Share

Welcome to Crimson Ridge Academy

Author: ruruna
last update Last Updated: 2024-12-28 02:20:44

“...di sebelah sini ruang seni,” kata Sera sambil menunjuk ke pintu besar dengan lukisan abstrak yang menghiasinya. “Selain buat jam kesenian ya biasanya dipake sama anak-anak ekskul seni buat ngumpul atau nyimpen lukisan mereka. ” Evan dan Sera saat ini sedang berjalan berdampingan menyusuri lorong-lorong Akademi Crimson. Sera sedang menjelaskan tentang denah gedung akademi dan ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Hari ini adalah hari pertama semester karena itulah tidak seperti hari biasanya, kegiatan di kelas hanya diisi oleh wali kelas untuk menjelaskan terkait rencana pembelajaran satu semester ke depan. Setelah itu para siswa di berikan waktu luang untuk merancang kegiatan non akademis mereka selama satu semester ke depan. Akademi ini tidak hanya peduli pada nilai akademis siswa, tetapi mereka juga sangat memperhatikan minat dan bakat siswa di bidang non akademis.

Evan mengangguk sambil melirik ke dalam ruangan yang ditunjuk Sera. Ia melihat beberapa siswa sedang asyik mencoret-coret kanvas besar di dalam ruangan, kemudian juga terlihat ada beberapa lukisan yang menggantung di dinding ruangan itu.

Mereka kemudian lanjut berjalan lagi kali ini menuju sebuah ruangan dengan pintu kayu gelap yang tertutup rapat. Di atas pintu itu terdapat plakat bertuliskan Dewan Siswa.

"Ini ruang Dewan Siswa," jelas Sera. "Tempat para anggota Dewan Siswa bekerja. Mereka biasanya mengurus administrasi klub, jadwal acara, atau kalau ada masalah yang perlu ditangani secara khusus. Kalau di sekolah biasa mungkin mirip dengan OSIS."

Evan menatap pintu itu dengan penasaran. "Jadi, mereka semacam pengawas di sini?"

"Kurang lebih begitu," jawab Sera.

“Kalau ini,” lanjut Sera, menunjuk ke ruangan di seberang dengan pintu kayu yang sedikit terbuka, “ruang musik.”

Saat mereka mendekat ke ruangan itu, suara piano menyelinap keluar, lembut namun penuh kekuatan. Melodi itu membuat langkah Evan terhenti.

“Sepertinya ada yang sedang latihan,” ucap Sera.

Evan mendekati pintu, mengintip ke dalam. Pandangannya segera tertuju pada seorang perempuan yang duduk di depan grand piano hitam di tengah ruangan.

Dia tampak mencolok, bahkan di tengah suasana ruangan yang tenang. Rambut hitamnya tergerai sempurna hingga sedikit di atas pinggang, membingkai sempurna wajah gadis itu.

Jari-jarinya bergerak lincah di atas tuts piano, menghasilkan melodi yang memukau. Awalnya lembut seperti bisikan angin, kemudian berubah menjadi badai yang penuh dengan kekuatan dan emosi. Setiap nada yang dimainkan terasa hidup, membawa Evan ke dalam emosi yang tak terlukiskan—keindahan, kerinduan, dan kekuatan yang menggetarkan hati. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah-olah melodi itu mencengkeramnya, membawanya ke dalam dunia yang hanya dimiliki oleh gadis itu

Pandangan Evan lalu beralih pada sosok yang berdiri di samping gadis itu. Seorang perempuan lain dengan rambut coklat cerah yang terikat rapi. Evan hanya bisa melihat sisi kiri wajah perempuan itu yang berdiri santai di samping piano, memperhatikan sang pianis.

“Mereka anggota ekskul musik?” Evan bertanya pada Sera, suaranya nyaris berbisik tidak ingin mengusik dua orang di dalam ruangan itu.

Sera melirik ke dalam ruangan sebelum menjawab pelan. “Yang main piano itu namanya Nadira, dia salah satu anggota inti Dewan Siswa, tapi bukan anggota ekskul musik, hanya saja memang sering terlihat di ruang musik.” Sera menjelaskan pada Evan.

Evan menatap Nadira dengan intens. Alunan pianonya begitu memukau, namun ada sesuatu yang dingin dan penuh misteri di balik setiap nada yang ia mainkan.

“Yang di sebelahnya, Selina, dia ketua klub musik juga anggota Dewan Siswa, teman dekatnya Nadira,” sambung Sera.

