Laura menarik tangannya cepat. Tubuhnya kaku. Dia masih sedikit takut dan risih jika bersentuhan dengan lelaki. "Aku nggak papa kok,” ujar Laura kikuk.
"Eh...” Anton menggaruk rambutnya canggung. "Em... Ayo ke dalem. Ada kotak P3K.”
Laura mengangguk. Dia mengekori Anton. Dia menatap punggung tegap Anton. Wajahnya yang ramah dan manis. Laura mengisar umur Anton dua atau tiga tahun di atasnya.
Laura mengobati dirinya sendiri. Laura terlihat sangat fokus hingga dia tak sadar bahwa sedari tadi Anton memandanginya. Anton tersenyum melihat Laura yang sedikit meringis dan alisnya dikerutkan.
"Cantik,” gumam Anton yang masih dapat didengar oleh Laura.
***
"Ra, minggu depan. Itu. Minggu depan...” Mella bingung hendak mengatakannya. Tangannya meremas setir mobil. Dia takut salah berucap dan menyebabkan Laura sakit hati
Laura menengokkan kepalanya ke kanan, menatap Mella yang sedang bingung dengan kata-katanya sendi
Pilihan Mella terjatuh pada dress putih semata kaki.Dressdengan modelempire dressini sangat anggun. Kain sifon yang dipadukan denganlace emas dari leher sampai bawah dada menambah kesan mewah di sana. Sepertinya gaun ini cocok dengan Laura.Setelah setengah jam, Mella ke kasir dan mengajak Mella kembali ke mobil. Dalam perjalanan Davi semangat menceritakan pengalaman pertamanya masuk mall."Bunda, tadi Davi juga dibeliin Tante Mella baju lo. Bagus banget,” cerita Davi.Laura menatap Mella tajam. Mella nyengir pada Laura. "Lo juga gue beliin.”***"Hai, Tan. Apa kabar?" Laura segera memeluk Asti begitu dia sampai di rumah Mella. Asti balas memeluk Laura erat."Hai, Ra. Tante baik banget. Kamu ke mana aja? Tante kangen tau,” ucap Asti mengurai pelukan mereka. "Eh ini siapa? Ini anakmu ya.” Asti menghampiri Davi yang dari tadi bersembunyi di balik Laura. "
"Di pesta ini ada Laura, kalo lo mau cari, cari aja sendiri. Jangan bawa-bawa pacar gue.” Mella menggenggam tangan Leon berniat menghentikan ucapan Leon. Namun dia terlambat. Leon sudah memberitahunya. Mella hanya bisa berharap Laura tak ditemukan oleh Gavin. Mella tidak menyangka Gavin akan ada di pesta ini.Leon mengajak Mella meninggalkan Gavin. Gavin menggeram kesal. Dengan cepat dia berjalan dan matanya mengamati sekitar. Dia tak boleh lengah. Dia harus menemukan Laura.Gue bakal nemuin lo. Apapun caranya, Ra.***"Davi, Bunda masuk dulu ya. Kamu di sini aja. Jangan ke mana-mana Bunda mau cari Tante Mella. Abis itu kita pulang.” Davi mengangguk, dia masih terlarut dengan kenikmatan cupcake di tangannya. Laura mengelus kepala Davi lalu berjalan kembali memasukiballroom.Laura berjalan dengan hati-hati. Beruntunglahballroomini besar dan tamu undangan yang tak main-main banyaknya.
"Bunda bukannya sama Davi ya?” tanya Mella bingung.Davi mengangguk. "Tapi tadi Bunda bilang mau cari Tante Mella, terus pulang. Kepala Bunda pusing.”Mella mengangguk dan berjongkok. Dia membersihkan sekitaran mulut Davi yang kotor. "Kamu pulang aja dulu. Udah malem nggak baik buat kamu sama Davi. Nanti, aku yang nunggu Laura. Aku yang anter dia pulang.” Mella mengangguk setuju."Makasih,” ucap Mella pada Leon. Mella lalu menatap Davi lembut. "Ayo pulang sama Tante. Tadi katanya Bunda, Bunda masih ada urusan. Davi ngantuk kan?"Davi mengangguk.***"Laura?" Leon menghampiri Laura yang berjalan gontai di lorong hotel.Laura mendongak. Leon terkejut melihat wajah Laura yang menyedihkan. Bahkan nafas Laura masih sesenggukan. Laura menatap Leon dan memaksakan senyumnya. "Hai Leon, mana Mella?" Suara Laura terdengar serak.Leon bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang beberapa waktu lalu terjadi pada Laura? Ap
