Hampir semua karyawan dari tiap masing-masing departemen menghadiri undangan party yang akan dihadiri oleh kandidat CEO perusahaan. Mereka sangat antusias dan tiba ke restoran yang dimaksud dengan wajah ceria.
"Seriusan, CEO bakal ikutan party?" tanya salah satu dari mereka yang masih tidak percaya. Cakra yang sudah ada di sana, hanya tersenyum simpul.
Sementara Adrina, ia bergabung dengan Cakra namun hanya diam, karena ia memikirkan setelah semua yang telah ia lewati, di depan sana menanti job untuk anniversary dan dirinya malam itu akan menjadi pusat perhatian para hadirin. Malam dimana ia akan diumumkan menjadi kekasih palsunya Dathan.
"Hei Mbak, kamu nggak enak badan?" Cakra menyenggol pelan lengan Adrina. Seketika Adrina mendongak, lalu menatap Cakra.
"Nggak Mas, aku tadi cuma mikir mau makan apa dulu, he."
"Ya udah tinggal pilih aja, banyakin daging, kita udah kelelahan dan makan kurang teratur akhir-akhir ini."
"Iya Mas."
Dathan tahu apa yang terjadi hanya dari ekspersi wajah Cakra yang memucat. Belum lagi matanya yang berkaca-kaca. Pria itu berdiri dihadapan Dathan tanpa berkata apa-apa. Cakra pun sebenarnya sudah memberi pesan lewat Whatsapp kepada Dathan, kalau ia baru saja diputuskan oleh kekasihnya."Ya sudah, tapi kamu naik taksi ya. Aku mau antar Adrina," ucap Dathan. Seolah sudah tidak merasa aneh dengan kebiasaannya mengantar Adrina."Nggak usah Pak Dathan, saya bisa naik taksi kali ini. Lagian, ini bukan karena lembur saya pulang larut," tolak Adrina halus. Bukan karena tidak mau menerima kebaikan dari Dathan, tapi ia sudah merasa tidak enak."Mbak Adrina, sebaiknya diantar aja sama Pak Dathan, mumpung beliau lagi baik," celetuk Cakra yang walau lagi galau sekalipun, masih bisa me-roasting atasannya sendiri."Ya sudah cepetan kamu pulang sana," usir Dathan karena tidak tahan dengan sikap menyebalkan Cakra, belum lagi mulutnya yang tidak bisa dijaga itu.
Deno yang melihat kedatangan Pamannya itu seketika berhambur memeluk Dathan. Anak kecil itu terlihat berbinar matanya. "Yey, aku tau Om pasti nepatin janjinya," ujarnya sembari melirik Ibunya yang hanya tersenyum."Emang Mamamu bilang Om nggak bener-bener ajak kamu main keluar pekan ini?""Mama bilang Om sibuk banget, bisa jadi nggak bakal sempet ajak aku jalan-jalan.""Ya emang Om kamu ini sibuk, tapi kalau untuk seorang Deno, apa yang nggak?" Dathan menjawil hidung keponakannya."Gimana kabarmu?" Tiffany bertanya, mereka kini mengambil rehat sejenak di balkon lantai tiga. Dimana tidak ada seorang pun yang akan berkunjung ke sana, termasuk Nyonya Jesika sekalipun. Pasalnya, setelah Ayahnya meninggal, Dathan membuat perjanjian dengan Nyonya Jesika, agar tidak mengganggu Kakaknya. Atau ia akan menyetop biaya kuliah untuk adik tirinya."Seperti yang kamu lihat Kak. Oh ya, kamu gimana? apa sudah merasa baikkan akhir-akhir ini?""Sudah lumayan,
"Pak Dathan," lirih Adrina saat ia melihat seorang lelaki yang tidak asing itu kini menatapnya di depan kedai."Hai." Dathan menyapa sembari melambaikan tangannya kaku. Sementara Tiffany tersenyum sembari menganggukkan kepalanya sopan. Meski ia keturunan old money, tapi orang tuanya selalu mengajarkan sopan santun kepada siapapun, meski penjual jajajan pinggir jalan."Kak Loli, ini aku, masih inget?" tanya Deno ke arah Adrina."Oh kamu yang waktu itu beli es krim? sempet foto juga 'kan?""Yeah, itu aku. Kak Loli, kenapa sekarang nggak jualan ice cream lagi?" tanya Deno polos. Adrina mengaitkan anak rambutnya ke belakang, lalu tersenyum sangat manis."Kak Loli udah nggak jualan es krim lagi sayang, sekarang ganti jadi jualan sea food. Kamu mau?" tawar Adrina."Tentu, Ma pengen sosis ya?""Itu makanan olahan sayang, itu--""Kak, sekali aja?" Dathan menyenggol lengan Kakaknya. Tiffany mengerti, ia tersenyum pada Adrina
