatnya mudah mendapatkan pekerjaan itu.
Pekerjaan dosen mungkin saja terasa masih baru dan bebannya cukup berat. Bara berusaha mengerti itu dan merasa kalau istrinya lembur hampir setiap hari karena tuntutan pekerjaan itu.
Meski begitu, Bara sangat mendukung pekerjaan baru istrinya. Selain bisa menyenangkan perasaan istrinya itu, Bara merasa sangat terbantu dari segi perekonomian keluarga kecil mereka yang masih belum dikaruniai anak itu.
Setelah lebih dari dua tahun sejak mereka memutuskan untuk bergandengan tangan mengarungi bahtera kehidupan penuh cinta itu, pasangan itu masih belum dikaruniai seorang anak.
Bara tetap sabar menghadapi hal itu sebab kondisi tubuh istrinya ternyata mengalami masalah yang membuatnya sulit untuk hamil.
Alya sempat bersedih hati kala itu. Beberapa kali Bara mendapati istrinya itu menangis karena momen itu membuatnya tampak tak berdaya.
Meski begitu, Alya akhirnya bisa menerima kenyataan hidup itu seiring berjalannya waktu. Bara cukup tenang melihat perubahannya.
Perubahan yang lebih mengejutkan terjadi beberapa waktu lalu. Alya tampak lebih ceria daripada biasanya.
Setiap kali Bara berusaha bertanya tentang alasan Alya sangat gembira, istrinya itu langsung salah tingkah dan berusaha menghindari pertanyaannya.
“T-tidak mungkin! Aku pasti hanya sedang berpikir terlalu berlebihan akibat pengaruh pekerjaanku. Alya tidak mungkin melakukan hal seperti yang aku bayangkan. Dia tulus mencintaiku,” gumam Bara dengan suara lirih yang saat itu sedang berada di rumah ibadah.
Perasaan dan dugaan acak itu tidak hilang meski dirinya sudah pulang ke rumah. Persis seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, Alya masih saja terlambat pulang setiap malam.
Bara yang semakin curiga dan tidak tenang itu tiba-tiba merencanakan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dia pergi ke tempat toko teknologi di mana menjual CCTV mini canggih yang mampu merekam video dan suara serta bisa diawasi secara online.
Bara membeli dalam jumlah yang banyak seperti orang yang kesurupan. Beberapa juta rupiah dia keluarkan saat itu juga.
Setelah mendapatkan peralatan dan cara penggunaannya, Bara langsung bergegas pulang dengan cepat.
Rumah masih sepi dan tidak ada tanda-tanda perubahan sedikit pun. Jelas sekali kalau Alya juga belum pulang.
“Alya…, aku tidak bermaksud menuduhmu. Namun, ini aku lakukan demi menghilang kegelisahan dalam hatiku. Mohon pengertiannya!” tegas Bara dengan tekad kuat.
Dia memasang CCTV-nya itu di seluruh sudut penjuru rumah yang strategis dan sulit untuk diperhatikan oleh orang-orang yang tidak peka.
Alhasil, hanya ada tiga CCTV yang tersisa. Bara bermaksud menggunakan salah satunya untuk dimasukkan ke dalam tas yang sering di bawa kerja oleh istrinya itu.
“Baiklah, aku tunggu kedatangan istriku!” gumam Bara tampak sudah memutuskan untuk berubah menjadi mata-mata men-in-black gadungan.
Bara melihat jam dinding menunjukkan pukul delapan malam. Biasanya istrinya akan pulang sekitar jam segitu atau mendekati jam sembilan malam.
Pria itu tampak tenang dan berpura-pura menonton film di televisi yang berada dekat dengan pintu masuk rumahnya itu.
Setiap detik terasa menegangkan baginya. Mau bagaimana lagi, kan? Dia baru saja mencoba untuk memata-matai istri tercintanya. Jelas dia masih belum terlalu profesional menghadapi situasi menegangkan itu.
Tok! Tok! Tok!
Tidak terasa waktu sudah hampir jam sembilan malam. Suara ketukan pintu yang begitu dinantikan akhirnya terdengar dengan sosok Alya yang tampak begitu lelah.
