“Terima kasih sudah mengantarkanku pulang, dan terima kasih sudah mengajakku makan.” Vintari berucap sedikit ketus pada Zeus yang berdiri di hadapannya. Ya, sepulang dari rumah sakit, pria itu langsung mengajak Vintari makan bersama, karena atas permintaan orang tua mereka. Pun selama makan bersama, tak ada percakapan yang terjalin di antara mereka.
“Masuklah ke rumahmu.” Zeus segera meminta Vintari untuk masuk ke dalam, karena pria itu ingin segera pergi.
“Zeus, wait.” Vintari menahan lengan Zeus. “Kita belum membahas tentang perjodohan kita.”
Zeus menatap dingin dan tegas pada Vintari. “Apa yang ingin kau bahas? Bukankah permintaan orang tuamu dan ayahku sudah sangat jelas?”
Vintari berdecak pelan. “Zeus, memangnya kau menerima perjodohan ini?”
Zeus melangkah mendekat pada Vintari. “Ini bukan tentang menerima atau menolak, tapi aku lebih memilih menjalankan. Aku malas berdebat dengan kedua orang tuaku.”
“Zeus, tapi kita tidak saling mencintai.” Vintari berkata begitu resah.
Zeus tersenyum sinis. “Jadi menurutmu dua orang menikah harus saling mencintai?”
“Memang harus seperti itu, Zeus,” seru Vintari kesal.
Zeus kembali menyunggingkan senyumannya. Pria itu melangkah begitu dekat pada Vintari. Refleks, Vintari memundurkan tubuhnya hingga terbentur ke dinding. Tampak raut wajah gadis itu memucat panik di kala Zeus menghimpit tubuhnya.
“Z-Zeus, a-apa yang kau lakukan. Menyingkirlah.” Vintari mendorong tubuh pria itu sekuat tenaga, tapi sayangnya tenaga gadis itu tak mampu membuatnya bergeser. Tubuh Zeus begitu tinggi, tegap, dan gagah layaknya besi.
Zeus menarik dagu Vintari, menatap dingin mata amber gadis itu. “Simpan teory-mu tentang cinta. Aku menerima perjodohan ini, karena aku tidak ingin berdebat dengan kedua orang tuaku. Menikah lalu memiliki anak. Anggap saja itu pekerjaan. Jangan pernah sangkut pautkan dengan hal-hal konyol yang ada di pikiranmu.”
Mata Vintari melebar mendengar ucapan Zeus yang mengatakan pernikahan layaknya pekerjaan. Vintari hendak ingin mengeluarkan kata, tapi seakan semuanya tertahan di tenggorokannya.
“Mulai detik ini, jalani apa yang telah diputuskan orang tua kita. Jangan banyak melawan.” Zeus menjauh dari Vintari, pria itu berbalik dan langsung melangkah pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.
“Tidak bisa, Zeus! Aku mencintai pria lain!” seru Vintari dan sukses membuat langkah kaki pria itu terhenti.
Zeus memunggungi Vintari, menatap gadis itu dengan sudut matanya, “Maka lupakan pria itu. Orang tuamu sudah mengatur perjodohan ini. Sekalipun aku tidak suka, tapi aku tidak ingin membuat kekacauan. Seperti yang aku bilang, anggap saja ini pekerjaan.” Lalu, dia kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan tempat itu.
Vintari menatap Zeus dengan raut wajah kesal. Umpatan dan makian lolos dalam hatinya. Sungguh, gadis itu tak mengerti kenapa sampai Zeus menganggap pernikahan sebagai pekerjaan? Cara pikir macam apa itu?
***
“Vintari?” Seorang pemuda tampan menghampiri Vintari, yang tengah duduk di kantin. Terlihat raut wajah gadis itu tampak sangat muram, dan membendung kesedihan yang tak tertahan.
Vintari menatap Andre—sahabatnya—yang kini duduk di sampingnya. “Andre, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya begitu putus asa.
Andre membalas tatapan Vintari, dengan tatapan bingung dan tak mengerti. “Apa maksudmu?” jawabnya, meminta penjelasan.
Vintari mengusap wajahnya kasar. “Aku akan menikah, Andre.”
“What?” Mata Andre melebar. “Kau akan menikah? Wait … jangan-jangan kau hamil?”
Vintari berdecak kesal sambil memukul lengan kekar Andre. “Aku menikah karena dijodohkan, bukan karena hamil. Kau ini bicara sembarangan saja. Orang tuaku akan menjodohkanku dengan putra dari keluarga Ducan.”
Andre terkagum sambil manggut-manggut. “Aku pernah mendengar tentang Ducan Group. Jika benar kau dijodohkan dengan putra dari keluarga Ducan, maka pasti hidupmu akan bahagia.”
