Beranda / Fantasi / Cucu Kegelapan / Tempatku Tidur

Share

Tempatku Tidur

last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-01 10:41:09

Krona itu menjelaskan, hanya murid-murid yang menghuni asrama terkait yang bisa memasukinya. Sebab, murid terkait harus memindai matanya sebelum masuk. Saat itu Venus bertanya, bagaimana bisa Volta Juana bisa memindai mata seorang murid baru dan asing seperti dirinya, sementara mereka baru datang hari ini di sini? Pak Saka menjawabnya dengan mengatakan bahwa data dan identitas mereka sudah didaftarkan sejak mereka masih bayi, termasuk sidik jari dan identitas mata seperti ini.

“Mungkin ayahmu sempat mengurus segalanya setelah kau lahir,” gumam Virzash pada Venus yang kebingungan.

Pemikiran bahwa ayahnya masih memiliki setitik kepedulian, bahkan hanya untuk mengurus keperluan sesepele sekolah di dimensi lain, sungguh membuat Venus merasa setidak-tidaknya berharap.

Perlu beberapa saat sebelum tiba giliran Venus untuk memindai matanya. Pemindai mata itu berada di tembok samping pintu, dan meskipun pintu sudah terbuka sejak murid pertama memindai matanya, ada dinding energi tembus pandang yang menghalangi lubang pintu tersebut. Kata Pak Saka, dinding energi itu kedap Bakat, sehingga tak ada kemungkinan seseorang berbuat curang dengan mengandalkan kekuatannya, bahkan seorang Petir yang ahli dengan listrik sekalipun.

Dua detik setelah Venus memindai matanya, dinding energi itu meluruh nonaktif. Tepat setelah Venus melewati garis pintu, dinding energi itu muncul lagi secepat kilat. Virzash melakukan hal yang sama, dan terakhir Pak Saka yang kemudian menutup pintu bajanya.

Hal pertama yang dilihat Venus adalah ruang rekreasi sebesar lapangan, segalanya tampak perak dan beberapa hitam. Di ruangan itu tersebar banyak sekali kursi berbantal, sofa, ataupun kursi kayu dengan meja-meja senada. Lantai di bawah kursi dan meja-meja itu dilapisi karpet atau permadani bundar yang tampak halus dan nyaman. Di masing-masing ujung ruangan, berdiri tiga rak buku besar yang menutupi seluruh sisi dinding itu. Pada dinding di samping kanan pintu, ada mega layar LCD yang berfungsi sebagai pengganti papan mading atau pengumuman. Pada dinding yang masih kosong terpasang foto-foto berpigura yang menunjukkan para penghuni sebelumnya yang kini telah lulus.

Pak Saka beranjak ke seberang ruangan. Ia berdiri di antara dua kotak persegi panjang tembus pandang yang berjarak kira-kira tiga atau empat meter dari satu sama lain.

“Lift yang kiri menuju asrama putri,” jelas Pak Saka. “Dan yang sebelah kanan untuk putra. Silakan memeriksa Layar Informasi untuk mengetahui nomor kamar kalian. Dan, aku ingin seorang relawan. Laki-laki. Siapa saja, majulah.”

Seorang cowok maju dengan percaya diri, sementara Venus dan murid-murid yang lain hanya memandang Pak Saka dengan tatapan bingung.

“Tolong masuk ke lift putri, Nak,” perintah Pak Saka.

Meski agak bingung, cowok itu menurutinya dan masuk ke dalam lift untuk putri. Baru beberapa langkah ia tiba di dalam lift itu, tiba-tiba ia terlempar keluar seakan ada yang menendangnya. Cowok itu bangkit berdiri begitu cepat dengan agak linglung, sementara murid-murid lain berdengap kaget. Pak Saka menyuruhnya kembali.

“Nah, itulah jadinya jika ada yang melanggar peraturan dengan memasuki asrama lawan jenis kalian. Putra maupun putri,” Pak Saka memperingatkan.

