Sisil mengupload polling di akun Instagramnya. Dia ingin tahu sebanyak apa fans yang menginginkan diadakannya konser di Jakarta untuk kedua kali. etelah mengunggah postingannay di story, dia lalu meletakkan ponselnya. Dia lalu fokus lagi pada orang-orang yang ada di sekitarnya.“Lo udah bikin pollingnya?” kata Zevan pada Sisil. Dia lalu menyesap kopinya.Sisil mengangguk. “Udah,” sahut Sisil, “let’s see.”Perhatian Sisil lalu teralih kepada Okan yang sedang uring-uringan dalam panggilan telepon. Dia memantau anak itu sampai selesai bertelepon baru dia berkomentar.“Kenapa lo?” tanya Sisil.“Ada yang ngirim foto cewek gue lagi jalan sama cowok. Setelah gue cari tau ternyata itu mantannya. Gue jeles dong. Tadi pas gue telfon, dia bilang mereka jalan karena nggak sengaja ketemu pas cewek gue di mal. Terus pas gue tanya kenapa gandengan? Masak katanya karena mau nyebrang. Kek nggak masuk akal banget nggak sih?!” cerita Okan panjang-lebar.“Tuh kan, orang pacaran tuh ribet,” sahut Zevan, “
Lya terbahak. “Mungkin goyangannya ceweknya emang asoy banget kali makanya si Endra ketagihan,” katanya. Dia lalu mengambil vapor-nya dari dalam tas.“Ah, nggak asyik lo. Yang ada gue curhat malah makin panas dan makin sakit hati. Bukan makin lega,” kata Karra.Lya tertawa lagi. Usai menghembuskan asap dari mulutnya, dia lalu merangkul Karra. “Becanda, Shay,” katanya.“Udahlah, kata gue lo fokus aja noh cari gebetan di dateapp buat lupain si Endra. Itu anak kayaknya sudah susah lepas sama ceweknya,” kata Lya.“Gue udah ada beberapa yang match. Tapi nggak ada yang sekeren dan seganteng Pak Endra,” kata Karra, “di sana banyakan jamet.”Lya terbahak. Dia sampai memukul-mukul meja. “Masak nggak ada yang normal sih? Ya gak ganteng banget, ganteng dikit aja masak nggak ada?”“Belom nemu,” kata Karra.“Eh, by the way, si Endra jadian sama ceweknya udah berapa lama sih?” tanya Lya.“Enam bulanan kayaknya,” sahut Karra.“Aduh itu sih lagi bucin-bucinnya. Masalah ranjang juga lagi anget-angetny
Di ruang tamu Karra bertemu dengan Endra. Laki-laki itu wajahnya suram, tak seperti biasanya. Sepertinya memang ada masalah.“Malem, Pak Endra. Tumben banget ke rumah. Ada apa?” tanya Karra. Dia lalu duduk di single sofa di seberang sofa yang diduduki Endra.“Di rapat pemegang saham kemarin banyak yang nggak paham dengan yang disampaikan Pak Bara. Mereka gagal paham semua. Dokumen yang kamu bikin buat bahan meeting gimana?” tanya Endra.“Ya kayak biasa, Pak,” sahut Karra, “Pak Baranya saja kali nyampeinnya gak bener.”“Masak sih. Dia itu orang yang selama ini gue tunjuk buat ngegantiin gue. Nggak mungkin lah dia nggak bisa pimpin meeting kayak gitu aja,” kata Endra.“Ya tapi kan tiap rapat yang dibahas beda-beda, bukan itu-itu terus. Lagian Pak Bara juga manusia biasa. Mungkin banget dia bikin kesalahan,” sahut Karra. Dia kesal karena seolah Endra menyalahkannya. Siapa yang meninggalkan pekerjaan, siapa yang disalahkan. Ya tapi bos kan posisinya akan selalu di atas dan selalu benar.“
“Malem, gimana kerjaan kamu hari ini?” tanya Endra. “Lancar semua,” kata Dania. “By the way, aku mau ada rencana liburan,” kata Endra. Mata Dania berbinar. “Liburan? Kita liburan?” tanya Dania. “Iya,” balas Endra, “sama Karra juga entar.”Dania tertegun selama beberapa detik. Dia memastikan telinganya tidak salah dengar. Mendadak suasana hatinya memburuk. Dia pikir ketika Endra berbicara tentang liburan, itu akan menjadi quality time mereka berdua. Bisa-bisanya Endra mengajak sekertarisnya yang ganjen itu!“Yang, kok diem sih?” tanya Endra. “Nggak apa-apa. Lanjut,” kata Dania. Suaranya terdengar tidak bersemangar. “Rencananya ntar aku sama kamu dan Karra sama gebetannya. Gebetannya apa cowoknya gitu. Pokoknya dia kalo aku tanyain nggak pernah ngaku,” kata Endra. Seketika mata Dania berbinar. Kalau Karra punya kekasih berarti dia tidak akan mengganggu Endra lagi. “Karra beneran udah punya cowok?” tanya Dania. Suaranya terdengar antusias. “Iya,” sahut Endra, “katanya sih gitu.
