Kriek!
Pintu kamar perlahan dibuka dengan lembut dan hati-hati. Keringat dingin mulai muncul keluar dari pori-pori di dahinya. Bara melihat lampu kamar yang sudah gelap itu.
Sang istri sudah tertidur hingga suara ngorok mengguncang langit dan bumi. Bara tetap waspada meski tidak ada tanda-tanda kesadaran dari Alya yang tergeletak di atas kasur itu.
“Di mana tasnya?” batin Bara melirik ke seluruh seluk beluk kamar itu.
Aha!
Bara langsung melihat tas yang sangat tidak asing itu. Dia mendekat dengan perlahan seperti tupai yang sedang ingin mencuri kacang milik tetangganya.
Dia kembali tenang melihat sang istri tidak kunjung sadar. Bara membuka resleting tas itu dengan begitu hati-hati tak ingin ada kesalahan sedikit pun.
Glek!
Seteguk air ludah dia telan perlahan. Tas yang begitu biasa itu menjadi sumber ketegangan bagi Bara.
“Huh…, sudah waktunya!” Bara tampak lega dan langsung mengambil CCTV mini yang canggih dari dalam kantong sakunya.
Dia mengambil dan meletakkan CCTV itu ke dalam tas bagian yang paling bawah sendiri sehingga sulit untuk ditemukan jika tas itu tidak dibongkar.
“Se-selesai!” batin Bara dengan tenang ia menutup resletingnya itu hingga tiba-tiba suara aneh terdengar.
“Ehmm…, lakukan lagi! Grok!” Alya berkata beberapa kata sebelum ngorok dengan cepat.
Jantung Bara bergetar dengan hebat hingga setara Gempa Magnitudo 6.4! Napasnya sulit untuk dikendalikan hingga butuh beberapa waktu untuk kembali tenang.
“Apa-apaan aku ini?” batin Bara tampak merasa bingung dengan semua kegelisahannya yang terlalu berlebihan.
“Aku berjanji seandainya nanti kalau ini hanya dugaan acakku, maka aku akan minta maaf dan berkata jujur dengan Alya!” batin Bara dengan tekad kuat.
Dia yang sudah melakukan aksi mata-matanya itu mulai merasa sedikit bersalah. Akan tetapi, Bara tetap melakukan itu demi menenangkan hatinya yang beberapa waktu ini sangat galau sekali.
Pria itu hendak pergi keluar dari kamar setelah yakin kalau tidak ada masalah lagi. Perlahan dia keluar dan mulai menutup pintu.
“Emm…, mas Diano! Cium aku lagi!” gumam Alya tidak jelas sebelum tidur lagi.
Pintu kamar yang hendak tertutup itu langsung terhenti dengan raut wajah Bara tampak semakin tidak sedap dipandang.
“S-sabar! Mungkin itu hanya mimpi saja. Aku tidak boleh asal tuduh hanya berdasarkan dugaanku saja!” batin Bara langsung menutup rapat pintu kamar itu.
Dia malam itu tidak tidur sekamar dengan Alya untuk pertama kalinya sejak dua tahun menikah.
Perasaan tidak nyaman dan bergejolak terus menghantuinya hingga membuatnya tertidur di atas sofa dengan televisi yang masih menyala.
Esok hari pun tiba, Alya dengan terburu-buru bersiap-siap untuk berangkat kerja lagi.
“Mas, aku berangkat kerja dulu ya!” tegas Alya berpamitan dengan sopan.
“Iya! Oh iya Alya! Aku seminggu ini ada pekerjaan di luar kota. Kemarin mau ngomong sama kamu, tapi tidak sempat karena sudah malam. Apa kamu tidak masalah dengan itu?” tanya Bara tiba-tiba.
“Keluar kota? Memangnya ada acara apa?” tanya Alya tampak bingung dan penasaran.
“U-urusan peternakan ayam, seperti biasa masalah pengiriman dan pakan ternak yang sedang ada masalah di luar kota!”
Bara tampak gugup membuat alasan yang tidak jelas. Dia benar-benar bukan mata-mata handal apalagi aktor profesional.
Meski begitu, Alya tampak mengangguk dengan senyum tipis terlintas di lekuk pipinya yang begitu mulus itu.
