Levi keluar kamar dengan wajah lesu. Langkah kakinya terasa begitu berat. Matanya memerah sedikit berair. Semua orang yang menunggunya segera mempersiapkan diri mendengar berita dari laki-laki itu."Mama, Ayah, dan Adik. Maafkan aku, aku dan Nina bercerai. Ternyata selama ini dia selingkuh dengan lelaki lain sampai hamil. Dan bayi itu adalah hasil perselingkuhan mereka."Mata Nala melebar, dunia seakan berhenti. David berusaha mengatur napasnya yang mulai terengah. Dea mengelus pundak Ayahnya, ia tak ingin merespon permintaan maaf kakaknya. Levi semakin terisak karena tak ada jawaban dari keluarganya."Ayo istarahat Yah. Kita bicarakan nanti. Mama juga," ujar Dea mengakhiri pembahasan keluarga. David dan Nala menuruti ucapan putri mereka. Levi semakin dibuat kacau tetapi sedikit lega karena Adiknya mau berbicara, "Mas Levi juga istirahat, pasti capek menahan semua sendirian."Lelaki itu mengangguk, deraian air mata tak bisa dihentikan. Levi masuk ke kamar dengan isakan yang semakin k
Sinta rekan kerja Dea datang dengan wajah berseri. Tanpa bicara sepatah kata pun wanita itu hanya memeluk Dea dengan gemas. Seseorang yang dipeluknya jelas penasaran apa yang terjadi pada dia. Beberapa orang yang ada di kantor pun dibuat tanda tanya dengan sikapnya yang nyentrik. Apalagi karakter social butterfly yang terpatri pada diri Sinta terasa aneh hari ini."Kenapa sih?" tanya Dea yang jengah karena terus-terusan dipeluk wanita itu. Tak langsung menjawab, Sinta justru terkekeh behagia melihat sahabatnya penasaran."Coba tebak!""Males ah!" jengah Dea sedikit kesal."Ih... masih pagi udah malas aja." Sinta protes dengan wajah dibuat sekesal mungkin."Tinggal jawab aja, apa susahnya sih.""Tada!" wanita itu menunjukkan cincin berlian di jari manisnya."Baru beli?" tebak Dea terpana melihat benda penuh kilau tersebut.Sinta langsung mendecak. "Aku habis dilamar pacarku, bulan depan aku mau menikah!""What? Serius?" Sinta mengangguk penuh keyakinan."Ya Allah, akhirnya! Congrats y
Sesampainya di rumah, Dea kebingungan membuka pintu mobil. Andre segera turun dan mempersilakan wanita itu bak tuan putri turun dari kereta kuda. Dea menjadi bingung karena mantan kepala sekolahnya masuk ke rumah."Mas Andre tidak pulang?" tanya Dea."Mau nyapa Bu Nala dulu, sekalian ngabarin kalau Ayahmu lembur hari ini."Nama yang disebut dalam percakapan tersebut ternyata sudah menunggu di teras rumah. Nala memberikan senyum pada Andre."Maaf Bu Nala, hari ini Pak David harus lembur. Jadi saya yang menjemput Dea," ujar Andre setelah mencium tangan Mama Dea."Oh iya Nak Andre. Saya sudah dikabari soal itu." Nala ganti memberikan tangannya pada Dea."Bagaimana kalau Nak Andre makan dulu. Kebetulan hari ini masak lebih banyak dari biasanya. Berhubung Levi dan suami lembur jadi tidak ada yang makan," tawar Nala."Aduh, ngrepotin Bu." Andre meringis karena rasa sungkan menderai dirinya."Tidak, ayo masuk." Nala mempersilakan tamunya untuk memasuki rumah. Dea masih terbungkam karena tak
