Dea sangat kikuk ketika sampai di sekolahan. Ditambah ketika memasuki lobi ia bertemu dengan Andre."Selamat pagi Pak Andre," sapanya dengan senyum kaku. Rita yang menggandeng tangannya dengan erat langsung terlepas begitu saja karena ia ingin bersamaan dengan atasan menantunya."Selamat pagi Pak Andre. Perkenalkan saya Rita, mama mertua Dea," sapa Rita penuh antusias. Raut wajah Andre nampak kaku. Matanya melirik Dea sejenak tapi segera ia alihkan menjadi tatapan lembut kepada Rita. "Selamat pagi Bu Rita..." jawab lelaki itu menggantung, ia bingung harus mempertanyakan apa.Namun Rita yang peka langsung mengetahui apa yang diinginkan lelaki itu. "Jadi begini Pak. Semalam menantu saya sakit parah, kami membawanya ke rumah sakit dan dokter berkata Dea harus istirahat penuh. Tapi hari ini dia memaksa untuk tetap masuk, karena cutinya sudah habis. Jadi apa hari ini saya boleh menjaga menantu saya?" jelas Rita panjang lebar sekaligus meminta izin kepada pengampu sekolahan. Andre sedikit
"Argh! Dibahas nanti saja di cafe, sekalian biar ada bukti. Percuma kalau diobrolin sekarang, jatuhnya kek omong kosong," jawab Nino yang langsung meninggalkan Kevin dalam kebingungan."Iya deh," sahut Kevin. "Masih pagi udah marah aja lu. Sabar napa," celetuk Kevin yang langsung dibalas jitakan panas oleh Nino."Sial!" keluh lelaki itu sembari meringis.Hubungan keduanya masih terkesan biasa saja, tapi sejujurnya dalam hati Kevin ada hal yang mengganjal tentang Nino. Apalagi dia mendapat pengakuan jika Nino menyukai Dea dan memintanya untuk menceraikan istri pertamanya itu.'Huft, sekarang aku yang harus sabar menghadapi Nino. Nih anak kek gak punya dosa sedikitpun sama aku. Padahal kemarin-kemarin udah kurang ajar kek bajingan. Sekarang malah kesal begitu,' batin Kevin. Dia hanya bisa pasrah menghadapi semua situasi yang menimpanya. Bagaimana pun ini sudah risiko karena bermain nakal. Permasalahan terasa sangat kompleks karena menimpa berbagai aspek kehidupannya. Hubungan dengan ist
Kevin menatap tumpukan dokumen dengan penuh tanda tanya. Nino yang gemas langsung membuka satu persatu laporan keuangan cafe kepada Kevin."Lu tau semua ini bagian gua kan?" tanya Nino berusaha menggiring temannya. "Ya." Kevin pun paham apa yang dimaksud oleh Nino, karena mereka berkolaborasi untuk mendirikan Cafe ini sehingga Nino mendapatkan beberapa persen dari laba bersih sebagai investor."Lalu ini buku rekening gua. Sejak tiga bulan lalu, gua gak dapet apa-apa."Kevin membaca buku kecil itu dengan seksama. Dahi lelaki itu mengerut menelisit barisan historis transaksi di sana. Nino menunjukkan bagian-bagian yang lebih jelas."Bulan ke empat tanggal 2, uang ditransfer dari rekening cafe. Bulan ini juga. Tapi cafe berhenti transfer di bulan selanjutnya. Kemana bagian gua?" tanya Nino.Kevin terdiam. Dia sendiri bingung karena selama ini tidak mengurusi cafe dan menyerahkan semua kepada Nino."Lah, kenapa tanya gua. Kan lu ngurus cafe ini.""Sialan, sejak kapan gua pegang cafe ini?
