"Aku, Ayah!" Tiba-tiba tanpa diduga Putri Juliette dengan gaun mewahnya muncul di ruangan itu. Ia didampingi oleh Zelena dan Emilly.
"Putriku? Apa maksudmu mengatakan itu?" Rehard menatap Putri Juliette tajam. Ia tak paham dengan ucapan sang putri.
"Aku akan membentuk tim untuk mencari perhiasan-perhiasan itu, sekaligus siapa yang mencurinya. Aku janji akan menyeret si pelaku ke hadapanmu, Ayah!" Putri Juliette berdiri persis di hadapan Rehard.
"Betul, Suamiku, Putri kita berjanji akan melakukannya dengan baik. Dia gadis yang pintar!" Zelena menimpali, sedang Emilly terus menundukkan kepalanya.
Rehard tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Namun akhirnya ia memberikan semua tanggung jawab tersebut pada putrinya itu, saat Putri Juliette dengan mulut manisnya merayu Rehard.
Bukan main senangnya hati Zelena dan Putri Juliette mendengar itu.
&
Ketiganya langsung serentak mengarahkan pandangannya mereka ke arah suara itu. Jantung Jose dan Daroll semakin berdetak kencang, saat suara itu kian dekat menembus pepohonan yang ada di sekitar mereka. "Ibu!" Seorang gadis cantik berambut pirang berseru di atas punggung kuda berwarna putih yang ditungganginya. "Kim!" Alice membalas panggilan gadis itu, yang ternyata adalah Putri Kimberley. Daroll mengucek-ngucek kedua matanya. Ia seperti ingin memastikan siapa sebenarnya gadis penunggang kuda itu. "Diakah Putri Kimberley? Berarti …?" Mulut Daroll ternganga seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ada apa kau daroll?" Jose menoleh pada sahabatnya, selagi Alice dan putrinya saling berangkulan. Sepertinya kerinduan yang mereka pendam dalam hati mereka sudah terlalu besar. "Itukan Wilona, si gadis perawat
Selagi keduanya kebingungan. Putri Kimberley tiba-tiba bersuara,"besok pagi-pagi sekali kita akan sama-sama keluar dari hutan ini. Aku pastikan akan aman-aman saja. Dan tentunya tak akan ada yang menaruh curiga pada kalian berdua, Paman!" "Baiklah, kami akan menginap di sini. Karena sebenarnya kami juga sangat takut dengan binatang-binatang buas yang bisa saja akan memangsa kami." Jose akhirnya mengalah demi keselamatan mereka. "Horeee! Itu artinya kita bisa bercerita sepanjang malam!" teriak gadis itu kegirangan layaknya anak kecil. "Tapi kenapa kamu kembali dari Kerajaan Strong, Putri?" Daroll yang dari tadi tak pernah melepas pandangannya pada Putri Kimberley akhirnya bersuara juga. "Seminggu sekali aku mendapat jatah libur dari Tuan Chaiden. Tapi besok pagi-pagi sekali aku harus kembali lagi, sebab kedua kuda Pangeran Alden yang manis-manis itu
"Eh-eh-ti-tidak, Tuan. Maksudku, aku sebentar lagi akan bertemu ayahnya Putri Juliette. Ayahnya seorang raja di Kerajaan White Tiger kan?" Putri Kimberley membuang mukanya, dan langsung masuk ke kandang Ruby dan Daren. "Oh, kalau bicara yang jelas, Wilona! Jangan membuat aku bingung." Chaiden lantas meninggalkan tempat itu, sebab masih banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan lagi. "Untung saja Tuan Chaiden tak banyak tanya tentang apa yang kukatakan tadi. Ups … Kim jangan bicara bodoh lagi kau!" ucap Putri Kimberley pada dirinya sendiri. Setelahnya, seperti biasa gadis itu dengan sangat cekatan merawat dua ekor kuda milik Pangeran Alden. Tak ada yang sulit baginya saat melakukan pekerjaannya itu. Ia yang sudah terbiasa bersahabat dengan hewan-hewan di dalam hutan, membuatnya mudah melakukan pekerjaan itu. "Ayo, kita mandi dulu, Manis?" Putri Kimberley mengajak kedua kuda
"Kenapa dia?" Salah seorang pengawal istana Kerajaan White Tiger berseru, dan meminta kepada Putri Kimberley untuk diam, sebab acara penyambutan tamu sedang berlangsung. Acara seperti ini memang wajib dilakukan di setiap kerajaan setiap kali ada tamu kehormatan yang datang berkunjung ke istana mereka. Seperti saat ini Pangeran Alden sedang disambut oleh Raja Rehard. "Oooohhh, tampan sekali Ayahku!" Matanya membesar saat melikat lelaki yang ditunjuk oleh Chaiden tadi. Sungguh gagah Raja Rehard dengan jubah yang di lapisi serpihan emas murni. Hingga Putri Kimberly seperti tidak menggubris peringatan dari salah seorang pengawal istana Kerajaan White Tiger barusan. "Wilona? Apakah kau sedang bermimpi dengan mengatakan bahwa Raja Rehard adalah Ayahmu?" Chaiden mencibirkan bibirnya pada putri Kimberley, hingga kumis tebal berwarna pirangnya naik sedikit menempel ke lubang hidungnya. "O
