Erlangga tersenyum meski hatinya terasa sakit.Dia menghela napasnya panjang. Rasanya Erlangga ingin tertawa lebar.Menertawakan nasib sialnya karena kehilangan ibu tapi mendapatkan ayah. Dan juga menertawakan kebodohan ayahnya yang memiliki istri tetapi tidak putranya.Kegelisahan di hati Prabujaya meningkat saat dia melihat perubahan pada ekspresi wajah Erlangga yang terjadi tiba-tiba."Kenapa kamu malah tersenyum? Apa ada yang lucu?" Prabujaya bertanya saat dadanya menegang dan pikiran paranoid memenuhi pikirannya ketika melihat Erlangga tersenyum dengan ekspresi wajahnya yang gelap."Mamaku memang bukan istri Papa sebab itu Papa tidak begitu perduli padanya walaupun Papa adalah Papaku. Karena itu Papa lebih memihak pada Mama Liana karena dia itu istri sah Papa. Tapi sayangnya, anaknya bukanlah anak Papa." Er berkata dengan dingin.Prabujaya tercengang hingga tak mampu untuk berbicara.Otaknya berusaha keras mencerna setiap kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Erlangga.Belum se
Tubuh Liana limbung dan jatuh ke lantai setelah pembicaraan mereka berakhir.Kata-kata tajam Prabujaya terus terngiang di telinganya.Liana terhenyak. Tatapannya kosong tanpa nyawa.Apa yang ditakutkan Liana selama ini akhirnya menjadi kenyataan.Rumah tangganya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Dan mungkin sebentar lagi Liana juga akan kehilangan Rangga, setelah semua kebohongannya terungkap.Ketika Rangga tahu, dia mungkin akan meninggalkan Liana karena rasa malu yang harus dia tanggung karena kesalahan orangtuanya.Perlahan, pipi Liana mulai basah. Air mata terus mengalir jatuh dari sudut matanya.Hatinya sakit seperti tercabik-cabik. Rasa perih di tenggorokannya semakin menjadi-jadi. Liana menjerit, berteriak histeris meratapi kehancurannya yang berada tepat di depan mata.Dulu, selalu ada seseorang yang berusaha menenangkannya dan menyediakan dadanya untuk tempat Liana menumpahkan airmatanya.Tetapi sekarang, tidak ada seorangpun yang tersisa di sisinya.**
"Kenapa Papa lakukan ini padaku? Apa Papa memang sengaja ingin menjauhkan aku dari Mama? Untuk apa? Agar anak haram Papa itu bisa menangkap Mama? Atau agar dia bisa mewarisi semua milik Papa yang sejak awal seharusnya jadi milikku?" debat Rangga dengan wajah merah padam. Dia menolak untuk keluar dari ruangan itu.Mendengar hinaan Rangga pada putra kandungnya, darah Prabujaya mendidih.Wajahnya seketika menggelap, rahangnya mengatup kuat."Diam! Kau tidak berhak menyebutnya seperti itu. Keluar sekarang jika kau tidak ingin menyesal!" bentak Prabujaya dengan amarah yang meluap.Melihat ketegangan di antara keduanya, Daniel segera menarik Rangga keluar dari ruangan itu. Daniel membawanya kembali ke ruang kerjanya agar emosi Rangga mereda sebelum mereka pergi meninggalkan kantor pusat Prabujaya Industry.Keputusan Prabujaya itu sempat mengejutkannya. Atasannya itu tidak pernah membahas hal itu dengannya sebelumnya.Pikiran Daniel menerawang. Mungkinkah ini ada kaitannya dengan Erlangga?