“Aku pulang!” ungkap Alya langsung masuk rumah tampak tidak melirik ke arah Bara yang sebenarnya dekat dengannya itu.
“Selamat datang! Sudah makan, kah?” tanya Bara berusaha untuk tetap tenang.
“Sudah. Aku mau tidur dulu. Besok ada rapat dengan para atasan dan dosen lainnya,” ungkap Alya dengan cepat masuk kamar dan tertidur pulas hanya dalam hitungan beberapa menit saja sejak kedatangannya.
Bara tetap tidak terburu-buru dan terus mengawasi dengan tenang hingga benar-benar yakin kalau sang istri sudah tertidur nyenyak dan mustahil untuk bangun dalam waktu dekat.
“Saatnya beraksi!” batin Bara yang melihat kesempatan langka yang begitu dinantikannya itu.
Kriek!Pintu kamar perlahan dibuka dengan lembut dan hati-hati. Keringat dingin mulai muncul keluar dari pori-pori di dahinya. Bara melihat lampu kamar yang sudah gelap itu.Sang istri sudah tertidur hingga suara ngorok mengguncang langit dan bumi. Bara tetap waspada meski tidak ada tanda-tanda kesadaran dari Alya yang tergeletak di atas kasur itu.“Di mana tasnya?” batin Bara melirik ke seluruh seluk beluk kamar itu.Aha!Bara langsung melihat tas yang sangat tidak asing itu. Dia mendekat dengan perlahan seperti tupai yang sedang ingin mencuri kacang milik tetangganya.Dia kembali tenang melihat sang istri tidak kunjung sadar. Bara membuka resleting tas itu dengan begitu hati-hati tak ingin ada kesalahan sedikit pun.Glek!Seteguk air ludah dia telan perlahan. Tas yang begitu biasa itu menjadi sumber ketegangan bagi Bara.“Huh…, sudah waktunya!” Bara tampak lega dan langsung mengambil CCTV mini yang canggih dari dalam kantong sakunya.Dia mengambil dan meletakkan CCTV itu ke dalam ta
“Alya! Kapan kita bertemu lagi?” tanya seorang pria dengan lembut.Bara yang sudah bosan dan mengantuk seakan terkena petir dan langsung tersadar seratus persen mendengarkan percakapan itu.“Nanti sore, bagaimana?” tanya balik gadis itu.“Baiklah! Nanti saya tunggu di ruang perpustakaan!” tegas pria itu pergi menjauh.Percakapan yang begitu singkat mengandung segerobak pesan dan arti yang begitu mendalam bagi Bara.“Me-mereka ingin berselingkuh di perpustakaan? Apakah ini berarti selingkuhan Alya adalah sesama rekan kerjanya?” gumam Bara semakin tak tenang.“A-apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya pria itu bingung menyikapi situasi yang tidak menentu itu.“Se-sebentar! Aku belum tahu sama sekali kalau mereka berselingkuh. Ini hanya sebatas dugaanku sejauh ini!” tegas Bara yang sudah berdiri bolak-balik seperti orang yang memikirkan hutang yang begitu banyak.“Tidak perlu terburu-buru. Aku harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk menguatkan tuduhanku.” Bara langsung menarik na
“Bertahanlah! Tinggal sedikit lagi!” tegas Bara mengelus-elus laptop kesayangannya itu.“Baiklah! Rapat pada hari ini selesai sampai sini saja. Saya berharap hasil rapat kali ini segera dilaksanakan secepatnya. Terima kasih!” tegas seorang pria tua.“Baik, Pak!” sahut semua orang termasuk Alya.Pria tua itu kembali terdengar berbicara dengan begitu jelas. Semua orang langsung membalas dengan begitu cepat dan sopan. Tampaknya pria tua itu adalah atasan semua orang.“Hmm? Tampaknya sudah berakhir!” gumam Bara yang tampak tak tenang.Dia menunggu momen ini hingga hampir dua belas jam lebih lamanya. Meski begitu, perasaan yang tidak bisa dijelaskan kian mencuat dari lubuk hati terdalam.Alya yang sudah menyelesaikan rapatnya sempat mengobrol dengan rekan-rekannya. Canda dan tawa terdengar semakin jelas.“Hmm, Alya! Boleh gak aku tanya sesuatu yang agak sensitif?” tanya rekan Alya seorang wanita.“Hmm? Tanya apa?” Alya tampak terkejut dan penasaran.“Ini soal suamimu itu, dengar-dengar dia
