Share

No Way Out

Author: SURIYANA
last update Last Updated: 2021-05-14 17:30:06

Dina memutar pegangan pintu dan tidak juga terbuka. Tidak ada rencengan kunci yang menempel di pintu seperti yang dia lihat pada malam sebelumnya. Tidak, keluhnya dalam hati. Hanya ini pintu keluar yang dia hapal tanpa perlu ketahuan Mbok Surti. Dia menyentuhkan jari ke material kaca yang mendominasi pintu. Dia menggeleng-gelengkan kepala. Terlalu riskan jikalau dia sampai memecahkan kaca.

Pikirannya berkelana memikirkan segala kemungkinan sampai membentur satu ide. Cepat-cepat dia berjalan menuju dapur. Dari sana dia bisa melewati pintu yang menuju kebun. Pintu bergeming saja sewaktu Dina mendorongnya. Hatinya kembali diliputi kekecewaan sehingga dia berteriak sambil mengatupkan mulut dengan bongkahan punggung tangannya.

Tiba-tiba, cahaya menerangi ruangan itu yang membuat tubuh Dina sedikit terlonjak.

“Nduk, ngapain?”

Dina menghampiri konter dapur dan mengambil gelas. “Haus,” kilahnya.

“Lho, di kamar ada air, kok?”

Tangan kanannya gemetaran sehingga dia memindahkan gelas ke satu tangan yang lain. Dia mengepalkan tangan lalu mencoba sesantai mungkin menuangkan air dari dispenser. “Kepengen yang dingin.”

“Oalah, Nduk, Nduk. Pantas Non Wendy marah sama kamu.”

Dia tidak melihat korelasi antara ingin meminum air es dengan keharusan memakai seragam selain karena kepribadian menantu Keluarga Armadjati yang super arogan. Tapi tidak apa-apalah, batinnya. Tidak perlu dia bantah kalau itu bisa menepis kecurigaan Mbok Surti. Hal terakhir yang dia inginkan adalah pembantu senior itu mengadukannya. Dina pun meminum air sampai tandas.

“Mbok kebangun juga?” tanya Dina sembari melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah empat pagi.

“Harus masak.”

“Bukannya ada chef….”

“Ini spesial, untuk Mas Leo. Kamu bantu Mbok, ya?”

Berkesempatan menggunakan dapur idamannya? Tentu saja Dina mau. Dia menyingkirkan selimut dari kepalanya dan menarik dua apron dari salah satu laci konter dapur. Tidak dipedulikannya pandangan Mbok Surti yang seolah-olah bertanya mengapa dia mengetahui letaknya dengan jelas.

Dina menyunggingkan senyum dan memakaikan salah satu celemek. “Kita masak apa, Mbok?”

“Getuk Lindri.” Untunglah, Mbok Surti dapat dialihkan dan dengan segera memerintahkannya, “Kamu cuci bersih singkongnya ya?” sambil mengeluarkan sebaskom singkong yang sudah dikupas dari rak paling bawah.

Dina melakukan titah. “Mas Leo suka?” tanyanya seraya menyalakan keran.

Mbok Surti mengangguk. “Waktu Mas Leo kecil, Mamanya sering masak Getuk Lindri.”

“Nggak nyangka Ibu Yasmine bisa masak kue Indonesia. Bule kan dia ya?”

Mbok Surti diam sejenak dan melirik tajam ke arahnya. Tapi lambat-laun pandangan itu melembut dan wanita separuh baya aitu menjawab, “Wong Londo. Tapi, beliau bukan ibu kandung Mas Leo.”

Dina berhenti menggosok-gosok singkong. Informasi itu sungguh di luar dugaannya. Dia membandingkan wajah Leonardo dan Bastian dan mengakui kalau keduanya tidak mirip. Gadis itu bergidik jijik sewaktu imaji Bastian menetap di kepalanya. Dia mengenyahkannya dengan mencuci singkong di bawah air keran yang mengalir.

“Setiap tahun Mas Leo selalu mengunjungi makam ibunya dan makan getuk di sana,” bisik Mbok Surti.

Mungkin menurut Mbok Surti perilaku itu aneh. Tapi tidak demikian halnya bagi Dina. Gadis itu justru menganggap apa yang dilakukan oleh Leonardo itu adalah sesuatu yang manis.

