“Gue kayaknya bakalan bikin cover lagu banyak deh habis ini,” kata Zevan.“Bikin sana sebanyak-banyaknya kalo lo lagi gabut,” kata Jojo.Zevan lantas tertawa. “Iya kalo kita sempet gabut,” katanya. “Guys, gue udah menyimpulkan hasil polling kemarin,” katanya, “coba kalian ke sini dulu semua.” Dia melambai-lambaikan tangan. Keempat personel Evolution lantas berkumpul mendekati Sisil. Mereka duduk di lantai panggung membentuk lingkaran. “Gimana? Banyak yang setuju diadain konser penutupan di Jakarta lagi?” tanya Zevan. Sisil mengangguk, “Delapan puluh persen tau nggak yang setuju. Sumpah gue nggak espect bakalan sebanyak itu awalnya,” katanya. “Yaudah, penjualan tiketnya kapan?” tanya Jojo. “Itu gampang deh. Nggak usah kalian pikirin. Ada hal lain yang mau gue bahas,” kata Sisil. “Apaan sih?” tanya Raden penasaran.“Jadi di konser penutupan ini, gue pengen ngadain semacam konferensi pers gitu sebelum konser dimulai,” kata Sisil, “ di situ, kalian bakalan nyampein kesan-kesan ka
Karra merasa tak nyaman saat melihat Danu menutup pintu kamar setelah mereka berdua masuk kamar. Meski begitu, dia sama sekali tak berpikiran buruk. Dia tetap melihat sekeliling ruangan itu. “Menurut kamu, bagusnya ruangan ini dicat warna apa ya?” tanya Danu. Dia berdiri di samping Karra dan melingkarkan lengannya di pinggul gadis itu. Merasa tak nyaman, Karra lantas menyingkirkan tangan Danu.“Kayaknya dicat putih aja,” kata Karra asal. Pikirannya mulai tak tenang. Dia lalu berbalik dan mencoba keluar ruangan, tapi Danu menahannya. Laki-laki itu melingkarkan lengan di perutnya lalu menariknya ke belakang. Tentu saja Karra berontak. Apa pun rencana yang ada di dalam otak Danu, dia tak mau menjadi bagian dan korban dari rencana itu.“Mau ke mana sih? Kita santai aja dulu di sini,” kata Danu. Dia menarik tubuh Karra lalu menghempaskan gadis itu ke atas ranjang. Karra mencoba bangkit. Namun belum sempat dia berdiri, Danu mendorongnya lagi ke atas ranjang. Laki-laki itu lantas menindi
Lya tak menyahut. Dia mengabaikan ponselnya yang pelindug layarnya retak kecil-kecil dan fokus menelepon Karra. Karra menanggapi teleponnya setelah panggilan kedua. Gadis itu buru-buru menanykan keadaan Karra. “Lo sudah ketemu sama tuh cowok? Terus gimana? Lo kenapa kok sampe telfongue belasan kali/” cerocos Lya. Terdengar hembusan napas panjang dari seberang. “Gara-gara lo nggak nepatin janji, gue jadi hampir diperkaos sama itu bajingan busuk,’ sahut Karra.Lya membelalakkan mata. “Sumpah lo?” katanya. “Iya, buat apa sih gue boong, Lya,” sahut Karra. “Terus lo baik-baik aja apa enggak? Lo nggak kenapa-napa kan?” tanya Lya. “Nggak. Untungnya, gue berhasil kabur,” kata Karra, “lo ngapain aja sih gue telfon dan gue chat nggak lo respon sama sekali? Pacaran?”“Bukan maen. Gue saking enaknya pacaran sampe dicium aspal!” sahut Lya. “Hah? maksud lo?!” tanya Karra. “Gue kecelakaan, Kar?” sahut Lya, “ya aps mau angkat telfon lo itu. Karena gue lagi bawa motor, otomatis akhirnya gue ny
“Tapi emangnya kalo lo jadi gue lo nggak bakalan cemburu?” tanya Dania.“Ya gue lihat dulu Endra itu orangnya kayak gimana? Terus karakternya gimana? Apa dia tipe cowok yang flirty? Atau dia tipe cowok yang gampang dirayu dan gampang banget digodain cewek atau nggak? Dari situ kan bisa jadi ukuran. Kira-kira potensinya dia untuk berpaling ke cewek lain itu berapa persen,” kata Sisil panjang lebar.“Flirty sih nggak ya. Tapi dia terlalu ramah sama banyak orang. Terlalu baik. Terlalu perhatian sama banyak orang. Kayak hampir nggak ada bedanya perlakuan dia ke cewek lain sama pacarnya sendiri,” kata Dania.“Masak nggak ada bedanya? Ada lah pastinya,” sahut Sisil.“Ya paling kalo gue dipanggil sayang sementara cewek lain dipanggil namanya gitu doang,” kata Dania.Sisil tertawa. “Terus, dia tipe cowok yang gampang dirayu atau digodain sama cewek nggak?” kata Sisil usai tawanya reda.“Nggak sih,” sahut Dania.“Nah terus apa yang lo takutin? Kalo bener apa yang lo omongin, berarti kemungkina