"Kamu terlalunegative thinking sama Gavin. Apa kamu nggak bisapositive thinking? Gimana kalo ternyata Gavin itu menerima Davi dengan lapang? Kamu pasti tahu gimana bahagianya Davi.” Asti mencoba memberi positive mindset pada Laura.Laura kembali menggeleng. "Resiko itu terlalu besar. Aku nggak siap Davi tersakiti. Aku nggak bisa.” Andaikan kalian tahu apa yang sudah dilakukan Kak Gavin tadi malam. Laura yakin kalian tak akan menbelanya.Mella yang berada di samping Laura mengelus pundak Laura. "Oke, kita nggak bisa maksa. Tapi satu yang harus lo inget. Please, Ra. Jangan tutupin apa-apa dari kita. Lo nggak pernah nyusahin gue dan Mama. Kita keluarga, Ra. Jangan sungkan.”Laura mengangguk. "Kalian adalah keluargaku.”***Selama perjalanan, Laura hanya menggigit jarinya. Dia sangat gelisah. Dia takut jika akhirnya Gavin menemukan mereka. Bukankah jarak Jakarta dan Bandung tidak t
Gavin menyeringai. Dia akan mengurus ADC dan mengambil haknya. Gavin tak sabar bertemu anaknya. Walaupun Laura berkata dia sudah membunuh anaknya, Gavin tak percaya. Hati Laura terlalu lembut untuk aborsi atau menghilangkan nyawa. Dia akan melakukan apapun. Dia akan mendapatkan anaknya.Sampai ketemu lagi, Ra.***Anton membersihkan tangkai bunga mawar dari durinya, sedangkan Laura sedang memetik bunga lily. Laura menikmati Anton yang tengah bersenandung lagu It's You milik Alie Gatie dengan lirih. Laura tersenyum. Anton terdengar sangat menghayati lagunya."Kamu lagi kasmaran ya?” tanya Laura menyela nyanyian Anton."Eh.” Anton terkejut dan bingung dengan ucapan Laura. "Kenapa kamu bilang begitu?” tanya Anton."Ya, kamu nyanyinya pake perasaan banget,” ucap Laura dengan sedikit terkekeh."Iya, Ra. Lagi kasmaran tu si Anton. Tapi orangnya nggak peka,” ledek Sandra yang tiba-tiba muncul."A
"Ya Lord, Laura! Kamu kenapa?” tanya Sandra yang baru kembali. Anton yang mengikuti Sandra di belakangnya pun menatap Laura khawatir. Dia ingin sekali memeluk Laura, namun dia tahu Laura tak suka dipeluk lelaki.Sandra mendekati Laura yang terduduk di lantai dan memeluknya. Laura membalas pelukan Sandra dengan erat. Dia menangis di bahu Laura. "Anton, lo keluar dulu. Ini masalah wanita,” ucap Sandra. Anton melayangkan tatapan protes pada Sandra. Saat dia menatap mata Laura yang seolah memohon Anton untuk keluar, Anton akhirnya menghembuskan nafasnya pasrah."Kalo ada apa-apa panggil gue,” pesan Anton pada Sandra. Setelah mendapat anggukan singkat dari Sandra, Anton keluar.Sandra menguraikan pelukannya. "Is he Davi's daddy?"***"Is heDavi'sdaddy?” tanya Sandra pelan. Walaupun sebenarnya dia tak butuh jawaban. Semua orang yang pernah melihat dua orang itu pastilah sudah bisa menebak. Wa
Gavin menunjukkan smirk yang misterius. "Aku akan membuatnya bertekuk lutut kepadaku.”[Akash, save my word.Jangan membuatnya membencimu. Jangan lakukan hal di luar batas. Ingat!You're in Indonesia.Tidak di London.Dan aku mengingatkanmu, dia tentu masih memiliki trauma.Aku pernah menemui kejadian yang seperti itu beberapa kali. Mereka akan takut dan gemetar jika bertemu lawan jenisnya. Jangan membuatmu menyesal di kemudian hari.] peringat Richard. Pasalnya Richard takut Gavin akan bertindak melampaui batas. Mengingat sifat Gavin yang misterius dan tak terduga."Aku tak janji.”Gavin menggelengkan kepalanya. Dia memijat pelipisnya karena pusing. Dia meraih ponselnya yang berdering.[...]"Oke. Jam 9 di Ten’s Coffee House.”[...]"Setelah ini kita langsung berangkat. Pak Refal orangnya perfeksio
Laura memutuskan untuk kembali bekerja. Dia tidak bisa selalu diam di rumah. Davi pun juga harus sekolah."Bun, Davi pengen sekolah. Davi bosen di rumas terus,” rengek Davi dengan memeluk kaki Laura yang sedang duduk di sofa."Besok Davi boleh sekolah,” ucap Laura sambil mengelus kepala Davi dengan sayang."Beneran Bunda?” tanya Davi bersemangat. Laura mengangguk. Davi kembali memeluk Laura dengan erat. "Makasih, Bunda.”"Ya udah, Davi main dulu ya di kamar. Bunda mau ke pasar dulu,” ucap Laura. Davi mengangguk dan masuk kamarnya dan Davi.Laura mengambil ponsel dan dompetnya. Dia memasangkan kardigan putih di tubuhnya dan membuka pintu. Laura menatap orang yang ada di depannya dengan mata melebar. "K- Kak Gavin?"Laura menundukkan kepalanya dengan takut. Pelan-pelan Laura menutup pintu rumahnya. Dia takut Gavin akan memasuki rumahnya saat dia lengah.***"K- Kak Gavin?"Gavin di depannya se