Melodi piano Nadira mencapai puncaknya, serangkaian nada cepat terdengar, lalu berakhir pada satu nada panjang yang menggantung di udara, menciptakan keheningan mendalam. Perempuan itu berhenti sejenak, tangannya menggantung di atas tuts terakhir. Dia menoleh perlahan, seolah-olah merasakan kehadiran lain yang memperhatikan pertunjukannya. Tatapan matanya terarah pada Evan.

Pemuda itu merasa seperti diselidiki hingga ke inti dirinya. Tatapan mata Nadira polos, namun membuat Evan merasa terintimidasi. Dalam momen itu ia dapat melihat dengan jelas wajah gadis itu—begitu cantik, dengan fitur yang memikat. Wajah itu adalah kombinasi sempurna antara kelembutan dan kekuatan; alisnya melengkung tajam, mata hitamnya besar dengan sorot yang menenangkan sekaligus mengintimidasi, hidungnya yang mungil dan bibirnya yang sedikit tebal dengan warna merah muda alami.

Nadira memiringkan kepala sedikit, senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Kemudian tatapannya segera beralih kembali ke tuts piano, dan dia melanjutkan permainan dengan nada yang lebih ringan, nyaris seperti lagu pengantar tidur.

“Melihat sesuatu yang menarik?” Sebuah suara mengejutkan Evan. Ia dan Sera serentak menoleh dan di sana berdiri seorang pria dengan postur sedikit lebih tinggi daripada Evan. Wajahnya memiliki garis rahang yang tegas, hidung mancung dan mata yang tajam. Rambutnya pendek berwarna hitam, sedikit acak-acakan namun tetap terlihat alami, seolah sengaja dibiarkan begitu untuk menambah pesonanya. Ia mengenakan kemeja sekolah rapi dengan lengan kemeja tergulung hingga siku juga blazer sekolah yang disampirkan santai di lengannya. Mereka terlalu fokus pada permainan Nadira hingga tidak menyadari pemuda ini mendekati mereka.

"Ah, Kairo," Sera menyahut, suaranya terdengar hormat. "Ini Evan, siswa baru. Aku sedang menjalankan tugas untuk memperkenalkan akademi ini padanya, memastikan dia memahami seluk beluk akademi dan peraturan-peraturan yang ada disini."

Kairo mengangguk, tatapannya kembali beralih kepada Evan. “Ya, Sir Hendra sudah bilang. Selamat datang di Crimson Academy. Kairo,” pemuda itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan pada Evan dengan senyum tipis di wajahnya.

“Terima kasih,” Evan menyambut uluran tangan itu juga membalas senyum Kairo.

“Kairo ini ketua Dewan Siswa,” Sera menjelaskan pada Evan.

Tanpa dijelaskan pun, Evan sebenarnya sudah tahu siapa pemuda dihadapannya ini. Saat pertama kali mencari tahu tentang akademi ini, nama Kairo adalah yang paling sering muncul. Sebagai ketua Dewan Siswa dan juga cucu pemilik akademi, pemuda ini jelas adalah sosok yang paling berpengaruh di sini. Salah satu sosok yang juga menjadi target Evan.

Kairo lalu melirik Nadira, yang telah berhenti memainkan pianonya dan kini memandang mereka dengan ekspresi netral. “Nadira, kamu selalu tahu cara menarik perhatian orang baru,” ujarnya dengan nada setengah bercanda.

Nadira hanya tersenyum kecil, tapi tidak berkata apa-apa. Ia bangkit dari bangku piano, melangkah anggun ke sisi Kairo diikuti oleh Selina.

“Kalian berdua sepertinya masih punya beberapa tempat lagi yang harus dilihat,” Kairo berucap, matanya lalu terarah pada Sera. “Pastikan menjelaskan semua peraturan akademi ini padanya, ya, Sera.”

Sera tersenyum kaku. “Tentu saja.”

Kairo mengangguk singkat sebelum berbalik ke arah Nadira. “Ayo, Nadira. Ini sudah waktunya makan siang.”

Nadira melirik pada Evan sebentar sebelum akhirnya berjalan mengikuti Kairo tanpa sepatah kata, langkahnya anggun dan penuh percaya diri, diikuti Selina di sampingnya. Evan memandang punggung mereka yang semakin jauh sebelum akhirnya Sera menyenggol bahunya, memberi kode untuk mengikutinya, melanjutkan pengenalan akademi yang sedikit tertunda.

.

.

.

.

.

Evan dan Sera kini sedang berjalan menuju kafetaria, mereka baru saja selesai mengelilingi akademi ini. Sambil berjalan keduanya membicarakan beberapa hal, lebih banyak Sera yang menjelaskan tentang akademi ini.

“Kalau untuk peraturan tertulis kau pasti sudah membacanya sendiri dari file yang diberikan Sir Hendra saat mendaftar di akademi ini, kan?” Ucapan Sera dibalas anggukan singkat oleh Evan.

