Lewat cermin meja rias, Dea mengamati suaminya dengan dongkol. Bagaimana bisa ia meminta izin padanya untuk menemui pelakor yang sudah menghancurkan hatinya.
Dea tak memberi jawaban apapun. Mulutnya terbungkam dengan rapat. Merasa lelah jika berdebat dengan Kevin.
“Sayang...” rengek Kevin. Namun, Dea tetap mengacuhkannya.
Akhirnya lelaki itu hanya terdiam karena dicueki istrinya.
Dea langsung beringsut masuk ke dalam selimut dan segera menutup matanya.
Kevin yang mulai sadar sudah menyinggung istrinya langsung memeluknya, berharap hal ini bisa meringankan rasa dongkol Dea.
Dia tetap diam saja, dan perlahan alam sadarnya menghilang.
Keesokan paginya Kevin dan Dea berangkat bersama, bedanya kali ini keduanya dalam diam. Tak seperti kemarin yang penuh dengan keromantisan, Dea beberapa kali menolak perhatian dari Kevin dan pada akhirnya lelaki itu merasa lelah.
Sesampainya di sekolahan, Andre sudah menunggunya di lobi.<
Kedua bola mata mereka tertuju satu sama lain, ada binar di setiap bola mata itu.Dea menunggu pertanyaan dari mulut lelaki di depannya, tetapi Andre sedari tadi hanya menatapnya tanpa melanjutkan ucapannya.“Anda ingin bertanya apa Pak?” tanya Dea. Lelaki itu langsung mengerjapkan matanya beberapa kali. Berusaha menyadarkan kembali pikirannya, wanita di depannya seperti menghipnotisnya beberapa waktu.“Em... Aku bertanya sebagai Andre biasa, bukan kepala sekolah. Jadi aku minta kamu jangan terlalu formal padaku,” pinta Andre.Dea mengedipkan beberapa kali matanya karena terasa kering setelah cukup lama menatap manik Andre.“Iya, saya akan menjawabnya,” setuju Dea.Andre sempat menggigit bibir bawahnya sebelum melontarkan pertanyaan.“Em, soal video ini. Mau kamu gunakan untuk apa? Bercerai? Atau-” omongan Andre terpotong oleh ucapan Dea.“Maaf Mas, aku tidak bisa memberitah
Tanpa diduga Nino berani mengungkapkan tujuannya yang tak sopan itu padanya. Ini sangat mengejutkan karena seorang pria ingin mengajak istri orang untuk dinner tetapi izin pada suami dari perempuan itu terlebih dahulu.“Apa kamu gila?!” tanya Kevin heran. “Tidak! Aku tidak akan mengizinkannya,” tolaknya.“Biarkan Dea bersamaku satu malam saja, ini demi keselamatannya Vin,” kekeh Nino yang tidak mau kalah dari Kevin. Dia harus menyelesaikan tugasnya secepat mungkin agar terlepas dari belenggu mak lampir.‘Lagi-lagi soal keselamatan Dea. Maksud anak ini apa sih!’ benak Kevin yang penuh emosi.“Memang apa yang mengancam keselamatan istriku? Kamu jangan berbicara omong kosong,” sergah Kevin yang sedikit emosi karena Nino terlalu sok padanya. Mereka berdua saling beradu tatapan tajam.“Icha,” jawab Nino. Kevin semakin kebingungan, hanya satu nama itu sudah membuat Nino kela
“Ayo, kalian ganti baju dulu. Cepat ya!!! Ini waktunya sudah mepet!” perintah Rita pada Dea dan Kevin.“Sebentar ya Ma,” ucap Dea yang langsung masuk ke dalam kamarnya, Kevin mengikuti istrinya dari belakang.“Sayang!” panggil Kevin ketika sudah berada di dalam kamar.“Aku harus ke rumah Icha, kamu bisa bujuk Mama buat tidak ajak aku nggak?” rayu Kevin.Dea tak membuka mulutnya sama sekali.“Sayang... aku mohon, ini sangat penting. Aku tidak bisa membatalkannya,” mohon Kevin. Sayangnya itu tak mempan pada perempuan yang ada di depannya. Dea langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.“Arrgghhhh!!!” teriak Kevin dengan mulut yang ditutupi oleh bantal. Dia merasa sangat frustrasi dengan kondisi seperti ini.Pada akhirnya Kevin memilih izin pada Mama agar tak diikutkan dalam agenda itu.“Ma,” panggil Kevin.“