Dina sudah meletakkan singkong bersih ke dalam panci berisi air ketika dia memberanikan diri bertanya, “Apa yang terjadi dengan beliau?”

“Sakit. Jantung.” Sekonyong-konyong, Mbok Surti mendekatkan diri ke arahnya dan membisikkan, “Kalau kata Mbok sih stres karena suaminya.”

Dina menyalakan kompor untuk merebus singkong, lalu mendekati Mbok Surti, “Kok bisa?” Sebenarnya, gadis itu bukan orang yang terbiasa menggosipkan orang lain. Tapi mumpung Mbok Surti bersikap terbuka, Dina memutuskan untuk melayaninya. Dalam situasinya sekarang, lebih baik menjaring banyak kawan ketimbang menimba musuh.

“Ibu Yasmine itu kan…” Mbok Surti melihat ke kiri dan kanan sebelum melanjutkan, “orang ketiga di pernikahan Bapak sebelumnya.”

“Oh, ya?”

“Iya. Bapak sama Ibu Yasmine ketemu di luar negeri.”

“Lho, Mas Leo sama ibunya?”

“Mas Leo memang lahir di rumah ini. Tapi waktu Ibu Delilah sakit, keduanya balik ke rumah Ibu. Mas Leo masih lima tahun waktu itu.”

“Kenapa begitu?”

“Biar ada yang rawat. Bapak kan lagi sibuk-sibuknya berbisnis di luar negeri. Pas Ibu Delilah meninggal, Mas Leo kembali ke sini, dia baru lulus SD. Tapi Bapak juga membawa Ibu Yasmine, Olivia, dan Bastian yang masih tiga tahun.”

Dina menunggu cerita sambil mengangkat singkong rebus dan menirisnya. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Mbok Surti sehingga dia menoleh.

“Mbok dengar langkah kaki,” jelas Mbok Surti dengan volume rendah.

Dina ikut menajamkan telinga tapi tidak mendengar apa-apa sehingga dia meneruskan menumbuk singkong agar halus.

I thought I hear voices.”

Deg! Dari suaranya saja, Dina sudah mengenali suara itu. Wendy. Dia menyibukkan diri agar tidak perlu mengangkat wajahnya.

“Masak Getuk, Nona Wendy. Buat dibawa Mas Leo.”

Walaupun tidak terang-terangan menatap satu sama lain, Dina dapat merasakan Wendy meneliti sekujur tubuhnya. “I thought you are my maid,” kata Wendy.

“Maaf, Nona. Mbok yang minta tolong dibantu.”

Wendy mengalihkan pandangan ke selimut putih yang tergeletak di atas kursi bar.

Dina membersihkan kerongkongannya lalu berujar, “Agak dingin, ya.” Dengan tangan gemetaran dia melumat terus singkong sehalus mungkin. Dalam hati dia berdoa agar keberadaan selimut di dapur tidak menjadi pertanyaan besar bagi majikannya itu.

“Masih lama?” tanya Wendy kepada Mbok Surti. Tanpa menunggu jawaban dari pembantu senior rumah itu, Wendy menengok Dina, “Rupanya kamu bisa masak dan punya banyak energi. Prepare my breakfast!” perintah istri Bastian itu.

“Iya, iya. Nona mau apa?”

Beef Stroganoff, with pasta.”

Dengan demikian, Wendy meninggalkan mereka dengan jalan khasnya yang terlihat sombong dengan mendongakkan dagu.

“Biar Mbok yang selesaikan. Kamu bikin yang diminta Non Wendy saja. Apa tadi? Pif sragen?”

Beef Stroganoff.”

“Bisa, Nduk?”

Tentu saja sebagai lulusan yang bergerak di bidang kuliner perhotelan, dia hapal cara memasak menu itu. Tapi, Dina hanya mengedikkan bahu sebagai respons.

“Ah, mana mungkin kamu tahu. Apa kita perlu telepon Chef?” Mbok Surti mengecek jam dinding. “Mana mungkin diangkat sepagi ini.”

“Tenang, Mbok,” ujar Dina akhirnya karena tidak betah menyaksikan perempuan paruh baya itu bergerak ke sana ke mari seperti cacing kepanasan. Dina menyiapkan kukusan. Lalu, tangannya tidak berhenti menguleni adonan singkong untuk Getuk Lindri yang sudah dibubuhi garam dan gula. Kemudian dia membagi adonan menjadi tiga agar diberi warna yang berbeda dan meratakannya kembali. “Tinggal dicetak nih, Mbok. Kalau udah tinggal taruh di kukusan.”