“Gue kayaknya bakalan bikin cover lagu banyak deh habis ini,” kata Zevan.“Bikin sana sebanyak-banyaknya kalo lo lagi gabut,” kata Jojo.Zevan lantas tertawa. “Iya kalo kita sempet gabut,” katanya. “Guys, gue udah menyimpulkan hasil polling kemarin,” katanya, “coba kalian ke sini dulu semua.” Dia melambai-lambaikan tangan. Keempat personel Evolution lantas berkumpul mendekati Sisil. Mereka duduk di lantai panggung membentuk lingkaran. “Gimana? Banyak yang setuju diadain konser penutupan di Jakarta lagi?” tanya Zevan. Sisil mengangguk, “Delapan puluh persen tau nggak yang setuju. Sumpah gue nggak espect bakalan sebanyak itu awalnya,” katanya. “Yaudah, penjualan tiketnya kapan?” tanya Jojo. “Itu gampang deh. Nggak usah kalian pikirin. Ada hal lain yang mau gue bahas,” kata Sisil. “Apaan sih?” tanya Raden penasaran.“Jadi di konser penutupan ini, gue pengen ngadain semacam konferensi pers gitu sebelum konser dimulai,” kata Sisil, “ di situ, kalian bakalan nyampein kesan-kesan ka
Karra merasa tak nyaman saat melihat Danu menutup pintu kamar setelah mereka berdua masuk kamar. Meski begitu, dia sama sekali tak berpikiran buruk. Dia tetap melihat sekeliling ruangan itu. “Menurut kamu, bagusnya ruangan ini dicat warna apa ya?” tanya Danu. Dia berdiri di samping Karra dan melingkarkan lengannya di pinggul gadis itu. Merasa tak nyaman, Karra lantas menyingkirkan tangan Danu.“Kayaknya dicat putih aja,” kata Karra asal. Pikirannya mulai tak tenang. Dia lalu berbalik dan mencoba keluar ruangan, tapi Danu menahannya. Laki-laki itu melingkarkan lengan di perutnya lalu menariknya ke belakang. Tentu saja Karra berontak. Apa pun rencana yang ada di dalam otak Danu, dia tak mau menjadi bagian dan korban dari rencana itu.“Mau ke mana sih? Kita santai aja dulu di sini,” kata Danu. Dia menarik tubuh Karra lalu menghempaskan gadis itu ke atas ranjang. Karra mencoba bangkit. Namun belum sempat dia berdiri, Danu mendorongnya lagi ke atas ranjang. Laki-laki itu lantas menindi
Lya tak menyahut. Dia mengabaikan ponselnya yang pelindug layarnya retak kecil-kecil dan fokus menelepon Karra. Karra menanggapi teleponnya setelah panggilan kedua. Gadis itu buru-buru menanykan keadaan Karra. “Lo sudah ketemu sama tuh cowok? Terus gimana? Lo kenapa kok sampe telfongue belasan kali/” cerocos Lya. Terdengar hembusan napas panjang dari seberang. “Gara-gara lo nggak nepatin janji, gue jadi hampir diperkaos sama itu bajingan busuk,’ sahut Karra.Lya membelalakkan mata. “Sumpah lo?” katanya. “Iya, buat apa sih gue boong, Lya,” sahut Karra. “Terus lo baik-baik aja apa enggak? Lo nggak kenapa-napa kan?” tanya Lya. “Nggak. Untungnya, gue berhasil kabur,” kata Karra, “lo ngapain aja sih gue telfon dan gue chat nggak lo respon sama sekali? Pacaran?”“Bukan maen. Gue saking enaknya pacaran sampe dicium aspal!” sahut Lya. “Hah? maksud lo?!” tanya Karra. “Gue kecelakaan, Kar?” sahut Lya, “ya aps mau angkat telfon lo itu. Karena gue lagi bawa motor, otomatis akhirnya gue ny
