"Untuk undangan ini, kamu susah payah di jam kerja datang ke perusahaan?" tunjuk Dathan pada undangan yang tergeletak di mejanya. Brenda menatap kuku-kukunya yang akhir pekan kemarin baru di manicure padicure.
"Yeah, sekalian aku mau ketemu kamu, coz i miss you," ucap Brenda sembari berjalan melenggokkan badan dan duduk di sofa. Ia menatap sekeliling ruangan Dathan.
"Bukankah kita seharusnya nggak bertemu lagi Brenda? apalagi sudah tidak ada kerja sama apapun antara perusahaan ini dan perusahaan Ayahmu?" tanya Dathan.
"Hei hei, kamu lupa? bagaimana pun, akulah yang Kakekmu restui buat jadi calon istrimu."
"Itu dulu, sekarang aku memilih calon istriku sendiri. Sudahlah Brenda, menyerahlah dengan ambisimu dan nikahi pria yang kamu sukai di luar sana."
Brenda tertawa, kemudian ia berdiri. Badannya sudah seperti cacing saja, tidak bisa anteng. Kini berjalan mendekat ke arah Dathan. Jemarinya menyisir meja yang bening tanpa debu itu, kamudian telunjukny
Malam ini Adrina tidak perlu pusing-pusing untuk memikirkan gaun yang akan ia kenakan. Untunglah ia sudah bertanya dan memastikan kepada Dathan, kalau ia tidak perlu memakai dress code atau apapun itu seperti halnya orang-orang yang pergi menghadiri pesta para konglomerat."Asalkan pakaian yang sopan, layak pakai dan tidak lebih wah dari pengantin," balas Dathan kala itu. Ia tidak menyangka jawaban itu akan keluar dari mulut CEO yang maunya perfect selalu itu."Serius? nggak harus pakai yang glamor-glamor?" Adrina terkejut."Emang kamu yang jadi pengantin?" decak Dathan sembari menggelengkan kepala. Memangnya datang ke pernikahan harus se-glamour apa? apa maksud Adrina memakai gaun-gaun seksi yang dadanya terbelah itu?"Baik Pak, saya siap datang kalau gitu," ucap Adrina antusias. Ia senang jika tidak harus bersusah payah memilah pakaian yang 'layak pakai' bagi para konglomerat.Adrina memakai tas selempangnya yang jauh dari kata bermer
Adrina menguntit seorang staf hotel yang membawa nampan berisi beberapa minuman. Ia curiga kalau dalam minuman itu telah dibubuhi sesuatu dan ditujukan untuk Dathan.“Jangan-jangan mau ngeracunin CEO,” batin Adrina. Ia tidak bisa tinggal diam, apalagi saat wanita berseragam rok hitam dan hem putih itu mendekat ke arah gerombolan wanita-wanita dengan Dathan yang berada di samping Brenda.“Nggak usah main rahasia-rahasiaanlah,” ejek teman-temannya Brenda, sembari mengedip-ngedipkan mata.“Yeah, we will publicate it soon,” ujar Brenda dengan percaya diri sembari menggandeng Dathan. Namun, Dathan perlahan melepaskannya karena merasa tidak nyaman.“Kalau kamu begini terus, sebaiknya aku batalkan saja kerja samanya,” bisik Dathan, sebenarnya ia tidak serius, hanya memperingatkan Brenda agar menjaga batasan.Staf hotel itu tiba dengan senyuman, tidak lupa membuat kontak mata dengan Brenda yang merupakan otak
Part 31“Wow!” seru Cakra terkejut melihat pemandangan aneh dihadapannya. Bukannya terlihat romantis, justru momen itu terkesan lucu dan akward.Dathan mendorong tubuh Adrina dari atasnya, sembari meminta bantuan pada asistennya. “Cakra jangan bengong, bantu aku.”“Oh iya Bos,” balasnya cepat, lalu membantu membuat Adrina yang setengah pingsan itu berdiri. Dathan berdiri perlahan, ia mengelap bibirnya yang basah dan terkejut begitu melihat darah dijari jempolnya.“Berdarah itu Bos, sakit banget ya? kok bisa kayak gitu tadi?” tanya Cakra khawatir. Ia tidak mengerti mengapa posisi Adrina dan Dathan begitu.“Udah nanti aja bahasnya, yang penting sekarang kamu bawa dia ke mobil. Aku pusing.” Dathan melangkah lebih dulu mendahului Cakra, sembari sesekali mengusap bibirnya yang terasa jontor. Ia melihat ke arah spion mobilnya, benar saja bibirnya seperti habis melahap cabai leve
