Pilihan Mella terjatuh pada dress putih semata kaki. Dress dengan model empire dress ini sangat anggun. Kain sifon yang dipadukan dengan lace emas dari leher sampai bawah dada menambah kesan mewah di sana. Sepertinya gaun ini cocok dengan Laura.
Setelah setengah jam, Mella ke kasir dan mengajak Mella kembali ke mobil. Dalam perjalanan Davi semangat menceritakan pengalaman pertamanya masuk mall.
"Bunda, tadi Davi juga dibeliin Tante Mella baju lo. Bagus banget,” cerita Davi.
Laura menatap Mella tajam. Mella nyengir pada Laura. "Lo juga gue beliin.”
***
"Hai, Tan. Apa kabar?" Laura segera memeluk Asti begitu dia sampai di rumah Mella. Asti balas memeluk Laura erat.
"Hai, Ra. Tante baik banget. Kamu ke mana aja? Tante kangen tau,” ucap Asti mengurai pelukan mereka. "Eh ini siapa? Ini anakmu ya.” Asti menghampiri Davi yang dari tadi bersembunyi di balik Laura. "
"Di pesta ini ada Laura, kalo lo mau cari, cari aja sendiri. Jangan bawa-bawa pacar gue.” Mella menggenggam tangan Leon berniat menghentikan ucapan Leon. Namun dia terlambat. Leon sudah memberitahunya. Mella hanya bisa berharap Laura tak ditemukan oleh Gavin. Mella tidak menyangka Gavin akan ada di pesta ini.Leon mengajak Mella meninggalkan Gavin. Gavin menggeram kesal. Dengan cepat dia berjalan dan matanya mengamati sekitar. Dia tak boleh lengah. Dia harus menemukan Laura.Gue bakal nemuin lo. Apapun caranya, Ra.***"Davi, Bunda masuk dulu ya. Kamu di sini aja. Jangan ke mana-mana Bunda mau cari Tante Mella. Abis itu kita pulang.” Davi mengangguk, dia masih terlarut dengan kenikmatan cupcake di tangannya. Laura mengelus kepala Davi lalu berjalan kembali memasukiballroom.Laura berjalan dengan hati-hati. Beruntunglahballroomini besar dan tamu undangan yang tak main-main banyaknya.
"Bunda bukannya sama Davi ya?” tanya Mella bingung.Davi mengangguk. "Tapi tadi Bunda bilang mau cari Tante Mella, terus pulang. Kepala Bunda pusing.”Mella mengangguk dan berjongkok. Dia membersihkan sekitaran mulut Davi yang kotor. "Kamu pulang aja dulu. Udah malem nggak baik buat kamu sama Davi. Nanti, aku yang nunggu Laura. Aku yang anter dia pulang.” Mella mengangguk setuju."Makasih,” ucap Mella pada Leon. Mella lalu menatap Davi lembut. "Ayo pulang sama Tante. Tadi katanya Bunda, Bunda masih ada urusan. Davi ngantuk kan?"Davi mengangguk.***"Laura?" Leon menghampiri Laura yang berjalan gontai di lorong hotel.Laura mendongak. Leon terkejut melihat wajah Laura yang menyedihkan. Bahkan nafas Laura masih sesenggukan. Laura menatap Leon dan memaksakan senyumnya. "Hai Leon, mana Mella?" Suara Laura terdengar serak.Leon bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang beberapa waktu lalu terjadi pada Laura? Ap
"Kamu terlalunegative thinking sama Gavin. Apa kamu nggak bisapositive thinking? Gimana kalo ternyata Gavin itu menerima Davi dengan lapang? Kamu pasti tahu gimana bahagianya Davi.” Asti mencoba memberi positive mindset pada Laura.Laura kembali menggeleng. "Resiko itu terlalu besar. Aku nggak siap Davi tersakiti. Aku nggak bisa.” Andaikan kalian tahu apa yang sudah dilakukan Kak Gavin tadi malam. Laura yakin kalian tak akan menbelanya.Mella yang berada di samping Laura mengelus pundak Laura. "Oke, kita nggak bisa maksa. Tapi satu yang harus lo inget. Please, Ra. Jangan tutupin apa-apa dari kita. Lo nggak pernah nyusahin gue dan Mama. Kita keluarga, Ra. Jangan sungkan.”Laura mengangguk. "Kalian adalah keluargaku.”***Selama perjalanan, Laura hanya menggigit jarinya. Dia sangat gelisah. Dia takut jika akhirnya Gavin menemukan mereka. Bukankah jarak Jakarta dan Bandung tidak t
