Di kala Jody tengah membangunkan Rudolf, tiba-tiba dari arah belakang. Adam berdiri dengan tatapan penuh kegelapan.Jody menoleh ke arah belakang dengan wajah menyeringai, Jody berkata, "Kenapa kau memperhatikanku seperti itu?!"Lalu Jody berdiri dan berbalik menatapnya.Tatapan Adam yang dingin mengisyaratkan akan sebuah tatapan kematian. Dan Adam langsung memanggul tubuh Jody ke pundaknya."Apa-apaan ini! Lepaskan aku!"Jody meronta-ronta mencoba melawan. Kali ini Adam benar-benar tidak akan memberinya ampun sedikitpun.Adam langsung membanting tubuhnya ke arah depan.Braakk!berkali-kali bantingan membuat Jody semakin lemah dan tak berdaya.Adam telah gelap mata. Menjadikan Jody bak sebuah boneka pelampiasan amarahnya. Kali ini Adam benar-benar menghabisinya tanpa belas kasihan.Hingga akhirnya di bantingan terakhir. Jody sudah tak sadarkan diri. Dengan kepala yang penuh luka lebam.Lantas Adam meletakkan Jody ke pundaknya. Memanggulnya keluar dari ruangan.Adam menatap ke seluruh
Sebuah potongan kepala itu kemudian dibawa oleh seorang ajudan menuju ke kantor kepolisian. Di sana, bagian tubuh itu dibawa untuk dilakukan otopsi.Setelah beberapa jam, Seorang tim forensik keluar dari ruangan dan menghampiri seseorang yang tengah menunggu hasil di depan ruangan."Permisi Pak, setelah kami lakukan pemeriksaan. Ternyata potongan kepala itu milik seorang Perwira yang bertugas di kantor Kemiliteran. Mungkin anda bisa melaporkannya kepada Bapak Adam," ujar seorang dari tim Forensik di hadapan Ajudan Adam. "Baik Pak, terima kasih, saya akan kembali ke Kediaman Jenderal Adam untuk melaporkannya," ucap Sang ajudan.Lalu ia melangkah keluar dari ruangan itu. Dan berjalan tergopoh-gopoh menuju ke mobilnya.Setelah itu, ia melajukan mobil menuju ke istana Rudiant.***Di kediamannya, Adam tengah menikmati secangkir teh hangat seraya memandangi tamannya yang megah.Puluhan rusa tampak bertebaran di sekeliling taman. Menghibur Adam dari segala kepenatan.Lalu Lusiana melangka
Adam kemudian melangkah ke mobilnya di pekarangan."Adam, kamu jangan pergi dulu. Bukankah kamu sedang lelah?" tanya Lusiana dengan memandang penuh kekhawatiran."Tidak Lusy, aku tak bisa membiarkan ini terus berlarut. Jody adalah orang yang sangat berbahaya. Jika dia dibiarkan, maka dia akan mencelakai kita dan orang-orang di sekitar kita," ucap Adam."Adam, aku sangat mengkhawatirkan kamu," ucap Lusiana. Adam lantas menatap Lusiana dengan senyum penuh keyakinan."Percayalah Lusy. Aku bisa menyelesaikan semua ini dengan baik," ucap Adam.Akhirnya Lusiana mengizinkannya. Lalu Adam memasuki Mobil Knight XV yang terparkir di pekarangan."Lusiana, kamu baik-baik di rumah ya," ucap Adam, seraya melambaikan tangannya."Iya, kamu hati-hati ya!" seru Lusiana.Lantas mobil itu pun melaju pergi menuju ke markas kemiliteran.Di markas itu, Adam dan Letjen Charles tengah berbincang. Mereka merencanakan sesuatu."Jendral Adam, apa yang akan kita lakukan untuk merespon atas perbuatan Jody?" tanya
Di ruangan gelap itu, Jody hanya bisa pasrah. Jika dia berani melawan, maka konsekuensinya adalah mati."Sedikit lagi, kau akan diadili," ucap Adam. "Aku tidak takut dengan ancaman itu. Jika aku diadili. Maka Mafia lain akan mengincarmu dan keluargamu!" seru Jody, mengancam.Adam tersenyum kecut. lalu berkata, "Ya, itulah yang aku tunggu-tunggu selama ini. Yaitu kedatangan Para Mafia. Karena dengan begitu aku bisa dengan mudah membasmi mereka dari tanah Andalas."Jody tampak menyeringai, lalu ia berkata, "Kau pikir semudah itu membasmi Para Mafia? Mereka akan terus menjamur dimana-mana. Karena satu hal yang pasti, narkotika adalah barang yang sangat dicari dari berbagai kalangan."Adam langsung mengenggam kerah baju Jody, lalu mendekatkan pada wajahnya. "Tak akan! Suatu saat Mafia tak akan berani beraksi di negeri ini! Aku yang akan menjamin!""Hahaha! Bermimpilah saja kau Adam!" seru Jody.Adam mendorong Jody hingga terjungkal ke belakang bersama bangku yang didudukinya.Lalu Ia kem