Part 32“Oke nggak masalah, atasin aja masalah itu secepatnya. Kalau dia masih protes sama harga sebelumnya, biar aku nanti nemuin dia.”“Siap.”Dathan menggelengkan kepala, pasalnya cleaning service rutin bulanan untuk rumahnya meminta kenaikan gaji, padahal bulan kemarin sudah ia turuti permintaannya.“Kita berangkat berdua aja, Adrina. Kamu pesenkan taksi.”Adrina yang kini sedang sibuk melakukan filing dokumen di ruangan CEO itu mengangguk, lalu segera mengakhiri pekerjaannya.Mereka berdua pergi ke sebuah acara amal yang di sponsori oleh King Of Store. Acara itu khusus para pengemis jalanan, fakir miskin dan orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan. Mereka bebas makan gratis dan diberi souvenir berupa pakaian kasual yang stoknya banyak dan produk khas dari King Of Store sendiri.“Ini diadakan tiap tahun Pak?” tanya Adrina, seraya mengitari sekeliling. Acar
Part 33“Dimana Nyonya Jesika?” tanya Dathan cepat. Lelaki dengan setelan jas yang rapi itu seketika berdiri.“Di ruangan Bapak. Dia nunggu Bapak untuk mengambil keputusan, mengumumkan bahwa Sinar telah ditemukan saat penyambutan nanti.”Dathan berlari cepat dari aula perusahaan menuju ruangannya. Adrina yang saat itu sempat melihat atasannya dan hendak menyapa tidak jadi, karena tatapan Dathan terlihat berkaca, pria itu bahkan hampir menabrak beberapa karyawan.“Mas Cakra, ada apa? kenapa Pak Dathan lari-lari begitu?” Adrina berhasil mengehntikan asisten Dathan. Cakra menatap Adrina, kemudian tersenyum.“Nanti kamu juga tau, ini urusan pribadi CEO.”Mendengar kalimat itu, akhirnya Adrina hanya bisa tutup mulut, tidak berani untuk bertanya lebih. Entah apa yang membuat Dathan terlihat terburu-buru seperti tadi. Urusan pribadi? Ya tidak seharusnya Adrina penasaran.Pintu ruangan CEO terbuka, menampilkan Dathan yang berusaha mengatur nafas karena berlarian. Nyonya Jesika terlihat duduk
Adrina hanya terpaku sembari menatap kosong ke depan. Ia masih belum bisa percaya akan apa yang dipaparkan oleh Dathan. Mengapa pria itu begitu yakin kalau dirinya adalah Adik dari seorang CEO muda perusahaan King Of Store.“Kamu bisa baca semua dokumen yang ada ini. Ibuku tidak mungkin asal dan dia memiliki orang kepercayaan yang bisa diandalkan, Adrina.”Masih dengan posisinya, bergeming dan perlahan air matanya menitik. Adrina bingung ia harus mengekspresikannya dengan cara apa. Apa benar dirinya adalah bagian dari keluarga Dathan? Neneknya pernah mengatakan bahwa orang tuanya telah meninggal.“Jadi, maksudmu Nenekku selama ini berbohong?”Dathan mengangguk. “Nenekmu pasti punya alasan, Adrina.”“Aku mau tanya, saat setelah tragedi itu, apa kamu mencari adikmu?”“Ya, waktu itu Ayahku mencari kamu, menempel fotomu dimana-mana, bahkan dijalanan banjir dengan spanduk pencarian orang hilang.”“Kenapa Nenekku saat itu tidak melaporkan aku ke polisi kalau memang benar aku bukan cucu asl