“Apa? Jadi kamu selama ini sudah selingkuh dengan lelaki lain tanpa suamimu ketahui?” tanya wanita itu sedikit meninggikan suaranya.“Hush! Jangan keras-keras! Ini rahasia kita berdua, oke!” tegas Alya tampak tidak menyangkalnya sama sekali.“Ha-ha-ha! Luar biasa sekali Alya. Aku tidak menyangka kalau kamu yang selama ini tampak santun ternyata hanya wanita rendahan. Mulai hari ini kita bukan teman lagi!” tegas wanita tiba-tiba langsung marah begitu saja.Bara yang sudah pasrah dibuatnya itu hanya semakin bingung dan terkejut. Mengapa wanita yang tampak kurang ajar sebelumnya malah berubah menjadi sok suci?Bara tidak mampu menjawabnya dan terus mendengarkan percakapan antara keduanya.“Apa maksud perkataanmu? Siapa yang kau sebut wanita rendahan, hah?” tanya Alya dengan begitu marah disindir menggunakan kata-kata pedas seperti itu.“Siapa lagi kalau bukan kamu? Sebenarnya aku hanya ingin tahu bagaimana kamu bisa begitu tulus menikahi sosok pria yang secara status sosial lebih rendah
Bara langsung meradang ketika kata-kata yang tidak bisa dia cerna itu memasuki hatinya dengan begitu gesitnya.Istri yang tercinta itu mengaku kalau selama ini dia tersenyum hanya untuk menipu dirinya yang begitu tulus mencintainya.“Senyum indah itu ternyata hanya sebatas tipuan semata. Betapa bodohnya diriku ini! Ha-ha-ha!” tegas Bara mengutuk dirinya sendiri sambil tertawa dengan paksa.“Baiklah, sayangku! Aku akan segera pergi. Jangan dikunci ya pintu rumahmu! He-he-he!” sahut Diano dengan nada menggoda sekali lagi.“Iya, sayangku tercinta! Cepat kemari, pintu rumahku selalu terbuka untukmu!” tegas Alya dengan suara yang begitu lembut.Pasangan haram itu saling bermesraan dan berbasa-basi tanpa rasa malu sedikit pun. Bara semakin meradang dibuatnya dan hanya bisa meneteskan air mata.Tangis seorang pria yang setia itu mewakili perasaan semua suami yang selama ini telah dikhianati istri tercinta mereka.Bara bukanlah kasus pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir pula. Ini adal
Tidak disangka, sosok itu malah membahas tentang bibir dan aroma tubuhnya dengan menggambarkannya seakan begitu najisnya.“Dasar Alya! Aku selalu sikat gigi dulu setiap kali minta jatah. Bibirku gelap karena memang kulitku seperti ini. Apa salahnya?” tanya Bara dengan menatap layar laptopnya.Tentu saja tidak akan ada balasan dari pertanyaan itu. Dia hanya bisa melihat istri tercinta begitu ganas melakukan sentuhan haram itu.“Alya…, apakah ini yang begitu kau impikan? Tidak sadarkah kau kalau lelaki di hadapanmu itu begitu tega menikmatimu tanpa peduli suamimu sendiri. Jika kamu bersamanya terus, suatu hari nanti akan tiba di mana kamu akan merasakan rasa sakitku ini!”Bara bergumam dengan air mata yang bercucuran keluar dari rongga matanya yang begitu bulat itu. Wajahnya yang tidak tampan semakin tidak sedap dipandang.“Ehmm…, ayo pergi ke kamar aja!” pinta Alya begitu puas menikmati sensasi sentuhan haram.“Kamar? Bukankah dulu kamu bilang hanya punya satu kamar saja?” tanya Diano