Gavin menyeringai. Dia akan mengurus ADC dan mengambil haknya. Gavin tak sabar bertemu anaknya. Walaupun Laura berkata dia sudah membunuh anaknya, Gavin tak percaya. Hati Laura terlalu lembut untuk aborsi atau menghilangkan nyawa. Dia akan melakukan apapun. Dia akan mendapatkan anaknya.Sampai ketemu lagi, Ra.***Anton membersihkan tangkai bunga mawar dari durinya, sedangkan Laura sedang memetik bunga lily. Laura menikmati Anton yang tengah bersenandung lagu It's You milik Alie Gatie dengan lirih. Laura tersenyum. Anton terdengar sangat menghayati lagunya."Kamu lagi kasmaran ya?” tanya Laura menyela nyanyian Anton."Eh.” Anton terkejut dan bingung dengan ucapan Laura. "Kenapa kamu bilang begitu?” tanya Anton."Ya, kamu nyanyinya pake perasaan banget,” ucap Laura dengan sedikit terkekeh."Iya, Ra. Lagi kasmaran tu si Anton. Tapi orangnya nggak peka,” ledek Sandra yang tiba-tiba muncul."A
"Ya Lord, Laura! Kamu kenapa?” tanya Sandra yang baru kembali. Anton yang mengikuti Sandra di belakangnya pun menatap Laura khawatir. Dia ingin sekali memeluk Laura, namun dia tahu Laura tak suka dipeluk lelaki.Sandra mendekati Laura yang terduduk di lantai dan memeluknya. Laura membalas pelukan Sandra dengan erat. Dia menangis di bahu Laura. "Anton, lo keluar dulu. Ini masalah wanita,” ucap Sandra. Anton melayangkan tatapan protes pada Sandra. Saat dia menatap mata Laura yang seolah memohon Anton untuk keluar, Anton akhirnya menghembuskan nafasnya pasrah."Kalo ada apa-apa panggil gue,” pesan Anton pada Sandra. Setelah mendapat anggukan singkat dari Sandra, Anton keluar.Sandra menguraikan pelukannya. "Is he Davi's daddy?"***"Is heDavi'sdaddy?” tanya Sandra pelan. Walaupun sebenarnya dia tak butuh jawaban. Semua orang yang pernah melihat dua orang itu pastilah sudah bisa menebak. Wa
Gavin menunjukkan smirk yang misterius. "Aku akan membuatnya bertekuk lutut kepadaku.”[Akash, save my word.Jangan membuatnya membencimu. Jangan lakukan hal di luar batas. Ingat!You're in Indonesia.Tidak di London.Dan aku mengingatkanmu, dia tentu masih memiliki trauma.Aku pernah menemui kejadian yang seperti itu beberapa kali. Mereka akan takut dan gemetar jika bertemu lawan jenisnya. Jangan membuatmu menyesal di kemudian hari.] peringat Richard. Pasalnya Richard takut Gavin akan bertindak melampaui batas. Mengingat sifat Gavin yang misterius dan tak terduga."Aku tak janji.”Gavin menggelengkan kepalanya. Dia memijat pelipisnya karena pusing. Dia meraih ponselnya yang berdering.[...]"Oke. Jam 9 di Ten’s Coffee House.”[...]"Setelah ini kita langsung berangkat. Pak Refal orangnya perfeksio
Laura memutuskan untuk kembali bekerja. Dia tidak bisa selalu diam di rumah. Davi pun juga harus sekolah."Bun, Davi pengen sekolah. Davi bosen di rumas terus,” rengek Davi dengan memeluk kaki Laura yang sedang duduk di sofa."Besok Davi boleh sekolah,” ucap Laura sambil mengelus kepala Davi dengan sayang."Beneran Bunda?” tanya Davi bersemangat. Laura mengangguk. Davi kembali memeluk Laura dengan erat. "Makasih, Bunda.”"Ya udah, Davi main dulu ya di kamar. Bunda mau ke pasar dulu,” ucap Laura. Davi mengangguk dan masuk kamarnya dan Davi.Laura mengambil ponsel dan dompetnya. Dia memasangkan kardigan putih di tubuhnya dan membuka pintu. Laura menatap orang yang ada di depannya dengan mata melebar. "K- Kak Gavin?"Laura menundukkan kepalanya dengan takut. Pelan-pelan Laura menutup pintu rumahnya. Dia takut Gavin akan memasuki rumahnya saat dia lengah.***"K- Kak Gavin?"Gavin di depannya se