“Come on, Andre, please, kau tahu sejak dulu aku mencintai siapa,” seru Vintari.
Andre mengulum senyumannya. “Kau hanya mengagumi Zayn. Tidak mencintainya. Bedakan antara mengagumi dan mencintai. Itu sangat berbeda, Vintari.”
“Ck! Sudah jelas aku mencintai Zayn!” sembur Vintari semakin kesal.
Zayn Zuney adalah senior kampus Vintari, yang selama ini Vintari idam-idamkan, tapi sayangnya Vintari tidak pernah berani untuk berhadapan dengan Zayn. Setiap kali Zayn ada di hadapanya, maka dia pasti akan salah tingkah, dan berujung melarikan diri.
Sekarang, impian Vintari menjadi kekasih Zayn telah lenyap, di kala dirinya harus menikah dengan Zeus Ducan. Takdir sepertinya sedang sangat membenci Vintari. Impiannya seakan sirna menjadi debu.
Andre mengambil orange juice milik Vintari, dan meminumnya perlahan. “Lebih baik kau tenangkan dirimu dulu. Aku yakin pikiranmu sedang kacau.”
Vintari membenturkan kepalanya ke atas meja. “Aku memang sangat pusing memikirkan ini.” Dia bangkit berdiri dan mengambil tas dan ponselnya. “Andre, aku harus pergi. Aku ingin ke perpustakaan. Aku butuh ketenangan.”
“Hubungi aku jika kau butuh bantuan,” jawab Andre.
Vintari menganggukan kepalanya, merespon ucapan Andre. Berikutnya, dia melangkah terburu-buru menuju ke perpustakaan. Membaca buku dikeheningan perpustakaan, mungkin bisa membuat hatinya sedikit lebih tenang.
Setibanya di perpustakaan, Vintari ingin mengambil buku yang berada di rak atas, tapi sayangnya Vintari tidak sampai untuk mengambil buku itu. Berkali-kali, Vintari berjinjit, tapi tetap tidak sampai. Padahal, gadis itu sudah memakai heels cukup tinggi.
“Ck! Kenapa kampus ini memiliki rak buku tinggi sekali?” gerutu Vintari jengkel.
Tiba-tiba, seorang pemuda dengan tubuh tinggi tegap, membantu Vintari mengambil buku, dan memberikan buku itu pada Vintari. Refleks, Vintari menerima buku itu.
“Terima kasih, aku—” Vintari baru saja mengucapkan terima kasih, tapi seketika dia terkejut melihat sosok pemuda di hadapannya. Perlahan, pipi gadis itu pun tersipu malu. Yang di hadapannya adalah Zayn—pemuda yang Vintari kagumi.
“Sama-sama,” jawab Zayn ramah dan hangat, lalu Zayn hendak meninggalkan Vintari, dan gadis itu langsung menahan lengan Zayn.
“Zayn,” cegah Vintari.
“Kau mengenalku?” tanya Zayn seraya menatap Vintari.
“Ah, iya, aku mengenalmu karena aku suka bermain basket,” jawab Vintari cepat. “A-aku Vin—”
“Vintari. Aku tahu namamu. Beberapa temanku banyak yang membicarakanmu,” balas Zayn dengan senyuman di wajahnya. “Ada apa, Vintari? Apa kau membutuhkan bantuan lagi?”
“T-tidak, aku hanya ingin berterima kasih kau sudah membantuku.” Vintari menjadi salah tingkah, sampai kesulitan merangkai kata.
Zayn kembali tersenyum. “Kau sudah berterima kasih. Tidak usah berterima kasih lagi. Ya sudah, aku harus pergi. Aku masih ada kelas.”
Vintari menganggukkan kepalannya merespon ucapan Zayn, lalu pemuda itu melangkah pergi meninggalkan Vintari. Tampak tatapan gadis itu tak lepas menatap Zayn. Tatapan yang tersirat penuh kekaguman pada pemuda tampan itu.
Senyuman malu-malu di wajah Vintari pun terlukis begitu merekah, tetapi dalam sekejap senyum itu sirna tergantikan dengan kemuraman dan keputusasaan di kala Vintari mengingat bahwa dirinya kini telah dijodohkan.
“Oh, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan?” Vintari membenturkan kepalanya pelan ke rak buku.