Telepon yang sebelumnya Dea genggam kini sudah meluncur dengan cepat di lantai.“Astaga Sayang! HP ku jatuh!” pekik Kevin yang kaget melihat smartphone miliknya terjatuh ke lantai.“Ups! Sorry!” balas Dea dan langsung mengambil ponsel itu. Tak ada lecet sedikitpun, semua masih aman. Ia cukup lega, karena jika ponsel ini rusak maka ia harus memprogram ulang aplikasi penyadap yang ia pasang. Kemudian Dea menatap suaminya dengan sangat tajam hingga membuat lelaki itu kicep.“Barusan Icha telepon sambil pamer punyanya,” jelas Dea sembari memberikan ponsel itu pada suaminya. “Bagus juga badan dia, apalagi pakai baju tipis warna kesukaanmu,” sosor Dea tanpa ampun. Kevin nampak gelagapan mendengar penuturan Dea. Dea mendekat ke suaminya dan membelai dada bidang tersebut.“Pantas saja kamu tergoda,” bisik Dea manja hingga membuat tubuh lelaki itu berdesir. Kevin menelan salivanya dengan paksa, soal goda
Mobil sudah terparkir di depan salon, Rita dan Dea sudah masuk terlebih dahulu meninggalkan Kevin seorang diri di dalam mobil. Ia memang sengaja untuk menetap di dalam mobil lebih lama karena ingin menelpon Icha. Dea yang mengetahui hal itu memilih diam.“Hallo Cha,” panggil Kevin ketika sambungan telepon itu terhubung.“Masss... kata Dea kamu tidak bisa datang ke rumahku,” rengek Icha.Kevin tersenyum kaku mendengar penuturan istri sirinya.“Maaf ya Sayang, hari ini tiba-tiba Mama maksa aku ikut acara keluarga. Aku tadi sudah minta izin, tapi tidak dibolehin Mama,” jelas Kevin.“Huh!?” Icha nampak kesal karena rencananya lagi-lagi gagal. Jika dulu karena Dea, sekarang justru ibu mertuanya.“Trus aku bagaimana? Aku udah effort banyak buat sore ini, tiba-tiba batal,” rajuk Icha dengan bibir yang mengerucut.“Maaf ya, lain kali aku akan kesana, besok atau lusa,” uja
Nina nampak ketakutan melihat reaksi Dea, wanita itu mengeluarkan ekpresi kaget sekaligus senang ketika melihat Bimo.“Wahhh... siapa sangka aku langsung ketemu orangnya,” ledek Dea pada Nina yang terduduk lemas di kursi.Bimo mengerutkan alisnya, tak mengerti dengan percakapan Dea.Kevin semakin resah melihat tatapan Dea yang penuh dengan kebencian, secara garis besar Kevin mengerti jika istrinya sudah tau mengenai Nina yang menjadi mak comblang pernikahannya dengan Icha.“Sudah Sayang, ayo ke Mama,” ajak Kevin yang langsung memegang tangan istrinya. Dea langsung mengibaskan tangan suaminya.Dan berbisik pada Nina.“Selesaikan dengan cepat, atau kalau berdua akan mendapatkan pembalasan yang sangat keji dariku.”Mata Nina menyorotkan rasa takut yang berlebihan hingga membuat Bima langsung menjauhkan Dea dari Nina.“Good luck!” semangat Dea pada kedua orang tersebut, tak lupa membe
Kedatangan keluarga Icha di acara ini membuat Kevin tak berkutik, entah apa yang akan terjadi. Setiap orang yang ada disana memiliki pemikiran dan reaksi yang berbeda-beda.“Nah! Ini putri saya Pak, Icha...” Seno memperkenalkan anak perempuannya kepada Gito dan Rita. Orangtua Kevin tersenyum ramah ketika Icha mencium kedua tangan mereka.Sorot mata Seno sangat menyiratkan kebanggaan. Dea menatap keluarga Icha dengan datar, sedang Kevin menatapnya dengan gelisah.‘Entah apa mau mereka, tapi ini sangat keterlaluan!’benak Kevin yang tak terima atas kedatangan keluarga istri sirinya.“Ngomong-ngomong Pak Dewan bisa tau acara saya darimana ya? Seingat saya tidak mengundang anda untuk mengikuti acara ini, heheee...” tanya Gito sambil terkekeh. Papa mertua Dea menyadari ada hal yang mengganjal dari kedatangan tamu tak diundang ini.“Haha... saya diundang sama Kevin Pak, jadi sekalian untuk bersilaht
