Laura memutuskan untuk kembali bekerja. Dia tidak bisa selalu diam di rumah. Davi pun juga harus sekolah.
"Bun, Davi pengen sekolah. Davi bosen di rumas terus,” rengek Davi dengan memeluk kaki Laura yang sedang duduk di sofa.
"Besok Davi boleh sekolah,” ucap Laura sambil mengelus kepala Davi dengan sayang.
"Beneran Bunda?” tanya Davi bersemangat. Laura mengangguk. Davi kembali memeluk Laura dengan erat. "Makasih, Bunda.”
"Ya udah, Davi main dulu ya di kamar. Bunda mau ke pasar dulu,” ucap Laura. Davi mengangguk dan masuk kamarnya dan Davi.
Laura mengambil ponsel dan dompetnya. Dia memasangkan kardigan putih di tubuhnya dan membuka pintu. Laura menatap orang yang ada di depannya dengan mata melebar. "K- Kak Gavin?"
Laura menundukkan kepalanya dengan takut. Pelan-pelan Laura menutup pintu rumahnya. Dia takut Gavin akan memasuki rumahnya saat dia lengah.
***
"K- Kak Gavin?"
Gavin di depannya se
Laura terbelalak. Sayang?Anton menatap Laura tak percaya. "Sayang? Apa maksud Anda?"Laura hanya diam. Dia takut untuk berbicara. Di dalamflorist, Sandra hanya diam memandangi pertikaian di luar. Dia merasa tidak berhak untuk mencampuri urusan Laura. Biarlah Laura yang menyelesaikannya. Sandra tahu, Laura adalah gadis yang kuat. Laura pasti dapat mengatasi sendiri masalahnya.Gavin sama sekali tidak menghiraukan Anton. Dia masih menatap Laura tajam. "Ah, kamu lupa, ya. Sekarang kan kita harus jemput anak kita.” Gavin menekankan dua kata terakhirnya. Membuat Laura dan Anton terkejut karena alasan yang berbeda."Anak?” tanya Anton dengan kasar.***"Anak?" Beo Anton.Gavin membuat ekspresi seolah tengah terkejut. “Loh, kok kamu nggak bilang sih, Dear?” tanya Gavin dengan ekspresi “pura-pura” sedih. Gavin beralih ke Anton. "Oh ya, kenalin, gue Gavin. calon sua
Gavin memasukkan Davi di kursi belakang. Lalu dia masuk di kursi pengemudi. “Suaminya kok ditinggal masuk mobil duluan?” ucap Gavin."Maaf. Nanti aku bilang ke Bu Dara kalo Kak Gavin bukan suamiku.”"Nggak usah, biarin aja. Kita ke mall dulu. Aku mau beliin Davi mainan.”Laura diam tanpa menjawab. Toh dia juga tak berani menolak. Gavin melajukan mobilnya ke salah satu mall. Laura menatap Gavin dengan takut. Dia menimbang, apakah Gavin marah jika Laura bertanya? Laura menghembuskan nafasnya panjang. Dia berdehem pelan."Sebenernya apa maksud Kak Gavin ngelakuin ini? Aku ngerasa semua ini terlalu aneh dan tiba-tiba.”***Mereka bertiga makan dalam diam. Laura memerhatikan Gavin yang memakan rendang buatannya dalam diam. Saat tadi di mall Davi ingin makan di sana, tapi Gavin menolak. Awalnya Laura mengira Gavin tidak bisa berlama-lama di mall karena ada urusan lain.Tapi anehnya Gavin malah berkata, "terus m
Firasat Laura memburuk. Apa orang yang diceritakan Meghan adalah orang yang sama dengan orang yang dia kenal? Tapi kemungkinannya sangat kecil. Seingatnya dulu Gavin di London, sedangkan Meghan sejakjunior high schooldi London. Tidak mungkin, kan?"Kalo boleh tau, siapa namanya?” tanya Laura.Meghan tersenyum. "Namanya Akash,” Laura menghembuskan nafasnya lega. Entah untuk apa dia lega. "Kalo ada orang ganteng yang namanya Akash beli bunga difloristlo, bilang ke dia gue sayang sama dia,” ujar Meghan.Laura mengangguk. Sesampainya diflorist, Meghan membantu Laura menyiapkan bunga. Dia bilang dia sedang mengisi waktu kosongnya."Ra, kayaknya temen lo itu,” Meghan menunjuk Anton. "Suka deh sama lo.”***Setelah Laura menidurkan Davi, dia menghubungi Mella. Hanya Mella lah tempat curhatnya sekarang. Dia tak mungkin curhat ke Angin atau pun Cici. Dia tahu, mere