“Semua bukti sudah aku kumpulkan. Haruskah aku keluar dan menangkap basah keduanya?” gumam Bara dengan bimbang.“Tidak! Aku tidak boleh keluar terlebih dahulu. Laki-laki itu pasti bukan orang biasa. Dia berani melamar Alya pasti karena sesuatu hal. Alya sendiri jelas tidak bodoh akan menikah dengan pria yang sekadar tampan saja!” tegas Bara tampak encer sekali otaknya padahal bukan mata-mata resmi anggota kepolisian.“Jika benar begitu, aku harus semakin waspada dengannya. Aku juga perlu menyelidiki asal-usul pria itu! Apabila aku sudah yakin nantinya, kedua orang itu pasti tidak akan bisa berkutik lagi!” Bara begitu yakin dengan deduksinya yang sangat amatir itu.Setelah membuat keputusan bulat, Bara menutup laptopnya yang tampak sudah sekarat karena digunakan seharian penuh lebih dari dua belas jam.Bara yang sudah tenang itu kembali sadar kalau dirinya benar-benar sulit melupakan suara-suara panas antara Alya dan Diano.“Urgh! Ingatan menjijikkan ini pasti sangat sulit sekali untuk
“A-apa? Klien yang mana? Bapak tahu sendiri kalau saya bagian dari tim yang merawat ayam dan menjaga kualitas pangan atau telur yang dihasilkan. Tidak pernah saya berhadapan atau bersinggungan dengan klien peternakan ayam selama ini. Mengapa jadi semua ini salah saya?” tanya Bara tampak begitu heran.“Apa?! Kamu yakin tidak pernah bermasalah dengan klien ini, hah?” tanya bosnya itu mengangkat selembar kertas dan menunjuknya dengan amarah.Bara melihat kertas dengan logo sebuah perusahaan yang tidak pernah dia dengar seumur hidupnya.“Itu logo perusahaan mana? Saya tidak kenal sama sekali!” tegas Bara tampak membantah tuduhan itu.“Kamu! Beraninya kamu masih berpura-pura! Satu hal yang pasti, klien kita ini memutuskan kerja sama karena mereka mengatakan kalau kamu menyinggung martabat bos mereka!” tegas bosnya itu tampak begitu marah.“Hah? Bos siapa lagi? Bapak adalah satu-satunya bos saya! Sejak kapan saya menyinggung bos klien kita? Ini pasti salah paham atau mungkin fitnah semata!”
Meski sudah berada dalam situasi rumit dan membingungkan, Bara tak mau terburu-buru karena fokus utamanya adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.“Ini bukan urusanku entah Alya keturunan dari keluarga Harko atau tidak. Poin penting adalah mengumpulkan informasi dan bukti sebanyak mungkin!” batin Bara memegang kantong sakunya yang berisi ponselnya.Tanpa diketahui oleh siapa pun, Bara sebenarnya sudah merekam seluruh perkataan pria tua lewat ponselnya sehingga tak ada satu pun yang terlewatkan.Tentu saja Bara juga sudah menonaktifkan suara notifikasi sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan olehnya sama sekali.Di sisi lain, pria tua masih tenang menyikapi sikap Alya yang tampak sudah kehilangan kendali karena keterkejutannya.“Anda mengatakan kalau saya kemungkinan besar adalah keturunan pewaris keluarga Harko, begitu?! Bagaimana bisa hal seperti itu baru saya ketahui? Mengapa saya harus hidup di Panti Asuhan Daniar kalau memang saya keturunan keluarga Harko?”Alya terus b
“Anda tidak perlu mengingatkan dan berbicara omong kosong lagi untuk membantah! Semua orang dari keluarga Harko adalah manusia rendahan yang lebih hina daripada binatang!”Perkataan Bara kembali terdengar begitu pedas di telinga. Baik pria tua dan Alya cukup tersinggung mendengar perkataan Bara.“Hah?! Apa maksud perkataanmu, Bara?! Kamu kalau berbicara jangan asal mencaci maki seperti itu!” tegas Alya yang langsung meninggikan nada suaranya sambil menatap ke arah Bara.Bara tampak diam dan masa bodoh mendengar perkataan Alya. Baginya, keberadaan Alya tidak ada artinya sehingga tidak penting baginya untuk repot-repot memperhatikannya.Merasa diabaikan begitu saja, Alya langsung tersulut emosi dan berdiri dari kursinya, lalu menatap tajam ke arah Bara.“Dengar baik-baik! Aku sekarang bagian dari keluarga Harko dan kamu hanyalah pria rendahan yang tidak layak menghina kehormatan status anggota keluarga Harko! Belum lagi, perkataan pria tua itu tidak ada buktinya dan kamu asal saja mengh