“Selain aturan tertulis itu, akademi ini juga punya beberapa aturan tidak tertulis,” Sera melanjutkan setelah melihat anggukan Evan.

“Maksudnya?” Evan bertanya penasaran.

Sera menghela nafas pelan sebelum mulai kembali bicara, “ayo kita masuk dulu, akan lebih mudah menjelaskannya jika kau melihatnya secara langsung.”

Suasana kafetaria siang itu ramai seperti biasanya, penuh dengan siswa yang memang datang untuk mengisi perutnya atau sekedar berbincang menemani teman mereka yang sedang makan.

Sera menuntun Evan berjalan ke stan makanan, setelah itu mereka duduk di salah satu meja.

“Coba lihat sekelilingmu.”

Evan menautkan alis mendengar ucapan Sera, penasaran dengan maksud gadis itu ia menoleh ke sekeliling.

“Setiap orang di sini berkelompok, dari luar mungkin terlihat seperti kelompok-kelompok yang ada di sekolah pada umumnya,” lanjut Sera. “Namun di akademi ini berbeda. Setiap kelompok seperti sebuah faksi di kerajaan, masing-masing punya wilayah, kekuasaan, dan aturan sendiri. Jika ingin merasa aman, bergabung dengan kelompok tertentu adalah solusinya. Koneksi yang kau buat dengan orang-orang di akademi ini juga akan berguna di luar sana."

Sera mengangkat gelas berisi jus dan menyesap isinya sebelum kemudian melanjutkan, "walaupun ada banyak kelompok di akademi ini, ada lima kelompok yang paling berpengaruh.”

Evan tidak heran dengan hal itu mengingat bagaimana reputasi akademi ini. Sebagian besar siswa di akademi crimson adalah anggota dari keluarga-keluarga berpengaruh di negara ini, mulai dari pengusaha hingga pejabat negara.

Sera menggerakkan tangannya, menunjuk ke arah salah satu sudut kantin yang ramai. “Lihat mereka, itu kelompok Wolves, salah satu petingginya adalah Kael yang kita temui tadi pagi. Sebagian besar anggotanya adalah mereka-mereka yang berasal dari klub olahraga, paling umum dari klub bela diri. Beberapa dari mereka bahkan adalah atlet nasional. Oh dan ketua dewan siswa kita, Kairo, juga bagian dari kelompok itu dulunya. Tetapi karena sebagai Ketua Dewan Siswa dia tidak boleh memihak, setelah dilantik Kairo memutuskan untuk keluar. Ya itu hanya untuk formalitas saja. Semua orang juga tahu sampai sekarang dia masih salah satu anggota penting di kelompok itu, tapi tidak ada yang terang-terangan protes juga karena Kairo tidak pernah memihak jika ada masalah selama ini.”

Gadis itu kemudian menggeser pandangannya ke sudut lain. “Kalau yang itu Steel Vortex, isinya anak-anak jenius. Informasi apapun tidak ada yang tidak mereka ketahui. Jangan macam-macam dengan mereka kalau tidak mau aibmu abadi di dunia maya. Yang di tengah itu pemimpin mereka, namanya Ares.” Sambil mengunyah makanan di mulutnya Evan mengikuti arah pandang Sera, melihat seorang pemuda dengan kacamata dan raut wajah mengantuk sedang fokus pada laptop dihadapannya.

Dia tahu siapa pemuda itu, Ares, anak bungsu dari pendiri perusahaan keamanan informasi terkemuka di negara ini. Dijuluki jenius abad ini. Pemuda itulah yang mengalahkan Evan di olimpiade matematika nasional tahun lalu dengan nilai sempurna dan kemudian menjadi wakil negara untuk kompetisi internasional.

“Di sebelahnya itu Ryuta, bagian dari Black Serpents. Mereka berdua bisa dibilang dekat walau ada di kelompok yang berbeda. Black Serpents sendiri bisa dibilang kelompok yang paling santai. Hubungan dengan mereka bisa dibangun lewat bisnis. Kalau mau apapun, mereka bisa menyediakan asal bayarannya sesuai.” Evan mengingat sedikit tentang Black Serpents, tentu saja mereka bisa menyediakan apa saja. Ryuta, pemimpin kelompok itu adalah bagian dari klan Okamoto, keluarga pengusaha asal Jepang yang Evan yakini juga terlibat dalam beberapa bisnis bawah tanah.

“Lalu ada Viper Clan, seperti namanya isi kelompok itu orang-orang yang cerdik, kalau tidak mau dibilang licik. Mereka seperti ular yang ambisius dan tidak segan-segan melakukan apapun untuk menjadi yang terbaik. Tetapi mereka sangat loyal terhadap satu sama lain. Kelompok itu berpusat pada Nadira. Kau sudah tahu yang mana orangnya.” Evan teringat pada gadis pianis tadi.