"Untuk undangan ini, kamu susah payah di jam kerja datang ke perusahaan?" tunjuk Dathan pada undangan yang tergeletak di mejanya. Brenda menatap kuku-kukunya yang akhir pekan kemarin baru di manicure padicure."Yeah, sekalian aku mau ketemu kamu, coz i miss you," ucap Brenda sembari berjalan melenggokkan badan dan duduk di sofa. Ia menatap sekeliling ruangan Dathan."Bukankah kita seharusnya nggak bertemu lagi Brenda? apalagi sudah tidak ada kerja sama apapun antara perusahaan ini dan perusahaan Ayahmu?" tanya Dathan."Hei hei, kamu lupa? bagaimana pun, akulah yang Kakekmu restui buat jadi calon istrimu.""Itu dulu, sekarang aku memilih calon istriku sendiri. Sudahlah Brenda, menyerahlah dengan ambisimu dan nikahi pria yang kamu sukai di luar sana."Brenda tertawa, kemudian ia berdiri. Badannya sudah seperti cacing saja, tidak bisa anteng. Kini berjalan mendekat ke arah Dathan. Jemarinya menyisir meja yang bening tanpa debu itu, kamudian telunjukny
Malam ini Adrina tidak perlu pusing-pusing untuk memikirkan gaun yang akan ia kenakan. Untunglah ia sudah bertanya dan memastikan kepada Dathan, kalau ia tidak perlu memakai dress code atau apapun itu seperti halnya orang-orang yang pergi menghadiri pesta para konglomerat."Asalkan pakaian yang sopan, layak pakai dan tidak lebih wah dari pengantin," balas Dathan kala itu. Ia tidak menyangka jawaban itu akan keluar dari mulut CEO yang maunya perfect selalu itu."Serius? nggak harus pakai yang glamor-glamor?" Adrina terkejut."Emang kamu yang jadi pengantin?" decak Dathan sembari menggelengkan kepala. Memangnya datang ke pernikahan harus se-glamour apa? apa maksud Adrina memakai gaun-gaun seksi yang dadanya terbelah itu?"Baik Pak, saya siap datang kalau gitu," ucap Adrina antusias. Ia senang jika tidak harus bersusah payah memilah pakaian yang 'layak pakai' bagi para konglomerat.Adrina memakai tas selempangnya yang jauh dari kata bermer
Adrina menguntit seorang staf hotel yang membawa nampan berisi beberapa minuman. Ia curiga kalau dalam minuman itu telah dibubuhi sesuatu dan ditujukan untuk Dathan.“Jangan-jangan mau ngeracunin CEO,” batin Adrina. Ia tidak bisa tinggal diam, apalagi saat wanita berseragam rok hitam dan hem putih itu mendekat ke arah gerombolan wanita-wanita dengan Dathan yang berada di samping Brenda.“Nggak usah main rahasia-rahasiaanlah,” ejek teman-temannya Brenda, sembari mengedip-ngedipkan mata.“Yeah, we will publicate it soon,” ujar Brenda dengan percaya diri sembari menggandeng Dathan. Namun, Dathan perlahan melepaskannya karena merasa tidak nyaman.“Kalau kamu begini terus, sebaiknya aku batalkan saja kerja samanya,” bisik Dathan, sebenarnya ia tidak serius, hanya memperingatkan Brenda agar menjaga batasan.Staf hotel itu tiba dengan senyuman, tidak lupa membuat kontak mata dengan Brenda yang merupakan otak
Part 31“Wow!” seru Cakra terkejut melihat pemandangan aneh dihadapannya. Bukannya terlihat romantis, justru momen itu terkesan lucu dan akward.Dathan mendorong tubuh Adrina dari atasnya, sembari meminta bantuan pada asistennya. “Cakra jangan bengong, bantu aku.”“Oh iya Bos,” balasnya cepat, lalu membantu membuat Adrina yang setengah pingsan itu berdiri. Dathan berdiri perlahan, ia mengelap bibirnya yang basah dan terkejut begitu melihat darah dijari jempolnya.“Berdarah itu Bos, sakit banget ya? kok bisa kayak gitu tadi?” tanya Cakra khawatir. Ia tidak mengerti mengapa posisi Adrina dan Dathan begitu.“Udah nanti aja bahasnya, yang penting sekarang kamu bawa dia ke mobil. Aku pusing.” Dathan melangkah lebih dulu mendahului Cakra, sembari sesekali mengusap bibirnya yang terasa jontor. Ia melihat ke arah spion mobilnya, benar saja bibirnya seperti habis melahap cabai leve
Part 32“Oke nggak masalah, atasin aja masalah itu secepatnya. Kalau dia masih protes sama harga sebelumnya, biar aku nanti nemuin dia.”“Siap.”Dathan menggelengkan kepala, pasalnya cleaning service rutin bulanan untuk rumahnya meminta kenaikan gaji, padahal bulan kemarin sudah ia turuti permintaannya.“Kita berangkat berdua aja, Adrina. Kamu pesenkan taksi.”Adrina yang kini sedang sibuk melakukan filing dokumen di ruangan CEO itu mengangguk, lalu segera mengakhiri pekerjaannya.Mereka berdua pergi ke sebuah acara amal yang di sponsori oleh King Of Store. Acara itu khusus para pengemis jalanan, fakir miskin dan orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan. Mereka bebas makan gratis dan diberi souvenir berupa pakaian kasual yang stoknya banyak dan produk khas dari King Of Store sendiri.“Ini diadakan tiap tahun Pak?” tanya Adrina, seraya mengitari sekeliling. Acar