"Bagaimana anda tahu, Tuan Muda? Katakan padaku, siapa yang telah mengatakannya pada anda!"Erlangga menyeringai disela rasa sakit yang ia rasakan."Tentu saja aku tahu semuanya. Aku melihat wajah mereka saat datang ke rumah kami. Dan aku melihat semua perbuatan mereka. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya?" Sudut bibir Erlangga terangkat naik."Aku beri tahu Paman satu hal, aku pasti akan membuat mereka membayar atas apa yang mereka lakukan pada Mamaku," ungkap Erlangga.Daniel meremas dadanya kuat saat jantungnya mulai berdetak dengan keras.Dia tidak menyangka bahwa selama ini Er menyimpan rahasia itu dalam-dalam.Itu sebabnya dia terlihat tenang di depan Liana, bahkan dia tidak segan-segan membuat wanita itu naik darah karena ucapannya."Apa anda yakin, Tuan Muda? Mereka tidak mudah untuk dilawan. Anda pasti akan mendapatkan kesulitan, jadi saran saya sebaiknya urungkan saja niat anda," ucap Daniel tanpa melihat reaksi di wajah Erlangga.Dia tidak perduli apa yang sedang Erlang
Erlangga tersenyum meski hatinya terasa sakit.Dia menghela napasnya panjang. Rasanya Erlangga ingin tertawa lebar.Menertawakan nasib sialnya karena kehilangan ibu tapi mendapatkan ayah. Dan juga menertawakan kebodohan ayahnya yang memiliki istri tetapi tidak putranya.Kegelisahan di hati Prabujaya meningkat saat dia melihat perubahan pada ekspresi wajah Erlangga yang terjadi tiba-tiba."Kenapa kamu malah tersenyum? Apa ada yang lucu?" Prabujaya bertanya saat dadanya menegang dan pikiran paranoid memenuhi pikirannya ketika melihat Erlangga tersenyum dengan ekspresi wajahnya yang gelap."Mamaku memang bukan istri Papa sebab itu Papa tidak begitu perduli padanya walaupun Papa adalah Papaku. Karena itu Papa lebih memihak pada Mama Liana karena dia itu istri sah Papa. Tapi sayangnya, anaknya bukanlah anak Papa." Er berkata dengan dingin.Prabujaya tercengang hingga tak mampu untuk berbicara.Otaknya berusaha keras mencerna setiap kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Erlangga.Belum se
Tubuh Liana limbung dan jatuh ke lantai setelah pembicaraan mereka berakhir.Kata-kata tajam Prabujaya terus terngiang di telinganya.Liana terhenyak. Tatapannya kosong tanpa nyawa.Apa yang ditakutkan Liana selama ini akhirnya menjadi kenyataan.Rumah tangganya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Dan mungkin sebentar lagi Liana juga akan kehilangan Rangga, setelah semua kebohongannya terungkap.Ketika Rangga tahu, dia mungkin akan meninggalkan Liana karena rasa malu yang harus dia tanggung karena kesalahan orangtuanya.Perlahan, pipi Liana mulai basah. Air mata terus mengalir jatuh dari sudut matanya.Hatinya sakit seperti tercabik-cabik. Rasa perih di tenggorokannya semakin menjadi-jadi. Liana menjerit, berteriak histeris meratapi kehancurannya yang berada tepat di depan mata.Dulu, selalu ada seseorang yang berusaha menenangkannya dan menyediakan dadanya untuk tempat Liana menumpahkan airmatanya.Tetapi sekarang, tidak ada seorangpun yang tersisa di sisinya.**
"Kenapa Papa lakukan ini padaku? Apa Papa memang sengaja ingin menjauhkan aku dari Mama? Untuk apa? Agar anak haram Papa itu bisa menangkap Mama? Atau agar dia bisa mewarisi semua milik Papa yang sejak awal seharusnya jadi milikku?" debat Rangga dengan wajah merah padam. Dia menolak untuk keluar dari ruangan itu.Mendengar hinaan Rangga pada putra kandungnya, darah Prabujaya mendidih.Wajahnya seketika menggelap, rahangnya mengatup kuat."Diam! Kau tidak berhak menyebutnya seperti itu. Keluar sekarang jika kau tidak ingin menyesal!" bentak Prabujaya dengan amarah yang meluap.Melihat ketegangan di antara keduanya, Daniel segera menarik Rangga keluar dari ruangan itu. Daniel membawanya kembali ke ruang kerjanya agar emosi Rangga mereda sebelum mereka pergi meninggalkan kantor pusat Prabujaya Industry.Keputusan Prabujaya itu sempat mengejutkannya. Atasannya itu tidak pernah membahas hal itu dengannya sebelumnya.Pikiran Daniel menerawang. Mungkinkah ini ada kaitannya dengan Erlangga?