“Tidak apa-apa, Mas! Hati-hati aja, ya!” tegas wanita cantik itu sambil mencium pipi Bara.
Bara tampak senang dan juga sedih. Seandainya dia tidak curiga dengan Alya, mungkin saja kecupan itu terasa begitu indah.
Namun, keraguan di hatinya belum juga kunjung sirna seakan menjadi tinta hitam yang begitu sulit untuk dihilangkan tidak peduli berapa kali dia mencoba memakai sabun anti noda.
“Kamu juga hati-hati, ya! Tolong utamakan kesehatanmu!” ungkap Bara begitu tulus mengingat istri tercintanya itu.
Alya mengangguk dengan senyum sebelum berbalik pergi menggunakan motornya. Bara yang melihat kepergian sang istri hanya bisa melongo di tempat tanpa berkedip sama sekali.
“Se-sebentar! Aku harus tinggal di mana selama satu minggu ini?” gumam Bara yang baru sadar kalau dia lupa harus tinggal di mana selama bersembunyi satu minggu ini.
Dia berpikir keras sebelum teringat ada tempat kost yang begitu dekat dengan perusahaan peternakan ayam tempat dia bekerja.
“Semoga masih ada kamar kosong!” ucapnya dengan penuh harapan.
Dia pergi berjalan dengan cepat dan mengunci semua celah masuk yang ada di rumahnya.
Seandainya lalat mau masuk pasti mustahil kecuali punya relasi orang dalam. Itulah yang diyakini oleh Bara sebelum dengan mantap meninggalkan rumahnya itu.
***
“Huh! Akhirnya sampai juga!” Bara tampak kelelahan berjalan dari rumahnya menuju tempat kost itu.
Itu adalah kost biasa tanpa nama dan hanya ada kata “Kost” begitu saja. Bara tidak peduli akan hal itu karena dia hanya butuh tinggal selama 7 hari saja.
“Permisi! Saya mau pesan kamar kosong untuk tujuh hari apakah bisa?” tanya Bara dengan sopan ketika melihat seorang wanita tua yang berada di luar kost itu.
“Oh bisa, Mas! Silahkan masuk dulu!” Wanita tua itu tampak sangat menyambut kedatangan Bara dengan begitu baik.
Bara mengangguk dan masuk ke dalam kost itu. Dia melihat kondisi kamar kosong yang menurutnya cukup baik untuknya tinggal selama satu minggu.
“Saya pesan ini ya, Bu!” tegas Bara langsung bernegosiasi dengan wanita tua itu.
Alhasil, harga yang sudah disepakati pun dibayarkan secara penuh oleh Bara. Dia tidak menunggu lama langsung menyalakan laptopnya dan memasang headset dengan gugup.
“Tenang! Ini baru saja beberapa menit. Alya masih ada di jalan raya!” batin Bara berusaha menenangkan hatinya.
Dia memang betul karena mendengar suara-suara kendaraan lalu lalang dari alat CCTV mini yang begitu canggih itu.
Waktu kembali berlalu begitu saja. Bara tidak mendengar suara yang aneh sedikit pun tidak peduli berapa lama dia menunggu.
Dia tetap tenang mengawasi secara online hingga mengantuk karena merasa sangat bosan.
Sesekali dia memakan camilan yang sudah dibawanya dari rumah sebelum pergi ke tempat itu.
“Sudah pukul sepuluh! Jelas sekali kalau Alya dari tadi mengajar di kampus! Apa sih yang membuatku melakukan semua ini?” tanya Bara kepada dirinya sendiri.
Meski berkata begitu, Bara tidak pernah lengah bahkan hanya beberapa detik saja. Dia terus fokus mendengarkan semua suara yang terdengar melalui alat mata-mata gadungannya itu.
Mulai dari percakapan antar rekan pekerjaan, suara mahasiswa bertanya, hingga suara Alya kentut pun didengarnya dengan begitu khusyuk seakan ada jejak misteri tertentu.
Tentu saja itu hanya bayangan Bara saja. Sejauh ini tidak ada suara yang bisa mengarahkan Alya menjadi tersangka perselingkuhan.
