“Apa kau gila!?” pekik Kevin, ia benar-benar tak habis pikir dengan perkataan Icha barusan.
“Aku ingin hidup bersamamu Vin, aku cinta kamu,” tutur Icha. Perempuan itu benar-benar mencintai Kevin dengan tulus, dia ingin menghabiskan seumur hidupnya bersama mantan kekasihnya itu.
Kevin semakin kesal mendengar jawaban Icha, wajahnya nampak kesal karena kekerasan kepala perempuan itu. Sifat Icha yang tak bisa mengalah membuat masalah semakin rumit. Ditambah sedari tadi kedua orangtua perempuan itu menatap Kevin dengan kejam.
“Aku tidak bisa menikahimu, aku memiliki perjanjian pranikah dengan Dea. Bisa-bisa kekayaanku habis dalam sekejap jika dia tau. Kamu ingin hidup susah denganku? Jangan gila Icha,” jelas Kevin panjang lebar.
“Kamu masih memiliki cafe Vin, itu kan harta pribadi milikmu. Dea tidak bisa merampasnya, kita bisa hidup dari itu, aku bahkan rela bekerja untuk mencukupi kehidupan kita,” mohon Icha. Pe
Dengan berat hati akhirnya Kevin menjawab, “baiklah. Namun saya meminta beberapa syarat.”“Katakan saja Nak, yang penting kamu mau menikahi Icha.” Seno dengan terbuka menyetujui semua syarat yang akan diajukan calon menantunya itu.“Saya tidak bisa membelikan Icha rumah, kebutuhan sehari-hari juga tidak bisa,” sebut Kevin dengan tegas. Ia tak ingin menjanjikan apapun pada istri barunya ini. Karena Kevin melakukan pernikahan dengan terpaksa.“Tidak masalah, biar semua Bapak tanggung. Nak Kevin cukup nikahin Icha saja,” setuju Seno tanpa komplain.“Bukankah kamu punya cafe!?” teriak Icha tiba-tiba. Perempuan itu menatap mata Kevin dengan tajam, setajam pisau yang ia pegang.“Itu termasuk harta Dea, Cha. Aku tidak bisa memberikannya padamu.” Kevin berusaha menjelaskan, karena memanglah itu kenyataannya. Ketika Dea mengetahui pernikahaan ini, perempuan itu bisa merampas semua kekay
“Tadi ban mobilnya Kevin bocor Ma, jadi Nina tebengin dia,” ngeles Nina. Kevin lagi-lagi dibuat tercengang oleh perempuan yang berdiri di sampingnya. Bagaimana bisa dia berbohong dengan mulus tanpa hambatan. “Ohh gitu.” Nala mengangguk-anggukkan kepalanya. “Masuk dulu yuk, Mama tadi bawa rica-rica bebek kesukaan Kevin. Ayo Nina,” ajak Nala. “Ehh... Nina harus pulang Ma, Mas Levi sekarang pasti nunggu kepulanganku,” tolak Nina secara halus. “Oh iya, hati-hati ya Nin,” jawab Nala. Nina langsung mencium tangan Nala dan masuk ke dalam mobilnya. Kevin dan Nala pun masuk ke dalam rumah. Dada Kevin berdetak kencang melihat David, ayah mertuanya. Lelaki itu menatapnya dengan tajam. Ia sudah berkali-kali mendapatkan tatapan tajam dari ayah mertuanya. Namun, hari ini lebih gahar dibanding sebelumnya. “Darimana kamu?” suara bariton David memenuhi seluruh ruangan. “E... dari cafe teman Pa,” jawab Kevin dengan gugup. Ada beberapa pe
“Emm...” Dea bergumam.“Iya, gimana Sayang?” tanya Rita sekali lagi.Dengan hati yang gundah Dea akhirnya menjawab, “boleh kok Ma.”Jawaban yang sangat terpaksa, karena ia tak bisa menolak mertuanya.“Oke kalau begitu, tunggu Mama sama Papa ya Sayang. Obatnya jangan lupa diminum ya,” nasihat Rita.“Hehe iya Ma.”Ia sangat terpaksa menyetujui permintaan Rita.“Yaudah, kalau gitu teleponnya Mama matiin dulu ya. Assalamualaikum Sayang.”“Waalaikumsalam Ma.”Tutt... Sambungan telepon terputus.“Hahh...” helaan napas terasa begitu berat. Mau tidak mau dia harus menghubungi Kevin untuk segera pulang.“Mbak ini sarapannya,” kata Mbok Lastri memecahkan lamunan Dea.“Makasih Mbok.”Dea memakan sarapan itu hingga tandas, meninggalkan mentimun dan sambal.Setelah itu ia meminum o
Debaran ini terasa sangat sakit, Dea meringis kesakitan memegang dadanya.Kevin yang melihat kondisi Dea yang kesakitan lantas menghampirinya dengan panik.“Dea!” panggil Kevin. Lelaki itu memegang tangan istrinya. Dengan cepat Dea menyibakkan tanganya, ia merasa jijik jika disentuh lelaki baj*ngan seperti Kevin.“Kenapa? Kamu kenapa Sayang?” tanya Rita histeris.“Bawa ke dokter! Cepat!” Gito pun ikut histeris melihat menantunya yang kesakitan.“Ahaha-ha tidak apa-apa Ma Pa,” jawab Dea. “Ada semut nakal di bajuku,” lanjutnya dengan bibir bawah yang tergigit malu.“Astaga Sayang! Sekarang bagaimana? Semutnya masih ada?” tanya Rita.“Sudah mati kok Ma, aku cubit barusan. Hehe...” kekeh Dea mencairkan suasana yang tegang.“Hahaha... Kamu ini ada-ada saja Dea. Bikin Papa panik aja,” tawa Gito pecah memenuhi seluruh ruangan.Kevin
