Zeus membiarkan Vintari untuk melepas genggamannya. Dia tidak marah karena tamparan itu dan justru berusaha untuk maklum karena telah membiarkan Vintari menunggunya selama lima jam.“Kau sengaja melakukan ini semua padaku, kan? Kau senang melihatku seperti ini!?” teriak Vintari, sambil memukul dada bidang Zeus berkali-kali. “Apa aku terlihat murahan di matamu? Sialan kau, Zeus! Jika boleh memilih, aku juga tidak akan pernah mau menikah dengan lelaki seperti dirimu!”Vintari meledakkan kemarahannya akibat dibuat menunggu lima jam. Semua perempuan di belahan dunia mana pun akan melakukan kemarahan seperti Vintari, jika dibuat menunggu berjam-jam, dan tanpa kabar sama sekali.Zeus hanya diam dengan eskpresi datar tanpa melawan sedikit pun. Semua kecewa dan kemarahan Vintari dia telan bulat-bulat. Pun dia mengerti kenapa sampai Vintari semarah ini padanya. Penyebab utama memang salah dirinya.“Kau benar-benar jahat. Bahkan setelah aku memakimu seperti ini, kau tetap bersikap dingin dan di
Seketika raut wajah Vintari berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Zeus. Sepasang iris mata ambernya menunjukkan keterkejutan nyata. Gadis itu panik sekaligus takut mendengar permintaan gila dari Zeus Ducan.“Kau mau apa?!” Vintari berteriak, kembali menyilangkan kedua tangannya di dada. Setelah terpaksa menerima situasi dirinya harus berbagi kamar malam ini dengan Zeus, dan sekarang dengan entengnya pria itu menyuruhnya untuk membuka pakaian. Tentu saja Vintari tak bisa lagi berpikir positif.Zeus memijit pelipisnya karena lagi-lagi Vintari menyalah artikan ucapannya. “Kau pikir aku mau apa? Aku menyuruhmu untuk ganti pakaianmu. Memangnya kau mau semalaman pakai gaun itu?” balasnya jengkel. Jika bukan karena adanya badai salju yang lebat, sudah pasti Zeus ingin sekali segera memulangkan gadis itu ke rumahnya.Vintari menunduk, memindai dirinya sendiri dan menghela napas. Semburat merah seketika menyebar pada wajahnya. Di depannya, Zeus berjalan pelan lalu menyentil dahi Vintari pe
Zeus memeriksa fungsi fisik dari Vintari yang telah terkulai tak sadarkan diri. Suhu tubuh gadis itu turun secara drastis, jelas karena seharian ini telah terpapar suhu dingin yang ekstrim. Kulitnya pucat dan sedingin es, bahkan saat Zeus mencubit kencang pada lengan Vintari, gadis itu tak merespon apa-apa. Dalam keadaan panik, Zeus meraba denyut nadi di pergelangan tangan Vintari. Denyutnya cepat, tidak teratur, dan lemah.“Shit!” umpat Zeus.Melihat gejalanya, Zeus yakin kalau Vintari mengalami hipotermia. Jika mengingat semua kejadian hari ini, kondisi gadis itu menjadi wajar. Dari pagi terpapar udara dingin dengan baju tipis, dan sekarang terkena badai salju.Zeus tak bisa menyembunyikannya kepanikannya. Apalagi, tas medisnya yang berharga berada di hotel. Dia tak memiliki peralatan apa pun saat ini. Dengan sangat hati-hati, Zeus memindahkan Vintari untuk lebih dekat api unggun. Gerakannya dilakukan sehalus mungkin agar tidak memicu denyut jantung berhenti.Setelah Zeus melepas co
Kata-kata Zeus membuat bulu kuduk Vintari menjadi merinding. Dia menjadi ragu untuk meneruskan aksinya. Ditambah dengan debaran dadanya yang tidak normal, dia memutuskan untuk menurunkan tangannya, beringsut mundur dan menghindari tatapan menggoda dari Zeus.“Kenapa kau mengatakan hal seperti itu? Kau kan, sudah bersedia menerima suapanku? Menyebalkan sekali!” Vintari membulatkan matanya, sambil memberanikan mentalnya untuk menatap kedua bola mata Zeus.“Kau yang memaksaku, remember? Aku hanya sedang lelah kalau harus memulai perdebatan lagi denganmu,” jawab Zeus enteng tanpa beban.Wajah Vintari bersungut-sungut, memerah karena menahan malu dan marah secara bersamaan. Bubur yang tadi hendak dia bagi dengan Zeus, pada akhrinya dilahap sendiri sampai habis. Setelah itu, Vintari meletakkan mangkuk bekasnya ke atas meja, kembali duduk meringkuk di pojok ruangan yang berjarak paling jauh dari Zeus.Sudut bibir Zeus berkedut pelan. Meskipun kesal, tapi dia merasa lucu dengan sikap Vintari