"Ayo jelasin," perintah Nino semakin keras. Wanita itu menundukkan kepala dengan tubuh yang gemetar. Nino memelototinya dan hidungnya bernapas seperti banteng karena tak kunjung mendapatkan respon dari pegawai tersebut."Duduk dulu Mbak. setelah itu jelasin baik-baik, " sela Kevin berusaha mencairkan suasana.Mulut pegawai itu mulai bergerak dengan suara yang lirih, "b-begini... S-saya...""Cepet," sahut Nino yang tidak sabar mendengar pengakuannya."Saya hanya membuat laporan dan semua uang di ambil Mbak Icha," ucapnya dengan cepat. Kevin terdiam dan masih menatap karyawannya dengan dingin. Itu semakin membuat lawannya lemas."Saya tidak bisa mencegah Mbak Icha Mas. Bahkan beberapa karyawan harus potong gaji karena tidak cukup."Kali ini mata Kevin melebar, begitu pula Nino."Sampai potong gaji!?" suara Kevin meninggi."Iya Mas. Uang ditinggal Mbak Icha hanya cukup buat bahan baku. Terpaksa saya memotong gaji beberapa karyawan. Mbak Icha sendiri yang bilang seperti itu, ditambah kata
Icha sudah menyambut Kevin di teras rumah. Kevin yang baru sampai segera memarkirkan motor dan membuka helm. Rambutnya yang acak-acaranya ia rapikan sebentar."Mas..." panggil Icha dengan nada yang berliuk manja. Ia segera memeluk suaminya dengan erat. "Akhirnya kita ketemu lagi." Ia memamerkan binaran mata dan sedikit tubuhnya.Kevin menghela napas, kekesalannya sulit dibedakan. Bahkan lelaki itu mendorong istrinya agar menjauh."Eh, wajahmu kenapa?" tanya Icha ketika menyadari lebam di wajah suaminya."Bukan urusanmu," jawab Kevin menelisik penampilan Icha dari atas sampai bawah. Wanita itu tersenyum. lebar saat menyadari suaminya tengah memperhatikan tubuhnya. Ia sengaja berdandan secantik mungkin untuk pertemuan sore ini. Bahkan ia sampai memegang dadanya karena kewalahan mengatur detak jantungnya yang tak karuan.Namun suasana yang hangat segera terpecah saat ia menyadari ada seseorang yang memperhatikan ya dari kejauhan. Dia bahkan menghela napasnya dengan melirik ke orang terse
Karena Icha tak kunjung menjawab, Kevin pun langsung mengambil ponsel wanita itu. Ia menarik jari telunjuk istrinya secara beringas. "Mas!" ronta Icha. Sayangnya dia tak berdaya melawan suaminya yang sedang kesetanan. Hal pertama yang Kevin cari adalah e-money yang ada di ponsel tersebut. Ia mendapati beberapa aplikasi Mobile Banking yang terinstal. Dengan penuh nafsu ia membuka aplikasi tersebut."Berapa?!" bentak Kevin. Sekali lagi dia membuat Icha kelimpungan."150323." Icha menjawabnya dengan tergagap. Kebengisan Kevin membuatnya takut setengah mati. Di dalam aplikasi itu tertera 22 juta rupiah. Tanpa pikir panjang Kevin menguras rekening istri sirinya tanpa sisa. "Sandi!" teriaknya memekik telinga Icha. Wanita itu bahkan sampai menutup kedua telinganya dengan kedua tangan. Namun Kevin segera menarik salah satu tangannya."Berapa sandinya!?" Lelaki itu sudah tidak sabar menghadapi keleletan Icha."Tidak mau!""JAWAB!""Tidak mau Mas!" bentak Icha yang langsung menjauhkan diri dar
Kevin menatap nasibnya selama perjalanan menuju rumah. Rekeningnya sudah kosong, darimana dia mendapatkan uang puluhan juta dalam waktu 2 jam? Tangannya seakan lemas ketika menarik stang motor. Dia bahkan berkali-kali mendapat belum dari pemotor lain karena jalannya lelet."Huft..." helanya ketika sampai di rumah. Mobil orangtuanya terparkir rapi di halaman. Ia segera memasukkan motor ke garasi dan mendekati kericuhan di dalam rumah.Nampak Dea sedang menyandarkan kepala di pundak mamanya. Rita memeluk tubuh menantunya penuh sayang. Dan Gito duduk di samping Rita menonton film di televisi."Assalamualaikum, " salam Kevin. "Waalaikumsalam, " jawab ketiga orang tersebut."Cepat mandi baumu sampek sini, jorok. Makan malammu ada di meja makan, cari aja sendiri, " perintah Rita dengan salah satu tangan menutup hidung."Iya Ma." Kevin menatap istrinya yang masih bersandar pada mamanya. Mereka saling menatap tetapi tak ada suara keluar dari mulut keduanya. Perlahan Kevin meninggalkan ruang
Kevin langsung menggelengkan kepala sembari tersenyum. "Tidak. Ayo masuk," ucap lelaki itu yang langsung menggandeng istrinya. Dea nurut dan mengikuti Kevin. Mereka menuju makan. "Temani Mas ya," pinta Kevin dengan mendudukkan istrinya perlahan."Biar aku siapkan Mas." Wanita itu mengambil piring dan sendok. Kevin memperhatikan gerakan gesit istrinya dalam diam. Rasanya sangat senang karena ia mendapat perlakuan manis dari Dea."Adik nggak makan lagi?" "Tidak. Adik masih kenyang.""Udah minum obat?" Dea menganggukkan kepala dan menjawab, "udah."Senyum tipis hadir di wajah lelaki itu. "Tadi di sekolahan gimana?""Biasa aja.""Mama nggak ngerepotin?""Tidak. Justru makin seru karena ada Mama. Banyak rekan kerjaku yang suka sama Mama." Nampak ekspresi antusias tercetak di wajah istrinya. Kevin sangat lega mendengar jawaban tersebut."Oh... syukurlah kalau begitu.""Segini cukup?" tanya Dea sembari menyodorkan piring ke suaminya."Cukup.""Selamat makan Mas.""Selamat makan," sahutan