"Rajaku Yang Mulia, tak ada sahutan dari Rebecca." Gavin membungkukkan sedikit badannya.
"Coba kau buka saja pintunya! Mungkin dia sedang keluar dari kamarnya," perintah Rehard pada Gavin, salah seorang pengawalnya.
Tanpa berbasa-basi Gavin langsung mencoba membuka pintu kamar itu.
Kreeeek … pintu pun terbuka, ternyata pintu itu tidak terkunci dari dalam.
Gavin langsung masuk, sedang yang lainnya hanya menunggu di luar.
"Rebecca! Kau kenapa?!" Mata Gavin terbelalak menatap Rebecca yang terkulai lemas di atas ranjangnya, tak sadarkan diri. Gavin lantas ke luar untuk memberi tahukan pada Rehard dan yang lainnya tentang apa yang dilihatnya.
"Tuanku Yang Mulia, lihat ke dalam, sepertinya Rebecca sedang pingsan!" Gavin tak dapat mengontrol lagi suaranya, sebab ia sangat mengkhawatirkan wanita tua yang sangat baik hati itu.
"Orang terdekat yang ada di dalam istana ini!" jawabnya. "Ya, tapi siapa?" Zelena merasa tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh sang putri. "Aku akan bantu menyelidikinya sampai tuntas. Siapa yang diutus ayah untuk menyelidiki kasus ini, Bu?" "Jose dan Daroll!" ucapnya cepat. "Huh, dua orang lelaki itu kenapa masih dipakai saja di istana ini? Seharusnya mereka sudah pensiun, dan menikmati segelas susu hangat dan roti tawar buatan istri-istri mereka. Lagi pula setelah Daroll keluar dari penjara bawah tanah, apa yang bisa dilakukannya? Bisa-bisa dia salah tangkap jika disuruh menjalankan penyelidikan seperti ini. Bukankah mereka harus mempersiapkan istana ini untuk menyambut Raja Daltun dan Pangeran Alden yang ingin melamarku?" Mulut besar Putri Juliette mulai lagi dengan sampah-sampah yang keluar begitu saja, membuat Emilly yang sedari tadi diam mematung, bergidik nge
"Aku, Ayah!" Tiba-tiba tanpa diduga Putri Juliette dengan gaun mewahnya muncul di ruangan itu. Ia didampingi oleh Zelena dan Emilly. "Putriku? Apa maksudmu mengatakan itu?" Rehard menatap Putri Juliette tajam. Ia tak paham dengan ucapan sang putri. "Aku akan membentuk tim untuk mencari perhiasan-perhiasan itu, sekaligus siapa yang mencurinya. Aku janji akan menyeret si pelaku ke hadapanmu, Ayah!" Putri Juliette berdiri persis di hadapan Rehard. "Betul, Suamiku, Putri kita berjanji akan melakukannya dengan baik. Dia gadis yang pintar!" Zelena menimpali, sedang Emilly terus menundukkan kepalanya. Rehard tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Namun akhirnya ia memberikan semua tanggung jawab tersebut pada putrinya itu, saat Putri Juliette dengan mulut manisnya merayu Rehard. Bukan main senangnya hati Zelena dan Putri Juliette mendengar itu. &
Ketiganya langsung serentak mengarahkan pandangannya mereka ke arah suara itu. Jantung Jose dan Daroll semakin berdetak kencang, saat suara itu kian dekat menembus pepohonan yang ada di sekitar mereka. "Ibu!" Seorang gadis cantik berambut pirang berseru di atas punggung kuda berwarna putih yang ditungganginya. "Kim!" Alice membalas panggilan gadis itu, yang ternyata adalah Putri Kimberley. Daroll mengucek-ngucek kedua matanya. Ia seperti ingin memastikan siapa sebenarnya gadis penunggang kuda itu. "Diakah Putri Kimberley? Berarti …?" Mulut Daroll ternganga seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ada apa kau daroll?" Jose menoleh pada sahabatnya, selagi Alice dan putrinya saling berangkulan. Sepertinya kerinduan yang mereka pendam dalam hati mereka sudah terlalu besar. "Itukan Wilona, si gadis perawat
Selagi keduanya kebingungan. Putri Kimberley tiba-tiba bersuara,"besok pagi-pagi sekali kita akan sama-sama keluar dari hutan ini. Aku pastikan akan aman-aman saja. Dan tentunya tak akan ada yang menaruh curiga pada kalian berdua, Paman!" "Baiklah, kami akan menginap di sini. Karena sebenarnya kami juga sangat takut dengan binatang-binatang buas yang bisa saja akan memangsa kami." Jose akhirnya mengalah demi keselamatan mereka. "Horeee! Itu artinya kita bisa bercerita sepanjang malam!" teriak gadis itu kegirangan layaknya anak kecil. "Tapi kenapa kamu kembali dari Kerajaan Strong, Putri?" Daroll yang dari tadi tak pernah melepas pandangannya pada Putri Kimberley akhirnya bersuara juga. "Seminggu sekali aku mendapat jatah libur dari Tuan Chaiden. Tapi besok pagi-pagi sekali aku harus kembali lagi, sebab kedua kuda Pangeran Alden yang manis-manis itu