Aroma kopi menyelimuti suasana petang di tengah kota. Monica dan Dea duduk di pojok ruangan, menikmati malam yang tenang. Keduanya sudah saling berbagi cerita dan tawa dalam waktu yang lama. Dea sangat menikmati pertemuan rutinnya dengan Monica.Dokter bedah yang merawatnya dengan tulus terlihat berbeda dari biasanya. Entah kenapa Dea merasakan perasaan aneh saat melihat Monica.Monica dengan rambut panjang yang tergerai, menatap Dea dengan serius. "Dea, aku butuh bantuanmu."Dea mengangkat alisnya. Sesuatu yang ditunggunya sedari tadi akhirnya akan terjawab. "Bantuan apa, Mon?"Monica menggigit bibirnya dengan ragu-ragu. "Aku ingin kamu mempertemukanku dengan Andre."Dea terkejut. "Andre? Kenapa tiba-tiba?"“Dia… dia orang yang aku suka. Tapi aku nggak tahu harus mulai dari mana,” ujar Monica menunduk. Kemudian wanita itu melanjutkan ucapannya, "aku sudah berusaha menemuinya sejak lama. Bahkan mengunjungi kantor dan rumahnya. Tapi kedatanganku selalu ditolak. Sekarang aku bingung ban
Tiada yang menyangka seronok malaikat menjemput Icha di lapas. Wanita yang tengah sekarat dibuat senang bukan kepayang oleh salah satu mantan bodyguard papanya. Lelaki bertubuh bongsor dan ekspresi datar hanya bisa mengantar anak mantan majikannya di pinggir jalan. "Tugas saya hanya sampai sini. Hutang budi saya sudah lunas," ujar lelaki itu mempersilakan Icha turun dari sepeda bututnya. "Iya. Thankyou." "Salam buat Pak Seno. Terimakasih atas bantuannya selama ini. Semoga Mbak Icha bisa menjalani hidup yang lebih baik lagi. Saya pamit undur diri." Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu telah lenyap dimakan padatnya lalu lintas di siang hari. pengurangan masa tahanan karena perilakunya yang baik serta bantuan suap salah satu rekan bisnis papanya membuat Icha bisa menghirup udara segar. Keputusan penjara 2 tahun 8 bulan hanya ia penuhi 1 tahun 9 bulan. Meskipun begitu, selama berada di lapas hidupnya sangat sengsara. Ia menjadi bulanan di sana. Bahkan aturan senior Junior sangat kenta
Dea melangkahkan kakinya dengan ringan menuju lobi. Meskipun hatinya terasa waspada tetapi ia menghiraukan itu. Beberapa kali langkahnya terhenti karena ada beberapa murid yang menyalaminya. Selain itu, ia juga mampir ke koperasi mencari jajanan yang ia sukai. Terpaksa ia mengolor waktu bertemu tamu karena jajanan yang ia incar akan ludes jika tak membelinya sekarang."Bu Dea, sudah ditunggu," ingat staff TU. Dea tersenyum dan menghampiri tamu tersebut. Ketika membelokkan arah, tubuh wanita itu membeku. 'Icha?' batinnya terkejut. 'Aku kira Mas Levi. Kok dia berkeliaran di sini.' Ia masih membatin tetapi langkah kakinya semakin mendekat pada Icha."Hai De. Gimana kabarmu?" sapa Icha dengan salah satu sudut bibir terangkat."Baik. Bagaimana kabarmu?" Dea menjawabnya dengan enteng."Seperti yang kamu lihat. Aku sangat baik dan sekarang sudah bebas." Icha tersenyum tipis seraya membuka kedua tangannya menunjukkan kebebasan yang ia maknai. Sorot matanya sangat hampa saat menatap Dea."Syuk
Rita berlari kencang memasuki rumah mantan besannya. Kabar mengenai Icha yang menghampiri Dea membuat wanita itu murka bukan kepayang. Tak hanya dia, Gito pun bergerak sangat beringas mengecek keadaan mantan menantunya."Sayang!?" pekik Rita saat memasuki kamar Dea. Raut wajah tertekuk semua, ekspresi campur aduk antara khawatir dan marah membuat siapapun enggan mengusiknya. Bahkan Nala yang sebelumnya duduk di sampi Dea segera beranjak mempersilakan Rita mengecek keadaan putrinya. "Apa yang dilakukan dia sama kamu Nak? Jawab dengan jujur. Biar Mama yang kasih dia pelajaran lebih kejam lagi."Emosi Gito pun tersulut karena suasana tegang di sekitarnya. "Berani-beraninya dia nongol di depan putriku! Dasar wanita tidak tau diri." Napasnya memburu bak banteng akan menyeruduk matador di arena. "Siapa yang membantu dia lolos dari dekaman penjara secepat ini. Kurang ajar!" tangan lelaki itu mengepal erat.Rita masih sibuk meneliti setiap inci tubuh Dea. "Apa dia memberikan luka lagi Sayang
