Seruni mengenalkan Danurwenda kepada kakeknya, Ki Gandara. Dia menjelaskan kalau Danurwenda yang mengalahkan Gondang dan Lembu. Juga yang menangkapnya ketika menyusup ke istana Girijaya. "Aku lihat cucuku menyukaimu," kata Ki Gandara setelah memperhatikan beberapa saat. "Tapi tidak akan aku merestui. Kau tidak baik untuk jadi pendampingnya!" Deg! Kenapa kata-kata ini rasanya menusuk sampai ke hati. Wajah Danurwenda tampak berubah. Dia tidak mempermasalahkan soal perasaan dia terhadap Seruni atau sebaliknya, tapi ungkapan 'tidak baik' jadi pendampingnya. Itu yang masuk ke pikirannya. Di sisi lain Seruni merasa tidak enak. Dia takut perkataan si kakek menyinggung perasaan Danurwenda. "Aku sudah menjodohkannya dengan orang baik!" lanjut si kakek. 'Orang baik,' ini juga cukup menusuk jantung Danurwenda. Kenapa sepertinya Ki Gandara sedang menyindirnya. "Saya hanya mendoakan saja, semoga Seruni mendapatkan kebahagiaan. Saya permisi!" Danurwenda menjura lalu pergi tanpa melirik ke ar
"Saya akan segera ke sana! Tapi ingin minum teh dulu disini!""Baik. Sebentar, saya ambilkan pesanannya!"Ki Bantarseta pergi ke dapur, sementara itu gadis berbaju merah dan berambut disanggul rapi itu masih tersenyum-senyum sambil sesekali melirik ke arah Danurwenda."Dia telah menggangguku. Dia pamerkan kehebatan ilmunya yang bisa mengirimkan tenaga dalam lewat pandangan mata. Dia buktikan kemampuannya menyedot air teh dan memecahkan cangkirnya," batin Danurwenda.Danurwenda melihat gadis itu meneguk tuak dari cangkir pertama. Satu cangkir diteguknya habis. Setelah itu ia menghembuskan napas lewat mulut, melirik Danurwenda sebentar dan tersenyum tipis bernada menantang.Si pemuda masih tenang saja. Tetapi beberapa saat kemudian, gadis itu terkejut ketika mau meneguk cangkir yang kedua.Ia melihat cangkir pertama yang sudah kosong itu menjadi berisi kembali dengan penuh. Ia melirik Danurwenda, tapi pemuda itu berlagak tidak memp
Barangkali Ki Bantarseta belum mengetahui tentang Danurwenda yang mulai terkenal ini, sehingga ia sangat mencemaskan tamunya jika keluar secepat itu.la tidak ingin tamunya kepergok oleh Tengkorak Iblis dan tak mampu hadapi keganasan dan kekejaman si pembunuh itu.Karena tidak mau sombongkan ilmunya di depan Ki Bantarseta, maka Danurwenda pun diam saja, kembali masuk ke kamarnya dan duduk di tepian dipan sambil menunggu si tuan rumah memanggilnya.Beberapa saat kemudian, Ki Bantarseta memang memanggilnya. Ia mengajak pemuda itu keluar dan menghampiri rumah orang yang menjadi korban. Ternyata di sana banyak orang yang telah berkerumun dan saling membicarakan korban malam itu.Korban yang mati dengan dada terluka lebar pertanda bekas hujaman senjata tajam besar itu adalah seorang lelaki yang bernama Ranubaya, berusia sekitar dua puluh tahun. Masih muda dan belum menikah.Ibunya yang tadi menjerit melihat anaknya mati terkapar keti
Danurwenda tak ingin pengobatannya dilihat orang lain. Dia takut membuat apa yang dilakukannya mengundang keirian bagi orang yang tidak suka.Maka, Ki Bantarseta pun membantu menyingkirkan para pembawa obor. Mereka pergi keluar kedai, tinggal Danurwenda dan Intana yang ada di dalamnya.Danurwenda mengobati Intana dengan menyalurkan tenaga dalam guna menghilangkan lukanya. Karena lukanya tidak mengandung racun, hanya bekas pukulan bertenaga dalam saja.Beberapa lama kemudian, kondisi Intana mulai membaik, tidak merasakan nyeri atau perih pada bagian lukanya.Tapi tubuhnya masih lemas karena banyak kehilangan tenaga. Sekalipun demikian, si gadis sudah mulai bisa bicara walaupun dengan suara lirih."Dia... bukan tengkorak.""Maksudmu?""Dia manusia. Aku berhasil membuka kedok yang dikenakannya. Dia seorang... seorang,...""Ssst...!"Danurwenda tidak ingin apa yang dikatakan Intana didengar oleh orang banyak. Pada saat itu, Ki Bantarseta masuk, s
