Share

Under the Moon

Penulis: SURIYANA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Siapa?”

Dina tidak mengenali suara itu. Tapi yang jelas, dia ketahuan. Dari balik selimut, matanya melirik ke kiri dan kanan. Dia memperkirakan apa yang terjadi jika dia bertindak nekat. Sedikit lagi. Hanya tinggal dua langkah dia sampai ke teras yang pintunya sudah terbuka. Dina mengambil ancang-ancang untuk berlari.

Sekonyong-konyong   teriakan, “Berhenti!” memenuhi udara dan selimut yang menutupi Dina terlepas. “Nyi Roro Kidul?” sambung pemilik suara misterius itu.

“Bukan,” bisik Dina ketakutan.

Tidak berapa lama kemudian, lampu menyala. Sekarang, Dina dapat mengetahui siapa yang menggagalkan rencananya. Leonardo.

“Ah, asisten yang….”

Gadis itu agak kesal. Mentang-mentang orang kaya, mereka tidak merasa perlu mengenal pekerja yang status sosialnya di bawah mereka. Sekalian saja perlakukan mereka seperti narapidana yang hanya dipanggil berupa angka saja.

Leonardo menghentikan kata-katanya. Laki-laki itu pelan-pelan mendekati Dina. “Saya Leo. Kamu?” sapa laki-laki itu sambil mengulurkan tangan. “Tadi pas dinner kita belum kenalan.”

Wajah Dina memerah. Dia malu karena sudah salah sangka. Leonardo benar. Sepanjang makan malam tadi, dia tidak pernah mengucapkan kalimat apapun. Akhirnya dia bisa mengenalkan diri, “Dina,” katanya.

“Nggak bisa tidur?” tanya laki-laki itu.

Dina menoleh ke arah teras dan Leo secara bergantian. Bahunya melorot dan kepalanya tertunduk. Bukan hanya usahanya kabur dari tempat ini gagal, melainkan dia pasti harus menghadapi hukuman karena itu. Seketika dia teringat ayahnya. Dina menggeleng-gelengkan kepala. Tidak, jangan sampai ayahnya harus dipukuli karena ini.

“Saya mengerti. Tidur pertama kali di tempat baru, pasti sulit.”

Itu bisa jadi alasan yang bagus, pikir Dina. “Iya, aku pikir cari angin dulu biar bisa tidur.”

“Kamu tahu apa yang lebih manjur? Susu panas.”

***

Tadi sore sewaktu dituntun berkeliling oleh Mbok Surti, Dina hanya melihat dapur dari pintu masuknya saja. Namun, begitu saat ini dia menjelajahi isinya, Dina terpukau dengan segala perabotan yang ada di sana. Kompor gas yang memiliki empat pemanas. Oven bertingkat tiga yang modern. Belum lagi sushi maker, mesin pembuat es krim, dan juga popcorn. Desainnya yang didominasi warna hitam semakin menambah kesan kekinian tapi elegan. Dina menelusuri countertop yang terbuat dari marble dengan ujung jari tangannya. Dia sudah membayangkan mengiris bumbu untuk memasak kari.

Tiba-tiba, perhatian Dina tertumbuk pada kemasan mi instan yang sudah terbuka bungkusnya.

“Saya masih lapar. Kurang berselera sama sup krim tadi.”

“Aku masakin,” kata Dina cepat. Dia tidak mau melewatkan kesempatan menggunakan dapur itu.

Tanpa menunggu persetujuan tuan rumah, dia membuka lemari es dan lagi-lagi tercengang. Untuk ukuran keluarga yang tidak pernah memasak, isi kulkas itu penuh dengan berbagai bahan makanan. Dina mengambil telur, sayur-mayur yang jenisnya beraneka ragam, dan jeruk. Langsung saja dia mencuci tangan dan meracik bahan-bahan yang dia kumpulkan itu.

Dina menyalakan dua kompor sekaligus dan meletakkan tiga panci di atasnya. Pada panci pertama dia menumis sayur-mayur sedangkan di sebelahnya dia menuang susu. Ketika sayuran yang dia masak layu, dia mendidihkan air.