“Permisi, bisakah Anda lebih tersenyum lagi?” pinta sang fotografer pada Zeus—yang sedang mengambil gambar sesi pemotretan Zeus dan Vintari.Zeus mengangguk, tapi pada akhirnya dia kembali melakukan hal yang sama.“Mempelai pria, tolong tersenyum lebih lebar lagi. Jarak kalian terlalu jauh. Bisakah Anda memeluk pinggang mempelai wanita, lalu menatapnya dan mendekat seperti akan berciuman?” Fotografer itu kembali mengarahkan gaya untuk Zeus dan Vintari setelah sekian banyaknya jepretan, tapi tak ada satu pun yang memuaskan.Benar, akhirnya Zeus dan Vintari mengadakan pemotretan pre-wedding ini setelah seminggu berlalu. Bedanya, kali ini Zeus meminta untuk melakukannya di studio saja. Dia tak ingin kejadian minggu lalu terulang lagi. Sudah cukup dia direpotkan Vintari terus menerus.“Lakukan yang benar!” desis Vintari, dengan bibirnya yang terus mencoba tersenyum.“Kau tidak lihat aku sudah melakukan yang terbaik?” balas Zeus lagi tanpa ekspresi.Vintari menatap tajam Zeus, lalu melepas
“I don’t fucking care! Aku mau semua diganti!” Zeus bersikap sangat keras, dan bersikukuh pada permintaannya. Pria tampan itu sudah muak dengan bunga lily, dia tak ingin dipernikahannya ada bunga lily.“Gila! Mana mungkin bisa dilakukan?! Kau tidak lihat tamu undangan sudah datang semua, hah? Ini sudah satu jam menjelang acara pemberkatan! Tidak, Tidak bisa! Dekorasi atau apa pun itu tak akan ada yang diubah!” Vintari semakin emosi melihat sikap keras kepala Zeus. Ah, bukan. Lebih tepatnya, sikap gila dari seorang Zeus.“Aku tidak akan ke sana sampai semua dekorasi diganti!” ancam Zeus tak main-main pada Vintari.Vintari mengerang frustrasi akibat kegilaan Zeus Ducan. Dia meremas kepalanya, tak peduli dengan rambutnya yang telah dipilin cantik dengan bunga baby breath yang terselip cantik.“Tuan Zeus Ducan yang terhormat! Jelas sebelumnya aku sudah memintamu, bahkan memohon padamu untuk melihat dan memeriksa semua persiapan pernikahan kita. Mulai dari memastikan apakah ada menu makana
Mansion modern berukuran lima kali lipat dari rumah Vintari berhasil membuat gadis itu menganga kagum. Ini adalah kali pertamanya dia menginjakkan kaki di sini. Semua hal yang berada di mansion mewah ini berhasil menarik perhatiannya.Pintu gerbang yang berukuran berkali lipat melebihi tinggi badannya dengan banyak penjaga di luar, dua pelayan yang sedang sibuk membersihkan tumpukan salju dengan sekop di taman. Dalam hati, Vintari mulai bertanya-tanya ada berapa pelayan yang bekerja di sini.Zeus melangkah lebih dulu menuju pintu mansion yang terletak di sisi kiri bangunan. Vintari mengekor dengan gestur canggung. Bangunan dengan konsep terbuka yang berdiri gagah itu berhasil mengitimidasi kepercayaan dirinya.“Kenapa kau melamun di situ? Ayo masuk,” ucap Zeus dingin.Vintari memandang Zeus, kemudian bergegas untuk menyusul suaminya yang bersiap membuka pintu. Namun, sebelum tangan pria itu mendorong kenopnya, Vintari terlebih dulu menahannya.“Kita harus tinggal di sini? Bisakah kita
Vintari membolak-balik halaman bukunya dengan bosan. Sesekali, dia menguap sambil melihat ke arah pintu. Sudah dari setengah jam yang lalu dia duduk tenang di perpustakaan ini, menunggu Andre yang katanya akan segera menyusul setelah membicarakan masalah desain dengan rekannya.“Hei, Vintari?”Suara itu, sontak membuat Vintari mendongak dan mengerjap beberapa kali. “Zayn?”“Boleh aku duduk di sini?” tanya Zayn sopan.“Sure, silakan,” jawab Vintari sedikit kikuk.Bersamaan dengan itu, Andre masuk ke perpustakaan dan langsung menghampiri keduanya.“Apa kabar, Zayn?” sapa Andre pada Zayn.“Greatl! Wait a moment—” Zayn memeriksa notifikasi pesan yang baru saja masuk.Melihat kesempatan itu, Andre segera bertanya pada Vintari melalui gerakan matanya. Beberapa kali dia melirik ke arah Zayn yang masih menunduk, membalas pesan, lalu melotot pada Vintari dan bertanya tanpa suara.‘Tentang pernikahanmu, bisakah dibahas di depannya?’ Gerakan bibir Andre nampak sedang menanyakan hal itu.Vintari