“Dia dan Kairo punya hubungan khusus?” Evan bertanya penasaran.

“Tidak ada yang tahu, mereka memang dekat, tapi entahlah.” Sera mengedikkan bahu.  

“Kenapa? Kau suka padanya?” Sebuah suara menyela dari samping mengejutkan Evan dan Sera. Entah mengapa rasanya orang-orang di akademi ini suka sekali muncul tiba-tiba.

“Sasha,” seru Sera, setengah mendesah kesal. “Sejak kapan kau ada di sini?” lanjutnya bertanya.

Sasha mengangkat bahu menjawab pertanyaan Sera. “Sudah dari tadi, kalian saja yang terlalu fokus membicarakan ‘royal family’ itu sampai tidak menyadari ada aku,” katanya yang dibalas Sera dengan helaan nafas pasrah.

"Royal family?"

"Heem, Kael, Kairo, Ares, Ryuta, Nadira, mereka itu juga punya julukan tersendiri, Crimson Royal," jelas Sasha pada Evan. “Jadi kau suka dia ya?” Lanjutnya lagi.

“Aku hanya bertanya, bukan berarti suka.”

“Tidak usah malu, semua orang juga suka dia kok, siapa sih yang tidak suka gadis itu. Tuan puteri yang sempurna.”

“Aku hanya penasaran,”

“Ya..ya aku percaya,” ujar Sasha dengan nada meledek. “Tapi jawaban serius, Nadira dan Kairo itu hanya teman dekat, tidak punya hubungan romantis jadi kau masih ada kesempatan,” lanjutnya dengan nada menggoda. 

“Terserahlah..”

“Oh ya, kau bilang ada lima kelompok yang paling berpengaruh, satu lagi apa?” Evan mengalihkan pandangannya pada Sera yang sedang menikmati makan siangnya.

Alih-alih Sera malah Sasha yang menjawab, “Di setiap tempat pasti ada mereka yang merasa tidak cocok berada dimanapun atau menjadi bagian dari kelompok manapun. Outsiders. Orang buangan. Kalau disini mereka disebut Rebels, seperti namanya ya mereka ini kelompok yang tidak suka dikekang. Awalnya sendiri-sendiri, tetapi kemudian mereka bergabung sehingga bisa saling membantu kalau ada kesulitan. Jadilah kelompok ini.”

“Biar ku tebak, kau adalah bagian dari Rebels?”

“Seratus untukmu,” Sasha mengacungkan dua jempol sambil mengedipkan mata pada Evan. Evan terkekeh kecil melihat tingkah gadis itu lalu menoleh ke arah Sera, ”dan kau?”

“Bagaimana menurutmu?” Sera menatap lurus ke arah Evan.

_____

Related chapters

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crossing the Threshold

    Saat ini Sera dan Evan sedang berjalan menuju asrama akademi. Crimson Ridge Academy memang memiliki asrama sendiri yang terletak di bagian timur gedung utama, dikelilingi dengan taman yang luas dan rapi. Semua siswa yang terdaftar di akademi ini akan tinggal di asrama dan hanya bisa pulang ke rumah saat liburan semester. Kebijakan ini dibuat untuk memastikan perkembangan setiap siswa terpantau secara optimal—baik dalam akademik maupun kepribadian mereka. Evan mengamati bangunan asrama yang besar dan kokoh dengan arsitektur modern bercampur elemen klasik. Gedung asrama ini terbagi menjadi dua bagian, sebelah kanan adalah asrama perempuan dan sebelah kiri adalah asrama laki-laki. Tadi pagi, ia sebenarnya sudah sempat mengunjungi asrama ini sebelum ke gedung utama. Waktu itu, ia hanya memiliki kesempatan singkat untuk menitipkan barang-barangnya di kamar yang telah ditentukan. Berbeda dari siswa lainnya yang biasanya datang tiga sampai tujuh hari lebih awal untuk berkemas dan beradaptas

    Last Updated : 2024-12-29
  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Fading Light