Semua orang tertuju pada sumber keributan yang sedang terjadi. Di sana terlihat Icha, Dea, dan Nala. Rita yang mendengar teriakan besannya langsung mendekat, dan matanya melebar melihat gaun menantunya yang kotor karena tumpahan jus dari gelas Icha.“Aduh maaf Mbak, aku tidak sengaja,” ucap Icha yang langsung mengambil tisu berniat untuk membersihkan tumpahan jus yang menempel pada baju istri sah suaminya. Dea menatap Icha dengan datar, wanita itu bahkan berani senyum mengejek kepadanya. Nala menyadari ada hal yang ganjal diinteraksi Dea dan Icha, firasat seorang ibu memang tak bisa dibohongi.‘Benar-benar bikin repot saja,’batin Dea yang sangat jengah karena terus-terusan diganggu oleh Icha.Nala melihat bagian dress putrinya yang kotor, air jus itu menetes ke lantai. Icha menumpahkan cukup banyak air ke dress Dea.Hanya menghela napasnya, menahan emosi.“Ada apa Sayang?” Rita langsung mendekat pa
"Perutku sakit banget, Sayang. Seperti kontraksi," jawab Dea dengan suara gemetar.Andre segera memeriksa jam tangannya. "Tapi ini belum waktunya, kan? Masih beberapa minggu lagi!" Namun, melihat ekspresi Dea yang pucat, ia tak berani menunda. "Kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu sebentar, aku ambil kunci mobil."Dea mengangguk, meski tubuhnya terus menggeliat karena rasa sakit. Andre kembali dengan mantel dan payung, membantunya bangun dengan hati-hati.Di perjalanan menuju rumah sakit, Dea terus mencengkeram lengan suaminya. Pria itu pun dibuat kalap dengan satu tangan memegang kemudi. "Aduh, Mas sakit banget. Aku nggak kuat," keluhnya.Andre berusaha tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak melihat istrinya kesakitan. "Sayang, bertahan ya. Kita sebentar lagi sampai," katanya sambil mempercepat laju mobil.Setibanya di rumah sakit, para perawat langsung membawa Dea ke ruang bersalin. Andre mendampingi dengan wajah penuh kecemasan. Dokter masuk dan memeriksa kondisi Dea dengan ce
“Waalaikumsalam,” jawab Icha cepat-cepat sambil membuka pintu. Berdiri di sana, Kevin dengan setelan kerjanya yang rapi, wajahnya tampak lelah, tetapi ada senyum tipis yang terukir.“Kamu baru pulang?” tanya Icha langsung, nada suaranya sedikit tajam meski ia mencoba menahannya. Evan yang masih dalam gendongannya mulai merengek lagi, membuatnya semakin frustasi.Kevin mengangguk sambil melepas sepatu. “Iya, maaf lama. Ada kerjaan tambahan tadi. Stok baju menumpuk dan harus di display. Ditambah, aku juga menambah manekin sesuai idemu. Aku sudah memasang banyak setelan yang kamu atur.” Ia mendekati mereka, mengusap kepala Evan yang langsung melenguh kecil, tetapi tetap rewel.“Aku hampir gila sendiri di rumah, tahu nggak?” keluh Icha sambil membawa Evan ke ruang tamu. Namun, ada kebahagiaan sendiri karena ide yang sempat ia katakan pada Kevin, sekarang telah teralisasikan. Dia yang dulunya suka shopping dan selalu memakai outfit kece, ternyata bisa merembak ke bisnis toko baju yang mere
