[Mas jemput aku jam 4.] Itu adalah pesan yang dikirim Dea pada suaminya. Ia menghela napasnya lega karena tak ada kesempatan untuk bercengkerama dengan Andre. Entah kenapa dia merasa tertekan ketika bertemu lelaki itu. Ditambah melihat keagresifan Michelle membuat Dea enggan berurusan lebih dalam dengan Andre. Tak berselang lama dia mendapat balasan dari Kevin. [Oke Sayang. Sekarang aku di perjalanan ke rumah Levi. Sebalum jam 4 aku akan sampai di sekolahmu.] "Bu Dea, ayo ke ruang latihan." Sinta menghampirinya setelah menunaikan ibadah. Alis Dea terangkat mendengar ajakan itu. "Loh... Tidak di sini saja?" ia sedikit bingung. Karena sebelumnya guru-guru akan berlatih paduan suara di ruang kantor. "Tidak. Karena beberapa guru juga bermain alat musik, jadi kita harus ke ruang ektrakuliler musik." Kedua wanita itu pun keluar dari ruang kantor. Namun Sinta terhenti ketika melihat Andre bersama Michelle. Menyadari kedatangan mereka, Michelle melambai tangan kepada Dea. Andre pun menol
Dugaannya yang benar membuat Kevin kegiarangan. Mata menyala dengan simbol dollar di maniknya membuat hatinya berdebar. "Syukurlah aku bisa ketemu kami di sini Bim," senang lelaki itu. Mendengar itu, Bimo menggaruk kepalanya dengan senyum meringis. "Ada apa ya Vin?" tanyanya pelan.Ketika akan menjawab, ia terkejut melihat wanita yang ada di kursi penumpang samping Bimo. Matanya berkedip beberapa kali memfokuskan pandangan."Vin." Bimo jadi kikuk karena temannya mematung."Eh iya. Soal duit," jawab Kevin yang masih penasaran dengan Nina yang bersiap keluar dari mobil temannya. "Oh..." Bimo buru-buru membuka ponselnya dan mencari aplikasi Mobile Banking. Ia mencari nomor rekening temannya yang sudah terpendam jauh di bawah. "Aku kembaliin segini dulu ya Vin," ucap Bimo menarik perhatian temannya dari Nina. "Oh sip!" Kevin memberikan jempol pada Bimo dan kembali menatap Nina. "Nin! Bilang Levi gua udah di depan ya!" pintanya ketika Nina mulai memasuki rumah. Wanita itu tak menggubri
Dengan malas Nina menuruti perintah Kevin yang bernotabe sebagai adik ipar sekaligus teman suami dan kakaknya. Ia berjalan dengan sedikit mengangkang karena volume perutnya yang semakin membesar. Melihat itu, Levi mendekatinya memastikan keamanannya ketika menuruni tangga di dalam gudang. Tak ada ekpresi bersahabat yang dikeluarkan wanita itu. Ia sangat jengah berada di dekat Levi. Namun bagaimana pun ia kesulitan melakukan perceraian."Apa?" tanya Nina sedikit nyolot."Lu kan punya banyak teman. Nah! Batuin suami lu cari reseller, semua rulles biar Levi yang urus. Lu cuma perlu sebarin recruitmen reseller doang. Terutama bidang kecantikan, nih ada make up sama skincare." Kevin menunjukkan beberapa produk berdus-dus di sana. Mata Nina pun mengikuti arah telunjuk lelaki itu."Tidak ada penawaran. Lu harus lakuin itu, besok lusa gua cek progress kalian." Kevin menekan perintahnya tanpa menunggu jawaban dari Nina. Wajah Levi yang sebelumnya gelap, kini berubah cerah karena mendapat bimbi
Dea yang sudah hafal dengan suara itu segera menoleh. Jantungnya sempat terperanjat karena tak menyangka ada orang yang melihat interaksinya bersama Andre. Namun ia sangat bersyukur itu adalah suaminya bukan orang lain. Seandainya guru, staff, atau murid sekolah ini bisa saja ada desas-desus menyebalkan yang tersebar. Ditambah kepala sekolahnya kali ini bertindak berlebihan kepadanya. Cengkeraman tangan yang mendadak membuat tubuhnya membeku. Ia tak menyangkal sedang merasa resah berada di ruangan yang sama dengan lelaki itu ditambah hanya berdua."Mas..." ucap Dea yang lega karena itu Kevin. Ia segera menarik tangannya dari cengkeraman Andre tetapi tak terlepas. Kepala sekolah tersebut menatap ia dengan sendu. Matanya tampak sedikit berlinang saat melihat ke arahnya."Maaf Pak. Saya izin pulang dulu karena suami saya sudah menjemput," akhir Dea. Namun Andre tak kunjung melepas tangannya. Justru cengkeraman tersebut semakin kuat hingga membuat alis wanita itu mengerut. "Pak. Tangan sa