"Eh-eh-ti-tidak, Tuan. Maksudku, aku sebentar lagi akan bertemu ayahnya Putri Juliette. Ayahnya seorang raja di Kerajaan White Tiger kan?" Putri Kimberley membuang mukanya, dan langsung masuk ke kandang Ruby dan Daren. "Oh, kalau bicara yang jelas, Wilona! Jangan membuat aku bingung." Chaiden lantas meninggalkan tempat itu, sebab masih banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan lagi. "Untung saja Tuan Chaiden tak banyak tanya tentang apa yang kukatakan tadi. Ups … Kim jangan bicara bodoh lagi kau!" ucap Putri Kimberley pada dirinya sendiri. Setelahnya, seperti biasa gadis itu dengan sangat cekatan merawat dua ekor kuda milik Pangeran Alden. Tak ada yang sulit baginya saat melakukan pekerjaannya itu. Ia yang sudah terbiasa bersahabat dengan hewan-hewan di dalam hutan, membuatnya mudah melakukan pekerjaan itu. "Ayo, kita mandi dulu, Manis?" Putri Kimberley mengajak kedua kuda
"Kenapa dia?" Salah seorang pengawal istana Kerajaan White Tiger berseru, dan meminta kepada Putri Kimberley untuk diam, sebab acara penyambutan tamu sedang berlangsung. Acara seperti ini memang wajib dilakukan di setiap kerajaan setiap kali ada tamu kehormatan yang datang berkunjung ke istana mereka. Seperti saat ini Pangeran Alden sedang disambut oleh Raja Rehard. "Oooohhh, tampan sekali Ayahku!" Matanya membesar saat melikat lelaki yang ditunjuk oleh Chaiden tadi. Sungguh gagah Raja Rehard dengan jubah yang di lapisi serpihan emas murni. Hingga Putri Kimberly seperti tidak menggubris peringatan dari salah seorang pengawal istana Kerajaan White Tiger barusan. "Wilona? Apakah kau sedang bermimpi dengan mengatakan bahwa Raja Rehard adalah Ayahmu?" Chaiden mencibirkan bibirnya pada putri Kimberley, hingga kumis tebal berwarna pirangnya naik sedikit menempel ke lubang hidungnya. "O
"Sudah diamlah kau!" teriak Jose kencang. Untung saja suara orang-orang terdengar sangat riuh sekali membicarakan tingkah aneh Wilona alias Putri Kimberley, sehingga suaranya saat memanggil Jose dan Daroll dengan sebutan paman tadi tidak terdengar sama sekali oleh mereka. "Ayo, ikut kami!" Daroll membantu menyeret Putri Kimberley. Semua mata memandangi mereka, lalu kembali menekuni acara penyambutan yang sempat tertunda tadi. Tingkah Putri Kimberley sungguh diluar dugaan semua orang. "Putri, kenapa kau bertingkat bodoh seperti itu? Beruntung semua orang menganggap kau tak waras. Jadi hanya ini lah hukuman untukmu!" Jose berbisik pada Putri Kimberley. "Paman aku tidak dapat menguasai diri saat aku melihat Ayah kandungku ada di dekatku. Bahkan pesan Ibu saja aku lupa," suara Putri Kimberley terdengar lirih, sepertinya ia menyesali sikap bodohnya tadi.
Langkah kaki renta itu kian dekat dengan Wilona alias Putri Kimberley. "Ehem … ehem." Sempat ia berdehem dua kali sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada gadis yang ada di hadapannya itu. "Hai, gadis?" sapanya dengan suara lembutnya. "Nyonya?" Putri Kimberley sadar ada yang sedang menyapanya. Kemudian ia abaikan dulu makanan yang sedang ada di piring yang ada di tangannya. "Dari mana asalmu, gadis?" Mata tuanya tak berkedip sedikitpun mengamati garis wajah Putri Kimberley yang menurutnya sangat istimewa itu. "Hm, dari desa yang letaknya di pinggiran hutan, Nyonya," jelasnya berbohong. Sebab ia bingung sekali untuk menyebutkan tempat tinggalnya yang sebenarnya. "Katakan namamu Wilona, dan katakan saja kalau kau adalah anak seorang petani miskin," itu pesan ibunya sebelum ia berangkat pertama kali menuju Istana Ke