“Wilona!”
“Hm, ya, Nyonya Dorothy?!” Putri Kimberley tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari foto yang terpasang di dinding ruangan itu.
“Wilona, maaf, kau harus lama menungguku!”
“Tidak masalah, Nyonya Dorothy!” Wilona kembali duduk.
“Hei, Nona cantik, ayo ke meja makan dulu!”
“Tunggu sebentar, Nyonya Dorothy!”,
“Ada apa lagi, Wilona?” Nyonya Dorothy heran saat dilihatnya mata Wilona tak berkedip memandang foto yang ada di dinding ruangan itu.
“Ada yang salah dengan foto itu?” tanyanya lagi dengan nada penasaran.
“Oh, tidak Nyonya. Aku hanya ingin bertanya tentang itu!” tangan Putri Kimberley menunjuk ke arah foto yang dari tadi mencuri perhatiannya itu.
“Itu foto! Itu namanya foto, Wilona. Itu fotoku bersama keluarga kerajaan White Tiger. Itu aku yang berdiri paling kiri, sedang yang berada di tengah adalah Permaisuri Alice sedang menggendong bayinya, Putri Kimberley.” Mata tua itu tiba-tiba berubah redup. Lalu ia hempaskan napasnya kasar.
“Yang lainnya itu adalah teman-temanku yang juga bekerja di Istana Kerajaan White Tiger.”
“Jadi dulu kau pernah bekerja di Istana Kerajaan White Tiger?" Mata indah Putri Kimberley kini beralih memandang wajah Dorothy yang terlihat sedih, lalu bergantian ia memandangi foto Permaisuri Alice dan Putri Kimberly, yaitu dirinya sendiri.
“Nantilah kau akan kuceritakan tentang itu. Sekarang kita makan dulu!”
***
“Kau suka steak dan susu hangatnya, Wilona?”
“Tentu aku suka sekali, Nyonya. Lihat aku sampai menghabiskannya sendiri!” Gadis itu menunjukkan piring dan gelasnya yang kosong.
“Dasar kau gadis cantik yang rakus!” Lalu Dorothy tertawa lebar mengejek ke arah Putri Kimberley, lalu gadis itu pun ikut-ikutan tertawa.
“Oh, ya, Nyonya, sekarang coba kau ceritakan tentang foto itu! Hm, dari dulu aku sangat menyukai keluarga kerajaan itu.” Putri Kimberley beralasan.
“Sama seperti aku, Wilona. Aku sangat mengagumi keluarga kerajaan itu. Tapi sayang, sosok Permaisuri Alice dan Putri Kimberley sekarang hanya tinggal kenangan. Mereka mungkin sudah mati dimangsa binatang buas saat diasingkan ke dalam hutan.” Seketika wanita tua baik hati itu tak dapat menahan air matanya.
Ada dendam dan kebencian menjadi satu saat Nyonya Dorothy mengisahkan tentang segala kelicikan selir Raja Rehard, yang bernama Zelena itu, yang membuat dirinya dan ibunya harus hidup selama bertahun-tahun di dalam hutan belantara. Dorothy seolah menjadi saksi akan kisah kelam ia dan ibunya.
“Aku pun harus tersingkir dari istana, karena dianggap menjadi orang yang berpihak kepada Permaisuri Alice dan Putri Kimberley. Tapi itu tak masalah bagiku. Karena hidup dalam istana tanpa kedua bunga itu tak ada artinya, lebih baik aku menjadi seperti ini daripada harus menjadi seorang penghianat, karena menyatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Aku yakin perselingkuhan Permaisuri Alice tak pernah ada, terlalu keji tuduhan itu untuk orang seperti Permaisuri Alice. Oh Tuhanku, dimana mereka? Hu ...hu ... hu ...!” Dorothy pun menangis tersedu-sedu seperti anak kecil.
“Dorothy, kecilkan suaramu!” Fredy tiba-tiba muncul.
Menyadari itu, Dorothy pun langsung menghapus air matanya dengan ujung jarinya.
“Aku mengganggu kalian?” Lelaki bertubuh kurus dengan rambut keriting berwarna putih itu mendekat pada Dorothy.
“Fredy, aku sedang menceritakan kisahku saat aku bekerja sebagai Pengasuh Putri Kimberley.” Dorothy yang tadi terlihat menangis saat ini berubah menjadi sangat bahagia kembali.
“Lupakan saja ceritamu itu Dorothy! Sekarang siapkan untukku segelas susu hangat!”
“Ya, sabarlah kau Fredy! Sebentar Wilona. Lihat lelaki tua ini datang mengganggu kita!” Putri Kimberley tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Dorothy pun berlalu.
“Ini untukmu. Minumlah sepuasnya. Setelah itu antar Wilona ke Istana Kerajaan Strong."
Lelaki tua itu sedikit pun tak memperdulikan ucapan Dorothy, ia langsung menikmati segelas besar susu hangat buatan sang istri tercintanya, Dorothy.