Mendengar teriakan Levi. Nala dan David berhamburan keluar menemui perangai orang yang mengajak putri mereka dinner. Ketiga orang tersebut seakan mengintimidasi Andre yang masih shock. Sorot mata penuh arti mereka lontarkan pada bujang belum genap tiga puluh tahun."Ehehe," kekeh Andre yang tak tau harus apa. Levi menyeretnya duduk."Tunggu sebentar, adikku pasti sedang bersiap," tenang lelaki itu kemudian menoleh ke arah Nala. Iya kan Ma?" Nala terdiam sejenak tetapi kesadaran langsung kembali begitu disenggol David. "I-iya Nak.""Nah. Kalau begitu suruh Adik segera keluar Ma. Kasihan Andre sudah jauh-jauh ke sini."Nala segera ke kamar Dea mengabarkan jika Andre sudah menunggunya di ruang tamu. Segala kerumitan di kepala wanita itu menghilang karena kedatangan Andre."Mas Andre?" tanya Dea terbelalak."Iya Sayang. Cepat bersiap, kasihan kalau dia menunggu terlalu lama. Di sana ada Mas Levi sama Ayah, jadi cepatlah."Astaga, aku bahkan belum mengabari Monica kalau dinnernya malam in
"Perutku sakit banget, Sayang. Seperti kontraksi," jawab Dea dengan suara gemetar.Andre segera memeriksa jam tangannya. "Tapi ini belum waktunya, kan? Masih beberapa minggu lagi!" Namun, melihat ekspresi Dea yang pucat, ia tak berani menunda. "Kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu sebentar, aku ambil kunci mobil."Dea mengangguk, meski tubuhnya terus menggeliat karena rasa sakit. Andre kembali dengan mantel dan payung, membantunya bangun dengan hati-hati.Di perjalanan menuju rumah sakit, Dea terus mencengkeram lengan suaminya. Pria itu pun dibuat kalap dengan satu tangan memegang kemudi. "Aduh, Mas sakit banget. Aku nggak kuat," keluhnya.Andre berusaha tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak melihat istrinya kesakitan. "Sayang, bertahan ya. Kita sebentar lagi sampai," katanya sambil mempercepat laju mobil.Setibanya di rumah sakit, para perawat langsung membawa Dea ke ruang bersalin. Andre mendampingi dengan wajah penuh kecemasan. Dokter masuk dan memeriksa kondisi Dea dengan ce
“Waalaikumsalam,” jawab Icha cepat-cepat sambil membuka pintu. Berdiri di sana, Kevin dengan setelan kerjanya yang rapi, wajahnya tampak lelah, tetapi ada senyum tipis yang terukir.“Kamu baru pulang?” tanya Icha langsung, nada suaranya sedikit tajam meski ia mencoba menahannya. Evan yang masih dalam gendongannya mulai merengek lagi, membuatnya semakin frustasi.Kevin mengangguk sambil melepas sepatu. “Iya, maaf lama. Ada kerjaan tambahan tadi. Stok baju menumpuk dan harus di display. Ditambah, aku juga menambah manekin sesuai idemu. Aku sudah memasang banyak setelan yang kamu atur.” Ia mendekati mereka, mengusap kepala Evan yang langsung melenguh kecil, tetapi tetap rewel.“Aku hampir gila sendiri di rumah, tahu nggak?” keluh Icha sambil membawa Evan ke ruang tamu. Namun, ada kebahagiaan sendiri karena ide yang sempat ia katakan pada Kevin, sekarang telah teralisasikan. Dia yang dulunya suka shopping dan selalu memakai outfit kece, ternyata bisa merembak ke bisnis toko baju yang mere