Laura terbelalak. Sayang?Anton menatap Laura tak percaya. "Sayang? Apa maksud Anda?"Laura hanya diam. Dia takut untuk berbicara. Di dalamflorist, Sandra hanya diam memandangi pertikaian di luar. Dia merasa tidak berhak untuk mencampuri urusan Laura. Biarlah Laura yang menyelesaikannya. Sandra tahu, Laura adalah gadis yang kuat. Laura pasti dapat mengatasi sendiri masalahnya.Gavin sama sekali tidak menghiraukan Anton. Dia masih menatap Laura tajam. "Ah, kamu lupa, ya. Sekarang kan kita harus jemput anak kita.” Gavin menekankan dua kata terakhirnya. Membuat Laura dan Anton terkejut karena alasan yang berbeda."Anak?” tanya Anton dengan kasar.***"Anak?" Beo Anton.Gavin membuat ekspresi seolah tengah terkejut. “Loh, kok kamu nggak bilang sih, Dear?” tanya Gavin dengan ekspresi “pura-pura” sedih. Gavin beralih ke Anton. "Oh ya, kenalin, gue Gavin. calon sua
Suara tepukan tangan terdengar meriah. Tangan Gavin mengelus surai lembut Laura yang tampak terharu. Di depan sana, di atas panggung, Davi berdiri dengan penuh percaya diri karena meraih predikat sebagai lulusan terbaik di taman kanak-kanak. Nama Gavin dipanggil untuk mendampingi Davi di atas panggung. “Kamu aja yang naik ke panggung.” Gavin menepukkan tangannya pada telapak tangan Laura yang menggenggam erat karena terlalu antusias.Laura menoleh. “Kak Gavin aja. Semuanya yang di atas ditemenin ayahnya.”“Aku mau videoin kamu di sini. Kamu aja yang naik.”Laura menatap Gavin dengan wajah terharu. “Terima kasih,” ujar Laura sebelum beranjak dari duduknya dan menghampiri Davi. Sebelum berdiri di belakang Davi, Laura mengecup puncak kepala Davi dan menggumamkan beberapa kata selamat sehingga wajah Davi terlihat lebih berseri.Gavin menatap dua sosok kesayangannya dari kursi wali murid. Dalam bayangannya, Gavin tidak pernah bermimpi berada di fase seperti ini. Jika boleh, Gavin ingin me
Di samping itu semua, Laura sangat terharu dengan interaksi antara Geo dan Gavin. pasangan ayah-anak tersebut beberapa kali melakukan interaksi, meskipun kecanggungan masih terasa di sana. Paling tidak, Laura tidak lagi melihat kebencian di mata Gavin saat menatap Sang Ayah. Laura menjadi saksi bagaimana beberapa hari ini Gavin mencoba berdamai dengan masa lalunya. Sejak perceraian Geo, hubungan suami dan ayah mertuanya itu sedikit membaik. Bahkan, Gavin juga menerima permintaan maaf Vega meskipun dirinya tidak ingin sama sekali berhubungan dengan mantan ibu tirinya itu.***Kembali lagi ke waktu dua hari setelah Laura keluar dari rumah sakit, Laura dan Gavin duduk berdua di depan rumah Laura. Geo, ayah Gavin, baru saja kembali dari rumah Laura sebab ada beberapa hal yang perlu beliau diskusikan bersama Arkan. Di sanalah Laura tahu bahwa antara Geo dan Vega sudah tidak ada lagi hubungan pernikahan karena secara resmi sudah bercerai.“Kak Gavin…” Laura menjeda ucapannya. Jujur saja, d
