Pagi itu Kayla bangun dan mendapati tubuh bagian bawahnya basah. HPL-nya memang sudah dekat. Ia tidak merasa ingin pipis semalam. Artinya, air ketubannya sudah pecah.
Perlahan ia mengambil ponselnya dan menelepon Rans. Meski mereka tinggal dalam satu atap, Kayla tidak pernah berani untuk mengetuk pintu kamar Rans.
"Ada apa Kayla? Ini masih jam lima pagi," jawab Rans di telepon.
"Aku baru bangun dan air ketubanku pecah."
Terdengar suara pintu kamar sebelah terbuka. Dan, terdengar langkah-langkah kaki menghampiri. Pintu kamar Kayla pun terbuka. Rans dan Karina masuk dengan wajah cemas.
"Kita ke rumah sakit sekarang," kata Karina. Ia membantu Kayla untuk mengganti pakaian nya yang basah terlebih dahulu. Dan mereka pun bergegas ke rumah sakit.
Sesampainya di Rumah Sakit. Rans langsung meminta tindakan operasi.
"Kenapa tidak normal saja, Mas?" tanya Kayla.
"Kalau ada cara yang
Kayla sudah kembali ke rumah. Dan, sesuai janji, Karina tidak membiarkan Kayla repot dengan bayinya. Bayi tampan itu di beri nama Dewa.Karina mengurus Dewa dengan begitu telaten. Sementara Kayla dirawat oleh seorang perawat yang khusus menangani ibu- ibu yang baru melahirkan dengan operasi cesar. Makanan Kayla pun dijaga dengan baik, supaya cepat pulih. Hanya dalam waktu 3 minggu Kayla sudah kembali pulih. Meski terkadang masih terasa sedikit nyeri di perutnya. Tapi, dia sudah bisa bergerak dengan lebih enak dan leluasa. Dan, Kayla berencana akan kembali melanjutkan kuliahnya. Pagi itu, untuk pertama kali Kayla memutuskan sarapan bersama di meja makan. Karena selama beberapa minggu ini, makanan untuknya selalu dibawakan ke kamarnya. Bahkan Karina membelikan kulkas mini untuk menyimpan cemilan dan buah- buahan."Pagi semuanya," sapa Kayla pada Karina dan Rans.
Rans menampar Ethan sekuatnya. Untuk pertama kali ia merasa begitu kesal dengan kerja Ethan."Kau bilang ada penyusup? Siapa orangnya? Selama ini, tidak pernah ada yang berani mengusik kita. Apa kurang jatah bulanan untuk para cecunguk- cecunguk di kepolisian itu?!" Ethan hanya diam, dia tidak pernah berani melawan Rans. Siapa pun tidak ada yang berani. Melawan berarti menyerahkan nyawa."Kau cari siapa penyusupnya. Kau bawa ke markas , kau lenyapkan tanpa bekas sedikit pun, mengerti?!""Mengerti bos.""Bagus! Ingat, Ethan bisnis ini usianya sudah puluhan taun. Dimulai dari bos besar masih muda. Sampai kini jatuh ke tanganku. Jangan sampai semuanya sia- sia karena kebodohanmu dan anak- anak buahmu, mengerti?!""Mengerti Bos. Saya akan segera mencari siapa orangnya Bos." Rans pun segera meninggalkan ruangan itu. Sekilas, rumah itu tampak seperti ru
Malam itu, Erwin dan Sadewa berada di markas besar kepolisian. Siang tadi Sadewa menerima informasi kembali tentang pabrik pembuatan narkoba yang selama ini mereka cari. Malam itu, mereka akan bergerak dan langsung mengepung serta menangkap semua orang yang ada di dalamnya.Setelah selesai briefing mereka semua pun bersiap dilengkapi dengan revolver, senapan, rompi anti peluru serta helm. Kondisi mereka sudah siap. Menurut informan, di pabrik itu semua memiliki senjata api. Itulah sebabnya, semua anggota dibekali dengan persenjataan yang lengkap."Kalau mereka melawan, kita habisi di tempat. Ini bukan penyergapan biasa. Di dalam pabrik itu, ada banyak preman- preman dengan senjata yang juga lengkap , sama seperti kita. Jika kita bisa menangkap salah satu saja, maka kita akan mendapatkan pemiliknya. Itu akan menjadi sebuah prestasi kita,"kata Sadewa. Malam itu sebanyak 20 orang dipimpin oleh IP
Ethan tersenyum puas dengan hasil pekerjaannya. Melalui Erza ia tau, siapa yang berusaha untuk mengganggu ketenangan Rans. Ia pun menyusun rencana, untuk membuat jebakan. Bahkan, agar tidak menimbulkan kecurigaan, bahkan ia sudah menyiapkan tumbal untuk dijadikan tersangka utama. Orang itu nantinya yang akan dituduh sebagai pemilik pabrik pembuatan narkoba itu. Tidak mengapa mengorbankan beberapa anak buah mereka, yang penting jangan sampai gerak gerik Rans terancam."Sudah aku kerjakan semua Bos. Semua barang bukti sudah aku siapkan juga di kantor nya. Segera setelah IPTU Sadewa sadar, ia akan menyebutkan namanya.""Kau yakin, Polisi itu mendengar perkataan Theodore?""Theodore sudah meyakinkan saya Bos. Dan, dia cukup cerdas dan pintar untuk melakukan semua yang saya perintahkan. Pagi tadi, dia sudah berangkat ke Malaysia untuk menghilangkan jejak sementara waktu." Rans tersenyum senang. Et