Rumah besar dan mewah dihadapannya membuat Adrina terpaku sejenak. Bangunan bernuansa putih dengan pagar balkon warna hitam, halaman yang dipenuhi rumput hijau premium, pot-pot bunga berjejer dan masing-masing dengan jenis yang berbeda. Kemudian lampu-lampu berwarna gold yang menggangung besar di atas balkon itu seolah menjadi icon betapa mewahnya rumah ini.“Adrina,” panggil Dathan karena wanita itu malah terdiam ditempat.“Selamat datang dirumah kami dan sekarang jadi rumah kamu juga.”Adrina menatap Dathan kemudian Tiffany bergantian, sedangkan Nyonya Jesika sudah masuk ke dalam. Wanita itu tidak tahan berlama-lama diluar, karena malam semakin larut. Ia sudah merasa pegal sejak dikontrakan Neneknya Adrina karena tidak bisa duduk dengan baik.“Adrina, kamu sekarang adalah adikku. Boleh aku peluk kamu, aku berusaha menahannya sejak dari rumah Nenekmu,” tutur Tiffany dengan lemah lembut. Adrina tersenyum canggung namun mengangguk.Mereka berdua berpelukan dengan erat, terutanma Tiffan
“Om Dathan!” teriak seorang anak kecil dari atas. Dathan mendongak, begitu pula Adrina. Terlihat Tiffany di sana tersenyum.“Om, aku juga mau sarapan bareng,” ujarnya ceria. Dathan tersenyum hangat. Lalu mengisyaratkan dengan tangannya agar Deno ikut turun. Sedangkan Tiffany tetap diam ditempatnya.“Katanya Mama kita kedatangan Tante, beneran Kak Loli ini Tante aku?” tanya Deno dengan mulut penuh. Nyonya Jesika yang sedari tadi terdiam dan tenang menikmati makanannya menghela nafas.“Deno, jangan bicara saat mulutmu penuh,” larangnya pada anak kecil itu. Deno langsung menatap Neneknya, tapi anehnya seperti tidak peduli.Sementara Adrina yang masih mengunyah makanan hampir tersedak, ia sudah biasa makan sambil bicara. Untunglah saat ini ia bisa lebih tenang dan mengkondisikan dengan keadaan.“Kak Loli, nanti kita main ya?” ajak Deno ceria. Adrina mengangguk, kemudian menghabiskan kunyahanny
Sebulan kemudian berjalan lebih cepat bagi Dathan. Ia benar-benar panik sekarang, meski hatinya terus menerus menolak dan menyangkal untuk menikahi Brenda, namun nyatanya keadaan membuatnya harus berada di sebuah ruangan VVIP dan kini sedang didandani menjadi pengantin pria.Brenda menelponnya berkali-kali, namun belum ia angkat sama sekali. Dathan sibuk mondar mandir, ia bingun meminta pertolongan pada siapa lagi, karena orang-orang tidak akan ada yang bisa membantunya. Ya, Cakra pria itu hanya meminta Dathan untuk sabar dan menerima semuanya, karena nanti setelah menikah dengan Brenda, pria itu tidak perlu cemas akan posisi CEO, karena Dathan lah pemenangnya. Meminta tolong kepada Tiffany, sangat tidak mungkin. Wanita itu tidak bisa dilibatkan dalam hal ini, sudah cukup permasalahan hidupnya selama ini. Sinar? ah Adiknya bahkan belum terlihat hari ini entah dimana keberadaannya, teleponnya pun tidak aktif.Sebuah ketukan pintu membuat Dathan terlonjak, ia takut jika yang datang adal
"Kenapa kamu ningalin aku kemarin?" tanya Brenda mengintimidasi."Sinar hampir diculik," jawab Dathan. Brenda mengernyitkan keningnya."Terus, mana dia sekarang?""Dia lagi istirahat di kamar. Kamu mau apa ke sini? hari ini jadwalku istirahat, sebelum besok kami pulang lagi ke Jakarta.""Jangan bilang kalian sekamar?" tebak Brenda, wanita itu memaksa ingin masuk ke dalam kamar namun Dathan menahannya. Tidak ingin sang Adik yang tengah sakit terganggu."Kenapa? dia adikku.""Dathan, ayolah meski dia adikmu. Tapi, kalian udah sama-sama dewasa. Apalagi perhatian kamu sama Sinar itu posesif banget, berlebihan, wanita mana yang nggak cemburu, meskipun itu istrimu, kalau perhatianmu selalu tertuju pada adikmu itu ha?" Brenda mengeluarkan unek-uneknya. Bukan hal yang wajah jika seorang Kakak terlalu memperhatikan adiknya, sedangkan kekasihnya tidak. Memangnya yang bakal menemani pria itu suka duka siapa nantinya? tentu seseorang yang saat ini adalah kekasihnya dan di masa depan akan menjadi