"Dan Kakek pun tahu siapa orang yang menyerangnya?""Aku tidak melihat, tapi aku mengenali jenis racun dan bentuk senjata rahasianya."Sejak tadi Danurwenda mencari sinar kejujuran di mata kakek ini dan dia menemukannya."Baiklah, aku serahkan pada Kakek!" Meski begitu si pemuda masih merasa khawatir.Akhirnya dia membiarkan kakek itu membawa Intana pergi. Sementara dia hendak kembali ke kedai Ki Bantarseta, tetapi perasaannya tidak enak. Seperti mendapat firasat buruk.Danurwenda urungkan niatnya untuk kembali, dia malah menyusul Ki Reksa Buana yang sudah jauh membawa Intana.Firasatnya ternyata benar. Dua puluh tombak di depan sana tampak Ki Reksa Buana sedang mendapat serangan dari seseorang yang mengenakan jubah hitam yang memiliki penutup kepala.Wajah sosok ini berupa tengkorak. Dia menggunakan senjata tongkat yang ujungnya bersabit panjang."Itu pasti Tengkorak Iblis!" gumam Danurwenda setelah melihat cir
"Kurasa Ki Bantarseta mengetahui tentang sikap dan perilaku anak gadisnya itu! Masalahnya sekarang, alasan apa yang membuat ayah dan anak itu seakan menjadi malaikat maut bagi orang banyak?"Apakah mereka sedang menuntut ilmu yang harus mempunyai tumbal sekian nyawa?" Intana mengungkapkan dugaannya."Ilmu apa itu?" tanya Danurwenda."Tak tahulah. Mungkin saja begitu. Karena menurut ceritamu dapat kusimpulkan bahwa Ki Bantarseta seolah-olah mendukung segala apa pun yang dilakukan oleh Sulastri."Danurwenda kembali mengingat percakapan dengan Sulastri waktu itu."Tengkorak Iblis punya orang kuat yang memihaknya. Karena itu Tengkorak Iblis tidak pernah merasa takut kepada siapa pun." Begitulah kata Sulastri waktu itu."Siapa orang kuat yang memihak Tengkorak Iblis?" tanya Danurwenda pada waktu itu."Yaaah... tentu saja gurunya sendiri,""Siapa gurunya Tengkorak Iblis?""Entah. Mungkin gurunya adalah Tengko
Maka mereka kembali ke rumah Ki Bantarseta. Malam itu juga Intana langsung berbicara dengan Ki Bantarseta berdua saja. Sedangkan Danurwenda menemani Sulastri."Pada dasarnya saya curiga kepada anakmu itu, Kek!""Lho, mengapa Sulastri kau curigai?""Karena sewaktu aku berhasil membuka topeng Tengkorak Iblis, aku melihat wajah di balik topeng itu adalah wajah Sulastri, Pak Tua!""Seperti... maksudmu wajah itu seperti wajah Sulastri?""Betul!"Ki Bantarseta terbungkam dan merenung dengan dahi tuanya berkerut tajam. Wajah itu kian lama kian tampak murung dan sepertinya menyimpan kesedihan.Namun, di depan Intana, lelaki tua itu buru-buru membuang perasaan dukanya dan wajahnya dibuat ceria."Dia sepertinya menyimpan sesuatu yang dirahasiakan," batin Intana.***Besok malamnya, Danurwenda yang keluar rumah sejak sebelum larut malam. Intana menjaga ayah dan anak itu di rumah.Pemuda ini berni
Widanuri dibawa oleh mereka ke pesanggrahan, tempat Raden Gatra menikmati masa liburnya dari tugas-tugas di istana.Di pesanggrahan itulah, Raden Gatra berhasil memaksa Widanuri untuk melayani hasratnya. Akhirnya gadis itu dinodai oleh Raden Gatra.Pada saat itu, diluar dugaan Nyai Ayu Kemala datang ke pesanggrahan dan memergoki perbuatan terkutuk itu. Tentu saja Nyai Ayu Kemala menjadi berang dan mengamuk habis-habisan kepada Widanuri.Nyai Ayu Kemala takut kalau Widanuri menyebarkan tindakan suaminya, maka ia pun segera menyebar fitnah."Widanuri merebut suamiku, menggunakan ilmu pengasihan untuk memelet suamiku! Dia sungguh perempuan terkutuk yang mengganggu kebahagiaan rumah tangga orang lain."Kelak bukan keluargaku saja yang akan diganggunya, tapi suami-suami orang lain juga akan diganggunya! Selama Widanuri masih ada di desa kita ini, hidup kita tidak akan aman karena suami kita akan menjadi bahan incarannya terus."Sediki