Dia menunggui susu sampai berbuih kecil-kecil, lalu dia masukkan serbuk kayu manis dan sejumput garam. Dia aduk-aduk lalu mematikan kompor.

Tepat pada saat itu, panci yang satu lagi sedang berdesis. Dia memasukkan telur dan mengatur agar jangan sampai bentuk telurnya berantakan. Kemudian, dia memindahkan telur dimasak ala poach egg dengan memodifikasinya sedikit itu ke wadah, dan memasukkan mi instan serta paket bumbunya ke dalam panci yang masih mengepul. Tidak menunggu waktu lama, dia juga mematikan kompor dan membiarkan sisa uap panas membangkitkan aroma kelezatan mi.

“Wanginya enak banget.”

Dina memindahkan susu ke dalam dua mug besar dan menyorongkan salah satunya kepada Leo. “Silakan, Tuan.”

“Tuan, tuan. Tuan Crap?”

Ini seperti candaan Leo dengan Mbok Surti kemarin. Bedanya, alih-alih menyamakan dengan pemilik Krusty Krabs, sekarang lebih mirip dengan kata sampah dalam Bahasa Inggris. Dina menahan senyumnya. Sandingan kata Tuan dan Crap lebih cocok menggambarkan Bastian.

“Maaf Mas Leo,” katanya mengingat bagaimana Mbok Surti memanggil laki-laki itu.

“Mungkin Bastian menyuruhmu memanggilnya Tuan. Tapi, saya nggak setuju. Kita sudah bukan di zaman kolonial lagi.” Ada jeda sejenak sebelum laki-laki itu melanjutkan, “Maklumi saja, sampai dia lulus SMA, hidupnya dihabiskan di asrama di Inggris sana. Dia nggak bisa tenang sebelum orang-orang mengelu-elukannya.”

Dina manggut-manggut seraya mengatur mi instan agar lebih bagus penyajiannya. Dia menambahkan timun dan tomat sebagai penghias.

“Wah, ini sih jauh lebih menarik dari foto mi di bungkusnya.”

Dina tersenyum senang.

“Bawa ke sini, Din. Ikuti saya!” Leonardo mengangkat mug-nya dan beranjak dari dapur.

Dina buru-buru mencari nampan dan mengikuti langkah majikannya itu.

***

Dari dapur modern rumah itu, ada pintu dorong yang mengarah ke dapur kotor. Tipikal rumah orang-orang kaya di Indonesia. Dapur bersih adalah tempat untuk pencitraan dengan masakan-masakan yang bebas dari asap dan kuatnya wangi rempah. Akan tetapi, di dapur kotorlah proses mengkreasikan kelezatan makanan Indonesia terjadi. Tungku dengan kayu bakar atau arang untuk memasak rendang atau membuat bakso dengan meremas-remasnya dengan tangan. Justru di sinilah semua keajaiban itu tercipta.

“Hei, ke sini!”

Dina batal berlama-lama di dapur kotor karena Leonardo sedang menahan daun pintu untuknya. Dia mematuhi dan mengikuti pria itu. Lalu, Dina terkagum-kagum untuk ke sekian kalinya.

Pintu itu menghubungkannya dengan halaman belakang yang juga tersambung dengan bagian kolam renang. Dan di halaman itu, berbagai jenis tanaman bumbu dapur, dari cabai, jeruk nipis, daun bawang, tomat, dan pandan. Jika tidak dalam keadaan sebagai tawanan, Dina pasti akan senang luar biasa tinggal di rumah ini.

Dina menduga kalau pondok di sebelah kanan bangunan adalah tujuan mereka. Pasalnya, Leo sudah berjalan terlebih dahulu ke sana dan langsung meletakkan mug susunya di meja. Setelah itu, laki-laki itu mengambil nampan dari tangan Dina. Gadis itu tersenyum tipis dengan kepedulian sang pemilik rumah. Bahkan, ketika Dina kesulitan menaiki tangga dengan bawahan kainnya, Leo mengulurkan tangannya. Ditemani oleh sinar bulan yang temaram, entah kenapa sekelebat Dina terpikir kalau malam itu terasa romantis.

