"Dasar nggak tau diri, bisa-bisanya kamu selingkuh dengan suami aku!" pekik Ibu modis itu dengan nada tinggi. Semua karyawan toko terlihat menciut, hingga kemudian datanglah seorang wanita dengan blezzer putih dipadukan rok span hitam di atas lutut.
Wanita yang merupakan Menejer toko itu terlihat melipat alis sembari mengamati kericuhan di halaman toko.
"Kenapa Bu? Ada apa? Bisa kita bicarakan dengan santai tanpa teriak-teriak?" pinta si Menejer mencoba membuat pelanggannya tenang.
"Dia ini, pelacur Bu. Gimana bisa perusahaan sekelas Winner mempekerjakan seorang pelacur! Dia ini wanita Bar, suka godain orang, sekarang lagi selingkuh sama suami saya," jelas Ibu-ibu itu. Semua bingkisan tas yang telah sampai ke rumahnya, kini ia bawa kembali.
Bingkisan itu langsung melayang tepat ke badan Adrina hingga berserakan benda mahal itu akhirnya. Chika -temannya Adrina- segera mendekat, lalu mengusap-usap bahu temannya yang tidak berdaya ini.
"Ini nggak bene
Toko cabang milik Winner Grup itu mulai didatangi oleh beberapa pengusaha hingga influencer yang merupakan teman-teman Brenda.Sedangkan, wanita yang kini akan menjadi fokus perhatian, sedang didandani di ruangan private. Ia ditemani oleh asistennya dan Menejer toko."Jadi, penjualan tas ori emang nggak signifikan naiknya ya?" Brenda baru tau kalau di toko cabang yang ia kunjungi kali ini dan tetapkan sebagai tempat peluncuran produk baru, ternyata tidak begitu tinggi tingkat penjualan produk orinya."Betul Bu, rata-rata pengunjung Ibu-ibu yang kebanyakan kenal dengan brand-brand luar negeri aja. Selera mereka juga nggak kaya old money, cenderung suka brand terkenal produksi luar negeri. Mereka belum memiliki kesadaran bagusnya melestarikan produk dalam negeri.""Oke nggak papa, kali ini aku bakal buat terobosan. Kamu denger sendiri 'kan waktu aku seminar? Tas kali ini bener-bener aku ambil dari kulit hewan terbaik, tentu dengan ukiran ciri khas cal
Adrina menyusuri bahu jalan sembari sesekali mengusap pipinya yang masih terasa perih bekas tamparan wanita bernama Brenda. Sesekali ia melihat ke atas langit demi menahan air matanya agar tidak keluar. Meski dirinya terlihat kuat di luar, tapi sebenarnya ia masih belum kuat untuk menerima kekerasan.Tamparan seperti ini bukan kali pertama dilakukan seseorang padanya, dulu Tigor pun kerap melakukannya. Bahkan, lelaki itu bisa mencekiknya hingga membuat nafasnya sesak dan terasa ingin mati. Namun, tetap saja jika terjadi hal seperti ini lagi, rasanya masih sama, sakit."Ada es batu?" tanya Adrina kepada penjual toko serba ada. Seorang wanita muda mengangguk, lalu berjalan ke arah pendingin dan mengambilkan es batu untuk Adrina."Sekalian hansaplast juga," imbuh Adrina seraya menunjuk produk untuk menutupi luka. Pasalnya setelah ia berkaca tadi, ia melihat seberkas luka di sudut bibirnya. Pantas saja terasa berdenyut terus menerus. Ternyata begitu keras tamp
Setelah membeli obat oles memar di apotek, Dathan kembali melakukan mobilnya menuju pasar raya. Kali ini bukan mall tujuannya, tapi pasar tempat dimana orang banyak berada."Mau apa ke tempat ini Pak?" tanya Adrina heran."Kamu mau basah-basahan kayak gitu ke kantor? Malam ini kita lembur lagi loh," balas Dathan mengingatkan jika beberapa hari ke depan ini jangan harap mereka bisa pulang kerja tepat waktu."Ya udah biar saya aja yang belanja. Bapak nanti kesulitan, ramai orang di dalam sana." Adrina hendak turun, namun Datban melarang dengan gelengan kepala."Ck, kamu kira saya nggak pernah ke pasar, Adrina? Kamu meremehkan saya," decak Dathan."Eh enggak Pak, bukan gitu. Cuma...""Tunggu aja di sini, saya belikan kamu persis seperti yang kamu pakai. Ingat, ini di pasar, pasti murah-murah 'kan harganya? Jadi, kamu jangan pelit-pelit."Awalnya Adrina hendak mengucapkan kalimat lagi, namun mendengar sindiran halus itu membuat mulutnya t
