Sinta rekan kerja Dea datang dengan wajah berseri. Tanpa bicara sepatah kata pun wanita itu hanya memeluk Dea dengan gemas. Seseorang yang dipeluknya jelas penasaran apa yang terjadi pada dia. Beberapa orang yang ada di kantor pun dibuat tanda tanya dengan sikapnya yang nyentrik. Apalagi karakter social butterfly yang terpatri pada diri Sinta terasa aneh hari ini."Kenapa sih?" tanya Dea yang jengah karena terus-terusan dipeluk wanita itu. Tak langsung menjawab, Sinta justru terkekeh behagia melihat sahabatnya penasaran."Coba tebak!""Males ah!" jengah Dea sedikit kesal."Ih... masih pagi udah malas aja." Sinta protes dengan wajah dibuat sekesal mungkin."Tinggal jawab aja, apa susahnya sih.""Tada!" wanita itu menunjukkan cincin berlian di jari manisnya."Baru beli?" tebak Dea terpana melihat benda penuh kilau tersebut.Sinta langsung mendecak. "Aku habis dilamar pacarku, bulan depan aku mau menikah!""What? Serius?" Sinta mengangguk penuh keyakinan."Ya Allah, akhirnya! Congrats y
Sesampainya di rumah, Dea kebingungan membuka pintu mobil. Andre segera turun dan mempersilakan wanita itu bak tuan putri turun dari kereta kuda. Dea menjadi bingung karena mantan kepala sekolahnya masuk ke rumah."Mas Andre tidak pulang?" tanya Dea."Mau nyapa Bu Nala dulu, sekalian ngabarin kalau Ayahmu lembur hari ini."Nama yang disebut dalam percakapan tersebut ternyata sudah menunggu di teras rumah. Nala memberikan senyum pada Andre."Maaf Bu Nala, hari ini Pak David harus lembur. Jadi saya yang menjemput Dea," ujar Andre setelah mencium tangan Mama Dea."Oh iya Nak Andre. Saya sudah dikabari soal itu." Nala ganti memberikan tangannya pada Dea."Bagaimana kalau Nak Andre makan dulu. Kebetulan hari ini masak lebih banyak dari biasanya. Berhubung Levi dan suami lembur jadi tidak ada yang makan," tawar Nala."Aduh, ngrepotin Bu." Andre meringis karena rasa sungkan menderai dirinya."Tidak, ayo masuk." Nala mempersilakan tamunya untuk memasuki rumah. Dea masih terbungkam karena tak
Aroma kopi menyelimuti suasana petang di tengah kota. Monica dan Dea duduk di pojok ruangan, menikmati malam yang tenang. Keduanya sudah saling berbagi cerita dan tawa dalam waktu yang lama. Dea sangat menikmati pertemuan rutinnya dengan Monica.Dokter bedah yang merawatnya dengan tulus terlihat berbeda dari biasanya. Entah kenapa Dea merasakan perasaan aneh saat melihat Monica.Monica dengan rambut panjang yang tergerai, menatap Dea dengan serius. "Dea, aku butuh bantuanmu."Dea mengangkat alisnya. Sesuatu yang ditunggunya sedari tadi akhirnya akan terjawab. "Bantuan apa, Mon?"Monica menggigit bibirnya dengan ragu-ragu. "Aku ingin kamu mempertemukanku dengan Andre."Dea terkejut. "Andre? Kenapa tiba-tiba?"“Dia… dia orang yang aku suka. Tapi aku nggak tahu harus mulai dari mana,” ujar Monica menunduk. Kemudian wanita itu melanjutkan ucapannya, "aku sudah berusaha menemuinya sejak lama. Bahkan mengunjungi kantor dan rumahnya. Tapi kedatanganku selalu ditolak. Sekarang aku bingung ban
Tiada yang menyangka seronok malaikat menjemput Icha di lapas. Wanita yang tengah sekarat dibuat senang bukan kepayang oleh salah satu mantan bodyguard papanya. Lelaki bertubuh bongsor dan ekspresi datar hanya bisa mengantar anak mantan majikannya di pinggir jalan. "Tugas saya hanya sampai sini. Hutang budi saya sudah lunas," ujar lelaki itu mempersilakan Icha turun dari sepeda bututnya. "Iya. Thankyou." "Salam buat Pak Seno. Terimakasih atas bantuannya selama ini. Semoga Mbak Icha bisa menjalani hidup yang lebih baik lagi. Saya pamit undur diri." Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu telah lenyap dimakan padatnya lalu lintas di siang hari. pengurangan masa tahanan karena perilakunya yang baik serta bantuan suap salah satu rekan bisnis papanya membuat Icha bisa menghirup udara segar. Keputusan penjara 2 tahun 8 bulan hanya ia penuhi 1 tahun 9 bulan. Meskipun begitu, selama berada di lapas hidupnya sangat sengsara. Ia menjadi bulanan di sana. Bahkan aturan senior Junior sangat kenta