"Sudah diamlah kau!" teriak Jose kencang. Untung saja suara orang-orang terdengar sangat riuh sekali membicarakan tingkah aneh Wilona alias Putri Kimberley, sehingga suaranya saat memanggil Jose dan Daroll dengan sebutan paman tadi tidak terdengar sama sekali oleh mereka. "Ayo, ikut kami!" Daroll membantu menyeret Putri Kimberley. Semua mata memandangi mereka, lalu kembali menekuni acara penyambutan yang sempat tertunda tadi. Tingkah Putri Kimberley sungguh diluar dugaan semua orang. "Putri, kenapa kau bertingkat bodoh seperti itu? Beruntung semua orang menganggap kau tak waras. Jadi hanya ini lah hukuman untukmu!" Jose berbisik pada Putri Kimberley. "Paman aku tidak dapat menguasai diri saat aku melihat Ayah kandungku ada di dekatku. Bahkan pesan Ibu saja aku lupa," suara Putri Kimberley terdengar lirih, sepertinya ia menyesali sikap bodohnya tadi.
Langkah kaki renta itu kian dekat dengan Wilona alias Putri Kimberley. "Ehem … ehem." Sempat ia berdehem dua kali sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada gadis yang ada di hadapannya itu. "Hai, gadis?" sapanya dengan suara lembutnya. "Nyonya?" Putri Kimberley sadar ada yang sedang menyapanya. Kemudian ia abaikan dulu makanan yang sedang ada di piring yang ada di tangannya. "Dari mana asalmu, gadis?" Mata tuanya tak berkedip sedikitpun mengamati garis wajah Putri Kimberley yang menurutnya sangat istimewa itu. "Hm, dari desa yang letaknya di pinggiran hutan, Nyonya," jelasnya berbohong. Sebab ia bingung sekali untuk menyebutkan tempat tinggalnya yang sebenarnya. "Katakan namamu Wilona, dan katakan saja kalau kau adalah anak seorang petani miskin," itu pesan ibunya sebelum ia berangkat pertama kali menuju Istana Ke
"Pam …" Putri Kimberley kembali membungkam mulutnya, saat dilihatnya lelaki yang menahan tangan Zelena itu adalah Daroll. Daroll memberi isyarat pada Putri Kimberley untuk tidak melanjutkan ucapannya."Daroll, lepaskan tanganku. Atau kuadukan perbuatanmu ini pada Suamiku. Apakah kau lupa siapa Suamiku?" Dengan senyum pongahnya Zelena menghentakkan tangannya dari cengkeraman Daroll.Perlu diingat, bahwa Daroll menyimpan dendam yang sangat besar pada Zelena. Karena Zelena telah membuatnya mendekam selama belasan tahun dalam penjara bawah tanah, oleh karena fitnah keji wanita laknat ini.Tapi demi mendengar ancaman wanita itu, Daroll bergeming dan beringsut dari tempat itu. Daroll tak ingin lebih jauh berurusan dengan wanita berhati iblis ini. Baginya bukan ini cara melawannya, tapi melawannya harus dengan kecerdasan."Tunggu saja saat yang tepat kau harus mendekam dalam penjara baw
Nyonya Rebecca, kenapa kau kembali ke kamarmu lagi?" Emilly yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya memandangi Rebecca yang sedang menuju ke kamarnya. "Zelena yang memintaku untuk kembali ke kamar!" Wajah itu terlihat redup, dan memilih diam saat Emilly mendatanginya. "Bukankah semua orang di dalam istana ini juga diminta oleh Raja untuk berkumpul di sana? Setidaknya untuk menikmati sajian istimewa yang disajikan oleh koki istana," ucap Emilly dan berhenti tepat di hadapan wanita tua itu. "Betul, tapi bukan Zelena namanya jika tidak merusak kesenangan orang lain." Rebecca mencibirkan bibirnya sedikit. "Sabar saja Nyonya. Sama seperti aku yang juga harus berusaha menahan hati saat berada di dekat Zelena." Entah kenapa Emilly selalu merasa nyaman saat sedang berdekatan dengan wanita tua ini. Wanita yang sudah c