Untunglah Mbok Surti tersadar dari kepanikannya dan dapat berkonsentrasi melanjutkan proses pembuatan kue. Dina kemudian memeriksa kulkas dan menemukan semua bahan yang dibutuhkan untuk memasak menu yang diinginkan oleh Wendy. Dengan telaten, dia mulai melakukan langkah demi langkah membuat Beef Stroganoff.

***

Dina yang sudah berganti dengan seragam membawa menu pesanan Wendy ke Ruang Santai tempat biasanya majikannya itu menghabiskan waktu. Senyumnya semringah karena yakin Wendy akan menyukai masakannya.

Wendy yang masih saja pelit senyum membuka penutup saji dan memeriksa Beef Stroganoff di depannya tanpa ekspresi. Istri Bastian itu mengambil garpu dan menyuapkan makanan ke mulutnya.

Tiba-tiba, di luar dugaan Dina, perempuan berwajah secantik malaikat itu membuang piringnya dengan hentakan yang keras. Dina terlonjak menyaksikan pasta dan daging yang berserakan di lantai.

“Kamu mau membunuh saya?! teriak Wendy yang membuat Dina semakin mengerutkan tubuhnya pertanda ketakutan.

***

Related chapters

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Master Has Spoken

    Di dapur, Dina menahan air matanya sewaktu mencuci piring bekas wadah Beef Stroganoff yang dicampakkan oleh Wendy.“Nona Wendy tidak tahan asin, Nduk.”“Dia kan bisa bilang. Lagian ini juga nggak keasinan.” Dina mencuci tangannya, mengambil sendok, dan menyuapkan sebagian sisa Beef Stroganoff ke mulut Mbok Surti.Mata pelayan itu merem melek, “Enak, Nduk.”“Ya pasti enak,” gerutunya masih tidak menerima perlakuan Wendy yang semena-mena membuang makanan buatan Dina.Mbok Surti mengambil Getuk Lindri matang yang tadi didinginkan di dalam kulkas lalu mulai menyusunnya. Dina memperhatikan wadah kotak plastik yang disiapkan pembantu itu. Dia menggantinya dengan kotak besek bambu tradisional dengan mengalasinya pakai daun pisang.“Wah, bagus Nduk.”Dina menaburkan serutan kelapa di atasnya. Memang, gadis itu puas dengan penampakan kue tradisional tersebut.Tepat pada saat it

    Last Updated : 2021-05-18
  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   In the Dream House

    Seperti pemakaman lainnya, peristirahatan terakhir yang dikunjungi oleh Leonardo saat itu pun memiliki suasana adem dan aura tenang yang luar biasa. Pria itu mendatangi salah satu kuburan. Pada penanda di makamnya, tertulis nama Delilah Baskoro, ibunya yang telah meninggal delapan belas tahun yang lalu. Hari ini bertepatan dengan peringatan kepergian ibunya itu.Leonardo meletakkan bunga di atas kuburan. Setelahnya, dia bersila di atas tanah sambil membuka kotak bekal yang berisi Getuk Lindri.“Mama, Leo kangen,” lirihnya seraya memandangi nama ibunya yang tertulis di makam.***Mansion Keluarga Armadjati sudah besar dan megah ketika Leo dilahirkan. Tidak seperti sekarang yang bernuansa kelam, dahulu rumah itu penuh dengan warna dan keceriaan. Pagi di istana itu selalu diawali dengan musik riang gembira. Mama Leo, Delilah akan berkeliling dan menyapa semuanya, termasuk para pekerja. Jadi, tidaklah mengherankan apabila nyonya rumah itu dihormat

    Last Updated : 2021-05-21
  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Protecting The Firstborn

