“Tapi emangnya kalo lo jadi gue lo nggak bakalan cemburu?” tanya Dania.“Ya gue lihat dulu Endra itu orangnya kayak gimana? Terus karakternya gimana? Apa dia tipe cowok yang flirty? Atau dia tipe cowok yang gampang dirayu dan gampang banget digodain cewek atau nggak? Dari situ kan bisa jadi ukuran. Kira-kira potensinya dia untuk berpaling ke cewek lain itu berapa persen,” kata Sisil panjang lebar.“Flirty sih nggak ya. Tapi dia terlalu ramah sama banyak orang. Terlalu baik. Terlalu perhatian sama banyak orang. Kayak hampir nggak ada bedanya perlakuan dia ke cewek lain sama pacarnya sendiri,” kata Dania.“Masak nggak ada bedanya? Ada lah pastinya,” sahut Sisil.“Ya paling kalo gue dipanggil sayang sementara cewek lain dipanggil namanya gitu doang,” kata Dania.Sisil tertawa. “Terus, dia tipe cowok yang gampang dirayu atau digodain sama cewek nggak?” kata Sisil usai tawanya reda.“Nggak sih,” sahut Dania.“Nah terus apa yang lo takutin? Kalo bener apa yang lo omongin, berarti kemungkina
“Itu,” kaya Jojo sambil menunjuk botol air mineral yang ada di atas meja rias.Dania mengambil botol itu. Isinya tinggal separuh. Tapi masih cukup kalau hanya untuk dipakai menelan satu obat.Setelah mengambil botol itu, Dania lalu berjalan keluar kamar. Dengan langkah-langkah cepat dia kembali ke kolam renang.Setibanya di kolam renang, Dania sedikit panik karena melihat Zevan meringkuk. Dia khawatir laki0laki itu tak sadarkan diri. Tapi akhirnya dia menghembuskan napas lega saat langkahnya terhenti di dekat gazebo dan melihat mata Zevan masih terbuka.“Nih obatnya,” kata Dania.Endra meraih botol kecil berisi obat dan botol minum dari tangan Dania. Setelah minum obat itu, dia membutuhkan waktu hampir setengah jam sampai keadaab tubuhnya kembali normal.“Lo punya sakit sekrusial itu kok bisa sih nggak cerita sama keluarga lo,” kata Dania sambil menutup botol dan botol minum kembali.“Gue nggak mau mereka kepikiran,” sahut Zevan, “lagian juga kalo gue ngomong belum tentu ada yang pedu
Jam di kamar hotel Zevan masih menunjukkan jam setengah enam pagi. Dia terbangun jam lima karena perutnya mulas dan tak bisa tidur lagi. Sementara itu, Jojo yang ada di sampingnya masih tertidur pulas. Saking pulasnya, laki-laki itu sampai mendengkur pelan.Zevan lantas turun dari ranjang. Dia membuka tirai sedikit dan melihat pemandangan kota Bengkulu yang cukup damai di pagi hari. Tak terasa tour di pulau Sumatra tinggal tersisa tiga kota lagi. Lalu setelah itu, Evolution akan konser di Banten dan kembali lagi ke Jakarta.Kalau dipikir-pikir, tour ini memberinya banyak pelajaran. Selain belajar tentang kemandirian, dia juga belajar tentang kesabaran. Selain itu, dia juga belajar bahwa ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa diprediksi dan dikendalikan oleh manusia.Selain hal itu, Endra juga sadar kalau selama tour ada yang berubah antara dia dan asisten Evolution. Saat awal bertemu Dania, dia meremehkan gadis itu karena Dania tak tahu apa-apa tentang pekerjaan di dunia hiburan.