“Tapi emangnya kalo lo jadi gue lo nggak bakalan cemburu?” tanya Dania.“Ya gue lihat dulu Endra itu orangnya kayak gimana? Terus karakternya gimana? Apa dia tipe cowok yang flirty? Atau dia tipe cowok yang gampang dirayu dan gampang banget digodain cewek atau nggak? Dari situ kan bisa jadi ukuran. Kira-kira potensinya dia untuk berpaling ke cewek lain itu berapa persen,” kata Sisil panjang lebar.“Flirty sih nggak ya. Tapi dia terlalu ramah sama banyak orang. Terlalu baik. Terlalu perhatian sama banyak orang. Kayak hampir nggak ada bedanya perlakuan dia ke cewek lain sama pacarnya sendiri,” kata Dania.“Masak nggak ada bedanya? Ada lah pastinya,” sahut Sisil.“Ya paling kalo gue dipanggil sayang sementara cewek lain dipanggil namanya gitu doang,” kata Dania.Sisil tertawa. “Terus, dia tipe cowok yang gampang dirayu atau digodain sama cewek nggak?” kata Sisil usai tawanya reda.“Nggak sih,” sahut Dania.“Nah terus apa yang lo takutin? Kalo bener apa yang lo omongin, berarti kemungkina
Yang masuk ke dalam ruangan setelah Hana dan Fajar keluar adalah Endra. Laki-laki itu awalya canguung saat melangkah ke dalam ruangan. Namun akhirnya dia bersuara juga setelah kakinya terhenti di dekat ranjang.“Kenapa lo nggak pernah cerita kalo lo sakit jantung?” tanya Endra.“Sebelumnya gue juga nggak tahu kok kalo gue sakit jantung. Gue baru ta ...”“Bohong,” sahut Endra, “gue pernah nemuin botol kecil tempat obat di kamar lo pas mau ngambil jam tangan Papa yang lo pinjem.”Zevan menghembuskan napas panjang. “Gue nggak mau terlihat lemah di hadapan orang-orang terdekat gue dan keluarga gue.”Endra tak menyahut. Dia memahami perasaan Zevan. Sebagai seorang anak laki-laki, dia juga gengsi akan bercerita tentang penyakit atau kelemahannya kepada keluarga.“Terus selama ini kenapa lo musuhin gue?” tanya Endra, “seharusnya kita nggak kayak gini nggak sih?”“Gue benci sama lo karena nyokap lebih sayang sama lo,” kata Zevan, “gue udah berusaha maklum kalo Papa selalu jarang ada di rumah
Saat diberi tahu tentang perayaan hari ulang tahun sebenarnya Zevan tidak terlalu tertarik. Karena dia yakin momen itu tak akan menjadi momen yang spesial sespesial momen ulang tahun Endra. Dia bahkan berniat pergi di hari ulang tahunnya itu. Biar saja orang-orang rumah merayakan semua tanpa dirinya. Tapi setelah dinasihati Dania, akhirnya Zevan pun luluh. Meski tak terlihat bersemangat, Zevan tetap keluar kamar sekitar jam tujuh malam.Saat melihat dekorasi di ruang tamu rumahnya yang disulap menjadi hall, Zevan seketika merasa muak. Ruangan itu didekorasi dengan warna serba putih, warna kesukaan Endra. Pasti ini ide Hana. Lihatlah, di saat banyak Evolutioners yang menetahui hal-hal kecil tentang Zevan, ibunya sendiri malah tidak tahu warna favoritnya.Zevan seketika menghembuskan napas kasar. Dia ingin berbalik dan masuk ke dalam kamar lagi. Tapi niatnya itu tak berjalan mulus lantaran Fajar memanggilnya saat kakinya baru berjalan satu langkah.“Mau ke mana kamu?” tanya Fajar.“Mau
Seiring dengan renggangya komunikasi Zevan dan Dania, pemberitaan di sosial media tentang mereka juga mereda. Seharusnya Dania senang karena dengan begitu dia tak menjadi bahan kejar-kejaran awak media lagi. Tapi, kenyataannya tidak. Dia justru semakin merasa kosong karena itu sekaligus memperjelas kalau dia dan Zevan memang sudah sejauh itu sekarang.Dania lalu memikirkan saran dari Sisil. Apakah memang sebaiknya dia mengajak Zevan mengobrol? Karena jujur, dia sudah sangat muak dengan kecanggungan yang terjadi di antara dia da Endra selama bebeberapa minggu belakangan ini.Setelah berpikir selama beberapa menit, akhirnya Dania memutuskan untuk mengajak Zevan mengobrol. Dia memutuskan untuk berbicara dengan laki-laki itu setelah Evolution tampil.Tanpa Dania sangka, ternyata Zevan juga berniat mengajaknya berbicara. Karena saat bertatap muka, keduanya mengucapkan, “gue mau ngobrol sama lo,” secara hampir bersamaan.