“Vintari, antarkan dokumen ini pada Zeus. Dokumen ini milik Paman David, tapi kau berikan saja pada Zeus.” Jenny memberikan dokumen yang ada di tangannya, pada Vintari. Tampak raut wajah gadis itu berubah jengkel. Baru saja gadis itu pulang kuliah, tapi malah sudah disuruh hal yang menyebalkan.“Mom, kau bisa meminta sopir untuk mengantarkan pada Zeus.” Vintari memberi saran, sekaligus tersirat menolak. Gadis itu enggan untuk bertemu dengan pria menyebalkan.Jenny melipat tangan di depan dada. “Mommy ingin kau yang mengantar ini pada Zeus. Ini dokumen penting. Kau tidak usah menyetir. Kau bersama sopir saja. Nanti pulangnya, biar Zeus yang mengantarmu pulang.”Vintari berdecak pelan. “Mom—”“Vintari, Mommy dengar dari sopir kalau mobilmu masuk bengkel, karena menabrak. Apa itu benar?” Jenny langsung memotong ucapan Vintari, dan sontak membaut raut wajah Vintari memucat panik.“Ah, itu. A-aku menabrak mobil teman kampusku, tapi aku sudah menyelesaikannya. Kau tidak usah khawatir, Mom,”
Vintari menghela napas panjang setelah menutup pintu kamarnya. Dia masih berdiri, bersandar pada pintu, sambil mendekap tasnya di dada. Ucapan Zeus tadi membuat hati dan pikirannya menjadi terusik. Sialnya, kata-kata Zeus sangat melekat padanya—seolah bagaikan magnet yang menempel.'Seks tidak harus saling mencintai. Di luar sana, banyak sekali pernikahan bisnis tanpa didasari cinta. Kita hidup di dunia nyata, Vintari, bukan di negeri dongeng seperti pemikiranmu.'Semakin dipikir, logikanya semakin menampik kalimat itu. Demi apa pun, dia tidak akan pernah bisa berhubungan seks tanpa cinta. Baginya, semua hal intim harus didasari oleh cinta. Pemikiran yang sangat kuno. Namun, itulah Vintari.“Pria itu memang sudah gila karena menganggap menikah dan seks adalah sebuah pekerjaan. Kenapa bisa pria gila itu menjadi seorang dokter?” gumamnya, sambil melempar tas ke atas sofa yang terletak di ujung tempat tidurnya. Dia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Kedua tangannya terentang lebar, deng
Vintari meringis menahan nyeri saat perawat mencabut selang infus dari tangannya. Matanya terpejam rapat karena tak ingin melihat darahnya yang sedikit naik pada ujung selang dekat jarum. Hal itu membuat Zeus memicingkan matanya, heran dengan sikap Vintari yang menurutnya terlalu berlebihan.Setelah perawat tadi keluar dari kamar rawat, Zeus menyilangkan tangannya di depan dada, sambil bersandar pada dinding dekat sofa. “Ceroboh, tak bisa merawat diri sendiri, dan takut dengan jarum. Benar-benar ciri khas dari gadis kecil,” ucapnya sinis.Vintari menoleh sambil mengerutkan keningnya. Sorot matanya terlihat ganas, seakan ingin menelan pria yang terus-terusan membuatnya kesal. “Sebagai informasi, aku tidak takut jarum, ya!” sanggahnya.Zeus menyeringai tak percaya, lalu menurunkan kedua tangannya dan berjalan menuju pintu. “Cuci muka dan rapikan rambutmu. Setelah ini, aku akan mengantarmu pulang,” ucapnya, sesaat sebelum dia benar-benar menutup pintu kamar.Vintari mengerang sambil mere
Langkah kaki Jenny yang telah bersiap untuk masuk rumah tertahan karena deru pelan dari mobil milik Zeus yang berhenti di depan rumah. Senyum lebar tersungging di bibirnya saat melihat Vintari turun dari sisi lain mobil itu.“Wow, kalian hari ini juga berdua?” sapa Jenny riang bahagia.Vintari mendesah pasrah saat melihat ibunya berjalan menghampiri mereka. Dia berharap ibunya tak melihat dirinya bersama dengan Zeus, tapi sayangnya malah ibunya melihat. Jika sudah seperti ini, makai bunya pasti akan berpikir dirinya mulai membuka hati untuk Zeus. Ah menyebalkan sekali!Zeus yang menyadari situasi itu, segera turun dari mobil dan memberi salam pada Jenny. “Selamat malam, Nyonya Rivers.”‘Kenapa pria itu ramah sekali pada Mom? Ah! Harusnya dia menunjukkan sifat buruk, agar Mom tidak suka padanya,’ gerutu Vintari dalam hati.Vintari ingin Zeus bersikap dingin, angkuh, dan tak ramah pada ibunya, agar ibunya tak suka pada pria itu. Jika Zeus menunjukkan sifat buruk, pastinya ibunya akan me