Beberapa hari setelah kabar kehamilan itu, Andre dan Dea memutuskan untuk mengundang kedua keluarga mereka untuk makan malam di rumah. Andre telah mengatur semuanya, dari makanan hingga dekorasi sederhana yang akan digunakan untuk menyampaikan kabar gembira tersebut.Dea berdiri di depan cermin, mengenakan gaun longgar yang sengaja dipilih karena ia mulai merasa tak nyaman dengan pakaian yang ketat di perut. Ia menyentuh perutnya yang masih datar dengan perasaan takjub, seolah tak percaya bahwa kehidupan baru tengah tumbuh di dalamnya.“Kamu cantik,” komentar Andre yang muncul dari balik pintu kamar. Ia mendekat, melingkarkan lengannya di pinggang Dea.“Kamu yakin mereka akan senang?” tanya Dea sambil menatap Andre lewat pantulan cermin.Andre tertawa kecil, mencium kening Dea dengan lembut. “Ayah dan Mama pasti akan sangat senang. Apalagi Oma. Dia sudah lama menunggu kabar seperti ini.”Dea mengangguk, meski hatinya tetap berdebar. Ia masih merasa gugup untuk menyampaikan kabar terse
Setelah hampir dua minggu menikmati bulan madu yang penuh kenangan di Maldives, Dea dan Andre akhirnya kembali ke rumah mereka yang megah. Malam itu, mereka tiba di bandara dengan suasana hati yang lelah tetapi bahagia.“Welcome home, Pak Andre, Bu Dea,” sapa seorang pelayan ketika mereka melangkah masuk ke dalam rumah. Bagi Dea rumah itu terasa lebih besar dari tempat yang selama ini ia tinggali, tetapi kehangatan dari staf yang menyambut mereka membuat Dea merasa nyaman.“Terima kasih,” jawab Andre singkat. Ia menoleh ke arah Dea, yang terlihat sedikit pucat. “Kamu capek? Mau langsung istirahat?”Dea mengangguk sambil tersenyum kecil. “Sepertinya begitu. Perjalanan panjang tadi bikin aku sedikit mual.”Andre mengernyit, menunjukkan kekhawatirannya. “Kamu yakin cuma capek? Jangan-jangan kamu sakit.”Wanita itu hanya tertawa kecil. “Nggak kok, mungkin hanya masuk angin. Besok juga pasti sembuh.”Andre menghela napas, tapi akhirnya mengangguk. “Kalau gitu, ayo naik. Aku bawakan kopermu
Tanpa menunggu lagi, sepasang pengantin yang baru saja melakukan malam pertama segera terbang ke luar negeri."Mas, kita mau ke mana?" tanya Dea. Ia sedari tadi hanya mengekori suaminya. Semua keperluan sudah diatur Andre dan staffnya. Jadi, wanita itu tidak tau mereka akan terbang ke mana. Suaminya pun hanya membalasnya dengan senyuman kecil. "Nanti juga tau," ujar lelaki itu sembari menoel hidung Dea.Namun, jawaban atas rasa penasaran wanita itu langsung terjawab ketika jet yang ia tumpangi landing di salah satu bandara yang ada di Maldives. Dea tak menyangka dan tak terpikirkan akan berada di negara ini. Pagi pertama mereka di Maldives dimulai dengan sinar matahari lembut yang menerobos tirai kamar villa di atas laut. Dea membuka mata perlahan, menghirup aroma udara laut yang menyegarkan. Ia merasakan kain lembut selimut yang menyelimuti tubuhnya dan ketenang di sekitarnya.Ketika ia menoleh, Andre sudah duduk di teras luar, hanya memakai kemeja santai berwarna putih dan celana p
Kevin kehilangan kata-kata. Zahra hanya berdiri di tempatnya, matanya kembali berkaca-kaca, tetapi tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun.Icha mengusap air matanya dengan kasar, sambil tetap memeluk Evan. Suaranya gemetar saat ia melanjutkan, “Aku meninggalkan keluargaku demi kamu, Kevin. Aku melawan dan menghadapi dunia sendirian, bahkan saat aku melahirkan anak ini. Apa balasanmu? Kamu bawa perempuan lain masuk ke rumah kita!”“Icha, aku tahu aku salah,” Kevin berkata dengan nada putus asa. “Tapi aku ingin memperbaikinya. Demi Evan. Tolong beri aku kesempatan-”Kata-kata itu seperti palu godam yang menghantam Icha. Tubuhnya terasa lemas, dan ia hanya terpaku. Suaminya hanya memikirkan putra mereka, bukan dirinya. Zahra yang tak sanggup melihat perseteruan mereka, berbalik dan melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.Icha menunduk, menatap bayi kecil di pelukannya yang akhirnya berhenti menangis. Ia mengusap lembut kepala Evan sambil berbisik, “Kita pergi dari sini, Nak. Kita tid