“Lo duluan aja,” kata Dania akhirnya.“Lo saja,” kata Zevan.“Lo dulua
“Jadi lo ngehancurin kencan mereka?” tamya Dania.“Iya,” sahut Zevan, “kesian anjir ceweknya tampangnya langsung bete gitu.”Dania terbahak. “Lah itu kan ulah lo juga kali,” katanya.“By the way, tadi gue udah mutusin kalo kita bakalan kelihatan kaya orang pacaran pas di depan Karra sama Endra aja,” kata Dania lagi.Zevan tak langsung menjawab. Kalau Dania sudah memutuskan seperti itu berarti kemungkainan mereka bersamaan akan berkurang. Tapi toh tak ada bedanya juga. Saat sedang bekerja pun dia teteap bisa mendekati Dania.“Zevan,” sahut Dania dari seberang, “kok lo diem sih?”“Eh, ya nggak apa-apa kalo misalnya keputusan lo kaya begitu,” sahut Zevan. Tapi sebenarnya dia berat mengucapkan hal itu.***Dania merasakan perubahan sikap Zevan selama beberapa hari. Kalau biasanya laki-laki itu sering mengobrol dengannya setiap istirahat makan siang, belakangan ini laki-laki itu jarang berbicara dengannya. Zevan berbicara dengannya kalau tentang masalah kerjaan saja. Sama persis saat awal-
Endra tentu saja panik melihat Karra. Dia lalu berusaha menenangkan gadis itu.“Hei, udah dong nangisnya. Aku minta maaf,” kata Endra, “Dia lalu mengusap pipi Karra yang basah dengan ujung ujung jarinya.“Sini,” kata Endra. Dia lalu mendekap Karra Erat-erat.“Jadinya kamu kenapa kok jadi aneh sikapnya ke aku setelah pesta malem itu?” tanya Dania setelah Endra melepaskan pelaukannya.Endra menghembuskan napas kasar. “Aku cuma masih syok aja ngelihat Zevan jaian sama seseorang yang pernah ada hubungan sama aku.”Karra menghembuskan napas panjang. “Beneran cuma itu? Sykur deh kalau kecurigaanku gak bener.”Endra tersenyum. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke Karra. Tanpa aba-aba, dia menyematkan kecupan lembut dan dalam di bibir gadis itu. Rasanya seperti sudah lama sekali dia tak menyalurkan perasaannya pada Karra. Maka, dia lampiaskan semuanya sekarang. Perlahan, tangan kanannya pun mulai merayap di bawah rok Karra. Namun ketika mencapai pinggul gadisya itu, tangannya terhenti lantaran te
“Ayo buruan,” kata Hana.Endra menghembuskan napas kasar. Dia lalu maju lebih dulu.“Zevan buruan!” kata Hana.Akhirnya Zevan ikut maju juga. Mereka berdua akhirya saling bersalaman walau tak saling pandang. Hana geleng-geleng kepala melihatnya. Wanita itu lalu menghembuskan napas panjang.“Cepetan balik ke kamar sana, Endra,” kata Fajar, “Papa nggak mau ya ngeliat kalian berkelahi lagi kaya gini.”“Nggak janji,” kata Endra. Dia lalu beranjak pergi.***Seperti yang sudah Zevan duga sebelumnya. Kemunculannya dengan Dania di pesta malam itu pasti akan mengundang perhatian publik. Zevan tak tahu siapa pelaku pertama yeng mengunnggah video itu di internet. Yang pasti keesokan harinya setelah pesta itu selesai, videonya berdansa dengan Dania sudah tersebar di sosial media. Di X bahkan hastag ZevanDania masuk ke dalam sepuluh besar trending.Zevan ada jadwal nanti jam satu siang. Mungkin, dia baru akan keluar rumah sekitar jam sebelas pagi atau jam setengah dua belas siang. Selama itu dia