“Wilona, mungkin kalau Putri Kimberley masih hidup usianya juga sama sepertimu. Dia mungkin juga sangat cantik seperti kau. Oh ya, Wilona bersiaplah, karena sebentar lagi Fredy akan mengantarkanmu!”
“Terima kasih, Nyonya Dorothy, Nyonya apa kau tidak keberatan jika suatu hari aku akan kembali lagi ke rumah ini?”
“Hei Wilona, itu pertanyaan bodoh yang pernah kudengar. Ya tentu aku akan senang sekali menerimamu. Kau mengingatkan aku pada Putri Kimberley. Aku sangat merindukannya, karena dia kesayanganku. Aku sudah menganggap dia seperti putriku sendiri. Waktu itu, aku hampir gila saat aku harus melepas dekapanku padanya, karena aku harus merelakan ia dibawa ke dalam hutan oleh orang-orang suruhan istana.” Mata itu kembali berkaca-kaca, dan kini Putri Kimberley yang menghapus air mata itu dengan ujung jemari lentiknya. Ia pun langsung mendekap erat tubuh tua Dorothy dan mengelus-elus lembut pundaknya.
“Akulah Putri Kimberley itu, Dorothy! Akulah kesayanganmu itu, Dorothy yang baik hati.” ucapnya lirih.
“Wilona, inilah Istana Kerajaan Strong. Aku hanya bisa mengantarkanmu sampai di sini, karena orang yang tidak berkepentingan tidak bisa masuk ke dalamnya. Jaga dirimu baik-baik Wilona. Suatu saat datanglah ke rumah kami lagi!” Lalu Fredy menghentakkan cemeti kudanya, lalu kuda itu pun berlari membawa kereta yang ditumpanginya itu dan meninggalkan Putri Kimberley sendirian. Putri Kimberley lalu memberanikan diri melangkah menuju pintu gerbang istana itu. “Nona, ada kepentingan apa kau datang ke istana ini?” Seorang pengawal kerajaan yang sedang berjaga di pintu itu mendekati Putri Kimberley. “A-a-a-aku ingin mengikuti tes untuk menjadi seorang perawat kuda Pangeran Alden. Apa aku bisa masuk?” Putri Kimberley menunduk tak berani menatap wajah pengawal itu. “Apa kau yakin? Semua yang mengikuti tes tadi adalah lelaki. Tak ada satu orang pun yang wanita.” Pengawal itu menatap heran
"Sabar dulu …" jawab Chaiden sambil mendengus. Lalu kembali berucap. “Siapa namamu gadis kumal?” “Wilona, Tuan!” “Wah, namamu indah sekali! Seindah paras wajahmu!” Wilona menatap tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ternyata lelaki bermulut besar itu bisa juga memuji dirinya. “Terima Kasih, Tuan!” “Wilona coba kau masuk ke kandang! Bawa Ruby dan Daren keluar. Buat mereka tidak ketakutan saat kau menyentuhnya!” Kali ini tanpa ragu Putri Kimberley langsung masuk ke kandang kuda itu. Kemudian dengan penuh kasih sayang ia mengelus-elus tubuh kedua kuda itu bergantian. Ruby dan Daren langsung menggesek-gesekkan kepala mereka ke pipi Putri Kimberley yang putih mulus. Putri Kimberley bukannya jijik, ia malah tertawa hangat sambil terus mengelus-elus tubuh kedua kuda itu. Lalu perlahan-la
"Ayo, kita segera pergi dari tempat ini, Tuan Putri!" Tangan kekar Gavin mengajak perempuan yang sedang dikuasai oleh amarah itu untuk segera keluar dari Istana Kerajaan Strong. “Sial, bukankah gadis itu terlalu cantik untuk menjadi seorang perawat kuda Pangeran Alden, Gavin?” Putri Juliette memukul-mukul pahanya. Gavin dengan hidung tomat dan pipi bulatnya hanya menggeleng. Di dalam kereta kudanya ia terus memaki-maki Putri Kimberley. Di matanya Putri Kimberley terlalu cantik, meski Putri Kimberley telah menyembunyikan kecantikannya di balik gaun lusuh dan sepatu kebesaran milik ibunya. “Aku takut kekasihku tertarik dan jatuh cinta padanya. Aku tak bisa membiarkan ini! Gavin, ayo kencangkan lari kudamu! Aku ingin lebih cepat bisa sampai di istanaku!” “Baik, Putri Juliette yang cantik!" Lalu Gavin hentakkan cemeti kudanya dengan sangat keras sekali.