Adrina menjauhkan dirinya saat menyadari sikapnya kali ini berlebihan. Ia tidak seharusnya menyeka hidung Dathan yang jelas pria itu bisa melakukannya sendiri. Memanya siapa dirinya? kekasihnya? bukan, Adrina hanya kekasih palsu yang belum dipublikasikan. Nanti, menunggu momen anniversary perusahaan King Of Store."Mm... maaf Pak Dathan," ucap Adrina sembari menyerahkan sapu tangan bordiran yang ia buat kepada Dathan, kini benda itu sudah di penuhi darah."Nggak papa, sebelumnya thanks buat sapu tangannya. Besok, saya kembalikan ke kamu.""Nggak usah Pak, untuk Bapak aja." Adrina mengibas tangan, ia ikhlas memberikan sapu tangannya. Toh, ia masih memiliki stok yang banyak. Ia malah suka jika seseorang bisa menggunakan sapu tangan buatannya."Jangan begitu, ini pasti berharga buat kamu. Liat, ada ukiran bunga Dandelion. Ini, pasti pemberian seseorang, bukan begitu? saya jarang melihat sapu tangan dengan boardiran yang khas seperti ini." Jujur, Dathan suka
Hampir semua karyawan dari tiap masing-masing departemen menghadiri undangan party yang akan dihadiri oleh kandidat CEO perusahaan. Mereka sangat antusias dan tiba ke restoran yang dimaksud dengan wajah ceria."Seriusan, CEO bakal ikutan party?" tanya salah satu dari mereka yang masih tidak percaya. Cakra yang sudah ada di sana, hanya tersenyum simpul.Sementara Adrina, ia bergabung dengan Cakra namun hanya diam, karena ia memikirkan setelah semua yang telah ia lewati, di depan sana menanti job untuk anniversary dan dirinya malam itu akan menjadi pusat perhatian para hadirin. Malam dimana ia akan diumumkan menjadi kekasih palsunya Dathan."Hei Mbak, kamu nggak enak badan?" Cakra menyenggol pelan lengan Adrina. Seketika Adrina mendongak, lalu menatap Cakra."Nggak Mas, aku tadi cuma mikir mau makan apa dulu, he.""Ya udah tinggal pilih aja, banyakin daging, kita udah kelelahan dan makan kurang teratur akhir-akhir ini.""Iya Mas."
Dathan tahu apa yang terjadi hanya dari ekspersi wajah Cakra yang memucat. Belum lagi matanya yang berkaca-kaca. Pria itu berdiri dihadapan Dathan tanpa berkata apa-apa. Cakra pun sebenarnya sudah memberi pesan lewat Whatsapp kepada Dathan, kalau ia baru saja diputuskan oleh kekasihnya."Ya sudah, tapi kamu naik taksi ya. Aku mau antar Adrina," ucap Dathan. Seolah sudah tidak merasa aneh dengan kebiasaannya mengantar Adrina."Nggak usah Pak Dathan, saya bisa naik taksi kali ini. Lagian, ini bukan karena lembur saya pulang larut," tolak Adrina halus. Bukan karena tidak mau menerima kebaikan dari Dathan, tapi ia sudah merasa tidak enak."Mbak Adrina, sebaiknya diantar aja sama Pak Dathan, mumpung beliau lagi baik," celetuk Cakra yang walau lagi galau sekalipun, masih bisa me-roasting atasannya sendiri."Ya sudah cepetan kamu pulang sana," usir Dathan karena tidak tahan dengan sikap menyebalkan Cakra, belum lagi mulutnya yang tidak bisa dijaga itu.
Deno yang melihat kedatangan Pamannya itu seketika berhambur memeluk Dathan. Anak kecil itu terlihat berbinar matanya. "Yey, aku tau Om pasti nepatin janjinya," ujarnya sembari melirik Ibunya yang hanya tersenyum."Emang Mamamu bilang Om nggak bener-bener ajak kamu main keluar pekan ini?""Mama bilang Om sibuk banget, bisa jadi nggak bakal sempet ajak aku jalan-jalan.""Ya emang Om kamu ini sibuk, tapi kalau untuk seorang Deno, apa yang nggak?" Dathan menjawil hidung keponakannya."Gimana kabarmu?" Tiffany bertanya, mereka kini mengambil rehat sejenak di balkon lantai tiga. Dimana tidak ada seorang pun yang akan berkunjung ke sana, termasuk Nyonya Jesika sekalipun. Pasalnya, setelah Ayahnya meninggal, Dathan membuat perjanjian dengan Nyonya Jesika, agar tidak mengganggu Kakaknya. Atau ia akan menyetop biaya kuliah untuk adik tirinya."Seperti yang kamu lihat Kak. Oh ya, kamu gimana? apa sudah merasa baikkan akhir-akhir ini?""Sudah lumayan,
"Pak Dathan," lirih Adrina saat ia melihat seorang lelaki yang tidak asing itu kini menatapnya di depan kedai."Hai." Dathan menyapa sembari melambaikan tangannya kaku. Sementara Tiffany tersenyum sembari menganggukkan kepalanya sopan. Meski ia keturunan old money, tapi orang tuanya selalu mengajarkan sopan santun kepada siapapun, meski penjual jajajan pinggir jalan."Kak Loli, ini aku, masih inget?" tanya Deno ke arah Adrina."Oh kamu yang waktu itu beli es krim? sempet foto juga 'kan?""Yeah, itu aku. Kak Loli, kenapa sekarang nggak jualan ice cream lagi?" tanya Deno polos. Adrina mengaitkan anak rambutnya ke belakang, lalu tersenyum sangat manis."Kak Loli udah nggak jualan es krim lagi sayang, sekarang ganti jadi jualan sea food. Kamu mau?" tawar Adrina."Tentu, Ma pengen sosis ya?""Itu makanan olahan sayang, itu--""Kak, sekali aja?" Dathan menyenggol lengan Kakaknya. Tiffany mengerti, ia tersenyum pada Adrina