    “Evan!” Suara seorang gadis menghentikan langkah Evan yang hampir sampai di ruang makan. Ia menoleh dan mendapati Sasha melambaikan tangan ke arahnya.“Sasha.” Evan menyapa singkat sambil menunggu gadis itu menyusulnya."Mau makan malam ya?" tanya Sasha setelah mendekat, senyum ramah menghiasi wajahnya."Iya," jawab Evan sambil mengangguk."Boleh aku bergabung?" tanyanya lagi dengan nada ceria."Tentu saja, kenapa tidak?""Siapa tahu sudah ada teman. Oh ya, kau sekamar dengan siapa?" Keduanya kini sudah masuk dan tengah berjalan ke stand makanan.“Dengan Rai,” Evan menjawab singkat tanpa berpikir.Mendengar itu, Sasha mengangkat alisnya, wajahnya sedikit terkejut. “Ohh wow, bagaimana keadaannya?” Sasha bertanya. Evan memikirkan kembali interaksinya sore tadi dengan Rai. Mereka tidak banyak berinteraksi. Pemuda sibuk dengan hal lain selama Evan membongkar barang-barangnya. Kemudian

    Last Updated : 2025-01-03
  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Behind the Kindness

    Pagi itu, udara terasa segar dan dingin, menyapa kulit Evan yang baru terbangun. Angin pagi menyusup melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma segar rumput basah dan tanah yang masih diliputi embun. Sinar matahari yang mulai menembus celah tirai memberikan nuansa hangat pada ruangan. Evan membuka mata perlahan, menghela napas panjang. Ia menggeliat di tempat tidurnya, merasakan otot-ototnya yang tegang setelah tidur malam yang tidak terlalu nyenyak.Ia menoleh ke samping dan melihat bahwa tempat tidur di sebelahnya kosong. Evan kemudian teringat percakapannya kemarin malam dengan teman sekamarnya itu...Ia baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya untuk kemudian bersiap tidur ketika pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Rai yang entah kenapa terlihat kaget. “Oh! Sial, aku lupa kalau sudah punya teman sekamar, aku kira kau adalah penyusup,” ujar pemuda itu.“Santai saja, lama-lama juga akan terbiasa,” balas Evan. Rai hanya berdehem singkat sebelum mengam

    Last Updated : 2025-01-07
  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (1)

    Ares.Evan ragu sejenak. Ia tahu Ares mungkin tidak mengingat dirinya—karena pemuda itu bukan tipe orang yang peduli dengan lingkungan sekitar.Dengan langkah hati-hati, Evan berjalan ke meja kosong di samping Ares. "Permisi," katanya sambil duduk.Ares, yang sebelumnya tampak tenggelam dalam pikirannya, tidak langsung menoleh. Ia hanya mengangguk kecil tanpa memberikan banyak perhatian pada Evan, tetap fokus pada laptop di depannya.Evan masih ingat betul bagaimana Ares menangani soal-soal matematika di Olimpiade dengan begitu mudah. Semua orang terkesima melihat kecepatan dan ketepatannya, termasuk Evan. Tapi untuk Ares, itu adalah hal yang biasa saja, sebuah kemampuan alami yang dia miliki.Tiba-tiba, Evan merasa sedikit penasaran. Apakah dia benar-benar tidak ingat aku sama sekali? pikirnya.Dengan sedikit keraguan, Evan membuka mulutnya, berusaha memulai percakapan tanpa terkesan mengganggu. "Hei, Ares... kita pernah bertemu di Olimpiade Matematika tahun lalu, kan?"Ares hanya me

    Last Updated : 2025-01-11
  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (2)

    Evan saat ini berada di salah satu sudut perpustakaan akademi. Ruangan yang sunyi terlepas dari beberapa murid yang terlihat. Terdapat rak-rak buku yang menjulang tinggi juga beberapa perangkat komputer. Di meja tempatnya duduk, ponsel milik Evan tergeletak dengan layar menyala, menampilkan percakapan terakhirnya dengan seorang teman. Pemuda itu saat ini sedang menunggu pesan dari temannya.Evan baru dua hari di akademi ini, tapi ia sudah bisa memastikan beberapa hal. Akademi Crimson memang sangat berbeda dari sekolah biasanya. Sekilas memang terlihat bebas, tapi sebenarnya segala sesuatu yang terjadi di akademi diawasi dengan sangat ketat.Salah satunya perangkat komunikasi yang harus tersambung dengan jaringan sekolah sehingga semua data yang ada di ponsel siswa akan tercatat dalam sistem sekolah. Karena itulah sebelum masuk ke akademi ini Evan meminta bantuan temannya untuk memodifikasi ponsel miliknya. Modifikasi ini memungkinkan beberapa aplikasi dan data pribadinya terhindar dar

    Last Updated : 2025-01-12
  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (3)