“Ya gue nggak mau lah kalo misalnya suatu hari nanti ada kejadian mereka berantem terus cowok gue jadi bonyok-bonyok mukanya,” kata Dania.“Oh, lo lebih sayang kalo lihat Endra harus bonyok kalau suatu saat dia harus berkelahi sama Zevan gitu?” tanya Sisil.Dania mengangguk. Walaupun sebenarnya bukan itu yang dia inginkan. Dia tak ingin kedua-duanya terluka.“Udah sih, Dan, mereka berdua udah sama-sama gede. Mereka pasti tahu batasan sampe mana harus saling nyakitin. Kelihatannya gitu kalo salah satu sakit juga yang satunya bakalan sedih,” kata Sisil.Dania menghembuskan napas panjang. “Mungkin emang nggak seharusnya gue ikut campur,” katanya.Tapi, dalam hati Dania bertekad akan berusaha terus membuat mereka damai. Kalau perlu, dia akan mendekati ibunya Endra dan berbicara dengan wanita itu.***Seperti rencana Dania sebelumnya. Kalau dia gagal merayu Endra untuk berbaikan dengan Zevan, maka sekarang dia harus membujuk Zevan.Dania mendekati Zevan sesaat setelah latihan berakhir. Gad
Setelah berkeliling pabrik mebel itu selama hampir satu jam, Endra lalu berpamitan. Mereka lalu mencari rumah makan terdekat untuk makan siang. Keduanya sepakat untuk makan di restoran seafood yang loksinya sekitar satu kilometer dari pabrik mebel itu.“Lo mau pesen apa, Kar?” tanya Endra sambil membolak-balik buku menu.“Aku cumi aja deh, Pak,” katanya.“Cumi satu sama lobster satu ya,” kata Endra.“Minumnya apa, Kar?” tanya Endra.“Saya mau jus melon aja, Pak,” jawab Karra.“Gue juga deh,” sahut Endra. Dia lalu berpaling pada pramu saji, “jus melonnya dua.”Duduk bersama Endra seperti ini membuat Karra tersiksa. Rasanya seperti tidak mungkin dia menjauh dari Endra. Sangat mustahil bahkan. Kecuali kalau Karra mau resign dan berhenti bekerja di perusahaan Endra.“Kar, lo ngelamun?” kata Endra.“Eh, enggak, Pak,” sahut Karra, “sa ... saya cuma kepikiran tadi kerjaan saya bisa saya selesaikan nggak dalam sehari. Karena saya agak keteteran.”Endra mengangguk-angguk. “Ya habis ini kan ki
Karra melihat akun dateapp-nya lagi. Match-nya yang terakhir rupanya sudah tak membalas pesannya lagi. Terakhir laki-laki itu online ya saat dia berbalas pesan dengan Karra beberapa hari lalu itu.Lalu Karra memutuskan untuk mencari match lagi. Setelah beberapa kali melakukan swipe kanan dan kiri dia akhirnya menemukan satu match yang menurutnya cocok dengannya. Laki-laki itu cukup tampan, waalaupun tetap saja di mata Karra tidak bisa menandingi ketampanan Endra. Dari posturnya, laki-laki itu cukup tinggi dan bentuk tubhnya atletis.Tanpa ragu, Karra lalu memulai untuk menyapa lebih dulu.Karra:Malem.Karra bersyukur karena match-nya itu meresppon dalam hitungan detik.Ardhy:Malem.Karra:By the way, Ardhy Jakarta mana?Ardhy:Jakpus. Kamu?Karra:Serius? Aku Jakpus juga loh.Ardhy:Beneran? Wah, kayaknya kita jodoh.Karra tersenyum masam. Dia agak kurang nyaman dengan laki-laki yang baru sekali chat sudah membawa-bawa kata jodoh. Untuk melihat seseorang bisa benar-benar sehati deng
Karra memasuki sebuah ruangan yang besar dan megah. Di dalam ruangan itu sepertinya sedang diadakan sebuah pesta. Ada banyak sekali orang di sana. Semuanya berpakaian serba mewah. Yang perempuan memakai gaun, sementara yang laki-laki memakai jas. Suasananya seperti pesta kerajaan seperti yang biasa Karra lihat di film Cinderella.Karra mencoba masuk dan berjalan lebih jauh. Tak peduli kalau nanti dia akan diusir karena pakaiannya tidak terlalu bagus. Dia hanya ingin menikmati suasana pesta.Tetapi pada akhirnya Karra menghentikan langkahnya karena dia melihat Endra dan Dania. Mereka berdua sedang berdansa. Dania memakai gaun berwarna nude pink. Dia tampak seperti seorang puteri. Sementara Endra menggunakan tuxedo berwarna hitam. Laki-laki itu terlihat berkali-kali lipat lebih tampan.Dada Karra sesak saat melihat Endra Dan dania berciuman. Bersamaan dengan itu air matanya jatuh membasahi pipi. Dia lalu berteriak kras-keras. Bersamaan dengan itu matanya terbuka.Napas Karra tak beratur
Mimpi Karra semalam benar-benar membuat gadis itu terpukul. Semalam, setelah kembali dari dapur dia tak bisa tidur lagi. Sekalinya mencoba memejamkan mata, dia tak bisa tidur nyenyak. Lalu paginya sekitar jam lima dia menangis lagi.Sebelum bertemu dengan Endra, Karra pernah jatuh cinta. Tapi tak semenyakitkan sekarang. Seandainya dia bisa menjauh dari Endra dengan mudah.Tak ingin pusing sendiri, Karra lalu melakukan panggilan video call ke nomor Lya. Dia menghembuskan napas lega karena gadis itu menanggapinya dalam hitungan detik.“Pagiii, tumben lo nelfon pagi-pagi. Ada apaan?” kata Lya saat wajahnya muncul di layar.“Gue mau cerita sama lo,” kata Karra.“Cerita apaan?” tanya Lya. Dia mendekatkan wajahnya ke layar, seolah ingin memperhatikan wajah Dania lebih jelas, “kok mata lo sembab sih? Lo abis nangis ya?”Karra tersenyum miris. “Penyebab dari sembabnya mata gue ini yang ingin gue ceritain ke lo,” katanya.“Pasti karena Endra?” tebak Lya.Karra mengangguk.“Ngapain lagi tuh ana