Gavin kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Dia tak ingin memusingkan semuanya. Dia hanya ingin seperti ini. Dia ingin bersama Davi dan Laura.Ponsel Laura bergetar. Laura sedikit mengintip Gavin yang sudah memejamkan matanya. Laura mendudukkan dirinya dan membuka pesan dari Mella.Mella:Gavin Akash Alastair.Kenapa?Satu air mata Laura menetes. Dadanya sesak. Akash? Apa Gavin adalah Akash dalam kehidupan Meghan? Jadi Gavin dan Akash adalah orang yang sama? Jadi benar, Gavin hanya ingin membawa Davi ke London?Laura:Bantu aku buat pindah ke tempat yang jauh dari Bandung secepatnya ya, Mell. Aku mohon.***Gavin membuka matanya. Dia tersenyum melihat wajah polos Davi dan Laura. Dia merasa senang mendapati Davi saat dia membuka mata. Atau juga dengan Laura. Entahlah, dia tidak tahu dengan benar, apakah dia me
Dia semakin murka saat melihat Laura yang menangis di pelukan Anton. Dia tak suka. Laura sangat sulit untuk bersentuhan dengannya, tapi kenapa Laura bisa berpelukan dengan Anton? Saat ini, dia ingin meluapkan semuanya."Pak Gavin, saya mohon sabar. Bukan hanya anak Anda yang di dalam. Dia juga anak Laura,” ujar Anton. Dia tak suka melihat Gavin yang membentak Laura."Diem! Pergi lo!” bentak Gavin.Anton menggeleng. "Saya nggak bisa pergi seb-""Anton, kamu pulang dulu ya.” Ucapan Anton terhenti karena suara serak Laura. Anton ingin protes, namun dia tak tega menatap mata berair Laura yang menatapnya penuh permohonan.Setelah Anton pergi, Gavin kembali menatap Laura marah. Laura menangis sesenggukan. Dia masih menunduk. Gavin mendekati Laura. Dia mencengkram rahang Laura dan mendongakkan kepala Laura agar menatapnya."Gimana rasanya pacaran sampe lupa sama anak sendiri?" desis Gavin.Laura hanya menatap Gavin dengan a
Laura mengangguk. Dia segera menghubungi Mella. [Halo, Ra. Lo kemana aja? Kenapa ngilang kemarin? Gue udah di Jakarta.Besok gue ke sana.]"Mell,” ujar Laura pelan.[Lo kenapa, Ra? Lo abis nangis? Kenapa?]Laura hanya menggeleng. Dia tak sanggup menceritakannya. Air mata Laura meleleh. Sandra segera mengambil alih ponsel Laura dan menjelaskan secara singkat pada Mella. Sandra juga tidak terlalu paham dengan masalah Laura. Yang dia tahu hanya Davi kecelakaan dan Gavin membawa Davi pergi.[Mbak, bilang ke Laura kalo sekarang aku sama Leon bakal langsung ke Bandung.]***"I'm okay, Mell,” ujar Laura malas. Entah sudah berapa kali Mella bertanya tentang keadaannya. Laura sampai bosan sendiri menjawabnya.Mella menghembuskan nafasnya panjang. "Kalo lookaykayak yang lo bilang, lo nggak bakal murung kayak gini, Ra. Liat tu di luar, Anton khawatir dari kemarin
"Oh sorry, man,” ujar Richard. "Babe, look at this!" Richard memberikan ponsel Gavin pada Chloe. "She is so beautiful. Isn't she?"Davi tersenyum senang. "Ya, Bundais so beautiful.”Chloe mengangguk setuju. "Ya,Babe. Pantas Gavin tak pernah melirik Meghan. Laura terlihat polos dan manis.”Richard kembali mengambil ponsel Gavin dan melihat foto-foto Laura. Chloe bukannya marah malah tersenyum maklum. Gavin tidak suka melihat tatapan kagum Richard pada Laura, walau hanya sebatas fotonya.Gavin mengambil paksa ponselnya dan memasukkannya ke saku. "Chloe,save your boyfriend well!” desis Gavin dengan tetap menatap tajam Richard.***Mella mengantarkan Laura menujuflorist. Sudah dua minggu sejak Gavin membawa Davi pergi, Mella tetap memperlakukannya dengan tak biasa. Sebenarnya Laura sudah menolak, tapi MellaisMella.
Meghan tertawa hambar. [I'm okay,Ric.] Mereka diam. Tak ada yang berbicara. Meghan terdengar menghembuskan nafasnya panjang. [Ya... I'm sorrowful. But what can i do? WhatAkashwant isLaura.] ujar Meghan lirih.Richard dapat merasakan perasaan sahabat kecilnya itu. "You're a strong woman.”Meghan tersenyum di seberang sana. [Thanks,Ric] ujar Meghan dengan nada sok kuat. [Sudah ya, Ric. Aku ingin pergi.] ujar Meghan dengan mematikan ponselnya.Richard menyimpan ponselnya. Dia kembali memandang langit London yang terlihat indah. Richard menolehkan kepalanya saat merasa pintu balkon kembali terbuka.Gavin berdiri di sana dengan kikuk. "Ikut aku beli cincin.”***"Apa mending kita nyusulin Kak Gavin aja ke London?” tanya Mella.Laura menggeleng. Dia sudah tak ingin berharap lagi. Toh kata Gavin dia akan sesekali menemui Laura di si