"Bunda bukannya sama Davi ya?” tanya Mella bingung.
Davi mengangguk. "Tapi tadi Bunda bilang mau cari Tante Mella, terus pulang. Kepala Bunda pusing.”
Mella mengangguk dan berjongkok. Dia membersihkan sekitaran mulut Davi yang kotor. "Kamu pulang aja dulu. Udah malem nggak baik buat kamu sama Davi. Nanti, aku yang nunggu Laura. Aku yang anter dia pulang.” Mella mengangguk setuju.
"Makasih,” ucap Mella pada Leon. Mella lalu menatap Davi lembut. "Ayo pulang sama Tante. Tadi katanya Bunda, Bunda masih ada urusan. Davi ngantuk kan?"
Davi mengangguk.
***
"Laura?" Leon menghampiri Laura yang berjalan gontai di lorong hotel.
Laura mendongak. Leon terkejut melihat wajah Laura yang menyedihkan. Bahkan nafas Laura masih sesenggukan. Laura menatap Leon dan memaksakan senyumnya. "Hai Leon, mana Mella?" Suara Laura terdengar serak.
Leon bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang beberapa waktu lalu terjadi pada Laura? Ap
"Kamu terlalunegative thinking sama Gavin. Apa kamu nggak bisapositive thinking? Gimana kalo ternyata Gavin itu menerima Davi dengan lapang? Kamu pasti tahu gimana bahagianya Davi.” Asti mencoba memberi positive mindset pada Laura.Laura kembali menggeleng. "Resiko itu terlalu besar. Aku nggak siap Davi tersakiti. Aku nggak bisa.” Andaikan kalian tahu apa yang sudah dilakukan Kak Gavin tadi malam. Laura yakin kalian tak akan menbelanya.Mella yang berada di samping Laura mengelus pundak Laura. "Oke, kita nggak bisa maksa. Tapi satu yang harus lo inget. Please, Ra. Jangan tutupin apa-apa dari kita. Lo nggak pernah nyusahin gue dan Mama. Kita keluarga, Ra. Jangan sungkan.”Laura mengangguk. "Kalian adalah keluargaku.”***Selama perjalanan, Laura hanya menggigit jarinya. Dia sangat gelisah. Dia takut jika akhirnya Gavin menemukan mereka. Bukankah jarak Jakarta dan Bandung tidak t
Gavin menyeringai. Dia akan mengurus ADC dan mengambil haknya. Gavin tak sabar bertemu anaknya. Walaupun Laura berkata dia sudah membunuh anaknya, Gavin tak percaya. Hati Laura terlalu lembut untuk aborsi atau menghilangkan nyawa. Dia akan melakukan apapun. Dia akan mendapatkan anaknya.Sampai ketemu lagi, Ra.***Anton membersihkan tangkai bunga mawar dari durinya, sedangkan Laura sedang memetik bunga lily. Laura menikmati Anton yang tengah bersenandung lagu It's You milik Alie Gatie dengan lirih. Laura tersenyum. Anton terdengar sangat menghayati lagunya."Kamu lagi kasmaran ya?” tanya Laura menyela nyanyian Anton."Eh.” Anton terkejut dan bingung dengan ucapan Laura. "Kenapa kamu bilang begitu?” tanya Anton."Ya, kamu nyanyinya pake perasaan banget,” ucap Laura dengan sedikit terkekeh."Iya, Ra. Lagi kasmaran tu si Anton. Tapi orangnya nggak peka,” ledek Sandra yang tiba-tiba muncul."A
"Ya Lord, Laura! Kamu kenapa?” tanya Sandra yang baru kembali. Anton yang mengikuti Sandra di belakangnya pun menatap Laura khawatir. Dia ingin sekali memeluk Laura, namun dia tahu Laura tak suka dipeluk lelaki.Sandra mendekati Laura yang terduduk di lantai dan memeluknya. Laura membalas pelukan Sandra dengan erat. Dia menangis di bahu Laura. "Anton, lo keluar dulu. Ini masalah wanita,” ucap Sandra. Anton melayangkan tatapan protes pada Sandra. Saat dia menatap mata Laura yang seolah memohon Anton untuk keluar, Anton akhirnya menghembuskan nafasnya pasrah."Kalo ada apa-apa panggil gue,” pesan Anton pada Sandra. Setelah mendapat anggukan singkat dari Sandra, Anton keluar.Sandra menguraikan pelukannya. "Is he Davi's daddy?"***"Is heDavi'sdaddy?” tanya Sandra pelan. Walaupun sebenarnya dia tak butuh jawaban. Semua orang yang pernah melihat dua orang itu pastilah sudah bisa menebak. Wa