    Mendadak, pintu kamar utama itu terbuka. Seorang wanita berkulit seputih pualam keluar sambil tertawa-tawa. Mata mereka bertatap-tatapan dan tawa itu terhenti. Di belakang, ada Bapak Hidayat yang menyamakan langkah dengan wanita tersebut.Diawali dengan dehaman, Pak Hidayat menjelaskan, “Ini Mbok Surti, yang mengurus rumah ini.”Wanita berkulit cerah itu memandangnya dari ujung rambut ke ujung kaki. Takut-takut Mbok Surti balas menatap, namun hanya berani sebentar saja. Meskipun demikian, dia dapat menilai kalau wanita itu cantik sekali. Rambutnya cokelat panjang diikat ekor kuda, Matanya teduh dengan kelopak yang dalam. Bibirnya penuh dipoles gincu merah. Pipi yang mulus seolah-olah tidak berpori-pori. Tubuhnya langsing dengan lekuk-lekuk di tempat yang tepat yang dibungkus dengan baju ketat berwarna merah.“She’s a maid? Kenapa tidak pakai seragam?”“Yaaah di sini bebas saja, Honey.”Perempuan it

    Last Updated : 2021-05-25
  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Risky Business

    Meskipun sudah dilarang, Leonardo tetap menerobos masuk ke ruang kerja Ibu Kepala Panti. Mama ada di sana yang serta-merta melebarkan kedua tangannya. Tapi, bukan kehangatan pelukan ibunya itu yang dia cari, Leo mengalihkan mata kepada laki-laki gagah di hadapan Mama.“Papaaa!” panggilnya seraya menghampiri laki-laki itu. Kemudian dia mengulurkan mangkok yang dipegangnya erat-erat dari tadi. “Getuk Lindri.” Dia ingin Papa mencoba makanan favoritnya tersebut.Leonardo dapat menyaksikan kalau ayahnya menunduk sambil menggerak-gerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Dia menduga Papa sedang meneliti makanan bertabur kelapa parut itu, sama seperti sewaktu Leo pertama kali mencobanya. Namun, bukannya menerima mangkok yang disodorkan oleh Leonardo, ayahnya malah menepuk-nepuk kepala Leo dengan lembut.“Nggak suka?” kata Leo dengan pupil mata yang membesar.Alih-alih menjawab, Papa justru mengatakan, “Kamu di sini dan jaga

    Last Updated : 2021-06-01
  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Losing Hope

    Dalam film The White Tiger digambarkan bahwa masyarakat miskin tidak dengan sendirinya menjadi miskin, tetapi sengaja dimiskinkan. Situasi tersebut melekat terus dalam diri warganya karena telah dikukuhkan selama mungkin, lengkap dengan penanaman sikap inferior dan pasrah berserah diri kepada Tuhan. Pada akhirnya, masyarakat kelas bawah akan merasa wajar diperlakukan rendah bak sampah oleh kalangan atas. Kemudian, mereka akan kehilangan niat untuk maju dan mematuhi tuan-tuan kaya itu laksana budak.Penggambaran itu sepertinya cocok dengan apa yang dialami oleh Dina. Gadis itu mengaku kalau dia bukanlah berasal dari latar-belakang keluarga kaya. Dia dan ayahnya bersusah-payah agar dia dapat menyelesaikan kuliah. Di saat dia bersemangat karena berpikir akan terlepas dari jeratan kemiskinan dengan modal pendidikan yang dia terima, tahu-tahu dia terjerembab pada situasi yang menjadikannya sebagai warga kelas bawah.Dina menggosok toilet dengan sekuat tenaga. Setel

    Last Updated : 2021-06-05
  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   One Way to Survive

    Dina kembali ke kamar lamanya, kamar pembantu yang dia tempati bersama Mbok Surti. Melewati lemari, dia melihat bayangannya yang terpantul dari cermin yang tertempel di pintu lemari tersebut. Seorang gadis yang penampakannya kusut-masai balik menatapnya. Kondisinya… menyedihkan.Seragam pelayan putih-putih ini penyebabnya. Mengenakannya setiap hari seperti merelakan kebebasannya direnggut oleh para majikan yang mempekerjakan para asisten rumah tangga. Tidak, tidak. Nasibnya lebih parah karena dia sama sekali tidak digaji. Dia adalah budak. Dina muak. Dengan emosi, dia melepas seragam itu dan mencampakkannya ke sembarang arah. Setelahnya, asal-asalan dia mengambil atasan berleher sabrina dan celana pendek.Dina membaringkan tubuh di tempat tidur. Semua peristiwa yang mengantarnya kepada kejadian tadi membayang terus di pikirannya. Lima ratus juta! Jumlah uang yang sangat banyak yang bahkan Dina sendiri pun tidak berani memimpikannya. Berapa lama lagi dia akan dap

    Last Updated : 2021-06-07
  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Live Free or Die Trying