Beberapa hari setelah kabar kehamilan itu, Andre dan Dea memutuskan untuk mengundang kedua keluarga mereka untuk makan malam di rumah. Andre telah mengatur semuanya, dari makanan hingga dekorasi sederhana yang akan digunakan untuk menyampaikan kabar gembira tersebut.Dea berdiri di depan cermin, mengenakan gaun longgar yang sengaja dipilih karena ia mulai merasa tak nyaman dengan pakaian yang ketat di perut. Ia menyentuh perutnya yang masih datar dengan perasaan takjub, seolah tak percaya bahwa kehidupan baru tengah tumbuh di dalamnya.“Kamu cantik,” komentar Andre yang muncul dari balik pintu kamar. Ia mendekat, melingkarkan lengannya di pinggang Dea.“Kamu yakin mereka akan senang?” tanya Dea sambil menatap Andre lewat pantulan cermin.Andre tertawa kecil, mencium kening Dea dengan lembut. “Ayah dan Mama pasti akan sangat senang. Apalagi Oma. Dia sudah lama menunggu kabar seperti ini.”Dea mengangguk, meski hatinya tetap berdebar. Ia masih merasa gugup untuk menyampaikan kabar terse
Setelah hampir dua minggu menikmati bulan madu yang penuh kenangan di Maldives, Dea dan Andre akhirnya kembali ke rumah mereka yang megah. Malam itu, mereka tiba di bandara dengan suasana hati yang lelah tetapi bahagia.“Welcome home, Pak Andre, Bu Dea,” sapa seorang pelayan ketika mereka melangkah masuk ke dalam rumah. Bagi Dea rumah itu terasa lebih besar dari tempat yang selama ini ia tinggali, tetapi kehangatan dari staf yang menyambut mereka membuat Dea merasa nyaman.“Terima kasih,” jawab Andre singkat. Ia menoleh ke arah Dea, yang terlihat sedikit pucat. “Kamu capek? Mau langsung istirahat?”Dea mengangguk sambil tersenyum kecil. “Sepertinya begitu. Perjalanan panjang tadi bikin aku sedikit mual.”Andre mengernyit, menunjukkan kekhawatirannya. “Kamu yakin cuma capek? Jangan-jangan kamu sakit.”Wanita itu hanya tertawa kecil. “Nggak kok, mungkin hanya masuk angin. Besok juga pasti sembuh.”Andre menghela napas, tapi akhirnya mengangguk. “Kalau gitu, ayo naik. Aku bawakan kopermu
Tanpa menunggu lagi, sepasang pengantin yang baru saja melakukan malam pertama segera terbang ke luar negeri."Mas, kita mau ke mana?" tanya Dea. Ia sedari tadi hanya mengekori suaminya. Semua keperluan sudah diatur Andre dan staffnya. Jadi, wanita itu tidak tau mereka akan terbang ke mana. Suaminya pun hanya membalasnya dengan senyuman kecil. "Nanti juga tau," ujar lelaki itu sembari menoel hidung Dea.Namun, jawaban atas rasa penasaran wanita itu langsung terjawab ketika jet yang ia tumpangi landing di salah satu bandara yang ada di Maldives. Dea tak menyangka dan tak terpikirkan akan berada di negara ini. Pagi pertama mereka di Maldives dimulai dengan sinar matahari lembut yang menerobos tirai kamar villa di atas laut. Dea membuka mata perlahan, menghirup aroma udara laut yang menyegarkan. Ia merasakan kain lembut selimut yang menyelimuti tubuhnya dan ketenang di sekitarnya.Ketika ia menoleh, Andre sudah duduk di teras luar, hanya memakai kemeja santai berwarna putih dan celana p
Kevin kehilangan kata-kata. Zahra hanya berdiri di tempatnya, matanya kembali berkaca-kaca, tetapi tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun.Icha mengusap air matanya dengan kasar, sambil tetap memeluk Evan. Suaranya gemetar saat ia melanjutkan, “Aku meninggalkan keluargaku demi kamu, Kevin. Aku melawan dan menghadapi dunia sendirian, bahkan saat aku melahirkan anak ini. Apa balasanmu? Kamu bawa perempuan lain masuk ke rumah kita!”“Icha, aku tahu aku salah,” Kevin berkata dengan nada putus asa. “Tapi aku ingin memperbaikinya. Demi Evan. Tolong beri aku kesempatan-”Kata-kata itu seperti palu godam yang menghantam Icha. Tubuhnya terasa lemas, dan ia hanya terpaku. Suaminya hanya memikirkan putra mereka, bukan dirinya. Zahra yang tak sanggup melihat perseteruan mereka, berbalik dan melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.Icha menunduk, menatap bayi kecil di pelukannya yang akhirnya berhenti menangis. Ia mengusap lembut kepala Evan sambil berbisik, “Kita pergi dari sini, Nak. Kita tid
