"Aku masih suka wanita. Tapi aku belum menemukannya,” ucap Gavin masih dengan bahasa Inggris.
"I see. Apa Meghan cantik untukmu?"
Gavin menggeleng. "Dia cuma teman.”
"Really? Wanita secantik itu kau anggap teman?"
Gavin menggeleng. "Lebih baik kau pergi. Aku ingin fokus mengerjakan laporan ini.”
Richard tertawa. "Akan kutunggu, siapa wanita malang yang mendapatkan hatimu.”
Setelah itu Richard keluar dengan tertawa. Gavin mengurungkan niatnya untuk melempar bolpoinnya. Gavin menatap ke depan dengan kosong.
Dia kembali mengingat Laura.
***
Dengan pelan, Laura mencoba untuk mengangkat tubuh Davi. Laura terlihat sangat hati-hati, dia takut akan melukai Davi. Saat Davi sudah sempurna didekapnya, Laura dapat menghembuskan nafasnya lega. Laura segera menengok ke Oma.
"Laura nggak lukain Davi kan Oma?"
Oma mengangguk senang. "Kamu nggak lukai Davi. Kamu Bunda yang baik.&rdq
Hai, readers. Selamat pagi, siang, sore. Aku nggak tahu kapan kalian ngebaca ini. But, semoga kalian selalu mendapatkan hari yang menyenangkan. Sebelum kita ngelanjutin perjalanannya Laura, aku mau nyapa kalian dulu nih hehehe. Sebelumnya, makasih banget udah mau ngikutin cerita hidup Laura sampe sekarang. Aku bener-bener terharu. Aku bahkan nggak expect bakalan ada yang ngebaca cerita ini. You all mean so much for me :D. First of all, sebenernya cerita ini aku buat gegara liat banyak banget kasus pelecehan di luar sana. Sangat menyayangkan banget. Bahkan, aku nggak bisa bayangin kalo ada "sosok" Laura di kehidupan nyata. It might be so painful. Kalau kalian—amit-amit—ada di posisi Laura atau orang yang mengalami pelecehan, what would you do? Jujur aja, aku juga ga tau apa yang bakalan aku lakuin. Rasanya mungkin kaya buah simalakama. Kalau ngelapor, sama aja kaya mengungkit luka. Terus ya, di negara kita ini, kurang banget wadah buat me
Richard sudah berkutat padasketchbooknya. Sedangkan Gavin kembali mempelajari konsep yang akan mereka usulkan pada Mr. Casel. Sesekali Gavin mencatat apa yang perlu diutarakan nanti. Gavin menghentikan pekerjaannya dan segera membuat logo perusahaan.Apsa. Sangat manis.Batin Gavin.Apsara.***Laura membuat kue ulang tahun sederhana untuk Davi. Dia meletakkan lilin berbentuk enam di atas kue itu. Laura tersenyum puas melihat hasil karyanya. Walaupun tidak sebagus kue yang ada di etalase bakery, tapi kue buatan Laura cukup memuaskan."Gimana, Ra. Udah siap?” tanya Oma.Laura mengangguk. Dia membawa kue itu ke kamarnya. Di sana ada Davi yang sedang bermain mobil-mobilan. Diikuti oleh Oma di belakangnya."Happy birthday, Davi.Happy birthday, DaviHappy birthday, happy birthdayHappy birthday, My dear.”Laura dan Oma menyanyikan lagu u
Laura menutup surat itu dan kembali memeluk Cici. Mereka menangis. Mengingat kebaikan-kebaikan Oma. Walaupun mereka tidak sedarah, Oma Martha sangat menyayangi mereka.Angin memasuki rumah dan menghampiri mereka. Baju putih Angin sedikit kotor terkena tanah. Dia berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Cici. Cici mengurai pelukannya dan memberikan surat tadi pada Angin.Setelah membaca Angin segera memasuki kamar Oma dan mengambil surat penting di sana. Angin sebenarnya ingin menangis, namun jika dia menangis siapa yang akan menguatkan kedua perempuan itu. Angin menghembuskan nafas pelan dan kembali menghampiri Cici dan Laura."Kemasi barang lo. Kita ke Bandung,” putus Angin. Laura mengangguk dan segera mengemasi barang-barangnya dibantu Cici.***"Halo, Rey?" Gavin mencoba menghubungi teman SMAnya. Dulu Rey terkenal denganheartbreaker. Dia tak pernah berpacaran dengan siapapun di SMA Newtonian, namun siswi yang patah hati karen