Putri Kimberley terus nekat menuruni anak tangga untuk mendatangi kandang Jessy dan Rurry, dua hewan kesayangannya.Teriakan sang ibu tak lagi digubrisnya. Selama seminggu tidak pernah bertemu dengan keduanya membuat kerinduan di hati Sang Putri kian membuncah."Jessy! Rurry! Aku datang!" teriak Putri Kimberley memecah kesunyian malam.Dengkuran binatang malam pun seakan ikut berpacu mengisi kesunyian malam itu. Namun sedikit pun tidak membuat nyali Putri Kimberley menjadi ciut. Tak ada ketakutan yang menghinggapi hatinya saat itu."Ngghhhiiik! Ngghhhiiik!" ringkikan Jessy kuda kesayangan Sang Putri pun terdengar seolah ingin menyambutnya. Kreeeiiikkk …Tangan gadis cantik itu pun terlihat tak ragu saat membuka pintu kandang keduanya."Heiiii … apa kalian sudah tidur?" Bola matanya ia besarkan mencoba menembus pekatnya malam."Ngghhhiiik …" "Kau kah itu Jessy?" tangannya meraba-raba ruangan tempat tinggal kedua hewan kesayangannya itu, mencoba meraih keduanya.Haaaappp …Tiba-tiba a
"Kim, dari mana kau kenal dengan Dorothy?""Saat aku pertama kali hendak pergi mengikuti tes menjadi perawat kuda Pangeran Alden waktu itu, Bu. Aku beristirahat di rumahnya," jelasnya sambil bermanja memeluk tubuh ibunya. Kerinduannya pada sang ibu membuatnya ingin selalu dekat pada wanita ini."Oh, aku rasa Dorothy yang kau maksud adalah Dorothy yang aku kenal itu. Apa kau pernah menceritakannya padaku?" Lagi-lagi ia mencoba mengingat soal Dorothy."Sepertinya belum, Bu. Tapi, entahlah. Aku sering lupa dengan apa yang pernah aku katakan, mungkin karena kesibukan ku merawat kuda-kuda Pangeran Alden. Oh, ya, dua kesayanganku, Rury dan Jessy mana Bu?""Mereka ada di bawah. Besok kau bisa menemuinya." Permaisuri Alice masih penasaran dengan wanita bernama Dorothy tadi."Iya, Bu, aku sanga
Putri Kimberley menunduk. Gadis itu bingung harus melakukan apa. Mengaku tentang siapa dia sebenarnya, atau terus menyimpan semuanya rapat-rapat sampai saatnya tiba ia bisa mengungkapnya.“Wilona, seperti ada yang kau sembunyikan padaku. Apa kau tidak menganggap aku ini sebagai orang yang kau sayangi?” suara Dorothy mulai merendah, ia tak ingin gadis cantik yang membuatnya jatuh hati ini merasa takut mendengar suaranya yang keras.“Heeem, Nyonya boleh aku habiskan susu ini?” Putri Kimberley berusaha mengalihkan pembicaraan, padahal susu dalam gelasnya sudah habis.Dengan tersenyum tipis, Dorothy mengangguk kecil.“Tapi, susu dalam gelasmu itu sudah habis, Sayang,” ucapnya sambil menahan rasa gelinya melihat tingkah canggung gadis itu,“Oh…” mu
“Sebentar, Nyonya Dorothy, biar aku lihat Tuan Freddy. Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya,” ujar gadis itu, dan langsung bangkit dari duduknya.Setelah berada di luar kamar, Putri Kimberley, mengedarkan pandangannya, matanya mencari-cari arah sumber suara lelaki itu. Akhirnya, ia mendapatkannya.Putri Kimberley, melangkahkan kakinya menuju ke luar arah depan rumah itu.“Ada apa Freddy?” tanyanya saat ia sudah berada di dekat lelaki itu.“Lihat Wilona, rombongan prajurit istana baru saja lewat!” jawabnya, sambil tangannya menunjuk ke arah jalanan.Ekor mata Putri Kimberley melihat apa yang dikatakan lelaki itu barusan.Dilihatnya memang banyak sekali para prajurit dari istana Kerajaan White Tiger di sana, mereka menunggangi
Bab 37. Kedatangan Tamu Istimewa “Dorothy coba lihat siapa yanga datang!” Freddy menggerakkan tubuh istrinya itu. Matanya membuka sedikit, lalu membesar setelah tahu siapa yang datang. “Freddy, apakah aku tidak salah lihat?” “Nyonya Dorothy … apa kau tidak suka aku datang?” Wilona alias Putri Kimberley mendekat dan duduk di sisi ranjang. “Ooooohhhhh … Wilona, sungguh aku mengharapkan kau datang. Dari tadi malam aku dan Freddy hanya membicarakanmu dan berharap kau datang mengunjungi kami di sini,” mata itu mulai berair, dan jatuh di kedua pipinya yang keriput. “Betulkah, Nyonya Dorothy?” tangannya langsung memeluk tubuh itu. Dorothy hanya mengangguk, mulutnya tak mampu untuk bicara, hanya isakannya saja yang kini mulai terdengar.