Sekitar tiga puluh menit kemudian, sebuah mobil masuk dan parkir di depan pondok lesehanSeorang pria berwajah dingin tampak keluar dari balik pintu pengemudi. Sementara itu seorang pria muda berwajah tampan keluar dari sisi pintu yang lain.Menyadari kedatangan keduanya, Pak Hamdan langsung bangkit berdiri. Pria tua itu melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar.Erlangga dan Alex datang menggampiri keduanya dan duduk di kursi kosong di seberang meja."Selamat pagi semuanya. Maaf saya datang terlambat," kata Erlangga tulus."Ah, tidak apa-apa. Di kota besar memang selalu macet saat pagi hari. Lagipula, kami juga baru memesan makanan. Mungkin mereka akan mengantarnya sebentar lagi," sahut Pak Hamdan ramah."Jadi ... bagaimana perkembangan kasusnya?" tanya Erlangga tanpa basa-basi. Dia mengalihkan perhatiannya pada pria berseragam coklat di depannya.Kebebasan Liana cukup membuatnya terkejut padahal dia sudah melakukan segalanya untuk menjerat mereka, tetapi usahanya masih saja gagal
"Antar aku ke rumah sakit!"Alex menoleh, mengamatinya dengan seksama selama beberapa detik sebelum kembali menatap jalanan di depan mereka."Apa hari ini anda tidak ke kantor?" tanya Alex memastikan.Sudut bibir Erlangga meninggi. "Hari ini aku bebas. Aku bebas pergi ke manapun yang aku suka. Aku muak dengan suasana kantor yang kaku, muak melihat tumpukan dokumen yang membuatku hampir muntah setiap hari. Apa kau tahu, berdiri di depan kamera dengan sorot lampu tajam lebih menyenangkan buatku. Aku bisa jadi diri sendiri tanpa harus bersusah payah memikirkan perasaan orang lain. Jika aku tidak suka, aku bisa pergi kapan pun.""Anda benar," sahut Alex singkat. "Setidaknya itu sebanding dengan apa yang akan anda dapatkan setelah ini," sambungnya tanpa menoleh.Erlangga tertawa. "Apa kau pikir aku tertarik dengan harta Prabujaya?"Kening Alex berkerut. Dia tidak mengerti maksud dari ucapan Erlangga."Bukannya semua orang menginginkannya? Siapa yang tidak ingin terlahir dari orang tua yang
"Bu Helen memberi tahu ku bahwa kalian sedang berkumpul di sini. Katakan padaku, siapa yang akan menjelaskan apa yang sedang terjadi di sini," ucap Erlangga datar. Dia menatap dingin pada tiga pria dewasa di ruangan itu secara bergantian.Prabujaya berdehem pelan. Sedetik kemudian asisten pribadinya bangkit berdiri lalu pergi meninggalkan ruang tamu dengan mulut terkunci rapat.Pintu setinggi delapan kaki itu berderit pelan ketika Daniel menutup akses masuk menuju ruang tamu dan berdiri di depan untuk berjaga.Kini, hanya tersisa tiga orang di dalam sana. Suasana yang begitu hening membuat Erlangga mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri."Dia adalah Tuan Jason, pengacara keluarga Pamungkas selana puluhan tahun," kata Prabujaya memecah keheningan.Pria tua itu menarik napasnya dalam-dalam, sesaat kemudian kembali berkata pada Erlangga, "Mulai hari ini, kamu akan berurusan langsung dengannya. Kamu bisa mencarinya bila membutuhkan bantuannya dan Tuan Jason akan membantumu dengan
"Aku pikir itu tidak mungkin, maaf. Anda tahu, Tuan Prabujaya hanya menyediakan tiket pesawat untuk dua saja," kata Daniel beralasan. Pada dasarnya Daniel hanya ingin perjalanan ini lancar tanpa ada kendala. Karena dia tahu, Nyonya Liana berada di bawah pantauan pihak kepolisian. Ini akan menyulitkan mereka.Sayangnya, Rangga tidak perduli. Dia hanya ingin menyelamatkan Liana.Rangga dengan santai menunjukkan ponselnya pada Daniel dan berkata padanya, "Kau jangan khawatir. Aku sudah memesan tiket pesawat untuk Mamaku."Jakun Daniel bergulir turun. Dia berusaha menelan salivanya.Dengan berat hati pria paruh baya itu membiarkan Liana masuk ke dalam mobil bersama Rangga.Akan tetapi, Daniel diam-diam mengirimkan pesan pada atasannya sebelum dia masuk ke dalam mobil.Sementara itu di kediaman Prabujaya, Er baru saja kembali dengan wajah lesu setelah upayanya untuk bertemu dengan Rangga dan ibunya berakhir buntu.Mereka menyalahkan dirinya atas perceraian Liana. Erlangga berjalan gontai