Adrina hanya terpaku sembari menatap kosong ke depan. Ia masih belum bisa percaya akan apa yang dipaparkan oleh Dathan. Mengapa pria itu begitu yakin kalau dirinya adalah Adik dari seorang CEO muda perusahaan King Of Store.“Kamu bisa baca semua dokumen yang ada ini. Ibuku tidak mungkin asal dan dia memiliki orang kepercayaan yang bisa diandalkan, Adrina.”Masih dengan posisinya, bergeming dan perlahan air matanya menitik. Adrina bingung ia harus mengekspresikannya dengan cara apa. Apa benar dirinya adalah bagian dari keluarga Dathan? Neneknya pernah mengatakan bahwa orang tuanya telah meninggal.“Jadi, maksudmu Nenekku selama ini berbohong?”Dathan mengangguk. “Nenekmu pasti punya alasan, Adrina.”“Aku mau tanya, saat setelah tragedi itu, apa kamu mencari adikmu?”“Ya, waktu itu Ayahku mencari kamu, menempel fotomu dimana-mana, bahkan dijalanan banjir dengan spanduk pencarian orang hilang.”“Kenapa Nenekku saat itu tidak melaporkan aku ke polisi kalau memang benar aku bukan cucu asl
Rumah besar dan mewah dihadapannya membuat Adrina terpaku sejenak. Bangunan bernuansa putih dengan pagar balkon warna hitam, halaman yang dipenuhi rumput hijau premium, pot-pot bunga berjejer dan masing-masing dengan jenis yang berbeda. Kemudian lampu-lampu berwarna gold yang menggangung besar di atas balkon itu seolah menjadi icon betapa mewahnya rumah ini.“Adrina,” panggil Dathan karena wanita itu malah terdiam ditempat.“Selamat datang dirumah kami dan sekarang jadi rumah kamu juga.”Adrina menatap Dathan kemudian Tiffany bergantian, sedangkan Nyonya Jesika sudah masuk ke dalam. Wanita itu tidak tahan berlama-lama diluar, karena malam semakin larut. Ia sudah merasa pegal sejak dikontrakan Neneknya Adrina karena tidak bisa duduk dengan baik.“Adrina, kamu sekarang adalah adikku. Boleh aku peluk kamu, aku berusaha menahannya sejak dari rumah Nenekmu,” tutur Tiffany dengan lemah lembut. Adrina tersenyum canggung namun mengangguk.Mereka berdua berpelukan dengan erat, terutanma Tiffan
“Om Dathan!” teriak seorang anak kecil dari atas. Dathan mendongak, begitu pula Adrina. Terlihat Tiffany di sana tersenyum.“Om, aku juga mau sarapan bareng,” ujarnya ceria. Dathan tersenyum hangat. Lalu mengisyaratkan dengan tangannya agar Deno ikut turun. Sedangkan Tiffany tetap diam ditempatnya.“Katanya Mama kita kedatangan Tante, beneran Kak Loli ini Tante aku?” tanya Deno dengan mulut penuh. Nyonya Jesika yang sedari tadi terdiam dan tenang menikmati makanannya menghela nafas.“Deno, jangan bicara saat mulutmu penuh,” larangnya pada anak kecil itu. Deno langsung menatap Neneknya, tapi anehnya seperti tidak peduli.Sementara Adrina yang masih mengunyah makanan hampir tersedak, ia sudah biasa makan sambil bicara. Untunglah saat ini ia bisa lebih tenang dan mengkondisikan dengan keadaan.“Kak Loli, nanti kita main ya?” ajak Deno ceria. Adrina mengangguk, kemudian menghabiskan kunyahanny
Tidak seperti hari kemarin yang terlihat seperti biasanya. Hari ini Dathan dikejutkan dengan banyaknya wartawan yang berkumpul di depan Office King Of Store. Cakra sengaja tidak memasuki parkiran lewat jalan utama.“Mereka penasaran dengan Nona Bernika yang disebut sama Bapak kemarin,” ujar Cakra menjelaskan. Adrina yang duduk disamping Dathan hanya menghela nafas.“Apa aku menyebut namanya kemarin?” tanya Dathan. Cakra menepuk jidat, heran dengan kelakuan CEO yang terkadang mudah lupa ini.“Iya, Bapak bilang nama Adiknya adalah Sinar yang ternyata Adrina Bernika Shakira.”“Astaga!”“Bagaiaman bisa Pak Dathan nggak berhati-hati?” tanya Adrina, ia ikut kesal dengan Dathan.“Maaf, aku terlalu senang kemarin. Seharusnya ini jadi rahasia, aku akan mengumumkan kalau Adrina adikku nanti saja.”“Lalu, gimana?” Cakra ikut bingung sendiri. Ia juga jadi terseret memikirkan masalah CEO-nya.“Gini, kamu kerahkan tim berita terpercaya. Mereka yang mau dibayar pokoknya, ini demi adikku. Katakan kal