“Itu,” kaya Jojo sambil menunjuk botol air mineral yang ada di atas meja rias.Dania mengambil botol itu. Isinya tinggal separuh. Tapi masih cukup kalau hanya untuk dipakai menelan satu obat.Setelah mengambil botol itu, Dania lalu berjalan keluar kamar. Dengan langkah-langkah cepat dia kembali ke kolam renang.Setibanya di kolam renang, Dania sedikit panik karena melihat Zevan meringkuk. Dia khawatir laki0laki itu tak sadarkan diri. Tapi akhirnya dia menghembuskan napas lega saat langkahnya terhenti di dekat gazebo dan melihat mata Zevan masih terbuka.“Nih obatnya,” kata Dania.Endra meraih botol kecil berisi obat dan botol minum dari tangan Dania. Setelah minum obat itu, dia membutuhkan waktu hampir setengah jam sampai keadaab tubuhnya kembali normal.“Lo punya sakit sekrusial itu kok bisa sih nggak cerita sama keluarga lo,” kata Dania sambil menutup botol dan botol minum kembali.“Gue nggak mau mereka kepikiran,” sahut Zevan, “lagian juga kalo gue ngomong belum tentu ada yang pedu
Jam di kamar hotel Zevan masih menunjukkan jam setengah enam pagi. Dia terbangun jam lima karena perutnya mulas dan tak bisa tidur lagi. Sementara itu, Jojo yang ada di sampingnya masih tertidur pulas. Saking pulasnya, laki-laki itu sampai mendengkur pelan.Zevan lantas turun dari ranjang. Dia membuka tirai sedikit dan melihat pemandangan kota Bengkulu yang cukup damai di pagi hari. Tak terasa tour di pulau Sumatra tinggal tersisa tiga kota lagi. Lalu setelah itu, Evolution akan konser di Banten dan kembali lagi ke Jakarta.Kalau dipikir-pikir, tour ini memberinya banyak pelajaran. Selain belajar tentang kemandirian, dia juga belajar tentang kesabaran. Selain itu, dia juga belajar bahwa ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa diprediksi dan dikendalikan oleh manusia.Selain hal itu, Endra juga sadar kalau selama tour ada yang berubah antara dia dan asisten Evolution. Saat awal bertemu Dania, dia meremehkan gadis itu karena Dania tak tahu apa-apa tentang pekerjaan di dunia hiburan.
“Ya gue nggak mau lah kalo misalnya suatu hari nanti ada kejadian mereka berantem terus cowok gue jadi bonyok-bonyok mukanya,” kata Dania.“Oh, lo lebih sayang kalo lihat Endra harus bonyok kalau suatu saat dia harus berkelahi sama Zevan gitu?” tanya Sisil.Dania mengangguk. Walaupun sebenarnya bukan itu yang dia inginkan. Dia tak ingin kedua-duanya terluka.“Udah sih, Dan, mereka berdua udah sama-sama gede. Mereka pasti tahu batasan sampe mana harus saling nyakitin. Kelihatannya gitu kalo salah satu sakit juga yang satunya bakalan sedih,” kata Sisil.Dania menghembuskan napas panjang. “Mungkin emang nggak seharusnya gue ikut campur,” katanya.Tapi, dalam hati Dania bertekad akan berusaha terus membuat mereka damai. Kalau perlu, dia akan mendekati ibunya Endra dan berbicara dengan wanita itu.***Seperti rencana Dania sebelumnya. Kalau dia gagal merayu Endra untuk berbaikan dengan Zevan, maka sekarang dia harus membujuk Zevan.Dania mendekati Zevan sesaat setelah latihan berakhir. Gad
Setelah berkeliling pabrik mebel itu selama hampir satu jam, Endra lalu berpamitan. Mereka lalu mencari rumah makan terdekat untuk makan siang. Keduanya sepakat untuk makan di restoran seafood yang loksinya sekitar satu kilometer dari pabrik mebel itu.“Lo mau pesen apa, Kar?” tanya Endra sambil membolak-balik buku menu.“Aku cumi aja deh, Pak,” katanya.“Cumi satu sama lobster satu ya,” kata Endra.“Minumnya apa, Kar?” tanya Endra.“Saya mau jus melon aja, Pak,” jawab Karra.“Gue juga deh,” sahut Endra. Dia lalu berpaling pada pramu saji, “jus melonnya dua.”Duduk bersama Endra seperti ini membuat Karra tersiksa. Rasanya seperti tidak mungkin dia menjauh dari Endra. Sangat mustahil bahkan. Kecuali kalau Karra mau resign dan berhenti bekerja di perusahaan Endra.“Kar, lo ngelamun?” kata Endra.“Eh, enggak, Pak,” sahut Karra, “sa ... saya cuma kepikiran tadi kerjaan saya bisa saya selesaikan nggak dalam sehari. Karena saya agak keteteran.”Endra mengangguk-angguk. “Ya habis ini kan ki