Dina menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak, tidak, dia tidak boleh terbuai dengan itu semua. Dia harus fokus pada tujuannya untuk lari dari tempat ini. Dia juga harus memastikan ayahnya baik-baik saja. Dia harus melunasi utang ayahnya. Oh, Tuhan. Lima ratus juta!

Mendadak, suara batuk-batuk tertangkap di telinganya. Dina menoleh ke arah sumber suara. Leonardo dengan muka serupa kepiting rebus memegangi lehernya sendiri. Dia tidak dapat menebak apa penyebabnya. Namun, semakin lama, batuk-batuk itu semakin mengecil dan Leo kesusahan bernapas. Dina harus melakukan sesuatu. Sekarang juga!

***

Bab terkait

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Unnecessary Mistakes

    Dengan segera, Dina menumbuk punggung Leonardo berharap apapun yang menghalangi jalan napas laki-laki itu segera dimuntahkan. Tidak ada hasil yang signifikan. Dina semakin khawatir. Sekilas keragu-raguan merongrong hatinya. Jika dia salah langkah, dia akan menjadi penyebab laki-laki itu menderita. Tapi, bayangan betapa bahaya kondisi Leonardo saat itu membuatnya mengambil sikap.Dina memeluk laki-laki itu dari belakang. Lengannya kemudian menjerat badan Leonardo dengan erat. Sesak napas pria itu semakin menggema. Dina mencoba sekali lagi dengan mengerahkan tenaganya lebih kuat lagi. Sebongkah timun pun mencelat dari mulut Leonardo. Pria itu terbatuk sekali dan setelahnya dapat bernapas dengan normal. Untunglah, syukur itu hanya dapat diucapkan Dina dalam hati.“Terima kasih.”Ucapan penghargaan dari Leonardo itu itu tidak pantas dia terima. Dina seharusnya merasa bersalah karena dialah penyebab laki-laki itu tersedak. Dan hampir mati, Dina tersentak

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Know Your Place

    Tidak dapat dibayangkan oleh Dina kalau kejadian ini sampai ke telinga Bastian. Lebam di wajahnya memang sudah tidak dapat diidentifikasi, tapi perihnya masih dapat Dina rasakan.“Maaf?” Terus-terang, Dina tidak tahu apa akar masalahnya. Tapi, dia tetap harus memohon demi menghindari kemarahan Bastian. “Maaf,” katanya lagi dengan mantap.“Selama kerja, kamu harus pakai seragam, Nduk.” Mbok Surti yang akhirnya memberi tahu.“Nggak bisa kayak gini. Aku nggak bisa direcokin sama hal yang remeh kayak gini. I can’t stress this enough,” cerocos Wendy. “Bastian harus tanggung jawab kalau ini nggak akan –“Maaf, maaf. Aku belum tahu. Aku ganti.”“Terlambat! Aku udah STREEES!”Langkah Dina mundur satu langkah karena teriakan Wendy tersebut. Kebalikan dengannya, bergegas Mbok Surti menghampiri menantu Keluarga Armadjati itu dan menepuk-nepuk bahunya. Pem

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Cry for Help

    “Maaf, nggak bermaksud bikin kamu kaget.”Dina mendongakkan kepala. Di atas sana, berdiri Leonardo. Dia membuang wajah karena malu berhadap-hadapan dengan laki-laki itu. Tidak dalam keadaan yang super berantakan seperti sekarang ini. Dina memandangi bajunya yang sudah lembab dan sangat tidak nyaman dikenakan. Belum lagi rambutnya yang awut-awutan. Sangat kontras dengan penampilan Leonardo yang rapi dengan setelan jas berwarna abu-abu.“Naik!”Alih-alih mematuhi permintaan pria itu, Dina memungut tangkai pel dan melanjutkan mendorong alat itu untuk menyikat lantai kolam renang.“Hei, naiklah. Aku bawakan makanan.”Seakan-akan tidak dapat diajak berkompromi, perutnya bernyanyi. Dina menyerah akan kekeraskepalaannya dan meletakkan sikat pembersih sembarangan. Dia berjalan miring ke arah tangga kolam demi menghindari bertatapan dengan Leonardo. Langkahnya kalah cepat karena pria itu sudah mengulurkan tangannya.