Sebelum pergi, Pak Saka memberitahu bahwa semua murid akan mendapat sebuah tablet yang akan mereka temukan di kamar masing-masing. Semua yang diperlukan ada di kamar dan tablet itu, katanya, termasuk peta Volta Juana di dalamnya, yang langsung membesarkan hati para murid. Begitu Pak Saka pergi, murid-murid berbondong-bondong mencari tahu nomor kamar mereka di Layar Info, sementara Venus dan Virzash menunggu dengan lebih sabar dan duduk di sebuah sofa. Atau lebih tepat, menghindari adanya tatapan-tatapan aneh yang tak diinginkan akibat keberadaan keduanya.

“Kau terlihat seperti belum pernah mendengar tentang isi Volta Juana,” tebak Venus pada Virzash sambil memeluk sebuah bantal sofa.

“Kalau cuma mendengar, semuanya juga pernah,” kata Virzash mengangkat bahu, matanya memandang sekilas kaki Venus yang naik ke atas meja dengan serampangan. “Kalau melihat, nah, itu beda. Volta Juana tak pernah memperbolehkan media-media luar memotret atau meliput isi bangunan ini.”

Venus bergumam tak jelas sambil menatap kerumunan teman-teman seasramanya yang berisik. Beberapa dari mereka tak sengaja beradu pandang dengan Venus, dan wajah mereka berubah pucat dalam sekejap. Venus hampir tertawa seraya menoleh pada cowok bayi di sampingnya.

“Aku tidak pernah merasa seasyik ini saat melihat ada orang yang takut cuma karena melihatku,” ujarnya geli. “Fakta paling lucu adalah bahwa aku bukan hantu.”

“Bukan,” Virzash menyetujui. “Masalahnya, kau itu hampir-hampir seperti bans.”

“Bans?” Gadis itu menatap Virzash tak mengerti.

“Kepala setan terbang.”

Venus tak tahu apakah itu cuma lelucon tentang Bizura atau sebangsanya. Venus memutuskan untuk menganggapnya sebagai candaan belaka.

Setelah beberapa menit yang cukup membuat Venus sebal, sebab ia sudah sangat mengantuk, akhirnya ruang rekreasi kosong dan hanya menyisakan mereka berdua. Venus berdiri seperti seekor kucing yang menggeliat, menyusul Virzash yang telah beranjak lebih dulu.

“Nomor berapa?” Venus bertanya.

Virzash tertawa. “Kenapa? Mau ikut masuk ke asrama putra?”

Venus mendengus, memilih untuk mengabaikan anak itu. Ia melihat sebuah gambar sidik jari pada sebuah tab kecil di tengah-tengah layar. Ia menekankan jarinya di sana tanpa berkata apa-apa, meski ia melakukan itu dengan jalan menebak-nebak. Untunglah, Virzash tidak memberitahukan informasi sia-sia seperti yang sudah-sudah.

Nomor 28 muncul sedetik kemudian. Setelahnya tab kecil itu menghilang.

“Oke,” gumam Venus sambil berbalik menuju lift dan melambai pada Virzash. “Dadah.”

“Dah.”

Venus masuk ke dalam lift dengan mata berat. Dilihatnya Virzash yang menuju lift putra. Lift berdenting, dan suara monoton seperti robot jantan terdengar keluar entah dari mana.

“Nomor berapa?”

Robot jantan.

Venus mendengus menahan geli saat menyebutkan nomor kamarnya pada suara itu. Lift bergerak, entah naik atau turun, Venus tak begitu peduli. Ia menyandar pada dinding kaca transparan lift itu sambil mengerjapkan mata dengan paksa. Beberapa detik kemudian lift berdenting dan pintunya membuka. Dengan gontai Venus melangkah keluar dan disambut lorong lagi sepanjang kurang lebih sepuluh meter. Pintu-pintu kamarnya hanya terdapat di sisi lorong sebelah kiri, sisi bagian kanan cuma ada ... dinding. Ada tiga kamar di lantai ini, dan Venus menempati kamar pertama. Setelah memindai sidik jari pada pintunya, ia mendorong dirinya sendiri masuk ke kamar tersebut.

Kamar itu sederhana dan lumayan lega. Terdiri atas sebuah ranjang, sebuah lemari, sebuah kamar mandi, dan seperangkat meja belajar. Segalanya bernuansa perak dan hitam, seperti biasa. Namun, Venus tak mau repot-repot mengeluh. Ia melemparkan diri ke atas ranjang, tetapi dengan segera mengerang. Sesuatu mengganjal punggungnya.