Setelah naik wahana kuda-kudaan, Adrina mengajak Dathan untuk membeli jajanan street food. Ia pun ingin merasakan menjadi pembeli apalagi bersama dengan Kakak barunya ini.“Bagi aku sebagai penjual street food, melihat orang-orang makan aja udah seneng dan ikut kenyang,” ujar Adrina seraya memasukkan satu buah Tokoyaki ke dalam mulutnya. Mereka kini sedang duduk di kursi kayu.“Oh ya, harusnya kamu bisa sambil makan juga dong,” timpal Dathan. Adrina tersenyum, tidak semudah itu, bekerja di bawah kendali orang lain tetaplah tidak mudah. Ia memiliki target penjualan dan bukan untuk makan-makan sambil berleha-leha.“Ngomong-ngomong, perut Kakak emang cocok makan yang beginian?” tanya Adrina. Pasalnya, di rumah keluarga terlarang memakan jajanan seperti yang saat ini mereka makan. Nyonya Jesika sudah mengingatkannya agar tidak membawa makanan itu ke rumah dan melarang keluarga King Of Store mengonsumsi makanan non real food.“Perutku? Ehm, semuanya masuk ke perutku Adrina. Jangan bilang-
Hari yang cerah, namun cuaca sudah mulai dingin karena menurut ramalan cuaca di Seoul, akan segera turun salju, nanti malam tepat pukul 20.00.Dathan dan Adrina memakai jaket yang tidak terlalu tebal, hanya demi menghalan cuaca yang sedikit dingin dari hari kemarin, saat mereka tiba di Korea. Hari ini mereka memulainya dengan perjalanan ke Pasar, hal ini diusulkan oleh Adrina, karena ia tidak ingin lelah jika ke Pasarnya nanti saat akan pulang."Kakak ikut aja, yang penting kamu seneng." Dathan menuruti. Adrina tersenyum, berjalan riang lebih dulu."Jangan lari-lari begitu, nanti kamu ilang," teriak Dathan di kerumunan banyak orang. Pasalnya banyak sekali manusia di sini, ia bahkan bisa mengendus satu-satu aroma parfum dari tiap-tiap manusia yang melewatinya.Adrina belanja beberapa baju tebal, aksesoris dan kulineran halal yang bisa ia makan. Ia juga menawari Dathan dan mereka sesekali berjongkok atau duduk di kursi untuk makan."Kak."
Pundak Adrina terasa bergetar karena tepukan yang dilakukan seseorang. Kepalanya menoleh dan mendapati wanita cantik tersenyum sinis kepadanya. Dia adalah Brenda, tunangan Dathan.“Hai adik ipar,” sapa Brenda. Adrina menahan nafas, ia hanya bisa tersenyum paksa.“Jangan diam seperti patung begitu, lebih baik kita masuk ke dalam,” ajaknya pada Adrina. Sementara Adrina, ia tahu Dathan didalam ruangan itu sedang diinterogasi oleh Kakeknya. Hingga kemudian asisten Komisaris membuka pintu dan menghampiri keduanya.“Sinar, kamu adiknya Pak Dathan? Komisaris menyuruh kamu masuk.”“Tuh ‘kan apa aku bilang, yuk kita masuk bersama. Hallo Om, saya tunangan Dathan, Brenda nama saya.” Brenda menyapa asisten Komisaris. Tanpa diminta wanita itu ikut masuk ke dalam ruangan bersama dengan Adrina.“Selamat siang Kek, sudah lama nggak ketemu.”“Brenda, iya apa kabar?”“S
Cakra dikejutkan dengan bunyi bel berkali-kali bahkan sebelum matahari terbit. Ia yang sudah rapi dengan jasnya melihat interkom dan terkejut mendapati wajah Brenda. Pasalnya, setelah pertunangan diputus, wanita itu tidak pernah menampakkan diri di apartemen ini.Dulu sebelum wanita itu ke luar negeri memang kerap berkunjung, walau Dathan tidak terlalu senang. Tapi semenjak ke luar negeri, hanya sesekali ketika mudik saja.“Bos, Brenda ada diluar tuh.”Dathan yang masih memakai piyama dan baru akan mandi itu terkejut. Sepertinya wanita itu merasa mendapat lampu kuning darinya, makanya sudah mulai agresif lagi.“Bukain.”“Serius?” Cakra terkejut sekaligus heran.“Ya.”“Hai Cakra, lama nggak bertegur sapa,” ucap Brenda tersenyum. Cakra tersenyum tipis, seraya melambai.“Dathan, udah bangun?” tanya Brenda sembari melongok ke dalam, lalu melepas sepatu yang mem