Setelah perdebatan cukup panjang dengan Kevin, Icha akhirnya memenangkan argument dan mereka mencari kost murah untuk ditempati. Untungnya Icha memiliki beberapa lembar uang yang bisa untuk menyewa sepetak kamar. Kevin yang memiliki gengsi tinggi memilih keluar hingga menjelang pagi."Mas Kevin ke mana saja? Dari semalam aku nungguin kamu loh," kesal Icha sembari bertolak pinggang menghampiri suaminya yang menata gelas kosong. Lelaki yang memilih jadi pemulung itu diam seribu bahasa."Nih nasi bungkus. Makan ya Mas," pinta wanita itu penuh kasih. Kevin tak menggubrinya dan sibuk dengan setumpuk gelas plastik di depannya. "Jangan lupa di makan. Hari ini aku mau menemui Papa. Jadi tidak bisa bantu Mas Kevin cari barang bekas. Kalau ngantuk tidur di kos ya Mas. Kuncinya ada di bawah pot kuning depan kos."Icha menarik tangan suaminya kemudian menciumnya penuh kasih. "Adik berangkat dulu. Mas semangat kerjanya," ucapnya dengan riang.Kevin hanya memperhatikan istrinya dalam diam, perasaan
Icha tiba di lapas dengan perasaan campur aduk. Hatinya berdebar tak menentu saat berjalan melewati gerbang besi yang besar dan suram. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Seno. Meski sudah legowo menerima nasib hidup yang berubah drastis, pertemuan dengan Seno selalu membawa kenangan pahit yang sulit diabaikan. Bagaimanapun, Seno adalah simbol dari masa lalunya yang penuh glamor, tetapi juga kelam.Icha menghela napas panjang sebelum masuk ke ruang kunjungan. Suara gemerisik langkah sepatunya bergema di sepanjang lorong sempit. Pikirannya terhuyung-huyung antara harapan dan kekhawatiran.Bagaimana reaksi Papa saat bertemu denganku? Apakah akan marah, kecewa, atau justru bersikap acuh seperti terakhir kali bertemu?Di ruang kunjungan, Seno sudah menunggunya di balik kaca pembatas. Wajahnya terlihat lebih tua dari yang terakhir kali wanita itu lihat. Guratan-guratan di wajahnya semakin dalam, dan rambutnya yang dulu selalu tersisir rapi kini terlihat acak-acakan. Namun sorot matanya masi
Icha bergegas ke alamat yang ditunjukkan Papanya. Seno yang berada di balik jeruji ternyata menyisihkan sebagian hartanya di seseorang. Dan orang itu adalah Paijo, seorang kakek tua yang setiap tahun Seno jenguk. Pria tua itu sudah dianggap seperti ayah sendiri oleh Papa Icha. Hal ini karena kedua orangtua Icha adalah anak panti asuhan yang tidak tau apakah memiliki keluarga sedarah atau tidak. "Datanglah ke Mbak Paijo. Minta sesuatu yang Papa titipkan ke Mbah Paijo. Setelah mendapatkannya, datang ke sini lagi Nak," ucap Seno yang masih di dalam lapas.Pada akhirnya Icha sampai di gubuk tua pinggir kota. Ini berjarak 15 menit dari kost-kost an yang ia tempati saat ini.Icha berdiri di depan gubuk tua itu, jantungnya berdegup kencang. Tempat ini jauh dari ekspetasi yang ia bayangkan. Sederhana dan kumuh, bertolak belakang dengan masa lalu gemerlap yang pernah ia jalani bersama keluarganya. Namun, di sini, di tempat yang tampak usang dan hampir rapuh oleh waktu, tersimpan sebagian dari
Icha terkejut mendengar syarat yang disebutkan Paijo. Surat nikah? Ia dan Kevin memang menikah, tapi pernikahan mereka hanya dilakukan secara agama dan belum pernah diresmikan melalui surat nikah sipil. Perasaan bingung dan panik mulai merayap di benaknya. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi syarat itu? Kevin dengan segala gengsi dan kemurkaannya, pasti sulit diajak melakukan hal seperti itu. Terlebih lagi, mereka sedang hidup di tengah kesulitan. Kevin pun merasa terpojok dan tak berdaya."Tapi, Pak Paijo... Saya... saya dan suami belum punya surat nikah sipil. Kami... kami hanya menikah secara agama," ujar Icha, suaranya pelan dan penuh kebingungan.Paijo menghela napas panjang, seolah sudah memperkirakan hal itu. "Begini, Icha. Ayahmu, Seno, memang orang yang keras kepala, tapi dia selalu ingin memastikan kalau kamu memiliki kehidupan yang lebih baik, lebih stabil. Itu sebabnya dia memberikan syarat seperti ini. Dia ingin memastikan suamimu benar-benar siap untuk berkomitmen, bukan