“Urgh! Bosan sekali! Apa aku harus terus melakukan ini?” gumam Bara dengan lelah ketika tiba-tiba dia mendengar suara percakapan yang mencurigakan.
“Alya! Kapan kita bertemu lagi?” tanya seorang pria dengan lembut.Bara yang sudah bosan dan mengantuk seakan terkena petir dan langsung tersadar seratus persen mendengarkan percakapan itu.“Nanti sore, bagaimana?” tanya balik gadis itu.“Baiklah! Nanti saya tunggu di ruang perpustakaan!” tegas pria itu pergi menjauh.Percakapan yang begitu singkat mengandung segerobak pesan dan arti yang begitu mendalam bagi Bara.“Me-mereka ingin berselingkuh di perpustakaan? Apakah ini berarti selingkuhan Alya adalah sesama rekan kerjanya?” gumam Bara semakin tak tenang.“A-apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya pria itu bingung menyikapi situasi yang tidak menentu itu.“Se-sebentar! Aku belum tahu sama sekali kalau mereka berselingkuh. Ini hanya sebatas dugaanku sejauh ini!” tegas Bara yang sudah berdiri bolak-balik seperti orang yang memikirkan hutang yang begitu banyak.“Tidak perlu terburu-buru. Aku harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk menguatkan tuduhanku.” Bara langsung menarik na
“Bertahanlah! Tinggal sedikit lagi!” tegas Bara mengelus-elus laptop kesayangannya itu.“Baiklah! Rapat pada hari ini selesai sampai sini saja. Saya berharap hasil rapat kali ini segera dilaksanakan secepatnya. Terima kasih!” tegas seorang pria tua.“Baik, Pak!” sahut semua orang termasuk Alya.Pria tua itu kembali terdengar berbicara dengan begitu jelas. Semua orang langsung membalas dengan begitu cepat dan sopan. Tampaknya pria tua itu adalah atasan semua orang.“Hmm? Tampaknya sudah berakhir!” gumam Bara yang tampak tak tenang.Dia menunggu momen ini hingga hampir dua belas jam lebih lamanya. Meski begitu, perasaan yang tidak bisa dijelaskan kian mencuat dari lubuk hati terdalam.Alya yang sudah menyelesaikan rapatnya sempat mengobrol dengan rekan-rekannya. Canda dan tawa terdengar semakin jelas.“Hmm, Alya! Boleh gak aku tanya sesuatu yang agak sensitif?” tanya rekan Alya seorang wanita.“Hmm? Tanya apa?” Alya tampak terkejut dan penasaran.“Ini soal suamimu itu, dengar-dengar dia
“Apa? Jadi kamu selama ini sudah selingkuh dengan lelaki lain tanpa suamimu ketahui?” tanya wanita itu sedikit meninggikan suaranya.“Hush! Jangan keras-keras! Ini rahasia kita berdua, oke!” tegas Alya tampak tidak menyangkalnya sama sekali.“Ha-ha-ha! Luar biasa sekali Alya. Aku tidak menyangka kalau kamu yang selama ini tampak santun ternyata hanya wanita rendahan. Mulai hari ini kita bukan teman lagi!” tegas wanita tiba-tiba langsung marah begitu saja.Bara yang sudah pasrah dibuatnya itu hanya semakin bingung dan terkejut. Mengapa wanita yang tampak kurang ajar sebelumnya malah berubah menjadi sok suci?Bara tidak mampu menjawabnya dan terus mendengarkan percakapan antara keduanya.“Apa maksud perkataanmu? Siapa yang kau sebut wanita rendahan, hah?” tanya Alya dengan begitu marah disindir menggunakan kata-kata pedas seperti itu.“Siapa lagi kalau bukan kamu? Sebenarnya aku hanya ingin tahu bagaimana kamu bisa begitu tulus menikahi sosok pria yang secara status sosial lebih rendah