Punggung Laura yang tegang kini mulai mengendur. “Jangan hari ini ya, Kak?” pinta Laura pada Gavin.Gavin menganggukkan kepalanya. Tangannya masih belum berhenti untuk mengelus tengkuk Laura. “Hari ini aku cuma mau denger cerita tentang kamu dan Davi yang masih belum aku tau.”Malam itu, Laura dan Gavin habiskan untuk membahas banyak sekali hal. Bukan hanya Laura, Gavin juga menceritakan tentang kesehariannya selama dia bersekolah di luar negeri. Laura merasa sangat antusias mendengar cerita dari Gavin tentang masa kuliah karena dia tidak bisa merasakan masa itu dulu. Jika ditanyakan menyesal atau tidak, Laura tidak menyesal. Baginya, menjadi ibu yang baik untuk Davi sudah membuatnya sangat puas.***Laura dan Gavin menata barang-barangnya di rumah baru mereka. Laura sangat berterima kasih kepada Gavin saat lelaki itu mengatakan bahwa dirinya sudah menyiapkan rumah untuk ditinggalinya bertiga. Gavin juga sangat mempertimbangkan lokasinya untuk perkembangan Davi. Gavin memilih lokasi d
“Abis sarapan aku mau ngajak kamu buat nyiapin berkas buat akad, takutnya nanti Davi kecapean kalo ikut kita.” Laura hanya menganggukkan kepalanya paham saat menerima penjelasan Davi. Gavin membukakan pintu belakang mobil dan mempersilakan Laura masuk. Laura hanya diam menurut saat Gavin yang biasanya memilih untuk menyetir sendiri mobil saat bersamanya, hari ini menggunakan supir. Begitu mobil melaju, Gavin langsung merebahkan kepalanya ke arah Laura. Tubuhnya juga dia dekatkan hingga menempel penuh dengan Laura. “Kak Gavin jangan gini, ah. Malu.” Laura berbisik pada Gavin karena takut menyinggung supir Gavin. “Aku kangen banget,” ujar Gavin yang semakin menempelkan tubuh mereka. *** Laura dan Gavin sudah menyelesaikan beberapa berkas yang dibutuhkan untuk menikah pada empat hari mendatang. Tentu saja banyak uang yang harus Gavin keluarkan agar proses yang dibutuhkan lancar dan cepat. Atas permintaan Laura, akad akan dilakukan secara sederhana di rumahnya. Tidak serta merta menur
Vega berdiri dan mendekatkan dirinya pada Geo yang menatapnya dengan datar. “Mas, apapun keputusanmu, aku terima. Kalo kamu mau ceraiin aku juga aku terima, Mas. Asalkan kamu bisa maafin aku.”“Kamu bisa ngembaliin semuanya, nggak? Bisa bikin Shanti hidup dan maafin aku lagi? Bisa bikin Gavin nggak benci aku lagi? Bisa bikin semuanya balik normal lagi. Kalo kamu bisa, aku maafin kamu.”“Mas, aku nyesel, aku minta maaf.” Vega menggumamkannya berkali-kali dengan air mata yang tak hentinya mengalir dari kedua matanya.Geo menghembuskan nafasnya dengan berat. “Jelasin semuanya ke Gavin tanpa ada yang kamu tutupi. Setelah itu, saya akan ngajuin perceraian kita. Saya nggak bisa nikah sama orang jahat seperti kamu.” Geo mulai mengembalikan gaya bahasa seperti dulu dan Vega hanya bisa pasrah.***Dua hari berlalu dan Laura hari ini keluar dari rumah sakit. Dari tadi, Gavi sudah disibukkan dengan administrasi. Sebelumnya, Arkan sudah ingin mengurusnya, namun dengan tegas Gavin menolaknya. Bagi
Dunia Geo terasa runtuh pada saat membaca berkas dari rumah sakit yang menyatakan bahwa Vega tengah mengandung. Meskipun Geo tidak mengingat sama sekali apa yang terjadi di malam itu, dirinya tetap harus mempertanggung-jawabkannya. Geo menghembuskan nafasnya panjang, semua ini terasa berat baginya.Geo tidak sanggup jika harus mengatakannya pada Shanti dan Gavin. Dirinya belum siap, tidak akan siap jika kedua orang itu harus membencinya. Mata Geo memanas, hatinya sangat hancur saat dirinya membayangkan bagaimana reaksi Shanti dan Gavin.“Aku nggak masalah kalau kita harus nikah siri dan menyembunyikannya dari Shanti, Mas.”“Keluar.” Hanya satu kata itu yang bisa Geo ucapkan.“Mas, aku-”“Saya bilang keluar, Vega!” tegas Geo dengan nada tinggi. Vega akhirnya mengangguk sedih dan memilih untuk keluar dari ruangan Geo. Vega memberikan sedikit ruang pada Geo. Namun, hanya ada satu pilihan pada saat ini, yaitu Geo menikahinya.“Maafin aku, Shanti.”***“Ma, aku kemaren denger Mama nangis