Sebuah tablet.

Venus meletakkan gawai itu ke atas nakas, dan kemudian rebah kembali ke ranjang dan memeluk guling.

Sebodoh amat. Tablet sialan itu bisa menunggu sampai besok.

Bab terkait

  • Cucu Kegelapan   Pikiran yang Bingung

    Rasanya Venus baru saja bermimpi tentang dirinya yang sedang berduel dengan seekor belalang raksasa, ketika suara alarm yang sangat melengking menyentaknya, hingga ia bangun dan terduduk tiba-tiba. Gara-gara itu pandangannya jadi agak berkunang-kunang. Venus mengerang dan berbaring lagi selama beberapa detik. Diraihnya tablet di atas nakas. Hari masih menunjukkan pukul 6 pagi, dan ada sebuah pesan masuk di gawai itu dengan bunyi berdenting keras satu kali. Gadis itu membuka pesannya dengan tangan masih memeluk guling. Pesan itu berisi jadwal pelajaran untuk siswa baru kelas satu. Venus berkedip-kedip membaca jadwal pada hari ini.Venus mengeluh. Ia mencoba tidur lagi, tetapi semenit kemudian suara alarm kembali menyentak telinganya.“Duh, Gusti!”Ia duduk dan menatap langit-langit kamarnya, berharap bisa menemukan mata-mata teknologi yang sedang mengawasinya. Sambil mengucek matanya, Venus mencoba menanyakan hal itu pada gawainya. Ia tak mengira bend

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Cucu Kegelapan   Pengembangan Bakat

    “Jadi, apakah ada yang tahu apa batasan dalam menggunakan Bakat?”Saat ini, Venus dan seluruh murid kelas satu sedang berbaris di tengah-tengah sebuah lapangan tertutup. Dinding-dinding hitam yang mengelilingi tanah lapang itu tampak berdiri angkuh, seakan ingin menghalangi siapapun yang ingin masuk ke lapangan itu tanpa izin. Mereka berada di sana dalam rangka praktik pelajaran Pengembangan Bakat, tepat setelah jam istirahat selesai.Pak Zub, krona pelatih berwajah tegas yang barusan bicara, memandang wajah-wajah di depannya dengan tajam. Venus menoleh pada Virzash dan menatapnya.“Apa?” bisik Virzash, merasa terganggu.“Kau tahu jawabannya?” selidik Venus.“Kau tidak pernah membuka tabletmu?”Venus memutar bola mata.“Kau berkata seakan kau sudah tahu,” gumam Venus sebal. “Kenapa tidak menjawab pertanyaan dari Pak Zub, kalau begitu?”Wajah Virzash memerah

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Cucu Kegelapan   Selalu Ditelan Kegelapan

    Kesepuluh Pelatih Sementara berseru-seru kepada kelompoknya masing-masing, menggiring mereka untuk keluar dari lapangan tertutup tersebut. Ekspresi murid-murid baru terlihat panik dan agak takut, tetapi para pelatih menyarankan untuk tetap tenang agar tidak mengacaukan suasana. Meski begitu, kaki mereka melangkah lebih cepat daripada sekadar berjalan saja.Venus menoleh pada Virzash, merasa bingung harus bagaimana. Pak Zub saat itu sedang menengadahkan kepala, matanya seperti mencari-cari sesuatu. Krona beruban itu sama sekali tidak menghiraukan Venus dan Virzash.“Kita pergi sendiri atau bagaimana?” bisik Venus tegang, meski gadis itu tak tahu apa tepatnya yang membuat ia tegang.Virzash menatap separuh anak-anak lain yang sudah setengah jalan menuju pintu keluar.“Kita susul mereka sajalah,” Virzash memutuskan, matanya mengerling Pak Zub. “Krona pelatih ini sepertinya bahkan tidak akan sadar kalau kita hilang. Yuk!”