"Kapan ya Ayah pulang, Bunda. Apa ayah nggak bosen ya tinggal di surga. Apa surga itu bagus ya Bunda sampe ayah ngelupain Davi. Davi juga mau ngajak Bunda ke surga kalo Davi udah besar,” ucap Davi polos.Laura menunduk. Dia menyembunyikan air matanya. Sakit sekali mendengar ucapan Davi. Andaikan bisa, Laura ingin mengatakan bahwa ayah Davi adalah lelaki yang tidak bertanggung jawab. Tapi dia tak ingin membuat Davi kecewa dengan penolakan yang mungkin akan diberikan oleh Gavin.Laura menahan isakannya. Entah sampai kapan Laura akan menyembunyikan semuanya. Cici menarik Davi agar tenang di pangkuannya. Cici tahu, Laura tak ingin Davi melihatnya menangis."Onty, Davi pengen banget ketemu ayah. Onty sama Om bisa nganter Davi nggak?"***Malam sudah larut. Mereka sampai di rumah Oma dengan selamat. Sebenarnya Laura sudah ngotot untuk menyuruh agar mereka menginap di rumah ini. Namun Angin menolak, Cici besok harus mengajar sedangkan dirinya
Laura mencari lowongan kerja yang tak jauh dari rumahnya. Laura mendapatkan beberapa lowongan kerja. Saat dia membaca persyaratannya, Laura menghela nafas panjang.Mereka membutuhkan sarjana. Laura tertunduk sedih. "Aku harus kerja apa?" Laura terisak. Dia ingin menyerah. Takdir benar-benar tidak berkehendak padanya. Takdir seolah sedang mengejek kehidupannya.***"Akash, wakey wakey.” Richard membangunkan Akash yang masih terlelap. Richard tahu bahwa Gavin masihjetlag, namun dia tak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Dia baru saja dari rumah sakit menjenguk Meghan dan langsung menuju apartemen Gavin."Engh...” Gavin mengeluh dan malah menutupi tubuhnya dengan selimut. Kepalanya masih pusing. Dia harus kembali beradaptasi dengan jam biologis."Wakey wakey. Akash.” Richard menggerakkan tubuh Gavin semakin kencang."Shut up!” sentak Gavin."I can’t wait anymor
Mella langsung menatap Laura. Laura menunduk seolah menyembunyikan wajahnya. "Ayah sekarang lagi di surga. Davi kangen banget sama Ayah,” ujar Davi.Mella mengangguk, dia dapat melihat kerinduan Davi pada sosok ayah. Dia sudah memiliki keputusan. Dia tak tega melihat wajah sepolos Davi harus menderita.Mella berdiri dan memberi isyarat pada Laura untuk menelpon. Laura mengangguk. Mella segera keluar dari rumah Laura.Mella:Laura ada di Bandung. Kamu cari sendiri alamatnya. Aku nggak punya hak buat ngasih tau kamu. Maaf, Kak.***"Jadi, kota targetmu adalah Jakarta. Aku akan mengurus semua berkasnya dan minggu depan kamu bisa kembali ke Jakarta,” ujar Richard saat rapat. Dua belas karyawan yang bekerja padanya mengangguk paham. "Bata, kamu ikut Akash mengurus kantor cabang di sana. Kamu Indonesian kan?"Orang yang bernama Bata mengangguk se
Laura menarik tangannya cepat. Tubuhnya kaku. Dia masih sedikit takut dan risih jika bersentuhan dengan lelaki. "Aku nggak papa kok,” ujar Laura kikuk."Eh...” Anton menggaruk rambutnya canggung. "Em... Ayo ke dalem. Ada kotak P3K.”Laura mengangguk. Dia mengekori Anton. Dia menatap punggung tegap Anton. Wajahnya yang ramah dan manis. Laura mengisar umur Anton dua atau tiga tahun di atasnya.Laura mengobati dirinya sendiri. Laura terlihat sangat fokus hingga dia tak sadar bahwa sedari tadi Anton memandanginya. Anton tersenyum melihat Laura yang sedikit meringis dan alisnya dikerutkan."Cantik,” gumam Anton yang masih dapat didengar oleh Laura.***"Ra, minggu depan. Itu. Minggu depan...” Mella bingung hendak mengatakannya. Tangannya meremas setir mobil. Dia takut salah berucap dan menyebabkan Laura sakit hatiLaura menengokkan kepalanya ke kanan, menatap Mella yang sedang bingung dengan kata-katanya sendi
Pilihan Mella terjatuh pada dress putih semata kaki.Dressdengan modelempire dressini sangat anggun. Kain sifon yang dipadukan denganlace emas dari leher sampai bawah dada menambah kesan mewah di sana. Sepertinya gaun ini cocok dengan Laura.Setelah setengah jam, Mella ke kasir dan mengajak Mella kembali ke mobil. Dalam perjalanan Davi semangat menceritakan pengalaman pertamanya masuk mall."Bunda, tadi Davi juga dibeliin Tante Mella baju lo. Bagus banget,” cerita Davi.Laura menatap Mella tajam. Mella nyengir pada Laura. "Lo juga gue beliin.”***"Hai, Tan. Apa kabar?" Laura segera memeluk Asti begitu dia sampai di rumah Mella. Asti balas memeluk Laura erat."Hai, Ra. Tante baik banget. Kamu ke mana aja? Tante kangen tau,” ucap Asti mengurai pelukan mereka. "Eh ini siapa? Ini anakmu ya.” Asti menghampiri Davi yang dari tadi bersembunyi di balik Laura. "