Geo menghembuskan nafasnya berat. Lagi dan lagi, rasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan sahabatnya itu kembali menghantam hati Geo. Sebab dirinya, Dara dan Bagas, anak pertama Egi harus kehilangan peran ayah. “Baiklah,” ujar Geo dengan memaksakan senyumnya.“Makasih ya.” Vega memberikan senyum terbaiknya kepada Geo yang hanya dibalas anggukan singkat dari Geo.“Saya kabari Shanti dulu,” ujar Geo tanpa memberikan banyak atensi pada Vega.Geo bergerak gelisah dengan tangan memandangi layar ponselnya. Di sana, terdapat nama kontak “Soul” dan dibubuhkan emoji hati di sampingnya. Sedari tadi, kontak Shanti hanya berdering tanpa diangkat oleh empunya.Menyerah, Geo memilih untuk mengetikkan pesan pada Shanti bahwa dirinya tidak pulang untuk malam ini karena ada beberapa pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Untungnya, sebelum kematian Egi, Geo memang sudah sering menginap di kantor karena memang banyak pekerjaan yang hars segera diselesaikannya karena tenggat waktu yang sudah
Ciuman itu terhenti dengan Laura yang terengah-engah dan segera meraup oksigen yang ada di sekelilingnya. Berbeda dengan Laura, Gavin sama sekali terlihat biasa saja. Bahkan, tangan Gavin sekarang bergerak untuk membersihkan bibir Laura yang basah akibat saliva mereka berdua.“Faktanya emang kamu nggak nolak ciuman dari aku, Ra.”Laura menghembuskan nafasnya lelah. Berbicara dengan Gavin membuatnya tidak pernah bisa berkutik. Gavin dengan segala argumennya membuat Laura kalah. Selain itu, aura dominan yang menguar dari tubuh Gavin membuat siapa pun akan memilih diam daripada semakin kalah. “Terserah kak Gavin aja deh.”“Oh iya, Ra. Kamu kudu belajar pernafasan lagi, deh.”“Kenapa emangnya?” tanya Laura yang sedikit bingung dengan ucapan Gavin yang tiba-tiba dan sangat tak terduga itu.“Biar kita kalo ciuman bisa lebih lama.”***Vega POVAku berjalan menuju salah satu kamar di rumah sakit dengan kaki yang lemas. Setelah mendapatkan telpon dari pihak rumah sakit, serta merta hatiku dil
Tangan kiri Gavin yang sedari tadi diam dan tidak ikut mengelus rambut Laura beralih untuk mencubit pipi Laura dengan lembut. Tangan Laura terangkat untuk melindungi pipinya dari serangan Gavin. Meski begitu, Gavin masih memiliki cela untuk mencubit pipi Laura. Bahkan, sekarang Gavin beralih untuk mencubit hidung mancung Laura.“Kak Gavin, stop it,” ujar Laura dengan geli. Gavin terkekeh dan menghentikan cubitannya pada Laura.“I wanna kiss you so bad,” bisik Gavin dengan suara lirihnya. Bahkan saat ini, wajah Gavin berada tepat di atas wajah Laura. Bergerak sedikit saja, bibir Laura pasti akan menyentuh bibir milik Gavin.Wajah Laura rasanya terbakar melihat tatapan Gavin yang sangat intens padanya. Jantung Laura terasa berdebar. “Apa Kak Gavin bakal natap aku terus? Bukannya di film kalo orang ciuman bakal nutup matanya?” batin Laura menjerit. Dengan perlahan, Laura menutup matanya, mencoba untuk mengabaikan Gavin yang masih menatapnya dengan intens.Tubuh Laura semakin kaku saat me