Gavin menunjukkan smirk yang misterius. "Aku akan membuatnya bertekuk lutut kepadaku.”[Akash, save my word.Jangan membuatnya membencimu. Jangan lakukan hal di luar batas. Ingat!You're in Indonesia.Tidak di London.Dan aku mengingatkanmu, dia tentu masih memiliki trauma.Aku pernah menemui kejadian yang seperti itu beberapa kali. Mereka akan takut dan gemetar jika bertemu lawan jenisnya. Jangan membuatmu menyesal di kemudian hari.] peringat Richard. Pasalnya Richard takut Gavin akan bertindak melampaui batas. Mengingat sifat Gavin yang misterius dan tak terduga."Aku tak janji.”Gavin menggelengkan kepalanya. Dia memijat pelipisnya karena pusing. Dia meraih ponselnya yang berdering.[...]"Oke. Jam 9 di Ten’s Coffee House.”[...]"Setelah ini kita langsung berangkat. Pak Refal orangnya perfeksio
Laura memutuskan untuk kembali bekerja. Dia tidak bisa selalu diam di rumah. Davi pun juga harus sekolah."Bun, Davi pengen sekolah. Davi bosen di rumas terus,” rengek Davi dengan memeluk kaki Laura yang sedang duduk di sofa."Besok Davi boleh sekolah,” ucap Laura sambil mengelus kepala Davi dengan sayang."Beneran Bunda?” tanya Davi bersemangat. Laura mengangguk. Davi kembali memeluk Laura dengan erat. "Makasih, Bunda.”"Ya udah, Davi main dulu ya di kamar. Bunda mau ke pasar dulu,” ucap Laura. Davi mengangguk dan masuk kamarnya dan Davi.Laura mengambil ponsel dan dompetnya. Dia memasangkan kardigan putih di tubuhnya dan membuka pintu. Laura menatap orang yang ada di depannya dengan mata melebar. "K- Kak Gavin?"Laura menundukkan kepalanya dengan takut. Pelan-pelan Laura menutup pintu rumahnya. Dia takut Gavin akan memasuki rumahnya saat dia lengah.***"K- Kak Gavin?"Gavin di depannya se
Laura terbelalak. Sayang?Anton menatap Laura tak percaya. "Sayang? Apa maksud Anda?"Laura hanya diam. Dia takut untuk berbicara. Di dalamflorist, Sandra hanya diam memandangi pertikaian di luar. Dia merasa tidak berhak untuk mencampuri urusan Laura. Biarlah Laura yang menyelesaikannya. Sandra tahu, Laura adalah gadis yang kuat. Laura pasti dapat mengatasi sendiri masalahnya.Gavin sama sekali tidak menghiraukan Anton. Dia masih menatap Laura tajam. "Ah, kamu lupa, ya. Sekarang kan kita harus jemput anak kita.” Gavin menekankan dua kata terakhirnya. Membuat Laura dan Anton terkejut karena alasan yang berbeda."Anak?” tanya Anton dengan kasar.***"Anak?" Beo Anton.Gavin membuat ekspresi seolah tengah terkejut. “Loh, kok kamu nggak bilang sih, Dear?” tanya Gavin dengan ekspresi “pura-pura” sedih. Gavin beralih ke Anton. "Oh ya, kenalin, gue Gavin. calon sua
Gavin memasukkan Davi di kursi belakang. Lalu dia masuk di kursi pengemudi. “Suaminya kok ditinggal masuk mobil duluan?” ucap Gavin."Maaf. Nanti aku bilang ke Bu Dara kalo Kak Gavin bukan suamiku.”"Nggak usah, biarin aja. Kita ke mall dulu. Aku mau beliin Davi mainan.”Laura diam tanpa menjawab. Toh dia juga tak berani menolak. Gavin melajukan mobilnya ke salah satu mall. Laura menatap Gavin dengan takut. Dia menimbang, apakah Gavin marah jika Laura bertanya? Laura menghembuskan nafasnya panjang. Dia berdehem pelan."Sebenernya apa maksud Kak Gavin ngelakuin ini? Aku ngerasa semua ini terlalu aneh dan tiba-tiba.”***Mereka bertiga makan dalam diam. Laura memerhatikan Gavin yang memakan rendang buatannya dalam diam. Saat tadi di mall Davi ingin makan di sana, tapi Gavin menolak. Awalnya Laura mengira Gavin tidak bisa berlama-lama di mall karena ada urusan lain.Tapi anehnya Gavin malah berkata, "terus m
Firasat Laura memburuk. Apa orang yang diceritakan Meghan adalah orang yang sama dengan orang yang dia kenal? Tapi kemungkinannya sangat kecil. Seingatnya dulu Gavin di London, sedangkan Meghan sejakjunior high schooldi London. Tidak mungkin, kan?"Kalo boleh tau, siapa namanya?” tanya Laura.Meghan tersenyum. "Namanya Akash,” Laura menghembuskan nafasnya lega. Entah untuk apa dia lega. "Kalo ada orang ganteng yang namanya Akash beli bunga difloristlo, bilang ke dia gue sayang sama dia,” ujar Meghan.Laura mengangguk. Sesampainya diflorist, Meghan membantu Laura menyiapkan bunga. Dia bilang dia sedang mengisi waktu kosongnya."Ra, kayaknya temen lo itu,” Meghan menunjuk Anton. "Suka deh sama lo.”***Setelah Laura menidurkan Davi, dia menghubungi Mella. Hanya Mella lah tempat curhatnya sekarang. Dia tak mungkin curhat ke Angin atau pun Cici. Dia tahu, mere