    Berhari-hari setelah Dina menceritakan semuanya kepada Mbok Surti, dia sudah menjelajahi hampir seluruh bagian mansion Keluarga Armadjati. Dia tahu di mana kamar yang ditempati oleh Bapak Hidayat dan Ibu Yasmine. Kalau sebelumnya dia berpikir sayap kiri tempat Bastian dan Wendy berdiam sudah mewah, maka bagian utama rumah ini jauh lebih mewah dari itu.Dia juga menelusuri sayap kanan yang merupakan area kekuasaan Leonardo. Berbeda dengan dua bagian rumah lainnya yang penuh dengan perabot mewah, Leonardo menata sayap kanan gedung dengan lebih sederhana. Minimalis. Semua furnitur hanya berada di sana karena memang dibutuhkan.Ada satu ruangan yang pintunya terbuka dan itu menyebabkan langkah Dina terhenti. Soalnya, dinding kamar itu sangat mencolok perhatian dengan warna ungu yang terang. Bukan pilihan yang biasa untuk seorang laki-laki seperti Leonardo. Dia melangkahkan kaki lebih dekat lagi.“Kamar Mbak Olivia,” kata sebuah suara yang mengagetkannya.

    Last Updated : 2021-06-09
  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Highest Stakes of All

    Seperti kebiasaan yang telah dipelajari oleh Dina begitu pertama kali dia menjejakkan kaki di sana, malam itu seluruh anggota Keluarga Armadjati telah ditunggu untuk makan bersama. Menu telah disiapkan oleh chef langganan keluarga.Dina memperhatikan sekeliling dan mendapati tangan Mbok Surti yang gemetaran sewaktu memindahkan sup tom yam ke mangkok kecil. Dia langsung mengambil alih sendok dari tangan pembantu senior itu dan melanjutkan tugas tersebut. Ada lima mangkok untuk lima penghuni yang dia letakkan di samping set piring masing-masing.Pada meja buffet, Mbok Surti menyiapkan minuman kesukaan masing-masing penghuni. Dina menuangkan serbuk obat tidur ke dalamnya; jus apel favorit Pak Hidayat dan kopi hitam tanpa gula milik Ibu Yasmine.Tiba-tiba, tangan Dina dihentikan sewaktu hendak menambahkan obat yang telah dia siapkan ke dalam jus kiwi-nya Wendy. “Yang ini jangan, Nduk!”“Tapi –“Non Wendy tidak aka

    Last Updated : 2021-06-11

Latest chapter

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Last Hurrah

    Dina tidak lagi takut berhadap-hadapan dengan wanita secantik malaikat itu. Dia sudah mendengar semuanya dari Leonardo. Bagaimana Wendy sebenarnya memiliki cita-cita lain sekadar dari menjadi seorang nyonya rumah. Dia bahkan mengagumi upaya Leo agar istri Bastian itu mendapatkan apa yang diinginkan. Awalnya, dia tidak setuju kalau niat baik itu dibalut dengan perjanjian antara Wendy dan Bastian untuk tetap dalam ikatan pernikahan. Namun, dia bisa bilang apa kalau dua-duanya telah setuju. Seperti Leo, dia hanya berharap di tengah-tengah perjanjian itu, cinta antara Wendy dan Bastian akan kembali bertumbuh.“Hai,” sapa Dina.Wendy mengedikkan bahu. Bahkan cara wanita itu bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliingnya tampak menakjubkan. Elegan dan membuat orang lain berniat untuk memberikan apa saja yang diminta oleh Wendy.“Nona Wendy ikut makan, ya,” ajaknya santai sambil menata piring baru di meja yang kosong.Tidak

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   A Good Life

    Dari kejauhan, Dina sudah melihat bayangan Leonardo. Senyum di wajah laki-laki itu menerbitkan cahaya benderang di kepalanya. Leonardo setengah berlari menghampirinya. Pria itu langsung mengambil alih kursi roda dari pegawai bandara untuk mendorong ayahnya. Cerminan seorang pria yang bertanggung jawab.“Gimana Bali?” tanya laki-laki itu.“Sepi.” Itu karena tidak ada kehadiran Leonardo di sana. Tapi, tentu saja Dina tidak akan mengungkapkan bagian terakhir dari pikirannya itu terang-terangan. Dia masih malu mengakui perasaannya terhadap laki-laki itu. Ditambah, dia juga tidak ingin Leonardo menggodanya terus-terusan.Mereka telah berada di parkiran mobil. Dengan sigap laki-laki itu membantu mendudukkan Ayah di kursi tengah, sedangkan Dina mengatur tas bawaan mereka di bagasi. Ketika Dina menutup pintu bagasi, Leonardo sedang mengembalikan kursi roda kepada petugas bandara.Dina cukup heran karena tidak menemukan satu orang pengawal