    Evan melangkah pelan di koridor menuju kelas selanjutnya, matanya sesekali melirik arloji di tangannya. Setelah hampir terlambat di jam kedua tadi, ia memutuskan untuk masuk ke kelas lebih awal. Masih ada lima belas menit lagi sebelum kelas dimulai. Setiap pergantian kelas ada jeda waktu lima belas menit yang sengaja diatur akademi untuk memberi ruang bagi siswa berpindah dari satu kelas ke kelas lain. Saat melewati koridor samping yang menghadap taman akademi untuk menuju ruang kelas, perhatian Evan teralihkan oleh rumah kaca di sudut taman itu.Karena rasa penasaran yang muncul, Evan memutuskan untuk mendekat. Pintu rumah kaca itu sedikit terbuka dan aroma tanah basah segera menyambutnya. Di dalam rumah kaca, suasananya lembab dan tenang. Dedaunan dari tanaman merambat menjuntai dari langit-langit, sementara pot-pot besar dengan bunga eksotis berbaris di sepanjang jalur. Beberapa tanaman tampak familiar, sementara yang lain terlihat mencolok dan sedikit asing.Di antara deretan pot-

    Last Updated : 2025-01-27
  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (4)

    Saat ini jam pelajaran terakhir. Kelas terakhir untuk hari ini adalah Kelas Seni. Evan sudah duduk dengan rapi di kelas lima belas menit sebelum jam pelajaran dimulai. Di sampingnya ada Sasha. Gadis itu sedang sibuk dengan ponselnya, ia bilang sedang mengabari Sera yang juga mengambil kelas ini. Evan merasa beruntung ada orang yang dikenalnya di kelas ini.Pemuda itu memperhatikan sekitar. Sebelumnya, ia hanya sempat melihat dari luar. Ruangan ini memiliki desain yang klasik. Lantai dan dindingnya dilapisi marmer, memberikan kesan mewah dan elegan. Tempat duduk disusun setengah melingkari ruangan itu dengan kanvas dan peralatan seni disisinya. Kemudian ada sebuah jendela besar menghadap ke arah taman akademi, membiarkan cahaya matahari masuk dan menciptakan nuansa lembut. Beberapa karya seni dipajang di dinding ruangan untuk menambah estetika.“Sera! Di sini!” suara Sasha yang duduk di sampingnya mengalihkan perhatian Evan.Gadis yang dipanggil oleh Sasha itu melangkah menuju tempat du

    Last Updated : 2025-02-04
  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Prolog

    Seorang pemuda berdiri di ujung lorong yang gelap. Udara di sekitarnya terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Keheningan membungkus tempat itu, hanya dipecahkan oleh suara langkah-langkah yang bergema di kejauhan. Langkah itu bukan miliknya. Ia mengikuti suara langkah itu.Sosok familiar terlihat di depannya. Ia tahu siapa itu."Ivana..." bisiknya pelan, seperti sebuah doa yang kehilangan harapan.Pemuda itu kemudian berteriak tanpa ragu saat sosok itu mulai kembali menjauh, "Berhenti!" Suaranya menggema, memantul di antara dinding-dinding lorong yang terasa semakin sempit. Namun, sosok itu terus berjalan. Samar-samar dapat terlihat kondisi gadis itu dengan seragam sekolah yang kusam dan rambut hitam tergerai acak menutupi sebagian wajahnya. Langkah-langkahnya pelan tetapi tak terhentikan, seperti bayangan yang bergerak di antara gelap.Pemuda itu masih mencoba mengejarnya. Namun, setiap langkahnya terasa berat, seperti berlari di atas pasir hisap. Napasnya memburu, dadanya terasa

    Last Updated : 2024-12-27

Latest chapter

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (4)

    Saat ini jam pelajaran terakhir. Kelas terakhir untuk hari ini adalah Kelas Seni. Evan sudah duduk dengan rapi di kelas lima belas menit sebelum jam pelajaran dimulai. Di sampingnya ada Sasha. Gadis itu sedang sibuk dengan ponselnya, ia bilang sedang mengabari Sera yang juga mengambil kelas ini. Evan merasa beruntung ada orang yang dikenalnya di kelas ini.Pemuda itu memperhatikan sekitar. Sebelumnya, ia hanya sempat melihat dari luar. Ruangan ini memiliki desain yang klasik. Lantai dan dindingnya dilapisi marmer, memberikan kesan mewah dan elegan. Tempat duduk disusun setengah melingkari ruangan itu dengan kanvas dan peralatan seni disisinya. Kemudian ada sebuah jendela besar menghadap ke arah taman akademi, membiarkan cahaya matahari masuk dan menciptakan nuansa lembut. Beberapa karya seni dipajang di dinding ruangan untuk menambah estetika.“Sera! Di sini!” suara Sasha yang duduk di sampingnya mengalihkan perhatian Evan.Gadis yang dipanggil oleh Sasha itu melangkah menuju tempat du

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (3)