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   No Way Out

    Dina memutar pegangan pintu dan tidak juga terbuka. Tidak ada rencengan kunci yang menempel di pintu seperti yang dia lihat pada malam sebelumnya. Tidak, keluhnya dalam hati. Hanya ini pintu keluar yang dia hapal tanpa perlu ketahuan Mbok Surti. Dia menyentuhkan jari ke material kaca yang mendominasi pintu. Dia menggeleng-gelengkan kepala. Terlalu riskan jikalau dia sampai memecahkan kaca.Pikirannya berkelana memikirkan segala kemungkinan sampai membentur satu ide. Cepat-cepat dia berjalan menuju dapur. Dari sana dia bisa melewati pintu yang menuju kebun. Pintu bergeming saja sewaktu Dina mendorongnya. Hatinya kembali diliputi kekecewaan sehingga dia berteriak sambil mengatupkan mulut dengan bongkahan punggung tangannya.Tiba-tiba, cahaya menerangi ruangan itu yang membuat tubuh Dina sedikit terlonjak.“Nduk, ngapain?”Dina menghampiri konter dapur dan mengambil gelas. “Haus,” kilahnya.“Lho, di kamar ada air, kok?&rd

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Master Has Spoken

    Di dapur, Dina menahan air matanya sewaktu mencuci piring bekas wadah Beef Stroganoff yang dicampakkan oleh Wendy.“Nona Wendy tidak tahan asin, Nduk.”“Dia kan bisa bilang. Lagian ini juga nggak keasinan.” Dina mencuci tangannya, mengambil sendok, dan menyuapkan sebagian sisa Beef Stroganoff ke mulut Mbok Surti.Mata pelayan itu merem melek, “Enak, Nduk.”“Ya pasti enak,” gerutunya masih tidak menerima perlakuan Wendy yang semena-mena membuang makanan buatan Dina.Mbok Surti mengambil Getuk Lindri matang yang tadi didinginkan di dalam kulkas lalu mulai menyusunnya. Dina memperhatikan wadah kotak plastik yang disiapkan pembantu itu. Dia menggantinya dengan kotak besek bambu tradisional dengan mengalasinya pakai daun pisang.“Wah, bagus Nduk.”Dina menaburkan serutan kelapa di atasnya. Memang, gadis itu puas dengan penampakan kue tradisional tersebut.Tepat pada saat it

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   In the Dream House

    Seperti pemakaman lainnya, peristirahatan terakhir yang dikunjungi oleh Leonardo saat itu pun memiliki suasana adem dan aura tenang yang luar biasa. Pria itu mendatangi salah satu kuburan. Pada penanda di makamnya, tertulis nama Delilah Baskoro, ibunya yang telah meninggal delapan belas tahun yang lalu. Hari ini bertepatan dengan peringatan kepergian ibunya itu.Leonardo meletakkan bunga di atas kuburan. Setelahnya, dia bersila di atas tanah sambil membuka kotak bekal yang berisi Getuk Lindri.“Mama, Leo kangen,” lirihnya seraya memandangi nama ibunya yang tertulis di makam.***Mansion Keluarga Armadjati sudah besar dan megah ketika Leo dilahirkan. Tidak seperti sekarang yang bernuansa kelam, dahulu rumah itu penuh dengan warna dan keceriaan. Pagi di istana itu selalu diawali dengan musik riang gembira. Mama Leo, Delilah akan berkeliling dan menyapa semuanya, termasuk para pekerja. Jadi, tidaklah mengherankan apabila nyonya rumah itu dihormat