Bara langsung meradang ketika kata-kata yang tidak bisa dia cerna itu memasuki hatinya dengan begitu gesitnya.Istri yang tercinta itu mengaku kalau selama ini dia tersenyum hanya untuk menipu dirinya yang begitu tulus mencintainya.“Senyum indah itu ternyata hanya sebatas tipuan semata. Betapa bodohnya diriku ini! Ha-ha-ha!” tegas Bara mengutuk dirinya sendiri sambil tertawa dengan paksa.“Baiklah, sayangku! Aku akan segera pergi. Jangan dikunci ya pintu rumahmu! He-he-he!” sahut Diano dengan nada menggoda sekali lagi.“Iya, sayangku tercinta! Cepat kemari, pintu rumahku selalu terbuka untukmu!” tegas Alya dengan suara yang begitu lembut.Pasangan haram itu saling bermesraan dan berbasa-basi tanpa rasa malu sedikit pun. Bara semakin meradang dibuatnya dan hanya bisa meneteskan air mata.Tangis seorang pria yang setia itu mewakili perasaan semua suami yang selama ini telah dikhianati istri tercinta mereka.Bara bukanlah kasus pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir pula. Ini adal
Tidak disangka, sosok itu malah membahas tentang bibir dan aroma tubuhnya dengan menggambarkannya seakan begitu najisnya.“Dasar Alya! Aku selalu sikat gigi dulu setiap kali minta jatah. Bibirku gelap karena memang kulitku seperti ini. Apa salahnya?” tanya Bara dengan menatap layar laptopnya.Tentu saja tidak akan ada balasan dari pertanyaan itu. Dia hanya bisa melihat istri tercinta begitu ganas melakukan sentuhan haram itu.“Alya…, apakah ini yang begitu kau impikan? Tidak sadarkah kau kalau lelaki di hadapanmu itu begitu tega menikmatimu tanpa peduli suamimu sendiri. Jika kamu bersamanya terus, suatu hari nanti akan tiba di mana kamu akan merasakan rasa sakitku ini!”Bara bergumam dengan air mata yang bercucuran keluar dari rongga matanya yang begitu bulat itu. Wajahnya yang tidak tampan semakin tidak sedap dipandang.“Ehmm…, ayo pergi ke kamar aja!” pinta Alya begitu puas menikmati sensasi sentuhan haram.“Kamar? Bukankah dulu kamu bilang hanya punya satu kamar saja?” tanya Diano
“Semua bukti sudah aku kumpulkan. Haruskah aku keluar dan menangkap basah keduanya?” gumam Bara dengan bimbang.“Tidak! Aku tidak boleh keluar terlebih dahulu. Laki-laki itu pasti bukan orang biasa. Dia berani melamar Alya pasti karena sesuatu hal. Alya sendiri jelas tidak bodoh akan menikah dengan pria yang sekadar tampan saja!” tegas Bara tampak encer sekali otaknya padahal bukan mata-mata resmi anggota kepolisian.“Jika benar begitu, aku harus semakin waspada dengannya. Aku juga perlu menyelidiki asal-usul pria itu! Apabila aku sudah yakin nantinya, kedua orang itu pasti tidak akan bisa berkutik lagi!” Bara begitu yakin dengan deduksinya yang sangat amatir itu.Setelah membuat keputusan bulat, Bara menutup laptopnya yang tampak sudah sekarat karena digunakan seharian penuh lebih dari dua belas jam.Bara yang sudah tenang itu kembali sadar kalau dirinya benar-benar sulit melupakan suara-suara panas antara Alya dan Diano.“Urgh! Ingatan menjijikkan ini pasti sangat sulit sekali untuk
“A-apa? Klien yang mana? Bapak tahu sendiri kalau saya bagian dari tim yang merawat ayam dan menjaga kualitas pangan atau telur yang dihasilkan. Tidak pernah saya berhadapan atau bersinggungan dengan klien peternakan ayam selama ini. Mengapa jadi semua ini salah saya?” tanya Bara tampak begitu heran.“Apa?! Kamu yakin tidak pernah bermasalah dengan klien ini, hah?” tanya bosnya itu mengangkat selembar kertas dan menunjuknya dengan amarah.Bara melihat kertas dengan logo sebuah perusahaan yang tidak pernah dia dengar seumur hidupnya.“Itu logo perusahaan mana? Saya tidak kenal sama sekali!” tegas Bara tampak membantah tuduhan itu.“Kamu! Beraninya kamu masih berpura-pura! Satu hal yang pasti, klien kita ini memutuskan kerja sama karena mereka mengatakan kalau kamu menyinggung martabat bos mereka!” tegas bosnya itu tampak begitu marah.“Hah? Bos siapa lagi? Bapak adalah satu-satunya bos saya! Sejak kapan saya menyinggung bos klien kita? Ini pasti salah paham atau mungkin fitnah semata!”