    Evan melangkah pelan di koridor menuju kelas selanjutnya, matanya sesekali melirik arloji di tangannya. Setelah hampir terlambat di jam kedua tadi, ia memutuskan untuk masuk ke kelas lebih awal. Masih ada lima belas menit lagi sebelum kelas dimulai. Setiap pergantian kelas ada jeda waktu lima belas menit yang sengaja diatur akademi untuk memberi ruang bagi siswa berpindah dari satu kelas ke kelas lain. Saat melewati koridor samping yang menghadap taman akademi untuk menuju ruang kelas, perhatian Evan teralihkan oleh rumah kaca di sudut taman itu.Karena rasa penasaran yang muncul, Evan memutuskan untuk mendekat. Pintu rumah kaca itu sedikit terbuka dan aroma tanah basah segera menyambutnya. Di dalam rumah kaca, suasananya lembab dan tenang. Dedaunan dari tanaman merambat menjuntai dari langit-langit, sementara pot-pot besar dengan bunga eksotis berbaris di sepanjang jalur. Beberapa tanaman tampak familiar, sementara yang lain terlihat mencolok dan sedikit asing.Di antara deretan pot-

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (2)

    Evan saat ini berada di salah satu sudut perpustakaan akademi. Ruangan yang sunyi terlepas dari beberapa murid yang terlihat. Terdapat rak-rak buku yang menjulang tinggi juga beberapa perangkat komputer. Di meja tempatnya duduk, ponsel milik Evan tergeletak dengan layar menyala, menampilkan percakapan terakhirnya dengan seorang teman. Pemuda itu saat ini sedang menunggu pesan dari temannya.Evan baru dua hari di akademi ini, tapi ia sudah bisa memastikan beberapa hal. Akademi Crimson memang sangat berbeda dari sekolah biasanya. Sekilas memang terlihat bebas, tapi sebenarnya segala sesuatu yang terjadi di akademi diawasi dengan sangat ketat.Salah satunya perangkat komunikasi yang harus tersambung dengan jaringan sekolah sehingga semua data yang ada di ponsel siswa akan tercatat dalam sistem sekolah. Karena itulah sebelum masuk ke akademi ini Evan meminta bantuan temannya untuk memodifikasi ponsel miliknya. Modifikasi ini memungkinkan beberapa aplikasi dan data pribadinya terhindar dar

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crimson Royal (1)

    Ares.Evan ragu sejenak. Ia tahu Ares mungkin tidak mengingat dirinya—karena pemuda itu bukan tipe orang yang peduli dengan lingkungan sekitar.Dengan langkah hati-hati, Evan berjalan ke meja kosong di samping Ares. "Permisi," katanya sambil duduk.Ares, yang sebelumnya tampak tenggelam dalam pikirannya, tidak langsung menoleh. Ia hanya mengangguk kecil tanpa memberikan banyak perhatian pada Evan, tetap fokus pada laptop di depannya.Evan masih ingat betul bagaimana Ares menangani soal-soal matematika di Olimpiade dengan begitu mudah. Semua orang terkesima melihat kecepatan dan ketepatannya, termasuk Evan. Tapi untuk Ares, itu adalah hal yang biasa saja, sebuah kemampuan alami yang dia miliki.Tiba-tiba, Evan merasa sedikit penasaran. Apakah dia benar-benar tidak ingat aku sama sekali? pikirnya.Dengan sedikit keraguan, Evan membuka mulutnya, berusaha memulai percakapan tanpa terkesan mengganggu. "Hei, Ares... kita pernah bertemu di Olimpiade Matematika tahun lalu, kan?"Ares hanya me

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Behind the Kindness

    Pagi itu, udara terasa segar dan dingin, menyapa kulit Evan yang baru terbangun. Angin pagi menyusup melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma segar rumput basah dan tanah yang masih diliputi embun. Sinar matahari yang mulai menembus celah tirai memberikan nuansa hangat pada ruangan. Evan membuka mata perlahan, menghela napas panjang. Ia menggeliat di tempat tidurnya, merasakan otot-ototnya yang tegang setelah tidur malam yang tidak terlalu nyenyak.Ia menoleh ke samping dan melihat bahwa tempat tidur di sebelahnya kosong. Evan kemudian teringat percakapannya kemarin malam dengan teman sekamarnya itu...Ia baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya untuk kemudian bersiap tidur ketika pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Rai yang entah kenapa terlihat kaget. “Oh! Sial, aku lupa kalau sudah punya teman sekamar, aku kira kau adalah penyusup,” ujar pemuda itu.“Santai saja, lama-lama juga akan terbiasa,” balas Evan. Rai hanya berdehem singkat sebelum mengam