"Bukan … bukan aku sok tahu, Freddy, tapi itu hanya dugaanku saja.""Sama saja, Dorothy!" Bibir tebal lelaki itu mencibir pada sang istri.Dorothy hanya diam, ia tak ingin menanggapi lagi ucapan Freddy, lelaki yang sedikitpun tak pernah bersikap romantis pada dirinya."Ayo, kita pulang! Matahari sudah mulai meninggi!" Lelaki itu bangkit dan berjalan menuju sapi-sapinya.Dorothy yang masih terlihat diam, akhirnya mengikuti juga langkah sang suami."Ayo, kita pulaaaang!" Freddy dengan suaranya yang melengking meminta pada sapi-sapinya itu untuk kembali ke kandang mereka.Dorothy pun membantunya.Setelah selesai memasukkan sapi-sapinya masuk ke dalam kandang, lalu keduanya pun masuk ke dalam rumah mereka yang sederhana namun
Jose masuk ke dalam istana.“Emilly harus tahu kalau besok Putri Juliette akan memulai penyelidikan terhadap hilangnya perhiasan Permaisuri Alice.”Jose menuju kamar gadis itu.Setelah mengetuk beberapa kali pintu itu, tiba-tiba pintu langsung terbuka.“Paman Jose …?” Emilly terkejut dengan siapa yang ada di hadapannya. Matanya menatap lelaki itu dengan rasa penuh tanda tanya. Sebab ini adalah hal jarang terjadi, Jose mendatanginya sampai ke kamarnya.“Emilly, maaf jika aku mengganggumu. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu!” Jose berbisik saat mengatakan itu. Wajahnya menoleh ke kanan ke kiri mengawasi keadaan sekitarnya. Ia tak ingin pembicaraannya dengan Emilly ada yang mendengarnya.Ternyata, sekitar kamar gadis itu terlihat sepi, sebab orang-orang sibuk melakukan kegiatannya masing-masing.
Pekerja tua itu terus menatap Putri Juliette hingga menghilang."Putriku sekarang ini adalah putri seorang raja yang berkuasa di negeri ini. Bagaimana aku bisa dekat dengannya, atau sekedar untuk memeluk tubuhnya. Kerinduan ini tak mungkin terhapus tanpa ada obat yang membuatnya hilang dengan sendirinya." Robinson diam, ia tak sadar ada yang sedang memperhatikannya."Maaf, lelaki tua! Apakah kau baru bekerja di sini?" Seorang lelaki berpakaian seragam kebesaran kerajaan datang mendekat pada pekerja tua itu."Y-y-ya, Tuan!" jawabnya tergagap.Pandangannya berpindah pada sosok lelaki yang saat ini ada di sampingnya.Matanya sedikit menyipit, ia mencoba mengenali orang itu."Aku sepertinya tidak asing dengan orang ini," pikirannya dalam hati.&n
Setelah hasrat keduanya tersalurkan, Raja Rehard tertidur di pangkuan selir cantiknya itu. Namun Zelena membiarkannya saja. Wanita itu tak menyangka kalau saat ini ia sedang berdekatan dengan seorang raja. Tak pernah ia bermimpi bisa seperti ini. Zelena mendekatkan bibirnya pada telinga sang raja dan ia membisikkan sesuatu,”Rajaku Sayang, aku tak hanya menginginkan menjadi selirmu saja, tapi aku ingin menjadi wanita nomor satu dalam hatimu. Ya, Permaisuri Alice akan aku singkarkan juga, tapi tentunya dengan cara yang halus. Dan aku punya caranya!” Sebuah senyuman licik mengembang di sudut bibirnya. Sang raja tak mendengar itu, lelaki perkasa itu terlihat terlelap sekali. “Ibu! Ibu!” Zelena tersentak dari lamunannya. Suara teriakan Putri Juliette memaksanya untuk kembali masuk ke dalam kehidupannya saat ini. Bayangan-bayang masalalunya seketika menghilang.