Keheningan membentang di balik suasana canggung. Dua insan yang berada dalam posisi intim masih belum menyadari posisinya. Mereka seakan hanyut akan kecelakaan tersebut. Namun dalam hitungan detik keduanya sadar bahwa ini adalah sebuah hal yang tidak benar.Manik amber Vintari terbelalak saat menyadari posisi intim itu. Secepat kilat, gadis itu bangkit berdiri susah payah. Dia merapikan gaun yang dipakainya. Pun Zeus juga melakukan hal yang sama. Mereka saling memalingkan pandangan saat mata mereka beradu.Kecanggungan terjadi di antara keduanya. Bibir Vintari menempel tak sengaja ke bibir Zeus. Debar jantung gadis itu berpacu kencang seolah ingin berhenti berdetak. Ya Tuhan! Sangat memalukan! Vintari rasanya ingin bersembunyi di kutub utara.“Pilih saja gaun itu. Itu cocok di tubuhmu,” ucap Zeus tanpa melihat Vintari. Pria itu seolah bersikap acuh dan tak peduli tentang apa yang terjadi.Vintari berusaha mengabaikan apa yang telah terjadi, sama seperti Zeus. Dia melihat pantulannya d
Pelukan hangat berhasil memberikan ketenangan dalam diri Vintari. Gadis itu meringkuk dalam pelukan Zeus seperti anak kecil yang ingin dilindungi. Lalu secara perlahan Vintari melepaskan pelukan itu.“Kau baik-baik saja, kan?” tanya Zeus memastikan.Vintari mengangguk merespon ucapan Zeus. “A-aku permisi. Aku ingin ke toko buku.”Tanpa menunggu respon dari Zeus lagi, Vintari memutuskan untuk berbalik ke arah toko buku. Rasa cemasnya telah berkurang berkat pelukan Zeus yang menenangkan. Namun, tubuhnya tak bisa berbohong. Lututnya masih terasa lemas saat melangkah, membuatnya berjalan sempoyongan seperti ingin pingsan. Detik selanjutnya, tiba-tiba gadis itu telah berada di gendongan Zeus yang berjalan santai menuju mobilnya.“Zeus, turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri!” protes Vintari sambil berusaha untuk mendorong dada pria itu dari tubunya.Alih-alih menuruti ucapan Vintari, Zeus justru semakin mengeratkan gendongannya dan membuat gadis itu susah untuk bergerak.“Zeus, please. Turun
Vintari menghentikan kakinya secara otomatis saat melihat sosok yang dia kenal sedang berjalan keluar dari fakultas kedokteran. Niatnya untuk masuk ke perpustakaan langsung dialihkan dengan mengejar sosok itu.“Zeus!” teriak Vintari cukup keras memanggil Zeus.Zeus menoleh, dan mendapati Vintari yang sedang berlari kecil menuju tempatnya berdiri. Pria itu menghela napas panjang, tapi tetap menunggu sampai gadis itu berdiri di depannya.“Kebetulan sekali melihatmu di sini. Aku ingin membicarakan masalah persiapan pernikahan kita. Kau ada waktu, kan?” tanya Vintari cepat.Zeus tak menjawab. Dia hanya melihat Vintari selama beberapa detik, lalu melengos begitu saja, meninggalkan Vintari yang sedang terbengong karena sikap tidak sopannya. Tampak mata gadis itu melebar tak percaya melihat Zeus yang pergi begitu saja. Demi menjaga harga dirinya yang semakin terluka, Vintari akhirnya membiarkan Zeus pergi. Pandangannya masih tertuju pada pria itu dengan segudang pertanyaan yang belum terjawa
Zeus membiarkan Vintari untuk melepas genggamannya. Dia tidak marah karena tamparan itu dan justru berusaha untuk maklum karena telah membiarkan Vintari menunggunya selama lima jam.“Kau sengaja melakukan ini semua padaku, kan? Kau senang melihatku seperti ini!?” teriak Vintari, sambil memukul dada bidang Zeus berkali-kali. “Apa aku terlihat murahan di matamu? Sialan kau, Zeus! Jika boleh memilih, aku juga tidak akan pernah mau menikah dengan lelaki seperti dirimu!”Vintari meledakkan kemarahannya akibat dibuat menunggu lima jam. Semua perempuan di belahan dunia mana pun akan melakukan kemarahan seperti Vintari, jika dibuat menunggu berjam-jam, dan tanpa kabar sama sekali.Zeus hanya diam dengan eskpresi datar tanpa melawan sedikit pun. Semua kecewa dan kemarahan Vintari dia telan bulat-bulat. Pun dia mengerti kenapa sampai Vintari semarah ini padanya. Penyebab utama memang salah dirinya.“Kau benar-benar jahat. Bahkan setelah aku memakimu seperti ini, kau tetap bersikap dingin dan di