“Ada apa? Sebentar, siapa kamu? Saya tidak pernah merasa melihat kamu sebelumnya,” ungkap wanita itu begitu jujur.“Maaf, Bu! Perkenalkan nama saya Bara Durkasa berusia 24 tahun! Saya ingin melamar pekerjaan seperti yang ada di postingan internet,” sahut Bara juga secara langsung tanpa basa-basi.“Oh? Apa kamu punya pengalaman sebelumnya?” tanya wanita itu akhirnya sadar dengan tujuan kedatangan Bara.“Iya, Bu! Saya sudah menjadi pekerja di tim yang khusus merawat ayam terutama pakan ternaknya,” ungkap Bara dengan sigap menjelaskan semua pengalamannya.“Jadi kamu sudah pernah bekerja di peternakan juga sebelumnya. Lalu mengapa kamu pindah kemari?” tanya wanita itu tetap tenang menginterogasi Bara.“S-saya baru dipecat hari ini, Bu! Untuk alasannya, saya juga kurang mengerti. Saya hanya tidak masuk kerja kemarin karena sakit, tapi hari ini langsung dipecat begitu saja!” tegas Bara berusaha untuk menyembunyikan alasan yang sebenarnya.“Hmm? Alasan yang aneh. Baiklah kalau begitu, kamu b
Dia khawatir kalau nantinya akan menimbulkan kesalahpahaman lagi dengan Bara yang dapat berakibat fatal hingga akan mampu menghancurkan keluarga barunya itu.“Tidak bisa terus seperti ini! T–tapi apa yang harus lakukan sekarang?” batin Hana dengan bimbang dan penuh kehati-hatian di dalam hatinya yang semakin waspada.Tidak bisa lagi bagi Hana hanya berdiam diri dengan perasaan bingung saja sebab perkara ini semakin dibiarkan akan semakin menambah masalah yang nantinya akan jauh lebih besar hingga sulit diselesaikan oleh Hana seorang diri.“Tidak ada jalan lain selain melibatkannya dan mempercayainya sebagai seorang pria yang telah memutuskan untuk berjanji menemani hidupku dalam suka dan duka!” batin Hana telah membuat keputusan bulat untuk melibatkan Bara dalam penyelesaian masalahnya ini.“Ha-ha-ha! Hana, cepatlah mandi dan berpakaian yang menggoda agar nanti ketika aku tiba bisa langsung menikmati ragamu yang begitu eloknya itu!” ucap Jaka begitu bangganya menikmati suasana yang ti
“Apa?! Hanya itu kau bilang?! Sesuatu yang engkau remehkan adalah segala-galanya bagiku! Beraninya kamu mengolok-olokku! Kau pasti sengaja mempermainkanku, kan?! Kurang ajar sekali kau!” teriak Jaka begitu histerisnya.Jaka Fape adalah seorang pria yang benar-benar tidak ingin dianggap remeh oleh siapa pun. Selama hidupnya ini, bahkan orang tuanya hanya bisa menahan ketidakpuasan mereka di dalam hatinya dan tidak akan seenaknya menentangnya.Namun, hal yang sangat berbeda telah dilakukan oleh Hana selaku istrinya kala itu yang dengan percaya dirinya berusaha menasehatinya bahkan memarahinya secara terang-terangan ketika melakukan beberapa kesalahan yang seharusnya tidak masalah baginya.Hal ini membuat Jaka semakin tak senang dengan Hana sejak saat itu. Satu-satunya alasan Jaka tidak memukuli wajahnya Hana sebab wanita itu memang sangat cantik dan begitu memuaskan ketika diajak untuk memuaskan kebutuhan hasrat terpendamnya.Mengetahui hal itu, orang tuanya Jaka membuat Hana untuk mena