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   In Between

    Ditinggal oleh Dina, Leonardo belingsatan. Apa jawaban Dina? Apa dia kelewatan sudah menarik tangan perempuan itu? Apa dia tidak sopan karena terdengar begitu memaksa? Bagaimana kalau Dina menolaknya? Jantungnya berdegup kencang. Biasanya, Leonardo adalah orang yang dapat menerima apa saja: baik ataupun buruk. Tapi kali ini, dia punya asa. Dia ingin harapannya kali ini terkabul. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan kalau usahanya gagal.Leonardo berjalan mondar-mandir dengan sepatu Dina di tangannya. Sekarang apa? Menunggu gadis itu dan menuntut jawaban darinya? Atau, dia bisa pergi dan keinginannya. Tidak, tidak. Leo tidak siap apabila dia gagal mendapatkan bahagia.“Mas Leo.”Leonardo membalikkan badannya. Dan di sana, pada salah satu anak tangga, ada Dina yang memandanginya. Rambut panjang gadis itu ditata kuncir kuda. Mata besarnya berbinar-binar dan senyumnya merekah sampai ke telinga. Seakan-akan waktu bergerak melambat, Leonardo menikmati

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Growing Love Together

    Begitu Leo turun ke lantai bawah, dia tepergok dengan Dina yang sedang mendudukkan ayahnya di kursi di foyer. Di sebelah Ayah, telah tersedia tas dan satu buah koper. Rupanya, gadis itu serius dengan rencana kepindahannya ke Bali. Leo sedikit kesal karena perempuan itu tidak berniat sedikitpun untuk pamit kepadanya.“Uhm, Pak Hidayat ada?” tanya gadis itu.Dengan dagunya, Leonardo memberikan kode kalau ayahnya ada di ruang kerja di lantai atas. Dia menyaksikan Dina yang berjongkok dan pamit kepada Ayah sebelum meneruskan langkah sesuai petunjuk Leo.Leo sudah memerhatikan bahwa sejak bertemu dengan ayahnya kembali, Dina selalu enggan untuk berjauh-jauhan dengan orangtuanya itu. Seolah-olah gadis itu takut akan terjadi apa-apa kepada ayahnya jika dia meleng sebentar saja. Benar-benar sosok yang penyayang.Kata-kata Olivia jadi terngiang-ngiang di telinganya. Satu yang tidak dapat dia enyahkan adalah perihal penyesalan karena kata-kata

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   It's Time to Change

    Sepeninggal Mbok Surti, Bacon mengambil sebuah amplop dari balik jas belakangnya. Pengawal itu memberikannya kepada Pak Hidayat, bos paling tinggi dalam hierarki Grup Armadjati.“Itu dari pantat kamu?” sindir Pak Hidayat. Mana mungkin dia mau memegang sesuatu yang entah sudah berapa lama mengendap di bokong pengawal itu. “Apa itu?” tanyanya seraya menyembunyikan tangan di punggung, pertanda dia tidak mau menyentuh amplop tersebut.Bacon mengeluarkan isinya yang berupa kertas-kertas dokumen, dia menjejerkan semuanya di atas meja kopi. “Identitas pembunuh bayaran Danny.”“Foto dan kirim ke saya,” perintah Pak Hidayat sedikitpun tidak mau memegang dokumen.Bacon melakukan apa yang dia perintahkan. Sebaik foto-foto itu masuk ke folder pesan di telepon genggamnya, Pak Hidayat mengamati dokumen tersebut. Sayangnya, tidak banyak yang dapat dia telaah dari laporan Bacon tersebut. Pasalnya, ada beberapa kartu tanda p