Adrina terjatuh ke tanah, seolah kembali mengingat masa lalunya di mana Tigor selalu melakukan kekerasan padanya, entah itu mencekiknya, memukulnya atau menamparnya dan terakhir kali lelaki itu membuat pakaiannya robek dan memalak isi dompetnya. Ia merasa sudah aman dari Tigor, namun ternyata hidupnya kembali dipertemukan dengan sosok-sosok menyeramkan ini."Tolong! tolong! ada orang jahat di sini!" teriak Adrina kencang. Ia berharap ada warga yang lewat dan menolongnya."Bawa ke markas kita aja gimana?" tanya pria yang memegang tas Adrina, ia tidak ingin berurusan dengan masyarakat jika memperkosa wanita ditempat yang sepi namun ini dekat pasar."Yok."Dathan berusaha menghubungi adiknya, namun teleponnya tidak terjawab sama sekali. Ia panik, lelaki itu memilih meninggalkan Brenda yang asyik melihat sungai di Siring, sementara ia diam-diam ke Pasar demi menyusul Sinar."Sinar, kamu dimana?" gumam Dathan cemas, "Kamu ga boleh hilang lagi, Dek."Tolong! tolong! ada orang jahat!Lepasin
Brenda sangat senang karena Dathan mau menuruti keinginannya untuk berkeliling kota Banjarmasin, padahal tanpa Brenda tahu Dathan mau diajak jalan-jalan adalah karena adiknya juga mau ikut untuk melakukan healing setelah tiga hari menemaninya menemui klien dengan waktu yang cukup panjang dan melelahkan, observasi ke berbagai tempat, menaiki gedung berlantai lima yang sudah jadi, hingga menyusuri lahan gambut yang masih luas dan berair."Loh, Sinar kamu mau ikut kami jalan-jalan juga?" Brenda bertanya dengan heran, pasalnya saat ia menjemput Dathan di kamarnya, lelaki itu sudah bercengkarama saja dengan sang Adik."Iya Brenda, masa kita jalan-jalan, Sinar diem aja di kamar? harus ikut dong.""Ih, tapi 'kan kita kencan berdua Dathan, masa ada Adek kamu," lirikan mata diberikan oleh Brenda kepada Adrina, membuat wanita itu merasa tidak nyaman."Aku baca di internet, kalau Sudi Mampir itu luas, ada Jembatannya juga yang dari atas sana kita bisa liat orang-ora
Saat di dalam pesawat terbang kelas Bisnis yang membuatnya bisa leluasa tertidur. Meski perjalanan hanya butuh waktu satu jam, namun karena fisik dan psikisnya benar-benar kelelahan, Adrina tertidur di samping Dathan.Sementara Dathan, lelaki itu lebih memilih menikmati jingga di atas langit, karena keberangkatan mereka sore. Awan-awan mulai menggelap dan meliputi jendela pesawat, membuat Dathan akhirnya mengalihkan pandangan ke arah adiknya yang ternyata sudah pulas tertidur setelah memakan cemilan yang disediakan oleh pramugari."Adikku emang cantik," puji Dathan, lelaki itu tersenyum lalu membelai pipi sang adik. Walau baru beberapa bulan mereka berstatus sebagai Kakak Adik, tapi Dathan sudah sangat menyayangi Adrina. Gadis ini polos, walau ia dulu mengenalnya sebagai gadis kuat dan pantang menyerah, namun setelah lebih dekat Adrina membuatnya selalu merasa gemas."Lelaki mana yang pantas untukmu ya? aku bahkan sulit menentukkan, teman-temanku sekali pu
Adrina kini sudah berada di meja sekretaris dengan tatapan kosong. Namun, pikirannya sebenarnya tidak bisa diam, ia terus menerus kepikiran mengenai fakta bahwa dirinya bukanlah adik Dathan, pantas saja selama ini ia tidak bisa nyaman dan merasa benar-benar bersaudara dengan lelaki itu."Adrina," panggil Dathan, ternyata sudah dua menit dua lelaki memperhatikan dirinya yang bengong."Eh iya Pak?" jawab Adrina, sedikit terbata, pasalnya ia terkejut melihat Dathan dan Cakra melihatnya sembari menopang dagu."Ngelamun lagi? kenapa sih, Kakak perhatikan akhir-akhir ini kamu ngelamun terus, kenapa Dek?" tanya Dathan."Mungkin lagi kepikiran mau check out apa? ya nggak Mbak Adrina?" gurau Cakra, Adrina seketika terkekeh."Ya, aku kepikiran mau belanja online, Mas Cakra bener.""Masa sampe ngelamunnya lama gitu? nggak nyadar kalau Kakakanya sudah berdiri lebih dari dua menit di sini?""Oh ya? maaf aku nggak sadar.""Cakra, ambilkan minum.""Siap Bos."Cakra bergegas menuju ruang CEO dan memba