Sebuah karakter pria yang tidak pantas dimuliakan sedikit pun. Hanya kehinaan saja yang pantas dilontarkan kepada sosok pria sepertinya. Meski begitu, Hana tetap sabar kala itu dalam menyikapi karakter mantan suaminya yang jauh dari kata terpuji itu.Namun, seiring berjalannya waktu, wanita cantik yang penuh kesabaran dalam menjalankan kehidupan pada akhirnya harus kandas juga karena batas kesabarannya sudah berulang kali diabaikan oleh sang mantan suaminya.Hafa yang masih kecil bahkan ikut dipukuli hingga menjerit kesakitan yang membuat Hana semakin sakit hati dan marah besar kepada mantan suaminya hingga beberapa kali terlibat adu mulut hingga bahkan Hana dipaksa untuk membela dirinya ketika suaminya mencoba memukulinya.Beberapa memar yang jelas terlihat terkadang harus diterimanya dengan rasa sabar. Namun, demi keselamatan dirinya dan sang putra, wanita cantik itu terpaksa berpindah-pindah tempat ke beberapa penginapan terdekat agar setidaknya terhindar dari amukan Jaka Fape.Aka
Hana yang mendengar suaminya mengeluh itu hanya bisa tersenyum tipis dan perlahan-lahan tak lagi mampu menahan tawanya. Hal ini membuat Bara sedikit cemberut mendengar tawanya sang istri.“Ha-ha-ha, maafkan saya kalau tertawa seperti ini! Kamu baru dua bulan saja sudah mengeluh seperti ini, Mas Bara. Coba bayangkan nantinya harus seperti apa di masa depan, kan? Sabar ajalah dahulu sayangku! Seorang ayah memang sudah seperti ini seharusnya membesarkan anak kesayangannya!” tegas Hana memberikan nasihat kepada Bara yang masih cemberut di sampingnya.Tak ingin membuat suaminya patah semangat, wanita cantik itu menjalankan tugasnya sebagai seorang istri sambil memberikan kecupan di pipinya Bara dengan sukacita. Hal ini membuat Bara yang cemberut perlahan tersenyum-senyum sendiri.“Ehem! Baiklah, karena istri tercintaku yang memintanya, maka sebagai seorang suami dan sekaligus ayahnya Hafa, aku akan menjalankan tugas sebagaimana mestinya!” tegas Bara tanpa ragu sedikit pun.Hal ini membuat
Hafa yang melihat ibunya menyingkir juga terkejut sesaat sebelum akhirnya kembali serius menatap ke arah Bara dengan tatapan yang penuh kesungguhan bahkan ada rasa amarah terlihat di sana walaupun juga hatinya sedikit takut dengan sosok tinggi dan kekar Bara beserta wajahnya yang jelek itu.“Mama biasanya selalu melindungiku selama ini! Namun, tiba-tiba berubah menjadi diam dan menepi bahkan menjauh seperti ini sehingga membuat diriku langsung berhadapan muka dengan Monster menyeramkan ini!”“Sudah jelas sekali kalau semua ini pertanda serius bahwa Mamaku telah dikendalikan oleh Monster tak tahu malu ini! A–apa yang harus aku lakukan sekarang?! Mungkinkah ini saatnya menunjukkan kehebatanku dengan cara melawan Monster ini dan sekaligus menyelamatkan Mama?!”Hafa termenung dalam pikirannya hingga keringat dingin mulai bercucuran di sekitar wajahnya yang mungil itu. Hafa perlahan mengambil ancang-ancang sebagai bentuk kewaspadaannya bahkan dirinya juga sudah bersiap untuk melarikan diri
Sebenarnya ketika Hana dan Bara telah memutuskan untuk menikah dan bergegas menuju KUA, Hafa ditinggalkan oleh Hana kepada petugas apartemen yaitu wanita gemuk sebelumnya untuk dijaga sebentar.Meski itu bukanlah tugasnya, wanita gemuk itu merasa harus mengiyakan permintaan Hana yang karena ulahnya terjadi kesalahpahaman sebelumnya hingga berakibat kepada atasannya yang harus rela dihajar oleh banyak orang hingga babak belur seperti dadar gulung.Alhasil, Hafa ditinggalkan pergi oleh ibunya itu. Uniknya, Hafa tidak merengek sedikit pun dan bahkan dengan santai membiarkan ibunya pergi. Menurutnya hal ini sudah biasa dilakukan oleh ibunya ketika dahulu seringkali ditinggal kerja atau waktu ditakuti oleh preman-preman rendahan kiriman ayah kandungnya sendiri.“Hmm…, apakah Mama benar-benar berhasil menaklukkan Monster ini? Rasanya daripada menaklukkan, kok lebih terkesan seperti berbaikan ya? Aneh sekali!” batin Hafa yang terus memandangi sosok Bara dari sela-sela belakang ibunya itu.Ba