"Maaf, Permaisuri Zelena, apakah kau memanggilku?" Emilly menunduk dengan penuh rasa hormat. "Emilly, aku tidak memanggilmu. Atau jangan-jangan kau sedang mencuri dengar percakapan kami?!" Zelena membesarkan matanya, ia takut kalau pembicaraannya dengan sang putri didengarnya. Zelena tahu di dalam istana Kerajaan White Tiger banyak sekali dinding-dinding yang bisa mendengar pembicaraannya. Zelena tak ingin ada penyusup dalam istana ini yang bisa membuat dirinya dan putrinya, Juliette tersingkir dari dalam istana. "Tidak, Permaisuri. Saya hanya mendengar nama saya tadi di panggil dari arah kamar ini." Wajah gadis itu terlihat tegang seperti sedang menahan ketakutannya. Justru itu membuat Zelena dan Putri Juliette semakin heran. "Ibu, aku curiga dengan dia! Aku yakin dia sedang memata-matai kita," ujar Putri Juliette sambil berkeliling di tempat Emilly berdiri. &nbs
Sambil menunggu Emilly kembali dari kamarnya, Daroll dan Jose saling berpandangan. "Ini Paman, syaratnya!" Tak perlu menunggu lama, akhirnya gadis itu keluar sambil membawa sesuatu di tangannya. "Apa itu? Itu kan hanya sebuah boneka?" Keduanya semakin dibuat heran dengan tingkah lucu Emilly. "Yah, ini hanya sebuah boneka bagi kalian. Tapi, teman bagiku!" Emilly memeluk tubuh boneka kecilnya itu dengan sangat erat. Boneka berbentuk gadis kecil dengan rambut yang dikepang dua itu, memang terlihat lucu dan menggemaskan sekali. "Lalu?" Jose mendekat pada Emilly dan menyentuh boneka itu. "Aku ingin membawanya juga ke istana. Itu kalau boleh, tapi sebaliknya kalau tidak boleh, maka aku terpaksa tidak bisa menerima tawaran kalian untuk menjadi mata-mata Permaisuri Zelena dan Putri Juliette." Bibir tipis Emilly tampak maju sedikit. Membuat wajahnya kian lucu saja
"Paman Jose, Paman Daroll, kalian dipanggil oleh Sang Raja untuk menghadapi di dalam istana," suara teriakan itu tentu saja membuat Daroll tidak bisa meneruskan kalimatnya, padahal Jose sudah menunggu dan merasa sangat penasaran sekali dengan kelanjutan kalimat sahabatnya itu. "Ada apa Raja memanggil kami, Robin?" tanya Jose sambil menyipitkan sedikit kelopak matanya. Dan ia juga memandang wajah Daroll. Daroll mengangkat bahunya sedikit, seolah ingin menunjukkan bahwa ia juga tidak tahu kenapa Sang Raja meminta mereka untuk memanggil mereka untuk menghadapinya. "Aku juga tidak tahu, Paman!" Robin dengan sopan mendekat pada kedua orang yang dari tadi ia cari. "Terima kasih kalau begitu, Robin!" seru Daroll, sambil tangannya menarik lengan baju sahabatnya, Jose. Jose akhirnya ikut saja. Ia tak ingin berlama-lama jika Sang Raja memintanya untuk menghadap padanya. Sa
"Tidak, tidak apa-apa Tuan …!" Daroll masih terlihat meringis. Namun nalurinya untuk menutupi apa yang sebenarnya sedang terjadi membuatnya seketika harus berdusta. "Hanya kakiku tiba-tiba kesemutan Tuanku yang mulia." Daroll akhirnya berhasil mendapatkan satu alasan untuk ia utarakan kepada pria paling terhormat di negeri ini. "Ya sudah, kalau begitu sebaiknya kalian mulai besok bersiap untuk melakukan persiapan untuk menyambut lamaran Raja Daltun dan Pangeran Alden. Aku ingin kalian lakukan yang terbaik untuk Putri kesayangaku, Juliette!" Pria itu langsung membalikkan badannya cepat, hingga jubah merahnya berkibar. Tongkat kebesarannya yang selalu ia genggam ia hentakkan sekali ke atas permadani berwarna merah dan kuning emas. Kalau sudah begitu sudah tidak ada lagi yang dapat membantah titah Sang Raja. "Baik, Tuan kami yang mulai, kami akan segera melaksanakannya dengan baik." Jose menjawab mewaki
"Setelah aku mendapatkannya aku tak akan mengembalikannya lagi. Karena apa yang sudah ada dalam genggamanku, selamanya akan menjadi milikku," bisik Zelena dalam hatinya, senyum liciknya pun mengembang. "Kutitipkan pada si tua Rebecca, pelayan istana yang sudah cukup lama bekerja di sini." "Ha … ha … ha … ternyata si Rebecca renta itu yang kau titipkan perhiasan-perhiasan indah itu. Besok akan aku temui dia," tawa menyebalkan wanita itu membuat hati Emilly kian panas. "Malam ini juga aku akan menemui Rebecca. Atau aku akan mengendap-ngendam masuk ke kamarnya. Dan aku akan mencuri perhiasan-perhiasan itu. Aku tak ingin si licik Zelena menguasainya. Emilly langsung berlari, ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan perhiasan-perhiasan milik Permaisuri Alice. Di dalam kamarnya, Raja Rehard dan Zelena saling pandang. Mereka