Dea melangkahkan kakinya dengan ringan menuju lobi. Meskipun hatinya terasa waspada tetapi ia menghiraukan itu. Beberapa kali langkahnya terhenti karena ada beberapa murid yang menyalaminya. Selain itu, ia juga mampir ke koperasi mencari jajanan yang ia sukai. Terpaksa ia mengolor waktu bertemu tamu karena jajanan yang ia incar akan ludes jika tak membelinya sekarang."Bu Dea, sudah ditunggu," ingat staff TU. Dea tersenyum dan menghampiri tamu tersebut. Ketika membelokkan arah, tubuh wanita itu membeku. 'Icha?' batinnya terkejut. 'Aku kira Mas Levi. Kok dia berkeliaran di sini.' Ia masih membatin tetapi langkah kakinya semakin mendekat pada Icha."Hai De. Gimana kabarmu?" sapa Icha dengan salah satu sudut bibir terangkat."Baik. Bagaimana kabarmu?" Dea menjawabnya dengan enteng."Seperti yang kamu lihat. Aku sangat baik dan sekarang sudah bebas." Icha tersenyum tipis seraya membuka kedua tangannya menunjukkan kebebasan yang ia maknai. Sorot matanya sangat hampa saat menatap Dea."Syuk
Rita berlari kencang memasuki rumah mantan besannya. Kabar mengenai Icha yang menghampiri Dea membuat wanita itu murka bukan kepayang. Tak hanya dia, Gito pun bergerak sangat beringas mengecek keadaan mantan menantunya."Sayang!?" pekik Rita saat memasuki kamar Dea. Raut wajah tertekuk semua, ekspresi campur aduk antara khawatir dan marah membuat siapapun enggan mengusiknya. Bahkan Nala yang sebelumnya duduk di sampi Dea segera beranjak mempersilakan Rita mengecek keadaan putrinya. "Apa yang dilakukan dia sama kamu Nak? Jawab dengan jujur. Biar Mama yang kasih dia pelajaran lebih kejam lagi."Emosi Gito pun tersulut karena suasana tegang di sekitarnya. "Berani-beraninya dia nongol di depan putriku! Dasar wanita tidak tau diri." Napasnya memburu bak banteng akan menyeruduk matador di arena. "Siapa yang membantu dia lolos dari dekaman penjara secepat ini. Kurang ajar!" tangan lelaki itu mengepal erat.Rita masih sibuk meneliti setiap inci tubuh Dea. "Apa dia memberikan luka lagi Sayang
Mendengar teriakan Levi. Nala dan David berhamburan keluar menemui perangai orang yang mengajak putri mereka dinner. Ketiga orang tersebut seakan mengintimidasi Andre yang masih shock. Sorot mata penuh arti mereka lontarkan pada bujang belum genap tiga puluh tahun."Ehehe," kekeh Andre yang tak tau harus apa. Levi menyeretnya duduk."Tunggu sebentar, adikku pasti sedang bersiap," tenang lelaki itu kemudian menoleh ke arah Nala. Iya kan Ma?" Nala terdiam sejenak tetapi kesadaran langsung kembali begitu disenggol David. "I-iya Nak.""Nah. Kalau begitu suruh Adik segera keluar Ma. Kasihan Andre sudah jauh-jauh ke sini."Nala segera ke kamar Dea mengabarkan jika Andre sudah menunggunya di ruang tamu. Segala kerumitan di kepala wanita itu menghilang karena kedatangan Andre."Mas Andre?" tanya Dea terbelalak."Iya Sayang. Cepat bersiap, kasihan kalau dia menunggu terlalu lama. Di sana ada Mas Levi sama Ayah, jadi cepatlah."Astaga, aku bahkan belum mengabari Monica kalau dinnernya malam in
Andre duduk di ruang VIP restoran yang dikhususkan untuk mereka, dikelilingi oleh keindahan yang elegan. Meja dihias indah dengan lilin menyala dan bunga segar, tetapi hatinya terasa berdebar. Malam ini, segalanya terasa tak terencana, hanya sebuah keputusan mendadak karena desakan Levi untuk menghabiskan waktu bersama Dea. Sejujurnya Andre pun sejak lama ingin melakukannya.Sudah hampir dua puluh menit Dea pergi ke kamar mandi. Jarak antara ruang makan dan kamar mandi cukup jauh. Andre yang tiba-tiba ditinggal wanita itu mulai gelisah. Dia melirik jam tangannya, berusaha menenangkan diri. “Apa dia baik-baik saja?” pikirnya. Mungkin dia terlalu terburu-buru memilih tempat ini. Andre menggigit bibirnya, teringat betapa canggungnya momen-momen awal ketika mereka bertemu. Meski mereka sudah berteman lama, ada perasaan yang terus menggelayut di hati Andre. Perasaan yang membuatnya ingin lebih, tetapi takut akan risiko yang dihadapi. Lelaki itu berusaha menyingkirkan ketidakpastian itu da