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Cucu Kegelapan   Sebut Namaku

    Sekali lagi, Venus terbangun di kegelapan. Tubuhnya begitu lemah. Membuka mata pun terasa seperti sebuah pekerjaan yang melelahkan.Kemudian, ia ingat dengan apa yang telah terjadi.Gadis itu mengeluh. Ia memijit dahinya yang masih bekernyut nyeri. Tangan Venus meraba perutnya, merasakan sakit yang kini sudah tidak ada lagi. Jantungnya tak lagi terasa nyeri. Ia bisa bernapas sebaik manusia sehat manapun.Venus mencoba membuka mata lagi, berpikir dengan sadar bahwa membuka mata atau tidak, pemandangan yang tersedia tetap tidak akan berubah.Yang ada hanya kegelapan.“Tuhan, aku di mana?” bisik Venus merana.Kenangan tentang Portal Gelap membuatnya panik. Jika dulu portal itu menariknya masuk ke Bumi Kedua, bagaimana jika portal yang ini menariknya keluar dan kembali ke Bumi Pertama? Kembali kepada keluarga angkatnya?Atau, jangan-jangan Venus sebenarnya sudah mati? Apakah kematian seorang volt selalu begini? Terdampar di ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Cucu Kegelapan   Kesadaran yang Lega

    Bayang-bayang terpelesat ke sana kemari. Wujud mereka seperti malaikat kematian yang enggan meninggalkan makhluk bernapas hidup-hidup. Suaranya bagai angin yang berdesau, seirama dengan gerakan tak bertubuh citra tersebut.Siluet seorang pria dan seorang wanita tampak berdiri di tengah-tengah kepungan itu, berdiri dan saling berhadapan, seakan tak ada yang lebih penting daripada itu. Gerak bibir mereka seperti sedang berbicara.Citra kelabu itu perlahan memudar menjadi kabut yang mengaburkan penglihatan. Suara tawa tiba-tiba menggelegar, menciptakan gema yang menggiriskan hati, seakan ia keluar dari palung kematian.Bintik-bintik gelap dengan cepat menyebar, menutup sepetak kelabu yang tersisa. Namun, gema tawa itu masih ada. Menggoncang jiwa. Seandainya mungkin, orang mati pun niscaya terbangun kembali, lalu kembali mati berkubang ketakutan.Saat tawa itu berhenti, sebuah kesadaran tampak menunjukkan keberadaannya. Kesadaran itu menggigil seakan tengah b

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Cucu Kegelapan   Keturunan

    Dalam tiga puluh menit selanjutnya, mereka membicarakan aksi heroik Venus yang dijuluki Sang Bizura Yang Payah oleh teman-temannya. Sementara Venus sendiri sibuk makan seraya mengomeli semangkuk muntahan nasi abon yang ia pegang.“Dari mana kau yakin kalau kau bakal bisa mengeluarkan Bakat sebesar itu?” satu saat Virzash bertanya penasaran.“Nah, betul juga,” Shad mengiyakan. “Bagaimana kalau perhitunganmu ternyata salah, Ven?”Venus memutar-mutar bola mata dan mengetuk-ngetuk pinggiran mangkuknya.“Maaf sudah mengecewakan kalian, tapi aku tidak merasa sudah menghitung apapun saat itu!” ucapnya ketus. “Pak Zub bakal diserang oleh segerombol kepala setan terbang, dan kalian malah mempertanyakan bagaimana caraku bisa berpikir?! Aku nggak berpikir!”“Pantas kau mati,” cetus Lou tiba-tiba.Ketukan Venus pada mangkuknya berhenti kira-kira sepersekian detik. Kata-kata Lou meng

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Cucu Kegelapan   Sumpah

    Dunia Venus membeku.Bisakah ia tetap melawan?Mimpinya dengan Giris bukanlah sekadar mimpi. Dan Venus merasa benci karenanya.Telinga Venus berdenging, dan ada sulur-sulur kehampaan nan dingin di sekujur tubuhnya yang terasa menyesakkan. Ia hanya mampu menatap Lou yang entah kenapa bisa berubah menjadi lembut.Sejak kapan Lou jadi baik dan simpatik begitu?Lagipula, aku sedang berpikir tentang apa?“Venus?” Tangan Lou melambai-lambai di depan wajah Venus. Venus berkedip.“Aku tidak apa-apa,” ia berkata dengan tenang, lantas tersenyum dan menyesuaikan duduknya.Lou dan yang lain memandang sosok pasien di atas ranjang rumah sakit itu dengan khawatir.“Beritahu aku detailnya. Tentang … moyangku itu.”Sepi.Bip-bip-bip.“Apa suaraku terlalu rendah?”Bip-bip-bip.“Venus …” Shad memulai, ragu