Perkataan Alya membuat Bara tertegun dan diam-diam merenung dalam keheningan. Dia melirik ke arah pria tua yang saat ini menatap ke arah Alya.“Apakah ini benar-benar pertemuan pertama keduanya? Jika benar demikian, apa yang sebenarnya coba direncanakan oleh pria tua aneh ini?” batin Bara begitu heran dan sedikit gelisah.Dia memutuskan untuk tetap diam mengamati arah pembicaraan antara Alya dan pria tua itu. Bara terus menekan amarahnya dan berusaha tenang semaksimal mungkin.“Tenang dan duduklah terlebih dahulu. Saya akan memberikan informasi rahasia terkait keluarga Harko yang mungkin saja akan menarik perhatian kalian berdua,” jawab pria tua dengan santainya.Kali ini, pria tua itu tidak lagi fokus membaca bukunya seperti sebelumnya. Dia menatap ke arah Alya dan Bara secara bergantian secara acak dan perlahan-lahan.Alya dan Bara yang mendengar perkataan pria tua itu langsung menatapnya dengan serius. Terutama Alya yang tidak tahu menahu terkait informasi rahasia keluarga Harko y
Hanya saja, Alya tidak tahu alasan Bara mengikuti pria tua itu. Tidak butuh beberapa waktu, keduanya akhirnya berhenti tepat di depan pintu sebuah ruangan.Alya terdiam dan membuka matanya lebar-lebar menatap ruangan yang dituju keduanya. Pria tua itu langsung masuk ke dalam diikuti Bara yang sempat ragu-ragu sebelumnya.“Hmm? Saya mau tanya, itu ruangan siapa?” tanya Alya dengan suara yang jelas kepada pengawas disampingnya.Pengawas tersebut masih terdiam dan tertegun dalam kesunyian yang begitu dalam. Dia masih tak menyangka kalau dua sosok yang diperhatikan oleh Alya akan memasuki ruangan itu.Alya yang tidak mendapatkan jawaban akhirnya menoleh ke arah pengawas itu. Dia menatap pengawas dengan seksama.“Apakah Anda tahu ruangan apa dan milik siapa itu?” tanya Alya sekali lagi.Gelagat pengawas membuat Alya mempunyai beberapa dugaan acak terkait apa yang baru saja dilihatnya.Meski begitu, Alya tetap bersabar dan memastikan kembali kebenarannya. Pengawas tersebut akhirnya segera te
Tak berselang lama, Alya akhirnya berada tepat di depan pintu masuk ruangan pengawas CCTV. Wajahnya tenang, tapi sekilas mengandung keseriusan.“Bara pasti aku temukan di sini!” batin Alya tak ragu lagi hendak membuka pintu masuk tersebut.Petugas medis yang menemaninya hanya bisa terdiam dan akhirnya mengangguk dengan sopan.“Nyonya Alya, saya undur diri dahulu. Pengawas di dalam yang akan memberikan arahan nantinya,” ujar petugas medis tersebut dengan sopan menunggu balasan Alya.Alya terdiam sejenak sebelum menjawab, “Baiklah, terima kasih atas bantuannya!”Petugas medis tak ragu lagi akhirnya memutuskan pergi setelah memastikan Alya membuka pintu dan siap untuk masuk kapan saja.“Hmm…, mengapa juga Nyonya Alya ada di tempat ini? Apakah ada orang yang dikenalnya sedang dirawat di sini?” batin petugas medis sebelumnya masih merasa heran sebelum memutuskan segera mengabaikan pikirannya sendiri.Sosok Alya mulai masuk ke dalam ruangan dengan tenang menunjukkan rupanya yang begitu mena