Kevin berdiri terpaku, jantungnya berdegup kencang. Kata-kata Icha tadi seperti pisau yang terus-menerus mengirisnya. Ia ingin mengejar wanita itu, tetapi tubuhnya terasa kaku. Di sebelahnya, Zahra menggenggam tangan di depan dada, matanya berkaca-kaca, penuh rasa bersalah.“Mas, mungkin aku seharusnya tidak datang ke sini,” Zahra berbisik pelan. “Kehadiranku hanya memperburuk keadaan.”Kevin menoleh, pandangannya gelap. “Zahra, ini bukan salahmu. Semua ini salahku. Aku yang mengambil keputusan bodoh, dan sekarang aku harus menanggung akibatnya.”Sebelum Zahra bisa menjawab, suara pintu yang dibanting terdengar keras dari arah kamar. Icha muncul kembali dengan sebuah koper besar di tangannya. Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Kevin atau Zahra, ia berjalan cepat menuju pintu depan.“Cha, tunggu!” Kevin akhirnya bergerak, berusaha menghentikan istrinya. Ia memegang lengan Icha, tetapi wanita itu menepisnya dengan kasar.“Jangan sentuh aku, Kevin!” seru Icha dengan air mata yang masih me
Kevin menatap Zahra sejenak. Pikirannya bergemuruh, tetapi bibirnya akhirnya lolos begitu saja mengungkapkan kenyataan yang selama ini dia sembunyikan. "Zahra adalah istriku, Cha. Dia madumu. Kami sudah menikah secara sah baik di mata hukum maupun agama."Pernyataan itu jatuh seperti petir di siang bolong. Icha menatap Kevin dengan mata membelalak, wajahnya memerah karena amarah yang langsung memuncak. Tubuhnya gemetar, hampir tak mampu berdiri.“Apa?!” jerit Icha dengan suara yang pecah. “Kamu bilang dia MADUKU?! Kamu sudah menikah lagi tanpa bilang apa-apa padaku?!”Pria itu menatap Icha selembut mungkin, berusaha menenangkan. Namun, kata-kata yang ia siapkan tak mampu menahan badai yang jelas sudah datang. “Cha, aku bisa jelaskan. Seharusnya bilang dari awal. Tapi-”“JELASKAN APA?!” potong Icha dengan teriakan melengking. “Kamu menikah lagi di belakangku, Kevin! Kamu mengkhianatiku! Kamu membawanya ke sini, dan kamu pikir aku akan menerima begitu saja?!”Zahra yang berdiri di sampi
Di ruang tamu, seorang wanita bergamis duduk dengan tenang. Sosok itu membuat darah Icha mendidih seketika.“Kamu?!” seru Icha dengan nada tinggi, tanpa mencoba menyembunyikan kemarahannya.Zahra, yang mengenakan gamis hitam bangkit perlahan. Meski matanya tampak tenang, tubuhnya sedikit gemetar karena situasi yang ia tahu akan sulit.“Iya, Mbak Icha,” jawab Zahra pelan. “Saya diminta Mas Kevin datang.”"Dasar perempuan gatel! Apa-apaan kamu tiba-tiba nggak pake cadar gitu. Mau menggoda suami saya, ya!" Icha melirik Kevin dengan tatapan penuh emosi. “Mas, kamu tega banget bawa dia ke sini?! ngapain kamu suruh datang ke rumah kita?!”“Cha, tenang dulu. Aku cuma—”“Tenang?!” potong Icha tajam. “Kamu mau aku tenang sementara kamu bawa perempuan ini ke rumah kita?! Aku istrimu, Kevin! Dia itu cuma... cuma-”“Saya cuma apa, Mbak?” Zahra menyela lembut, tetapi nadanya tegas. “Kalau saya hanya dianggap sebagai masalah, saya mohon maaf. Tapi saya di sini untuk menyelesaikan semuanya, biar ng