Kevin berdiri terpaku, jantungnya berdegup kencang. Kata-kata Icha tadi seperti pisau yang terus-menerus mengirisnya. Ia ingin mengejar wanita itu, tetapi tubuhnya terasa kaku. Di sebelahnya, Zahra menggenggam tangan di depan dada, matanya berkaca-kaca, penuh rasa bersalah.“Mas, mungkin aku seharusnya tidak datang ke sini,” Zahra berbisik pelan. “Kehadiranku hanya memperburuk keadaan.”Kevin menoleh, pandangannya gelap. “Zahra, ini bukan salahmu. Semua ini salahku. Aku yang mengambil keputusan bodoh, dan sekarang aku harus menanggung akibatnya.”Sebelum Zahra bisa menjawab, suara pintu yang dibanting terdengar keras dari arah kamar. Icha muncul kembali dengan sebuah koper besar di tangannya. Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Kevin atau Zahra, ia berjalan cepat menuju pintu depan.“Cha, tunggu!” Kevin akhirnya bergerak, berusaha menghentikan istrinya. Ia memegang lengan Icha, tetapi wanita itu menepisnya dengan kasar.“Jangan sentuh aku, Kevin!” seru Icha dengan air mata yang masih me
Kevin menatap Zahra sejenak. Pikirannya bergemuruh, tetapi bibirnya akhirnya lolos begitu saja mengungkapkan kenyataan yang selama ini dia sembunyikan. "Zahra adalah istriku, Cha. Dia madumu. Kami sudah menikah secara sah baik di mata hukum maupun agama."Pernyataan itu jatuh seperti petir di siang bolong. Icha menatap Kevin dengan mata membelalak, wajahnya memerah karena amarah yang langsung memuncak. Tubuhnya gemetar, hampir tak mampu berdiri.“Apa?!” jerit Icha dengan suara yang pecah. “Kamu bilang dia MADUKU?! Kamu sudah menikah lagi tanpa bilang apa-apa padaku?!”Pria itu menatap Icha selembut mungkin, berusaha menenangkan. Namun, kata-kata yang ia siapkan tak mampu menahan badai yang jelas sudah datang. “Cha, aku bisa jelaskan. Seharusnya bilang dari awal. Tapi-”“JELASKAN APA?!” potong Icha dengan teriakan melengking. “Kamu menikah lagi di belakangku, Kevin! Kamu mengkhianatiku! Kamu membawanya ke sini, dan kamu pikir aku akan menerima begitu saja?!”Zahra yang berdiri di sampi
Di ruang tamu, seorang wanita bergamis duduk dengan tenang. Sosok itu membuat darah Icha mendidih seketika.“Kamu?!” seru Icha dengan nada tinggi, tanpa mencoba menyembunyikan kemarahannya.Zahra, yang mengenakan gamis hitam bangkit perlahan. Meski matanya tampak tenang, tubuhnya sedikit gemetar karena situasi yang ia tahu akan sulit.“Iya, Mbak Icha,” jawab Zahra pelan. “Saya diminta Mas Kevin datang.”"Dasar perempuan gatel! Apa-apaan kamu tiba-tiba nggak pake cadar gitu. Mau menggoda suami saya, ya!" Icha melirik Kevin dengan tatapan penuh emosi. “Mas, kamu tega banget bawa dia ke sini?! ngapain kamu suruh datang ke rumah kita?!”“Cha, tenang dulu. Aku cuma—”“Tenang?!” potong Icha tajam. “Kamu mau aku tenang sementara kamu bawa perempuan ini ke rumah kita?! Aku istrimu, Kevin! Dia itu cuma... cuma-”“Saya cuma apa, Mbak?” Zahra menyela lembut, tetapi nadanya tegas. “Kalau saya hanya dianggap sebagai masalah, saya mohon maaf. Tapi saya di sini untuk menyelesaikan semuanya, biar ng