“Berhenti dan silahkan duduk kembali apabila kamu masih ingin tahu rahasia keluarga Harko!” ucap pria tua itu dengan tenang bahkan tak menatap ke arah Bara sama sekali.Bara akhirnya terhenti sejenak sebelum berbalik dan menatap dengan serius ke arah pria tua yang saat ini masih saja mengabaikan sosok Bara dengan cara membaca buku medis miliknya.“Pria tua aneh ini benar-benar ingin memberitahu rahasia keluarga Harko atau tidak sebenarnya, hah?!” batin Bara masih tak begitu yakin.Dia memperhatikan dengan seksama sosok pria tua yang tidak ada perubahan fokus bahkan setelah mengatakan perkataan sebelumnya yang menghentikan Bara untuk pergi.Pria tua aneh itu masih saja fokus dengan kesibukan membaca bukunya. Bara masih tak habis pikir dengan sikap pria tua yang tenang dan sekaligus abai terhadap dirinya itu.“Hmph! Anda kalau berjanji harus mampu menepatinya! Jangan coba-coba mempermainkan saya lagi!” tegas Bara menatap tajam ke arah pria tua itu.Pria tua itu lagi-lagi tak merespon dan
Glek!Bara tanpa sadar menelan air ludahnya sendiri beberapa kali karena terlalu gugup menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini. Dia duduk dengan canggung di kursi yang terlihat lumayan mewah dengan tubuh yang perlahan menggigil seperti orang kedinginan.Sorot matanya tidak fokus melihat sekelilingnya seakan-akan berusaha meminta lingkungan sekitarnya itu membantu dirinya untuk tetap tenang.“A–aku seharusnya tidak ke tempat ini! Andaikan saja aku tidak terlalu terburu-buru, situasi aneh ini tidak akan menimpaku!”Bara mengutuk keras dirinya sendiri dalam hatinya karena masuk ke dalam jurang tanpa dasar yang disiapkan oleh orang lain yang mana dalam hal ini berasal dari pria tua itu selaku kepala rumah sakit elit.“Aku tidak bisa terus gugup seperti ini! Semua sudah terlanjur begini, aku hanya perlu tetap tenang dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait keluarga Harko!” batin Bara sudah memutuskan sesuatu.Dia yang merasa tidak ada jalan kembali hanya bisa berusaha untu
Menyadari kesalahannya sendiri adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia tidak peduli siapa pun itu. Banyak di antara manusia yang masih merasa benar meskipun sudah terbukti salah.Ini adalah fakta dan sekaligus sebuah realita kehidupan yang tak akan pernah memudar tak peduli zaman apa yang akan berlalu.Kondisi serupa inilah yang sedang terjadi kepada Alya. Dia masih tidak merasa bersalah meski jelas sekali dia telah menipu dan mengkhianati cinta seorang suami yang begitu tulus.Belum lagi berbagai cacian penuh kebencian dan hinaan yang merendahkan kehormatan seseorang sudah tak terhitung jumlahnya ia lontarkan kepada Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Sikap arogansi yang tidak berujung inilah yang membuat Alya tak mengerti alasan perubahan sikap Bara yang saat ini begitu membencinya hingga sulit untuk dihilangkan lagi.Bara juga tak akan pernah membutuhkan rasa simpati atau rasa bersalah sedikit pun dari Alya. Dia sudah memutuskan untuk membalas dendam tidak peduli seber
Pimpinan masih tak menemukan kemungkinan lainnya dan hanya bisa kembali terdiam seolah-olah tidak ada yang terjadi di dekatnya selama ini.Di sisi lainnya, Alya sendiri sudah pergi jauh dan mulai dekat dengan pintu keluar rumah sakit elit ini. Tanpa menunggu lama, Alya langsung keluar dengan cepat dan tidak ragu sama sekali.“Huuh…, akhirnya keluar juga dari rumah sakit ini!” gumam Alya begitu lega dan langsung bergegas menuju ke tempat mobilnya terparkir.Langkah kakinya tak terhentikan meski sejenak saja dan dengan lincah mempercepat langkahnya hingga sampai tepat di dekat mobilnya terparkir dengan rapi di sana.“Sudah waktunya pulang!” gumam Alya sambil membuka mobilnya dan masuk ke dalamnya.Dia duduk dengan tenang di kursi sopir sambil memegang erat setir mobilnya. Alya tetap saja terdiam di sana seperti orang aneh dan tidak bergegas pergi sedikit pun.“Mengapa aku terus memikirkannya, hah?!” Alya tak begitu senang dengan pikirannya sendiri yang saat ini kembali teringat percakapa