Sekitar tiga puluh menit kemudian, sebuah mobil masuk dan parkir di depan pondok lesehanSeorang pria berwajah dingin tampak keluar dari balik pintu pengemudi. Sementara itu seorang pria muda berwajah tampan keluar dari sisi pintu yang lain.Menyadari kedatangan keduanya, Pak Hamdan langsung bangkit berdiri. Pria tua itu melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar.Erlangga dan Alex datang menggampiri keduanya dan duduk di kursi kosong di seberang meja."Selamat pagi semuanya. Maaf saya datang terlambat," kata Erlangga tulus."Ah, tidak apa-apa. Di kota besar memang selalu macet saat pagi hari. Lagipula, kami juga baru memesan makanan. Mungkin mereka akan mengantarnya sebentar lagi," sahut Pak Hamdan ramah."Jadi ... bagaimana perkembangan kasusnya?" tanya Erlangga tanpa basa-basi. Dia mengalihkan perhatiannya pada pria berseragam coklat di depannya.Kebebasan Liana cukup membuatnya terkejut padahal dia sudah melakukan segalanya untuk menjerat mereka, tetapi usahanya masih saja gagal
"Antar aku ke rumah sakit!"Alex menoleh, mengamatinya dengan seksama selama beberapa detik sebelum kembali menatap jalanan di depan mereka."Apa hari ini anda tidak ke kantor?" tanya Alex memastikan.Sudut bibir Erlangga meninggi. "Hari ini aku bebas. Aku bebas pergi ke manapun yang aku suka. Aku muak dengan suasana kantor yang kaku, muak melihat tumpukan dokumen yang membuatku hampir muntah setiap hari. Apa kau tahu, berdiri di depan kamera dengan sorot lampu tajam lebih menyenangkan buatku. Aku bisa jadi diri sendiri tanpa harus bersusah payah memikirkan perasaan orang lain. Jika aku tidak suka, aku bisa pergi kapan pun.""Anda benar," sahut Alex singkat. "Setidaknya itu sebanding dengan apa yang akan anda dapatkan setelah ini," sambungnya tanpa menoleh.Erlangga tertawa. "Apa kau pikir aku tertarik dengan harta Prabujaya?"Kening Alex berkerut. Dia tidak mengerti maksud dari ucapan Erlangga."Bukannya semua orang menginginkannya? Siapa yang tidak ingin terlahir dari orang tua yang
"Bu Helen memberi tahu ku bahwa kalian sedang berkumpul di sini. Katakan padaku, siapa yang akan menjelaskan apa yang sedang terjadi di sini," ucap Erlangga datar. Dia menatap dingin pada tiga pria dewasa di ruangan itu secara bergantian.Prabujaya berdehem pelan. Sedetik kemudian asisten pribadinya bangkit berdiri lalu pergi meninggalkan ruang tamu dengan mulut terkunci rapat.Pintu setinggi delapan kaki itu berderit pelan ketika Daniel menutup akses masuk menuju ruang tamu dan berdiri di depan untuk berjaga.Kini, hanya tersisa tiga orang di dalam sana. Suasana yang begitu hening membuat Erlangga mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri."Dia adalah Tuan Jason, pengacara keluarga Pamungkas selana puluhan tahun," kata Prabujaya memecah keheningan.Pria tua itu menarik napasnya dalam-dalam, sesaat kemudian kembali berkata pada Erlangga, "Mulai hari ini, kamu akan berurusan langsung dengannya. Kamu bisa mencarinya bila membutuhkan bantuannya dan Tuan Jason akan membantumu dengan
"Aku pikir itu tidak mungkin, maaf. Anda tahu, Tuan Prabujaya hanya menyediakan tiket pesawat untuk dua saja," kata Daniel beralasan. Pada dasarnya Daniel hanya ingin perjalanan ini lancar tanpa ada kendala. Karena dia tahu, Nyonya Liana berada di bawah pantauan pihak kepolisian. Ini akan menyulitkan mereka.Sayangnya, Rangga tidak perduli. Dia hanya ingin menyelamatkan Liana.Rangga dengan santai menunjukkan ponselnya pada Daniel dan berkata padanya, "Kau jangan khawatir. Aku sudah memesan tiket pesawat untuk Mamaku."Jakun Daniel bergulir turun. Dia berusaha menelan salivanya.Dengan berat hati pria paruh baya itu membiarkan Liana masuk ke dalam mobil bersama Rangga.Akan tetapi, Daniel diam-diam mengirimkan pesan pada atasannya sebelum dia masuk ke dalam mobil.Sementara itu di kediaman Prabujaya, Er baru saja kembali dengan wajah lesu setelah upayanya untuk bertemu dengan Rangga dan ibunya berakhir buntu.Mereka menyalahkan dirinya atas perceraian Liana. Erlangga berjalan gontai