Setelah berpikir dengan matang dan perlahan-lahan menyimpulkan berbagai macam kemungkinan, Bara akhirnya memutuskan untuk tetap menyembunyikan wajah jeleknya itu.“Tidak perlu melepaskan ini, saya akan tetap memakainya. Silahkan Anda langsung foto saja kami berdua!” ucap Bara menghadap ke arah petugas wanita yang sebelumnya memberikan saran untuk melepaskan penutup wajahnya yang begitu misterius itu.Petugas wanita tersebut menatap Bara dengan ekspresi terkejut dan tak percaya sama sekali karena ini baru pertama kalinya dia melihat foto pasangan mempelai suami istri yang memakai masker dan kacamata hitam sebagai penutup wajahnya.“Hmm…. Aneh sekali suaminya Hana kali ini. S–sebentar! M–mungkinkah sosok pria ini lebih hebat daripada mantan suaminya sebelumnya sehingga perilakunya benar-benar begitu aneh dan tidak wajar sama sekali seperti ini?” batin petugas wanita itu menebak secara acak tanpa kejelasan yang pasti.Jawaban yang masih menjadi misteri hingga entah berapa lama nantinya.
Bara benar-benar sudah tidak tahan lagi ketika jarak antara petugas foto dengan dirinya sudah bisa dihitung kurang lebih hanya selangkah saja. Dia menatap ke arah petugas wanita itu dengan serius.Meski begitu, sorot matanya yang tertutup rapat oleh kacamata hitamnya tentu saja tidak mengintimidasi sedikit pun bagi petugas wanita yang memang dari tadi tidak memperhatikan Bara sama sekali seolah-olah pria itu tidak ada di sana sama sekali.“Orang aneh ini…! Apa yang sedang dia pikirkan sebenarnya, sih?! Mengapa terus saja memandangi istriku ini seperti tidak wajar sama sekali?!” batin Bara dengan tegas mencoba menghadang petugas wanita itu dengan menjulurkan tangan kanannya.Petugas wanita tersebut akhirnya menyadari sosok Bara yang ternyata sejak tadi berdiri tinggi menjulang tepat di samping Hana yang ditatapnya sejak awal kedatangan mereka berdua di sana.“Tolong kalau ada maksud yang ingin dikatakan, silahkan utarakan saja kepada saya!” ucap Bara dengan tegas tanpa basa-basi sediki
“Emm…. M–maafkan kami sebelumnya! Kami akan segera mengikuti prosedur selanjutnya!” ucap Hana dengan lirih sekali suaranya.“B–betul! K–kami akan segera pergi ke tempat selanjutnya! Mari istriku, kita pergi bersama!” ucap Bara berusaha melengkapi perkataan Hana.Keduanya pun lekas berdiri dari tempat duduknya sambil bergandengan tangan bersama-sama tanpa ada keraguan sedikit pun. Pasangan yang membuat semua orang iri itu pun akhirnya lekas beranjak pergi untuk melakukan sesi foto bersama.Semua petugas hanya bisa menghela napas panjang sambil ada yang menggelengkan kepalanya sebagai tanda pasrah membiarkan Hana dibawa pergi oleh suami barunya yaitu Bara dengan sukarela.“Tampaknya, takdir memang selalu berpihak kepada beberapa orang terpilih. Sayangnya, kita semua bukanlah orang yang terpilih itu!” ucap seorang petugas yang membuat semua petugas lainnya turut menghela napas sebagai bentuk persetujuan secara langsung.Bara dan Hana tentu saja tidak memperdulikan hal-hal semacam itu lag