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Protecting The Firstborn

    Mendadak, pintu kamar utama itu terbuka. Seorang wanita berkulit seputih pualam keluar sambil tertawa-tawa. Mata mereka bertatap-tatapan dan tawa itu terhenti. Di belakang, ada Bapak Hidayat yang menyamakan langkah dengan wanita tersebut.Diawali dengan dehaman, Pak Hidayat menjelaskan, “Ini Mbok Surti, yang mengurus rumah ini.”Wanita berkulit cerah itu memandangnya dari ujung rambut ke ujung kaki. Takut-takut Mbok Surti balas menatap, namun hanya berani sebentar saja. Meskipun demikian, dia dapat menilai kalau wanita itu cantik sekali. Rambutnya cokelat panjang diikat ekor kuda, Matanya teduh dengan kelopak yang dalam. Bibirnya penuh dipoles gincu merah. Pipi yang mulus seolah-olah tidak berpori-pori. Tubuhnya langsing dengan lekuk-lekuk di tempat yang tepat yang dibungkus dengan baju ketat berwarna merah.“She’s a maid? Kenapa tidak pakai seragam?”“Yaaah di sini bebas saja, Honey.”Perempuan it

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Risky Business

    Meskipun sudah dilarang, Leonardo tetap menerobos masuk ke ruang kerja Ibu Kepala Panti. Mama ada di sana yang serta-merta melebarkan kedua tangannya. Tapi, bukan kehangatan pelukan ibunya itu yang dia cari, Leo mengalihkan mata kepada laki-laki gagah di hadapan Mama.“Papaaa!” panggilnya seraya menghampiri laki-laki itu. Kemudian dia mengulurkan mangkok yang dipegangnya erat-erat dari tadi. “Getuk Lindri.” Dia ingin Papa mencoba makanan favoritnya tersebut.Leonardo dapat menyaksikan kalau ayahnya menunduk sambil menggerak-gerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Dia menduga Papa sedang meneliti makanan bertabur kelapa parut itu, sama seperti sewaktu Leo pertama kali mencobanya. Namun, bukannya menerima mangkok yang disodorkan oleh Leonardo, ayahnya malah menepuk-nepuk kepala Leo dengan lembut.“Nggak suka?” kata Leo dengan pupil mata yang membesar.Alih-alih menjawab, Papa justru mengatakan, “Kamu di sini dan jaga

Bab terbaru

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Last Hurrah

    Dina tidak lagi takut berhadap-hadapan dengan wanita secantik malaikat itu. Dia sudah mendengar semuanya dari Leonardo. Bagaimana Wendy sebenarnya memiliki cita-cita lain sekadar dari menjadi seorang nyonya rumah. Dia bahkan mengagumi upaya Leo agar istri Bastian itu mendapatkan apa yang diinginkan. Awalnya, dia tidak setuju kalau niat baik itu dibalut dengan perjanjian antara Wendy dan Bastian untuk tetap dalam ikatan pernikahan. Namun, dia bisa bilang apa kalau dua-duanya telah setuju. Seperti Leo, dia hanya berharap di tengah-tengah perjanjian itu, cinta antara Wendy dan Bastian akan kembali bertumbuh.“Hai,” sapa Dina.Wendy mengedikkan bahu. Bahkan cara wanita itu bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliingnya tampak menakjubkan. Elegan dan membuat orang lain berniat untuk memberikan apa saja yang diminta oleh Wendy.“Nona Wendy ikut makan, ya,” ajaknya santai sambil menata piring baru di meja yang kosong.Tidak

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   A Good Life

    Dari kejauhan, Dina sudah melihat bayangan Leonardo. Senyum di wajah laki-laki itu menerbitkan cahaya benderang di kepalanya. Leonardo setengah berlari menghampirinya. Pria itu langsung mengambil alih kursi roda dari pegawai bandara untuk mendorong ayahnya. Cerminan seorang pria yang bertanggung jawab.“Gimana Bali?” tanya laki-laki itu.“Sepi.” Itu karena tidak ada kehadiran Leonardo di sana. Tapi, tentu saja Dina tidak akan mengungkapkan bagian terakhir dari pikirannya itu terang-terangan. Dia masih malu mengakui perasaannya terhadap laki-laki itu. Ditambah, dia juga tidak ingin Leonardo menggodanya terus-terusan.Mereka telah berada di parkiran mobil. Dengan sigap laki-laki itu membantu mendudukkan Ayah di kursi tengah, sedangkan Dina mengatur tas bawaan mereka di bagasi. Ketika Dina menutup pintu bagasi, Leonardo sedang mengembalikan kursi roda kepada petugas bandara.Dina cukup heran karena tidak menemukan satu orang pengawal