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   One More Thing

    Pak Hidayat mencoret satu baris dari daftar kegiatan yang harus dia lakukan hari ini. Tahu-tahu, teleponnya mengalunkan notifikasi tanda pesan masuk. Dia membacanya sekilas. Dari sekretarisnya yang menanyakan apakah dia akan datang ke kantor hari ini.Jawabannya adalah tidak, pikir laki-laki itu seraya membalas pesan. Beberapa hari terakhir, dia harus membereskan kekacauan yang terjadi di rumahnya. Pak Hidayat mengecek email. Dia menunggu kabar penting seputar keberadaan istrinya dan Danny. Geram hatinya kalau mengingat-ingat dua makhluk tak berguna itu.Notifikasi pesan terdengar lagi. Every ship needs a captain.Pak Hidayat mengembuskan napas panjang. Dia juga tahu maksud tersembunyi dari pesan yang dikirimkan oleh sekretarisnya itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Keluarganya lebih membutuhkan perhatiannya saat ini. Pak Hidayat tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti yang sudah-sudah dengan mengabaikan mereka. Terlebih sewaktu anak-anaknya telah b

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Follow Your Heart

    Olivia mencari-cari Mbok Surti ke seluruh penjuru rumah. Beginilah susahnya memiliki tempat tinggal yang memiliki banyak ruangan. Ditambah, asisten senior Keluarga Armadjati itu tidak dibekali dengan lonceng atau telepon genggam yang membuatnya dapat dihubungi kapan saja.Gadis Kaukasia itu akhirnya menemukan Mbok Surti sedang membereskan debu-debu di atas lemari dan rak Olivia.“Mbok Surti, biarkan saja. Bukannya ada cleaning service yang datang setiap hari?”“Tapi Mbak Olivia bangunnya siang terus. Jadi mereka keburu pulang.”Olivia terkekeh ringan. Ya, tidak salah apa yang dikatakan oleh pesuruh itu. Beginilah nikmatnya menjadi seorang influencer. Bekerja sesuai waktu yang dia tentukan sendiri. Tidak ada kewajiban harus hadir di kantor sebelum jam tertentu.“Papi manggil Mbok. Di ruang kerjanya.”Mbok Surti buru-buru meletakkan kemoceng yang dipegangnya. Wanita tua itu mengelap tangann

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Last Day

    “Ini maksudnya apa, ya?” tanya Leo mengandalkan jawaban dari adik tirinya.“The restaurant that I’ve told you about.”“Tapi Bali?”“Becky yang mengusulkan. Bagus juga, sih. Secara marketing, lebih gampang memasarkannya. Bisa dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan di Jakarta.”Keputusan itu begitu tiba-tiba. Apa yang ada dalam pikiran Dina? Bukankah dia telah menjanjikan kalau utang perempuan itu lunas seluruhnya? Tidak ada lagi yang membebani gadis itu. Dia bebas dari kewajiban membayar utang. Bebas. Leonardo terhenyak. Itu kata kuncinya. Leo tidak berhak marah kalau gadis itu memang mau pergi. Dina adalah perempuan mandiri yang tidak terikat dengan siapapun, termasuk dirinya.“Oh, begitu.” Leonardo memandangi makanan-makanan yang tersaji di hadapannya. Tiga menu terakhir dari enam belas yang menjadi tugas Leo. Awalnya, dia menciptakan tugas itu agar Dina tid

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   All Recipes: Completed

    Dina mondar-mandir di depan kamar Leonardo. Dia ingin memeriksa ayahnya yang dari tadi pagi belum muncul untuk sarapan. Dina tahu semestinya dia mengetuk pintu dan Leo pasti akan mengizinkannya menjemput Ayah. Tapi, hari itu langkahnya berat. Dia tahu penyebabnya adalah karena setelah hari ini, Dina tidak bisa bertemu dengan laki-laki itu sebebas yang sekarang. Hatinya seperti ditimpa baja seberat seribu ton kalau mengingat-ingat hal itu.Dina masih berkutat dengan pikirannya sendiri sewaktu pintu di hadapannya mendadak terbuka.“Dina?”Dina salah tingkah. “Eh… itu… hmm… Ayah dari tadi belum turun,” katanya.Pagi itu, Leonardo terlihat segar seperti baru habis mandi. Ada aroma sabun yang khas yang dia yakin berasal dari sabun yang mahal harganya. Rambut laki-laki itu masih basah dan bagian depan rambutnya ada yang menjuntai di dahi. Leonardo tampak relaks, berbeda dari biasanya.“Ayah lagi di kamar

DMCA.com Protection Status