Er berdecak kesal.Pria itu mengkritiknya seakan-akan Er tidak akan berhasil tanpa dirinya.Ya, mungkin dia tidak suka dengannya karena dalam satu malam Erlangga telah berhasil menyingkirkan istri Prabujaya.Alasan itu cukup masuk akal karena pria itu telah mengenal Liana sangat lama.Alex menginjak rem ketika mereka tiba di depan pintu masuk penerbangan domestik.Er bergegas keluar dari mobil bersama Alex dan berhambur masuk ke dalam bandara.Er dan Alex memutuskan untuk berpencar mencari Liana dan Rangga.Erlangga memutar kepalanya, menjelajahi setiap sudut dengan matanya yang tajam.Namun, mereka tidak ada dimana pun.Erlangga merasa usahanya berakhir sia-sia."Sial! Laki-laki sombong itu cuma omong besar. Aku bahkan bisa melihat tidak ada siapapun di sini. Dimana petugas keamanan yang dia perintahkan untuk menangkap pembunuh itu? Sama sekali tidak ada pasukan polisi yang sedang bergerak ke sini." Er mengumpat kesal.Di tempat lain, Alex masih sibuk mencari Liana dan putranya di be
"Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin
"Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me
"Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and
"Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d
Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu
"Siapa?""Pak Hamdan. Apa anda mengenalnya, Pak?" Pak Hasan balik bertanya. Matanya menelusuri setiap perubahan raut di wajah Alex ketika keningnya mulai berkerut."Pak Hamdan? Tentu saja saya kenal dengannya. Dia adalah orang yang telah membantu Tuan Muda kami, tanpa dia mungkin kasus ini akan tetap tersimpan rapat-rapat. Tidak perduli meskipun kami memiliki banyak bukti untuk membuat mereka mendekam di penjara, tanpa bantuannya semua akan sia-sia." Alex berbicara dengan suara rendah untuk menghindari orang yang ingin mencuri dengar.Dia lantas menghembuskan napasnya kuat ke udara, sementara pikirannya melayang membayangkan saat-saat dimana dirinya melakukan banyak hal bersama tuannya untuk mendapatkan semua bukti yang mereka miliki sekarang."Akhirnya ... Tuan Muda Erlangga bisa lebih tenang menjalani hidupnya sekarang," ucap Alex dengan perasaan lega."Syukurlah. Tidak disangka Erlangga mampu melewati semuanya dengan sabar ya, Pak. Jika saja Olivia masih hidup, dia pasti akan sanga
Kemunculan keluarga Pak Hasan bersama beberapa warga desa berhasil mencuri perhatian beberapa pencari berita yang telah menunggu di depan pintu ruang sidang.Rombongan warga desa itu terlihat turun dari sebuah mobil keluaran lama dan berdiri menunggu di depan pintu untuk dipersilahkan masuk.Akan tetapi, tak seorang pun dari wartawan itu bergerak untuk mengejar mereka karena berpikir bahwa keluarga Pak Hasan hanyalah warga biasa seperti yang lainnya.Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Laki-laki itu dan istrinya pelan-pelan berpisah dari rombongan untuk mencari Erlangga."Permisi, Pak. Kapan sidangnya akan dimulai, ya?"Pak Hasan mendekati seorang petugas berseragam coklat yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk bertanya padanya."Mungkim sekitar satu jam lagi," jawab petugas itu.Saat dia akan pergi, Pak Hasan menahannya dan kembali bertanya padanya."Tunggu, Pak. Apa Erlangga sudah tiba di sini?""Erlangga? Maaf, Pak ... saya tidak kenal.
Daniel mencoba mengabaikan wajah sendu Vionaà sebelum suasana di ruangan itu terkena imbasnya.Dengan suara tegas, Daniel kembali bertanya pada gadis itu. "Bisa beri tahu saya lebih detail apa yang dia katakan pada anda, Nona?"Mata VIona melebar.Entah mengapa Viona merasa bahwa asisten Tuan Prabujaya tidak mempercayai ucapannya.Karena itu, Viona melempar ponselnya dengan kesal di atas meja."Kau bisa baca sepuasnya!"ucap gadis itu lantang, kemudian berlalu dari ruangan itu untuk bersembunyi di kamarnya yang tenang.Semua orang di ruangan itu tercengang dengan aksi Viona yang tiba-tiba.Mereka menatap kepergiannya hingga tubuh Viona perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan."Saya minta maaf, Tuan Ilham. Saya harus lakukan ini demi kebaikan Nona Viona." Daniel segera mencari alasan sebelum kedua orang tua gadis itu mulai menyalahkannya."Jangan diambil hati. Putriku sangat sensitif akhir-akhir ini. Lakukan saja apa yang harus kau lakukan."Daniel mengangguk.Dengan perasaan be