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   In Between

    Ditinggal oleh Dina, Leonardo belingsatan. Apa jawaban Dina? Apa dia kelewatan sudah menarik tangan perempuan itu? Apa dia tidak sopan karena terdengar begitu memaksa? Bagaimana kalau Dina menolaknya? Jantungnya berdegup kencang. Biasanya, Leonardo adalah orang yang dapat menerima apa saja: baik ataupun buruk. Tapi kali ini, dia punya asa. Dia ingin harapannya kali ini terkabul. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan kalau usahanya gagal.Leonardo berjalan mondar-mandir dengan sepatu Dina di tangannya. Sekarang apa? Menunggu gadis itu dan menuntut jawaban darinya? Atau, dia bisa pergi dan keinginannya. Tidak, tidak. Leo tidak siap apabila dia gagal mendapatkan bahagia.“Mas Leo.”Leonardo membalikkan badannya. Dan di sana, pada salah satu anak tangga, ada Dina yang memandanginya. Rambut panjang gadis itu ditata kuncir kuda. Mata besarnya berbinar-binar dan senyumnya merekah sampai ke telinga. Seakan-akan waktu bergerak melambat, Leonardo menikmati

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Growing Love Together

    Begitu Leo turun ke lantai bawah, dia tepergok dengan Dina yang sedang mendudukkan ayahnya di kursi di foyer. Di sebelah Ayah, telah tersedia tas dan satu buah koper. Rupanya, gadis itu serius dengan rencana kepindahannya ke Bali. Leo sedikit kesal karena perempuan itu tidak berniat sedikitpun untuk pamit kepadanya.“Uhm, Pak Hidayat ada?” tanya gadis itu.Dengan dagunya, Leonardo memberikan kode kalau ayahnya ada di ruang kerja di lantai atas. Dia menyaksikan Dina yang berjongkok dan pamit kepada Ayah sebelum meneruskan langkah sesuai petunjuk Leo.Leo sudah memerhatikan bahwa sejak bertemu dengan ayahnya kembali, Dina selalu enggan untuk berjauh-jauhan dengan orangtuanya itu. Seolah-olah gadis itu takut akan terjadi apa-apa kepada ayahnya jika dia meleng sebentar saja. Benar-benar sosok yang penyayang.Kata-kata Olivia jadi terngiang-ngiang di telinganya. Satu yang tidak dapat dia enyahkan adalah perihal penyesalan karena kata-kata

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   It's Time to Change

    Sepeninggal Mbok Surti, Bacon mengambil sebuah amplop dari balik jas belakangnya. Pengawal itu memberikannya kepada Pak Hidayat, bos paling tinggi dalam hierarki Grup Armadjati.“Itu dari pantat kamu?” sindir Pak Hidayat. Mana mungkin dia mau memegang sesuatu yang entah sudah berapa lama mengendap di bokong pengawal itu. “Apa itu?” tanyanya seraya menyembunyikan tangan di punggung, pertanda dia tidak mau menyentuh amplop tersebut.Bacon mengeluarkan isinya yang berupa kertas-kertas dokumen, dia menjejerkan semuanya di atas meja kopi. “Identitas pembunuh bayaran Danny.”“Foto dan kirim ke saya,” perintah Pak Hidayat sedikitpun tidak mau memegang dokumen.Bacon melakukan apa yang dia perintahkan. Sebaik foto-foto itu masuk ke folder pesan di telepon genggamnya, Pak Hidayat mengamati dokumen tersebut. Sayangnya, tidak banyak yang dapat dia telaah dari laporan Bacon tersebut. Pasalnya, ada beberapa kartu tanda p