Keheningan membentang di balik suasana canggung. Dua insan yang berada dalam posisi intim masih belum menyadari posisinya. Mereka seakan hanyut akan kecelakaan tersebut. Namun dalam hitungan detik keduanya sadar bahwa ini adalah sebuah hal yang tidak benar.Manik amber Vintari terbelalak saat menyadari posisi intim itu. Secepat kilat, gadis itu bangkit berdiri susah payah. Dia merapikan gaun yang dipakainya. Pun Zeus juga melakukan hal yang sama. Mereka saling memalingkan pandangan saat mata mereka beradu.Kecanggungan terjadi di antara keduanya. Bibir Vintari menempel tak sengaja ke bibir Zeus. Debar jantung gadis itu berpacu kencang seolah ingin berhenti berdetak. Ya Tuhan! Sangat memalukan! Vintari rasanya ingin bersembunyi di kutub utara.“Pilih saja gaun itu. Itu cocok di tubuhmu,” ucap Zeus tanpa melihat Vintari. Pria itu seolah bersikap acuh dan tak peduli tentang apa yang terjadi.Vintari berusaha mengabaikan apa yang telah terjadi, sama seperti Zeus. Dia melihat pantulannya d
Pelukan hangat berhasil memberikan ketenangan dalam diri Vintari. Gadis itu meringkuk dalam pelukan Zeus seperti anak kecil yang ingin dilindungi. Lalu secara perlahan Vintari melepaskan pelukan itu.“Kau baik-baik saja, kan?” tanya Zeus memastikan.Vintari mengangguk merespon ucapan Zeus. “A-aku permisi. Aku ingin ke toko buku.”Tanpa menunggu respon dari Zeus lagi, Vintari memutuskan untuk berbalik ke arah toko buku. Rasa cemasnya telah berkurang berkat pelukan Zeus yang menenangkan. Namun, tubuhnya tak bisa berbohong. Lututnya masih terasa lemas saat melangkah, membuatnya berjalan sempoyongan seperti ingin pingsan. Detik selanjutnya, tiba-tiba gadis itu telah berada di gendongan Zeus yang berjalan santai menuju mobilnya.“Zeus, turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri!” protes Vintari sambil berusaha untuk mendorong dada pria itu dari tubunya.Alih-alih menuruti ucapan Vintari, Zeus justru semakin mengeratkan gendongannya dan membuat gadis itu susah untuk bergerak.“Zeus, please. Turun
Vintari menghentikan kakinya secara otomatis saat melihat sosok yang dia kenal sedang berjalan keluar dari fakultas kedokteran. Niatnya untuk masuk ke perpustakaan langsung dialihkan dengan mengejar sosok itu.“Zeus!” teriak Vintari cukup keras memanggil Zeus.Zeus menoleh, dan mendapati Vintari yang sedang berlari kecil menuju tempatnya berdiri. Pria itu menghela napas panjang, tapi tetap menunggu sampai gadis itu berdiri di depannya.“Kebetulan sekali melihatmu di sini. Aku ingin membicarakan masalah persiapan pernikahan kita. Kau ada waktu, kan?” tanya Vintari cepat.Zeus tak menjawab. Dia hanya melihat Vintari selama beberapa detik, lalu melengos begitu saja, meninggalkan Vintari yang sedang terbengong karena sikap tidak sopannya. Tampak mata gadis itu melebar tak percaya melihat Zeus yang pergi begitu saja. Demi menjaga harga dirinya yang semakin terluka, Vintari akhirnya membiarkan Zeus pergi. Pandangannya masih tertuju pada pria itu dengan segudang pertanyaan yang belum terjawa
Zeus membiarkan Vintari untuk melepas genggamannya. Dia tidak marah karena tamparan itu dan justru berusaha untuk maklum karena telah membiarkan Vintari menunggunya selama lima jam.“Kau sengaja melakukan ini semua padaku, kan? Kau senang melihatku seperti ini!?” teriak Vintari, sambil memukul dada bidang Zeus berkali-kali. “Apa aku terlihat murahan di matamu? Sialan kau, Zeus! Jika boleh memilih, aku juga tidak akan pernah mau menikah dengan lelaki seperti dirimu!”Vintari meledakkan kemarahannya akibat dibuat menunggu lima jam. Semua perempuan di belahan dunia mana pun akan melakukan kemarahan seperti Vintari, jika dibuat menunggu berjam-jam, dan tanpa kabar sama sekali.Zeus hanya diam dengan eskpresi datar tanpa melawan sedikit pun. Semua kecewa dan kemarahan Vintari dia telan bulat-bulat. Pun dia mengerti kenapa sampai Vintari semarah ini padanya. Penyebab utama memang salah dirinya.“Kau benar-benar jahat. Bahkan setelah aku memakimu seperti ini, kau tetap bersikap dingin dan di