“Sayang, kamu tadi udah makan belom?” tanya Zevan.Dania membelalakkan mata namun akhirnya dia menjawab pertanyaan Zevan juga. “Be ... belum sih,” katanya.“Mau aku suapin nggak?” tanya Zevan.Dania menyahut, “boleh,” sambil melirik Endra dan Karra sekilas. Jelas sekali mereka tampak syok.Rasa percaya diri Dania muncul seiring dengan raut canggung yang tampak di wajah pasangan kekasih yang duduk di sampingnya. Terutama Endra. Laki-laki itu tak bisa menutupi keterkejutannya.Selama dua puluh menit berikutnya, Dania melakonkan drama-nya dengan Zevan dengan sangat sempurnya. Endra dan Karra dibuat mati kutu melihat kemesraan yang mereka perlihatkan. Dania bahkan berinisiatif untuk bergantian menyuapi Endra. Gadis itu tersenyum lega saat akhirnya Endra mengajak Karra menghindar ke tempat lain. Laki-laki itu tampak sangat tidak nyaman.Sementara itu, Zevan tertawa puas setelah Endra dan Karra menghilang dari pandangan matanya.“Akting gue bagus kan?” kata Dania. Dia lalu merebut piring b
Karra seperti tak berada di bumi saat jemari tangan kiri Endra merayap di dada kirinya. Sensasi seperti itu baru dia rasakan untuk yang pertama kali seumur hidupnya. Namun, dia hanya merasakan gejolak itu dalam waktu sekitar semenit karena Endra segera menarik diri bersamaan dengan terdengarnya suara batuk ibu Karra.“Sorry,” kata Endra saat dia melihat Karra merapikan kerah blusnya lalu mengancingkan dua kancing teratas yang terbuka.Karra tersenyum. “For what?” katanya.“Karena sudah nyentuh kamu sembarangan,” kata Endra.Karra tertawa kecil. “It’s okey,” katanya, “bukanya sekarang aku punya kamu ya? Kamu berhak ngelakuin apa saja. Hanya mungkin waktunya aja yang nggak tepat.”Endra terkekeh. “Yaudah lain kali kita cari waktu sekaligus tempat yang tepat,” katanya setelah tawanya reda.Karra membelalakkan mata. “Dasar,” katanya. Dia lalu membuka pintu mobil, “good night. See you tomorrow.”“Good night. I love you,” balas Endra. Dia lalu menurunkan kaca mobil.“I love you too,” balas
Sebenarnya Karra sudah diberi tahu Endra tentang acara peresmian hotel baru itu sejak jauh-jauh hari. Tapi mendekati hari-H dia tetap saja merasa gugup bukan main. Dia merasa tidak siap kalau hubungannya harus diketahui banyak orang di kantor.“Kamu yakin mau ngenalin aku sebagai pasangan kamu di acara itu?” tanya Karra saat mereka makan siang bersama di sebuah restoran.Endra mengangguk. “Iya dong,” sahut Endra, “kan aku sudah bilang dari awal.”“Nggak apa-apa kalo pada akhirnya semua orang tahu kalau Bapak Endra sang CEO pacarannya sama sekertarisnya sendiri?” tanya Karra.Endra terbahak. “Emangnya kenapa?” tanyanya.Karra mengangkat bahu. “Kamu nggak gengsi?” tanya Karra.Endra terbahak. “Nggak lah,” katanya, “ngapain harus gengsi?”Karra lantas tersenyum. Dia merasa lega karena Endra bisa menerimanya apa adanya. Dia lalu menatap Endra dalam-dalam. Sebisa mungkin dia tak melewatkan setiap detik waktu yang dia lalui dengan Endra secara detail.“Keanapa?” tanya Endra.Karra menggelen