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Cucu Kegelapan   Pengakuan

    (Salam, Putri Bizura.Setelah bertahun-tahun saya mencoba berkomunikasi dengan Anda … akhirnya! Dua kali percobaan saya hampir berhasil, tetapi tiba-tiba gagal. Mungkin karena Anda masih belum mengetahui indentitas diri Anda? Atau pertahanan Anda yang tentu lebih kuat dari insan volt lain?Terlepas dari itu, perkenalkan. Saya adalah Mustaka, roh yang ditugaskan oleh Sang Penguasa Empat Dimensi, Yang Mulia Agung Kaisar Azafer, untuk menjaga dan melindungi Anda dari menjadi incaran musuh.Seperti Dewa Kebencian, misalnya. Sungguh, Kaisar Azafer menyatakan penyesalannya, atas anugerah yang telah dengan ceroboh ia turunkan pada Giris Druiksa.Saya selalu berada di sisi Anda. Jadi, kapanpun Anda ingin berkomunikasi dengan saya, silakan panggil saja nama saya dalam hati.Salam, Putri.Dan bangunlah. Ada pemuda menawan yang sedang mengagumimu dalam kehangatan di wajahnya.)

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01

Bab terbaru

  • Cucu Kegelapan   Sekutu

    Venus melihat mereka melalui kacamata malam yang dia kenakan, ketika akhirnya dia dan Ildara tiba di sebuah lubang yang hampir melingkar dengan tebing-tebing tinggi yang mengelilingi mereka. Berada di sisi tebing, sekelompok orang "kecil" berbisik ketika mereka menyaksikan kedatangan Venus dan Ildara.“Orang-orang” ini, yang Mustaka panggil Ebu Gogo, tingginya hanya sekitar satu meter, wajah mereka ditutupi bulu lebat seperti primata non-manusia. Perut mereka membuncit seperti pot, dengan telinga mencuat seolah-olah telinga mereka telah menggunakan beban yang tidak terlihat selama sisa hidup mereka.Venus terus berjalan ke tengah lapangan kecil yang terbuka dengan langkah lambat sambil mengamati makhluk lain. Namun, tiba-tiba salah satu Ebu Gogo dengan bulu coklat muda di wajahnya mendekati Venus dengan cara berjalan kikuk. Meski begitu, ekspresinya terlihat seperti sedang marah.Ven

  • Cucu Kegelapan   Pertemuan

    Venus tiba-tiba merasa sangat kotor meskipun ia baru saja selesai mandi dengan sabun berbusa banyak. Terlebih lagi, sisa sarapan yang sempat dihabiskannya nyaris naik ke kerongkongan hingga membuat anak itu mabuk luar biasa.Seperti yang dikatakan Ildara: vingsai dapat berteleportasi, baik sendiri maupun dengan orang lain. Masalah terbesarnya adalah: yang dibawa vingsai itu bukan kaumnya sendiri, melainkan manusia volt yang sehat tanpa belatung di wajah mereka.Jika menjaga jarak saja aromanya sudah sangat buruk, Venus benar-benar membayangkan apa jadinya jika ia bersisian dengan vingsai. Berimpitan.Venus awalnya menolak berada di salah satu sisi vingsai itu, tapi Ildara berkata bahwa itulah caranya agar mereka bisa ikut diteleportasi.“Aku akan memegang lenganmu saja, Ildara!” sentak Venus di antara napasnya.Si vingsai mengangkat kepala dan menggeram rendah, seakan ingin mengatakan bahwa cuma itu caranya. Dan Venus harus mau kalau ti