"Pemuda itu lagi! tak jera juga mereka!" Adam kesal. "Memang mereka siapa Pak?" tanya seorang pengawalnya."Mereka adalah gerombolan yang merupakan seorang teman dari Wolf, anak semata wayang Jody," ujar Adam."Mereka harus diberikan tindakan Pak!" ucap pengawalnya."Ya, aku pasti akan memberikan mereka pelajaran. Dimana Si Paul dan Lusiana?" tanya Adam. "Mereka ada di dalam Pak, mereka tengah membuat kue Bolu," ucap ajudannya.Lantas Adam melangkah ke dalam rumah. Dan menuju ke arah dapur.Ia mendapati Lusiana tengah mengajari Paul membuat Kueh. Membuat Adam tersenyum memandang mereka.Adam melangkah menghampiri mereka. "Kalian sedang apa?" tanya Adam."Eh, ayah sudah pulang ya. Kami sedang membuat Kueh Bolu. Kamu mau?" tanya istrinya. Adam seketika menjawab, "Boleh, mau aku minta dong yang sudah jadi.""Paul, ayo kasih Ayah kuehnya," ucap Lusiana. Lalu Paul memotong Kueh Bolu itu dan memberikannya kepada Adam."Ini Ayah," ucap Paul.Adam langsung mencicipinya dengan sendok. "Hmm
Wolf mengambil sebatang rokok dari kantung jaketnya, lalu menyalakan rokok itu dan menghembuskannya ke wajah Adam.Wusss...Gumpalan asapnya tepat mengenai wajah."Kau ingin kami menurutimu, Jendral Besar?" ucap Wolf dengan tersenyum kecut.Adam yang duduk dengan menatap dingin. Masih bersikap tenang atas perlakuan itu."Aku adalah Tuan rumah. Apakah kau tidak diajarkan sopan santun saat bertamu?!" tanya Adam, menahan amarahnya."Heh, Apa kau tidak berkaca? Saat kau menarik paksa Ayahku dari rumahnya? Kau tak memandangnya sebagai tuan rumah!""Tapi sudahlah, sekarang Kami akan menyandra satu penjaga rumahmu itu sebagai jaminan kebebasan Jody," ucap Wolf.Lalu Wolf menoleh ke seorang temannya yang menodongkan senjata."Hey, jangan turunkan senjata itu. Yang lain, ikat kedua tangannya!" seru Wolf kepada teman-temannya.Dan seseorang yang tengah menodongkan senjatanya seketika mengunci leher sang penjaga. Dan yang lainnya melucuti senjata petugas itu lalu membelenggu kedua tangannya meng
"Jadi Jendral tidak menerima saya di kesatuan?!" tanya Wolf dengan sedikit nada tinggi.Kedua tangannya mengepal dan kedua matanya sedikit terbuka lebar.Para prajurit seketika mengokang senjatanya.Namun, Jendral Rio langsung mengangkat satu tangannya. Mengisyaratkan kepada para pasukannya untuk tidak bertindak lebih jauh."Kamu jangan marah dulu. Kamu masih bisa bergabung dengan pasukan. Tapi Aku akan memberimu syarat," ucap Jendral Rio.Lantas Wolf mengerutkan keningnya, lalu bertanya, "Apa syarat yang akan kau berikan?""Besok pagi, aku berencana akan mengirim opium ke kota Talacar untuk menawarkan kerja sama kepada Kartel Templar. Dan aku akan menugaskanmu untuk menawarkannya langsung kepada pemimpin Kartel. Jika dia menerima tawaran. Maka kau bisa bergabung dengan kesatuan kami," ucap Jendral Rio.Wolf pun seketika berpikir dan memegangi dagunya.Lalu ia menganggukkan kepala dan berkata, "Oke, aku terima tugas ini," ucapnya, singkat.Mereka pun saling berjabat tangan. Menandakan
Wolf pun tampak sumringah setelah dirinya diterima bergabung dalam kesatuan."Terima kasih Jendral Rio. Saya berjanji akan memegang tugas ini dengan baik," ucap Wolf, antusias.Jendral Rio menganggukkan kepala. "Aku percaya kaulah orang yang tepat untuk memegang tugas ini. Dan kini, kau bisa mulai bekerja."Lantas Jendral Rio memberikan satu stel pakaian militer kepada Wolf.Wolf tampak begitu senang menerimanya. Tugas ini akan menjadi tantangan baru baginya.***Di sore ini, Adam bersama keluarga kecilnya tengah menjenguk Irene di rumah sakit. Setelah Irene dikabarkan semakin melemah karena penyakit kronis yang semakin parah semenjak dia mengalami stress.Adam duduk di sebuah bangku lipat bersama Lusiana yang duduk tepat di samping Adam seraya memangku Paul.Penyakit kronis Itu seakan menggerogoti tubuhnya. Dan kini Irene hanya bisa terkapar di atas kasur dengan kondisi yang sangat lemah."Kak, sepertinya waktuku tak akan lama lagi. Aku akan menyusul ayah dan ibu. Maafkan jika aku me