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   One More Thing

    Pak Hidayat mencoret satu baris dari daftar kegiatan yang harus dia lakukan hari ini. Tahu-tahu, teleponnya mengalunkan notifikasi tanda pesan masuk. Dia membacanya sekilas. Dari sekretarisnya yang menanyakan apakah dia akan datang ke kantor hari ini.Jawabannya adalah tidak, pikir laki-laki itu seraya membalas pesan. Beberapa hari terakhir, dia harus membereskan kekacauan yang terjadi di rumahnya. Pak Hidayat mengecek email. Dia menunggu kabar penting seputar keberadaan istrinya dan Danny. Geram hatinya kalau mengingat-ingat dua makhluk tak berguna itu.Notifikasi pesan terdengar lagi. Every ship needs a captain.Pak Hidayat mengembuskan napas panjang. Dia juga tahu maksud tersembunyi dari pesan yang dikirimkan oleh sekretarisnya itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Keluarganya lebih membutuhkan perhatiannya saat ini. Pak Hidayat tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti yang sudah-sudah dengan mengabaikan mereka. Terlebih sewaktu anak-anaknya telah b

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Follow Your Heart

    Olivia mencari-cari Mbok Surti ke seluruh penjuru rumah. Beginilah susahnya memiliki tempat tinggal yang memiliki banyak ruangan. Ditambah, asisten senior Keluarga Armadjati itu tidak dibekali dengan lonceng atau telepon genggam yang membuatnya dapat dihubungi kapan saja.Gadis Kaukasia itu akhirnya menemukan Mbok Surti sedang membereskan debu-debu di atas lemari dan rak Olivia.“Mbok Surti, biarkan saja. Bukannya ada cleaning service yang datang setiap hari?”“Tapi Mbak Olivia bangunnya siang terus. Jadi mereka keburu pulang.”Olivia terkekeh ringan. Ya, tidak salah apa yang dikatakan oleh pesuruh itu. Beginilah nikmatnya menjadi seorang influencer. Bekerja sesuai waktu yang dia tentukan sendiri. Tidak ada kewajiban harus hadir di kantor sebelum jam tertentu.“Papi manggil Mbok. Di ruang kerjanya.”Mbok Surti buru-buru meletakkan kemoceng yang dipegangnya. Wanita tua itu mengelap tangann

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Last Day

    “Ini maksudnya apa, ya?” tanya Leo mengandalkan jawaban dari adik tirinya.“The restaurant that I’ve told you about.”“Tapi Bali?”“Becky yang mengusulkan. Bagus juga, sih. Secara marketing, lebih gampang memasarkannya. Bisa dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan di Jakarta.”Keputusan itu begitu tiba-tiba. Apa yang ada dalam pikiran Dina? Bukankah dia telah menjanjikan kalau utang perempuan itu lunas seluruhnya? Tidak ada lagi yang membebani gadis itu. Dia bebas dari kewajiban membayar utang. Bebas. Leonardo terhenyak. Itu kata kuncinya. Leo tidak berhak marah kalau gadis itu memang mau pergi. Dina adalah perempuan mandiri yang tidak terikat dengan siapapun, termasuk dirinya.“Oh, begitu.” Leonardo memandangi makanan-makanan yang tersaji di hadapannya. Tiga menu terakhir dari enam belas yang menjadi tugas Leo. Awalnya, dia menciptakan tugas itu agar Dina tid

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   All Recipes: Completed

    Dina mondar-mandir di depan kamar Leonardo. Dia ingin memeriksa ayahnya yang dari tadi pagi belum muncul untuk sarapan. Dina tahu semestinya dia mengetuk pintu dan Leo pasti akan mengizinkannya menjemput Ayah. Tapi, hari itu langkahnya berat. Dia tahu penyebabnya adalah karena setelah hari ini, Dina tidak bisa bertemu dengan laki-laki itu sebebas yang sekarang. Hatinya seperti ditimpa baja seberat seribu ton kalau mengingat-ingat hal itu.Dina masih berkutat dengan pikirannya sendiri sewaktu pintu di hadapannya mendadak terbuka.“Dina?”Dina salah tingkah. “Eh… itu… hmm… Ayah dari tadi belum turun,” katanya.Pagi itu, Leonardo terlihat segar seperti baru habis mandi. Ada aroma sabun yang khas yang dia yakin berasal dari sabun yang mahal harganya. Rambut laki-laki itu masih basah dan bagian depan rambutnya ada yang menjuntai di dahi. Leonardo tampak relaks, berbeda dari biasanya.“Ayah lagi di kamar

DMCA.com Protection Status