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Fading Light

    “Evan!” Suara seorang gadis menghentikan langkah Evan yang hampir sampai di ruang makan. Ia menoleh dan mendapati Sasha melambaikan tangan ke arahnya.“Sasha.” Evan menyapa singkat sambil menunggu gadis itu menyusulnya."Mau makan malam ya?" tanya Sasha setelah mendekat, senyum ramah menghiasi wajahnya."Iya," jawab Evan sambil mengangguk."Boleh aku bergabung?" tanyanya lagi dengan nada ceria."Tentu saja, kenapa tidak?""Siapa tahu sudah ada teman. Oh ya, kau sekamar dengan siapa?" Keduanya kini sudah masuk dan tengah berjalan ke stand makanan.“Dengan Rai,” Evan menjawab singkat tanpa berpikir.Mendengar itu, Sasha mengangkat alisnya, wajahnya sedikit terkejut. “Ohh wow, bagaimana keadaannya?” Sasha bertanya. Evan memikirkan kembali interaksinya sore tadi dengan Rai. Mereka tidak banyak berinteraksi. Pemuda sibuk dengan hal lain selama Evan membongkar barang-barangnya. Kemudian

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Crossing the Threshold

    Saat ini Sera dan Evan sedang berjalan menuju asrama akademi. Crimson Ridge Academy memang memiliki asrama sendiri yang terletak di bagian timur gedung utama, dikelilingi dengan taman yang luas dan rapi. Semua siswa yang terdaftar di akademi ini akan tinggal di asrama dan hanya bisa pulang ke rumah saat liburan semester. Kebijakan ini dibuat untuk memastikan perkembangan setiap siswa terpantau secara optimal—baik dalam akademik maupun kepribadian mereka. Evan mengamati bangunan asrama yang besar dan kokoh dengan arsitektur modern bercampur elemen klasik. Gedung asrama ini terbagi menjadi dua bagian, sebelah kanan adalah asrama perempuan dan sebelah kiri adalah asrama laki-laki. Tadi pagi, ia sebenarnya sudah sempat mengunjungi asrama ini sebelum ke gedung utama. Waktu itu, ia hanya memiliki kesempatan singkat untuk menitipkan barang-barangnya di kamar yang telah ditentukan. Berbeda dari siswa lainnya yang biasanya datang tiga sampai tujuh hari lebih awal untuk berkemas dan beradaptas

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   Welcome to Crimson Ridge Academy

    “...di sebelah sini ruang seni,” kata Sera sambil menunjuk ke pintu besar dengan lukisan abstrak yang menghiasinya. “Selain buat jam kesenian ya biasanya dipake sama anak-anak ekskul seni buat ngumpul atau nyimpen lukisan mereka. ” Evan dan Sera saat ini sedang berjalan berdampingan menyusuri lorong-lorong Akademi Crimson. Sera sedang menjelaskan tentang denah gedung akademi dan ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Hari ini adalah hari pertama semester karena itulah tidak seperti hari biasanya, kegiatan di kelas hanya diisi oleh wali kelas untuk menjelaskan terkait rencana pembelajaran satu semester ke depan. Setelah itu para siswa di berikan waktu luang untuk merancang kegiatan non akademis mereka selama satu semester ke depan. Akademi ini tidak hanya peduli pada nilai akademis siswa, tetapi mereka juga sangat memperhatikan minat dan bakat siswa di bidang non akademis.Evan mengangguk sambil melirik ke dalam ruangan yang ditunjuk Sera. Ia melihat beberapa siswa sedang asyik mencoret

  • Crimson League: Pakta Dendam di Puncak Kekuasaan   The First Steps

    Seorang pemuda berdiri mematung di depan gerbang besar Crimson Ridge Academy. Papan nama sekolah itu terpampang megah, dengan huruf-huruf emas yang tampak bersinar di bawah sinar matahari pagi. Suasana sekitar ramai oleh siswa yang berlalu-lalang, sebagian berbincang ceria, sebagian lagi berjalan cepat seolah mengejar waktu.Namun, bagi pemuda itu semua ini terasa seperti pemandangan asing. Ada sesuatu yang berat di dadanya, seperti bayangan tak kasatmata yang menghalangi setiap langkahnya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir rasa gugup yang perlahan menjalar. Tangannya mengepal erat, dan pandangannya tertuju lurus ke depan.Ini bukan saatnya ragu, pikirnya.Langkah pertama akhirnya ia ayunkan, melewati gerbang yang menandai babak baru dalam hidupnya......Pemuda itu berdiri dengan canggung di depan pintu ruang kepala akademi, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan. Di tangannya ada map dengan dokumen-dokumen pindahan, dan di punggungnya, tas yang tera

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status