Dea merasa kesakitan saat kakinya tanpa sengaja tertindih badan Kevin.Mendengar teriakan Dea, Kevin langsung jingkat melepaskan istrinya.“Apa kau mau membunuhku!!!” teriak Dea. Kakinya benar-benar terasa sakit.“Tidak-tidak, bukan seperti itu De. Aku tidak sengaja,” sanggah Kevin. Dia benar-benar tak sengaja menyenggol kaki istrinya.“Tutup mulutmu itu! Aku sangat muak padamu Mas!” Dea sangat marah.“Maafkan aku.” Kevin menatap istrinya dengan sendu, ia benar-benar merasa bersalah telah membuat Dea kesakitan seperti ini. Sedangkan istrinya langsung membelakanginya tak menggubris ucapan Kevin.Lelaki itu mengacak-acak rambutnya. Ia sangat frustrasi menghadapi istrinya.Perlahan Dea terlelap dalam tidurnya.“Sayang,” panggil Kevin lembut. Yang didapatkan bukan sahutan manja, justru suara dengkuran Dea.“Hah,” Kevin menghela nafasnya. Memilih merebahk
“Pagi,” jawab Gito ramah. Icha langsung mencium tangan pria paruh baya itu. Wanita berbadan semok itu langsung duduk di salah satu kursi meja makan tempat mereka berkumpul. Ia menampilkan senyum manis terbaiknya. “Bagaimana keadaannya Mbak Dea? Sudah baikan?” tanyanya sok ramah. Dea hanya menganggukkan kepalanya. Senyum anggun dikeluarkannya pada istri siri suaminya. Kevin merasa panas dingin berada di situasi seperti ini. Sedangkan Gito meneliti Icha dari atas sampai bawah. ‘Masih kalah cantik dengan menantuku,’benak Gito. Ruangan menjadi hening seketika. Icha masih memamerkan senyum manisnya sedangkan Dea sibuk dengan ponselnya. “Ada perlu apa kamu kesini?” tanya Kevin memecahkan keheningan. Gito melirik anaknya dan tamu itu dengan cepat. “Aku hanya ingin membicarakan soal cafe Mas,” jawab Icha santai. “Kita bahas di luar saja.” Kevin langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar rumah. Deng
“Jangan Sekarang Cha, aku harus berangkat kerja,” tolak Nino. Padahal Icha belum mengeluarkan sepatah katapun padanya.Alis Icha mengerut dan matanya melotot, dia merasa kesal mendapat penolakan dari lelaki di depannya.“Kita bicara sebentar. Kita harus bicara sekarang! Atau adikmu tidak selamat,” ancam perempuan itu berapi-api.Mendengar kata adik, membuat Nino mau tak mingikuti kemauan Icha.“Baiklah. Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Nino.“Rebut Dea dari Kevin,” jawab Icha. Ini adalah rencana yang harus ia lakukan untuk mendapatkan Kevin seutuhnya.“Aku tidak mau.”Lagi-lagi perempuan itu mendapatkan penolakan dari Nino. Saudara kembar ini memang sangat merepotkan untuk diajak bekerja sama. Namun, karena tak ada pilihan lain Icha memilih mereka berdua sebagai partner.“Apa kamu sudah tahu kalau adikmu hamil?” tanya Icha licik.Lelaki itu teke
Gito menantikan jawaban dari kedua orang tersebut, namun tak kunjung mendapatkannya. Dea hanya mampu menunduk, bersenggama dengan Kevin rasanya sangat menjijikkan. Mengingat lelaki itu sudah terjamah oleh wanita lain. Kevin melirik istrinya, tak ada respon - bahkan bibir Dea terkatup rapat. “Sudah, sudah. Papa bikin suasana tidak nyaman saja,” lerai Rita yang peka dengan situasi dan kondisi yang terjadi. “Hehe... Maafin Papa ya.” Gito memohon maaf pada sepasang suami istri tersebut. Kevin hanya tersenyum tipis, begitu pula Dea. Mereka pun melanjutkan sarapannya dengan penuh hikmat. Sebelum berangkat kerja, Kevin sempat mencium kening istrinya dengan penuh kasih sayang di depan orangtuanya. Hal ini sudah lama tak ia lakukan. “Hati-hati Mas,” ujar Dea. “Iya, kamu juga jaga diri ya.” Kevin mengelus lembut rambut istrinya yang sedikit bergelombang. Dea menganggukkan kepalanya. Tak hanya Kevin, Rita dan Gito pun ikut b