Adrina berjalan lunglai ke kediaman keluarga King Of Store. Wajahnya lusu, bibirnya terlihat pucat pasi. Ini bukan lagi dugaan yang tidak berdasar, dirinya memang bukanlah adik dari seorang Dathan. Sepertinya ada yang tidak beres dengan apa yang terjadi, awal mula ia dinyatakan sebagai bagian dari King Of Store adalah karena Nyonya Jesika, apakah wanita itu yang telah memalsukan data dirinya?"Dari mana aja kamu?" Nyonya Jesika sudah berdiri tepat di balik pintu, wanita itu memindai penampilan Adrina dari atas ke bawah. Wanita itu terlihat kacau, meski memakai pakaian bermerk produksi dari Label Isabel Marant, berupa Bedrissa Floral Shirt, dipadukan dengan celana kain dari Gucci. Adrina menatap Nyonya Jesika, menelisik wajah yang selalu terlihat seram dan mengintimidasi, apa sebenarnya yang menjadi alasan wanita tua itu membuatnya menjadi bagian dari King Of store?"Kenapa kamu menatapku seperti itu? apa kamu lupa kalau aku Ibumu di sini Sinar Putri Harrison?""Nyonya Jesika," panggil
Akhir pekan ini Adrina memilih untuk bolos les, ia bahkan tidak ikut sarapan bersama keluarga King Of Store. Kepalanya sudah dipenuhi dengan kekhawatiran dengan berbagai kemungkinan, bagaimana jika dirinya bukan bagian dari keluarga besar itu?"Adrina mana?" Nyonya Jesika bertanya, Dathan sudah ada di sana."Aku ga liat dia keluar dari kamar," jawab Dathan."Em nyonya, nona Adrina keluar rumah subuh sekali," jawab asisten rumah itu. "Apa? jadi dia udah niat bolos les dari pagi?" Jesik terlihat tidak suka. Dathan menatap Ibu tirinya, sebenarnya ia juga baru tahu jika adiknya sudah tidak ada di kamarnya, jika tahu begitu mungkin ia tidak akan ikut sarapan pagi ini."Dathan, kamu tau Komisaris mau kamu temuin dia?""Ya tau, tapi aku lagi sibuk sama pekerjaan kantor.""Jangan beralasan, kalau kamu cuma mau ngehindar perjodohan."Perkataan Ibu tirinya berhasil membuat Dathan menurunkan sendok dan garpunya, mendadak ia tidak selera makan. "Bu, aku harap kamu jangan ikut campur lagi urusan p
“Halo Kak, maaf tadi bateraiku lowbet, jadi aku ngecas dulu di tempat makan. Kamu udah selesai nontonnya?” tanya Adrina merasa bersalah, karena ponselnya ternyata mati dan ia baru saja mengisinya. Pasti Dathan sudah mencari-carinya pikirnya, karena tanpa terasa ia dan teman-temannya mengobrol cukup lama.“Iya, restoran yang mana?”“Restoran Indonesia Kak.”“Kakak ke sana.”“Brenda kalau kamu capek, pulang aja.” Dathan menoleh ke arah Brenda yang juga ikut mencari adiknya. Wanita itu mendengus.“Kenapa? Apa kamu ga pengen diganggu karena mau berudaan terus sama adik barumu itu?” tebak Brenda.“Aku pikir kamu juga butuh istirahat, besok masih harus masuk kerja.”“Baiklah, aku tau kamu perhatian. Tapi, Dathan antarkan aku ya? soalnya aku tadi sama supir dari rumah, jadi mobilku dibawa lagi. Ya?” Wanita itu beralasan dengan diantar oleh Dathan.“Tapi aku harus nemuin Sinar, gimana bisa antar kamu sekarang.”“Ya udah, temuin dia dulu, terus kita pulang dan anter aku. Apa susahnya?”Adrina b