  • Cucu Kegelapan   Rencana

    Malam itu Venus hanya tidur selama beberapa jam saja. Entah kenapa ia akhir-akhir ini punya masalah dengan pola tidurnya. Rasanya seperti ia lelah jika harus tidur lama-lama. Padahal tidurnya selalu kurang dari delapan jam.Setelah melempar tubuh lelaki yang ia bunuh tadi malam keluar gerbang kompleks, Venus segera pergi tidur saat jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Namun pada jam tiga pagi, ia terbangun dan tak bisa lagi memejamkan mata. Venus menghabiskan dini hari itu dengan menjelajahi ruang bawah tanah yang berdebu dan membaca beberapa buku fiksi koleksi Ildara di sana.Mustaka sama sekali tak menyahut saat gadis itu memanggilnya dengan telepati. Sedangkan Kaisar … sepertinya memang Venus tak bisa berbicara dengannya secara sembarangan. Kecuali Kaisar sendiri yang memulai.Pada jam lima, mata Venus berkedip-kedip lelah. Ia setengah mendesah lega, karena akhirnya mengantuk lagi. Namun gadis itu terpaksa berteriak sebal sendiri di kamarn

  • Cucu Kegelapan   Pembunuhan

    Besok adalah hari keempat belas sejak kepergian Ildara. Untuk yang kesekian kalinya dalam beberapa hari ini, Venus merasakan kemarahan yang berlebih akibat Ildara yang sama sekali tak memberi kabar padanya. Venus bahkan sempat berpikir, kenapa waktu itu dia tidak memberikan masa tenggat lebih cepat dari ini pada Ildara. Ketidaksabaran membuat anak itu menjadi gerah terus-terusan berada di rumah besar ini. Meskipun punya teman tak kasatmata seperti Mustaka atau Kaisar—meski yang satu ini jarang sekali bertelepati dengannya—tapi Venus tetap merasakan kesepian. Benda yang disebut dengan televisi … Venus hanya menyalakan itu saat ia butuh melihat berita tentangnya lagi. Lagipula, Venus tiba-tiba menjadi benci dengan segala film yang ada di dimensi bumi ini. Semua film menceritakan tentang kebaikan akan selalu menang; bahwa kejahatan pasti akan hancur. Sesuatu yang menjadikan diri Venus lebih sinis dari seharusnya. Takdir nyata tak seindah dalam halusinasi film semata, pikir Venus saat

  • Cucu Kegelapan   Mereka Datang

    Malam itu Venus tak bisa tidur. Ia pergi ke halaman belakang rumah Ildara yang megah. Halaman itu tersambung dengan hutan lebat yang gelap dan tampak menakutkan.Venus melatih dan mengerahkan Bakat-nya dengan kegilaan yang tak kunjung mereda. Sekali Ildara pernah menegur Venus karena terlalu berlebih-lebihan dalam mengerahkan Bakat Petir, sehingga menciptakan guntur dan petir di mana-mana.Beberapa pohon di dalam hutan tampak terbakar. Namun, dalam ketidaksadaran, ia juga menurunkan hujan lebat di atasnya, sehingga api cepat padam.Venus membentak liar pada Ildara dan mengusirnya dengan percikan-percikan listrik. Setelah itu si kuyang tak lagi muncul untuk menegurnya.Venus membentak ke udara saat beberapa pohon di tepi hutan tercerabut dan terlempar satu-dua meter jauhnya.Belasan banaspati tiba-tiba melesat dan melemparkan api ke arah Venus. Namun, makhluk-makhluk itu tak mendapatkan ketakutan Venus, sehingga ukuran dan kekuatan mereka tak lebih

  • Cucu Kegelapan   Kemarahan

    “Kau sekarang termasuk atasanku, Venus.”Venus menoleh menatap Ildara. Sudah seminggu sejak ia berada di kamar serupa rumah sakit itu, dan kini Venus sedang menikmati masa-masa kewarasannya kembali.Kekuatannya sudah lebih baik. Meski telinganya masih suka berdenging menyakitkan di waktu-waktu tertentu.Venus bersandar pada sofa yang didudukinya dengan perasaan tanpa beban.“Apa Kaisar yang menyuruhmu?” tanya anak itu perlahan.Ildara mengangguk. Ia menyesap teh di cangkirnya dengan gerakan anggun.Venus menoleh lagi. Pandangannya menyapu ruangan serupa ruang keluarga yang dipenuhi perabot dan hiasan serba emas itu. Ada foto-foto berpigura yang diletakkan di atas meja, beberapa digantung ke dinding.Sebuah monitor besar menempel di salah satu bagian dinding. Benda itu seakan menyatu dengan dinding itu sendiri. Venus mengawasi jalanan dan beberapa perumahan yang tampak kosong dari monitor itu.Ildara ting