Kevin dan Dea duduk berhadapan. Makanan yang mereka pesan sudah tersaji sangat cantik di atas meja. Sedari tadi Kevin sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Dea menunggu suaminya mengatakan sesuatu penting. Entah apa itu, tetapi kesabaran Dea sudah habis dan dia langsung bertanya, "ada apa Mas? Kenapa kamu jadi cuekin aku." Alis wanita itu mengerut dan bibirnya sedikit maju karena memendam kekesalan. "Sebentar Sayang. Aku masih balas chatnya Levi." Jari tangan lelaki itu bergerak sangat gesit menyentuh layar ponsel dalam genggamannya. Wajah yang serius terjerumus pikiran yang dalam ketika menyalin satu persatu kata dari otaknya. "Huft," hela wanita itu. Kevin bahkan tidak menatapnya ketika menjawab. Kali ini Dea benar-benar diacuhkan. Akhirnya ia memilih menyantap makanannya terlebih dahulu. Meskipun dengan dentingan sendok yang cukup keras karena kekesalannya pada Kevin tetapi itu tak mengganggu pelanggan lain. Suasana di rumah makan kali ini sangat ramai, hiruk pikuk manusia memenuhi u
Mengingat kejadian kemarin sore, hari ini Kevin memutuskan untuk menunggu istrinya latihan paduan suara. Ia tak ingin memberikan peluang pada orang lain mendekati istrinya. Jika lengah sedikit saja, Andre dan Dea akan semakin dekat. Ditambah lelaki yang sempat menjadi calon suami istrinya tersebut masih gencar mendekati. Meskipun Dea tak menggubris, tetapi hati Kevin dalam mode waspada. Rumah tangganya yang retak membuatnya sensitif. Dia tak ingin menambah masalah, sekarang prioritasnya adalah membuat Dea menetap dengan dirinya.[Sayang. Mas sekarang di lobi sekolahmu.] tulis lelaki itu. Tak berselang lama Dea sudah membalas pesannya.[Latihanku masih 30 menit lagi Mas. Ga masalah kan?][Iya Sayang. Mas tunggu di sini sambil main game.][Oke Mas. Sebentar ya.]Kevin tak membalas pesan tersebut. Ia memilih login salah satu game kesukaannya. Hari yang semakin sore membuat bangunan ini sepi. Sebelumnya ada beberapa murid yang lewat, tapi semakin bertambahnya waktu tak seorang pun lewat d
Maya melirik suaminya sebentar. Kemudian ia memegang erat kedua pundak putrinya seraya berkata, "Tidak Sayang. Mama tidak akan memajukan jadwal kepulangan kita. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Kita sedang di rumah Allah Icha, jadi panjatkan semua doamu." Wanita paruh baya tersebut mengatakannya dengan tegas."Icha sudah berdoa Ma. Sekarang aku ingin pulang dan ketemu Mas Kelvin," rengek Icha dengan mata memerah dan berlinang. "Kita pulang setelah kamu tenang. Tenangkan diri kamu." Maya bersikukuh dengan opininya. Seno yang ada di antara mereka pun menganggukkan kepala. "Mamamu benar Sayang. Tenangkan diri kamu terlebih dulu, baru kita pulang. Papa yakin kepulangan kita akan disambut kabar baik. Percayalah dengan ucapan Papa. Tugasmu hanya berdoa sekhusyuk mungkin di sini. Papa sudah melakukan usaha semaksimal mungkin agar Kevin kembali ke pelukanmu. Sekarang tinggal menunggu hasilnya melalui doa mu. Berdoalah sebaik mungkin Sayang. Semua yang Papa dan Mama lakukan hanya untuk kamu
Kevin menyadari perubahan hati istrinya. Dea meliriknya tajam tanpa mengatakan sepatah katapun. Itu membuat buku kuduk lelaki itu berdiri. Untuk menimalisir kegugupannya serta menarik perhatian semua orang, Kevin pun berdeham keras. Sesuai rencananya, perhatian semua karyawan kembali ke arahnya."Meskpin owner kalian bukan saya. Saya harap kalian tetap mematuhi aturan yang sudah dibuat. Detik ini juga, manajemen cafe akan diatur oleh istri saya - Dea. Saya harap tidak ada diskriminasi antara owner lama dan owner baru. Masalah kemarin sudah saya selesaikan kemarin lusa. Jadi saya tidak memiliki tanggungan apapun. Apa kalian sudah menerima kompensasi yang saya berikan?" tanya Kevin pada semua karyawannya."Sudah Pak.""Baik. Kalau begitu kembali ke posisi kalian masing-masing. Terimakasih sudah meluangkan waktu."Satu persatu karyawan kembali ke jobdesk mereka. Kini tinggal Kevin dan Dea."Ayo masuk ke ruang staff." Kevin menggandeng istrinya masuk ke ruang yang biasa ia gunakan untuk b