Seketika raut wajah Vintari berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Zeus. Sepasang iris mata ambernya menunjukkan keterkejutan nyata. Gadis itu panik sekaligus takut mendengar permintaan gila dari Zeus Ducan.“Kau mau apa?!” Vintari berteriak, kembali menyilangkan kedua tangannya di dada. Setelah terpaksa menerima situasi dirinya harus berbagi kamar malam ini dengan Zeus, dan sekarang dengan entengnya pria itu menyuruhnya untuk membuka pakaian. Tentu saja Vintari tak bisa lagi berpikir positif.Zeus memijit pelipisnya karena lagi-lagi Vintari menyalah artikan ucapannya. “Kau pikir aku mau apa? Aku menyuruhmu untuk ganti pakaianmu. Memangnya kau mau semalaman pakai gaun itu?” balasnya jengkel. Jika bukan karena adanya badai salju yang lebat, sudah pasti Zeus ingin sekali segera memulangkan gadis itu ke rumahnya.Vintari menunduk, memindai dirinya sendiri dan menghela napas. Semburat merah seketika menyebar pada wajahnya. Di depannya, Zeus berjalan pelan lalu menyentil dahi Vintari pe
Zeus memeriksa fungsi fisik dari Vintari yang telah terkulai tak sadarkan diri. Suhu tubuh gadis itu turun secara drastis, jelas karena seharian ini telah terpapar suhu dingin yang ekstrim. Kulitnya pucat dan sedingin es, bahkan saat Zeus mencubit kencang pada lengan Vintari, gadis itu tak merespon apa-apa. Dalam keadaan panik, Zeus meraba denyut nadi di pergelangan tangan Vintari. Denyutnya cepat, tidak teratur, dan lemah.“Shit!” umpat Zeus.Melihat gejalanya, Zeus yakin kalau Vintari mengalami hipotermia. Jika mengingat semua kejadian hari ini, kondisi gadis itu menjadi wajar. Dari pagi terpapar udara dingin dengan baju tipis, dan sekarang terkena badai salju.Zeus tak bisa menyembunyikannya kepanikannya. Apalagi, tas medisnya yang berharga berada di hotel. Dia tak memiliki peralatan apa pun saat ini. Dengan sangat hati-hati, Zeus memindahkan Vintari untuk lebih dekat api unggun. Gerakannya dilakukan sehalus mungkin agar tidak memicu denyut jantung berhenti.Setelah Zeus melepas co
Kata-kata Zeus membuat bulu kuduk Vintari menjadi merinding. Dia menjadi ragu untuk meneruskan aksinya. Ditambah dengan debaran dadanya yang tidak normal, dia memutuskan untuk menurunkan tangannya, beringsut mundur dan menghindari tatapan menggoda dari Zeus.“Kenapa kau mengatakan hal seperti itu? Kau kan, sudah bersedia menerima suapanku? Menyebalkan sekali!” Vintari membulatkan matanya, sambil memberanikan mentalnya untuk menatap kedua bola mata Zeus.“Kau yang memaksaku, remember? Aku hanya sedang lelah kalau harus memulai perdebatan lagi denganmu,” jawab Zeus enteng tanpa beban.Wajah Vintari bersungut-sungut, memerah karena menahan malu dan marah secara bersamaan. Bubur yang tadi hendak dia bagi dengan Zeus, pada akhrinya dilahap sendiri sampai habis. Setelah itu, Vintari meletakkan mangkuk bekasnya ke atas meja, kembali duduk meringkuk di pojok ruangan yang berjarak paling jauh dari Zeus.Sudut bibir Zeus berkedut pelan. Meskipun kesal, tapi dia merasa lucu dengan sikap Vintari
“Permisi, bisakah Anda lebih tersenyum lagi?” pinta sang fotografer pada Zeus—yang sedang mengambil gambar sesi pemotretan Zeus dan Vintari.Zeus mengangguk, tapi pada akhirnya dia kembali melakukan hal yang sama.“Mempelai pria, tolong tersenyum lebih lebar lagi. Jarak kalian terlalu jauh. Bisakah Anda memeluk pinggang mempelai wanita, lalu menatapnya dan mendekat seperti akan berciuman?” Fotografer itu kembali mengarahkan gaya untuk Zeus dan Vintari setelah sekian banyaknya jepretan, tapi tak ada satu pun yang memuaskan.Benar, akhirnya Zeus dan Vintari mengadakan pemotretan pre-wedding ini setelah seminggu berlalu. Bedanya, kali ini Zeus meminta untuk melakukannya di studio saja. Dia tak ingin kejadian minggu lalu terulang lagi. Sudah cukup dia direpotkan Vintari terus menerus.“Lakukan yang benar!” desis Vintari, dengan bibirnya yang terus mencoba tersenyum.“Kau tidak lihat aku sudah melakukan yang terbaik?” balas Zeus lagi tanpa ekspresi.Vintari menatap tajam Zeus, lalu melepas