  • Cucu Kegelapan   Keinginan yang Kuat

    Venus pernah berpikir bahwa hidupnya akan jadi mengesankan, jika ia melakukan kebaikan seperti seorang pahlawan super. Namun, pemikiran itu datang jauh sebelum ia berubah jadi berani.Pernah suatu kali di Bumi Pertama, saat ia baru saja masuk sekolah kanak-kanak, saat pertama kali Bima—ayah angkat Venus—membentaknya.Saat itu Venus mencoba berkenalan dengan seorang anak yang sedang menangis. Ia pikir ia bisa menghentikan tangis anak itu.Tangis anak itu berhenti, tapi Venus mengacaukan segalanya.Saat jam sekolah selesai, ada seekor nyamuk yang hinggap di pipi teman barunya itu. Secara spontan Venus menampar serangga itu; dengan tak sengaja melakukannya terlalu keras.Ibu anak yang pipinya kena tepuk oleh Venus marah karena anaknya kembali menangis; bahkan lebih keras dari sebelumnya. Venus meminta maaf, tapi ibu si anak masih terlihat marah.Bima nyaris menyeret Venus saat mereka pulang hari itu. Begitu tiba di rumah, Bima langs

  • Cucu Kegelapan   Terlahir Kembali

    Napas Venus tersentak keluar. Ia membuka mata kaget, segera setelahnya berkedip-kedip saat cahaya membutakannya.Venus menghela tubuhnya, tetapi langsung terhempas kembali. Erangan tersiksa keluar dari bibirnya.Kepala Venus serasa akan pecah; perutnya mual luar biasa. Cairan pahit berkali-kali naik ke tenggorokannya, tapi Venus selalu menelannya lagi dan lagi.(Anda menjijikkan sekali, Venus.) Tiba-tiba Mustaka bertelepati. Nadanya terdengar jijik.(Diam.) Pikir Venus padanya.Venus mengaduh pelan saat kakinya tiba-tiba berdenyut nyeri. Ia menunduk dan mendapati belitan perban di pahanya yang sempat terluka.Kenangan membanjiri pikiran Venus tiba-tiba. Ia mencengkeram kepalanya saat ingatan itu datang bertubi-tubi seraya membawa rasa sakit tak masuk akal di sana.Seakan belum cukup, telinganya berdenging luar biasa.Venus berteriak; teriakan anak itu serak, dan itu menyakiti tenggorokannya.Benda tajam serasa menusuk-nu

  • Cucu Kegelapan   Ungkap Kebenaran

    Dua cahaya kemerahan yang menyala-nyala dari ujung berbeda saling mendekat di tengah desir kegelapan. Siluet manusia yang terbentuk dari bayangan asap berdiri di antara cahaya-cahaya itu.Satu siluet berwarna hitam, yang lain berwarna merah gelap; nyaris menyatu dengan cahaya yang mengikutinya. Cahaya itu lantas membaur saat kedua siluet itu berdekatan.Sebuah kesadaran lain mengawasi mereka dengan perasaan waswas dan ingin tahu.Venus.Kesadaran anak itu … ia merasa seolah tidak memiliki raga. Jiwanya seakan mengambang. Venus mencoba bertelepati dengan Mustaka, tapi pikirannya seperti terbelenggu oleh sesuatu; ada hal lain yang menahannya. Entah apa.Siluet berasap di hadapan anak itu tampak memutar ke arahnya. Venus tiba-tiba menggigil. Namun ia tak bisa bergerak … tak bisa apa-apa.Yang bisa dilakukan Venus hanya mengawasi dengan perasaan dicekam ketakutan.“Lihatlah, Druiksa.” Venus menoleh ke arah siluet

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status