Kevin keluar dari kamar kos dengan wajah gelap dan langkah berat, pintu yang tertutup di belakangnya seperti menambah perasaan terjebak dalam tekanan yang terus meningkat. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata Icha. "Surat nikah? Serius, Cha?" gumamnya lagi dengan nada sarkastik saat berjalan keluar. Tangannya mengepal erat, mencengkeram gengsinya yang mulai retak.Icha, yang masih duduk di lantai, menahan isak tangisnya. Kalimat-kalimat Kevin terus terngiang di kepalanya seperti duri tajam."Aku sudah jatuh serendah ini, dan kamu mau aku tambah jatuh?" Kata-kata itu menusuk hati Icha. Apakah keinginannya terlalu berlebihan? Apakah ia sudah memaksa Kevin lebih dari yang bisa ditanggungnya? “Apa aku salah, Mas? Apa aku terlalu memaksamu?” bisik Icha pada dirinya sendiri, suaranya tercekat di tenggorokan. Dia memeluk lututnya, memejamkan mata dan mencoba menenangkan diri meskipun sulit. Di luar, Kevin berjalan tanpa tujuan, melangkah ke sembarang arah yang tak pasti. Rasa frusta
Dada Dea bergemuruh hebat mendapati noda lipstik di kerah baju suaminya. Ini sudah ketiga kalinya dia melihat noda yang sama. Pertama kali noda itu muncul ia langsung menanyakan pada Kevin.“Mas, ini kok ada noda lipstik?” tanya Dea dengan menunjukkan baju berkerah itu.Dengan santai suaminya menjawab, “tadi ada salah satu siswi yang pingsan. Mungkin bibirnya menyentuh baju Mas.”Pada awalnya Dea mempercayai alasan itu, karena suaminya berprofesi sebagai guru olahraga di salah satu SMA Negeri Surabaya. Ditambah kini sudah banyak siswi yang mengenakan make-up saat ke sekolah.Ketika noda kedua datang, ia kembali menanyakan pada suaminya, dan jawaban lelaki itu adalah, “itu lipstik Mama, kemarin aku kan nginap di rumah orangtuaku Dik.”Kini Dea sadar jika ada yang tak beres. Ditelitinya baju hingga celana itu. Ketika merogoh saku, terdapat sebuah cincin emas berbentuk swan.‘Apa ini untukku?’ batin Dea yang sedikit kegirangan. Namun, ketika ia melirik kerah baju Kevin, kebahagiaanya son
Brrmmm... Suara motor itu memaksa Dea berdiri, meninggalkan segala huru-hara bukti pengkhianatan suaminya. Dia buru-buru membukakan pintu. Nampak suaminya dengan raut wajah tertekuk dan bibir mengerucut sedang menunggunya di teras.“Mas tumben hari ini pulang cepat,” ucapnya basa-basi saat membuka pintu. Lelaki itu tak mengeluarkan sepatah katapun dan langsung meninggalkannya.‘Lagi-lagi dicuekin,’ batin Dea yang terenyuh. Hatinya terasa sakit, sikap Kevin selama dua bulan ini memang tak beres. Dan kenyataannya lelaki itu memang melakukan perbuatan bejat di belakangnya.Jam dinding menunjukkan pukul 21.00 WIB, ini adalah waktu tercepat suaminya pulang ke rumah. Biasanya Kevin sampai di rumah pada 23.00 WIB atau 01.00 WIB.‘Pasti dia habis dari selingkuhannya,’ terka Dea dalam hati. Pesan itu masih terlekat di dalam pikirannya. Ditambah adanya foto mesra Kevin dengan wanita lain membuatnya terus-terusan berpikir negatif pada suaminya. Wanita mana yang tak sakit hati mendapati lelaki ya
Kevin terkejut mendengar suara perempuan itu. Dea mendekati suaminya yang nampak sibuk di meja rias miliknya. Tatapan penuh curiga ditujukan pada suaminya. Kevin nampak gusar dan langsung menaruh benda yang sebelumnya ia pegang. “Lagi cari apa Mas?” tanyanya penasaran. “Lagi nyari minyak kayu putih, Mas tiba-tiba masuk angin,” kelit Kevin. Lelaki itu langsung membalikkan tubuhnya menghadap Dea. Mata lelaki itu bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat. Itu adalah salah satu tanda orang sedang berbohong, Dea mengetahui hal itu. Dipindainya leher Kevin, bercak itu sudah hilang. Bukan hilang melainkan ditutup oleh bedak, terlihat sangat berantakan. ‘Sepertinya dia buru-buru sampai bedak itu tidak rata,’ pikir Dea. “Minyak kayu putihnya habis Mas, pakai balsem aja ya,” tawar Dea. “I-iya,” jawab Kevin gelagapan. Lelaki itu beberapa kali terlihat menggaruk telinganya guna menutupi bercak yang ada di lehernya. Dea sangat mengetahui tingkah suaminya. Perempuan itu langsung berjalan ke