Pagi itu seperti biasa, Adhitama sedang sarapan sebelum ia berangkat ke kantornya. Paramitha pun hendak bersiap untuk mengunjungi panti bersama Oktavius. Namun, tiba- tiba, asisten rumah tangga mereka berlari masuk dengan wajah pucat."P- Pak, Bu ... ada polisi di luar."Paramitha dan Adhitama saling pandang. Ada perasaan tidak enak menjalari mereka. Terlebih Paramitha, ia merasa begitu takut sekali. Namun mereka pun segera beranjak keluar. "Selamat pagi, bapak Adhitama Adhitama. Kami dari POLDA membawa surat penangkapan untuk bapak. Atas tuduhan kepemilikan pabrik pembuatan shabu- shabu dan dalang di balik penjebakan yang telah menewaskan sembilan belas orang anggota kami."Adhitama langsung mengerutkan dahinya."Shabu? Narkoba? Jebakan? Saya tidak mengerti maksud bapak. Saya ini pengusaha Pak, dan saya bukan seorang pemilik pabrik narkoba. Silakan tanyakan pada istri dan keponakan saya," kata Adhitama."Betul Pak,
Rans dan Ethan sedang duduk berhadapan. Mereka berada di suatu tempat yang mereka sebut markas besar. Rans mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Ia terlihat sedang berpikir keras. "Jadi, ada mata- mata di antara anak buah kita sendiri. Kita buat peringatan, kita akan cari dia pelan-pelan. Tapi, kita harus beri pelajaran terlebih dahulu. Siapa pun mata- mata itu. Dia juga akan melihat bagaimana kejamnya kita. Dia akan berpikir dua kali untuk melanjutkan rencananya. Dan, itu akan memberi kita waktu untuk menyelidikinya. Sementara itu, kita harus membuat pengalihan isu dulu," kata Rans. Ethan menghela napas penjang. "Kita harus membuat kamuflase supaya perhatian polisi tertuju pada yang lain. Dalam hal ini kita harus mencari tumbal. Tapi, tumbal kita kali ini harus orang yang terdekat, karena mata- mata yang diturunkan untuk menyamar selama ini menjadi supir pribadi istri bos." "Kau be
Kadita menatap kakaknya dengan wajah lesu. "Bang Agung yakin, Theodore yang di sebutkan oleh IPTU Sadewa adalah Theodore kita?"tanya Kadita. KOMPOL Agung mengangguk."Aku juga belum yakin,Dit. Tapi, ini kali kedua aku mendengar nama Theodore. Bisa saja kan , Dit. Kedua anakmu itu memiliki misi yang sama. Membersihkan nama Prasta, papa mereka. Aku yakin, Theodore menyusup ke dalam jaringan itu. Untuk mencari tau, siapa bos besarnya.""Lalu, kau menemukan bos besarnya? Aku dengar ada dua puluh orang yang meninggal dari kepolisian. Aku membaca beritanya di koran.""Sebenarnya hanya sembilan belas orang saja. Itulah yang saat ini sedang mengganggu pikiranku. Sadewa menyebutkan nama seorang pengusaha. Tapi, entah mengapa aku merasa, pengusaha ini pun dijebak. Sama seperti yang dialami Prasta. Semua bukti mengarah kepadanya, bahkan barang bukti pun sudah kami temukan. Juga beberapa anak buahnya berhasil kami tangkap. Tapi, T
KOMPOL Agung diam terpaku di meja kerjanya. Mengaku begitu saja? Dia mengakui setelah sebelumnya berpuluh-puluh kali menyangkal. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa begitu mudah ia mengakuinya. Agung membuang napasnya kasar.Baru saja Adhitama membuat pengakuan bahwa ia adalah pemilik pabrik narkoba yang telah terbakar. Ia mengakui sengaja membakar pabrik itu karena sudah terciduk. Ia juga mengakui shabu yang ditemukan di kantor pribadinya dan juga di proyek pembangunan perumahan adalah miliknya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau IPTU Sadewa ternyata mendengar anak buahnya menyebutkan namanya.Braaak braaak braakAgung memukul meja dengan kesal. "Bajingaaan! Siapa sebenarnya dalang di balik ini semua!" Teriak Agung. Beberapa perwira yang kebetulan mendengar dari luar hanya menggelengkan kepala mereka. Mereka maklum, kasus yang ditangani KOMPOL Agung kali ini bukan kasus kecil.