"Berapa yang kamu mau? Lima puluh juta? Seratus juta? atau satu miliar?"
Lagi, pria hidung belang di hadapan Aisya terus menawarkan harga fantastis hanya untuk bisa tidur dengan Aisya, namun Aisya terus menolak pria di hadapannya dengan sopan.
"Maaf Tuan, pekerjaan saya memang sebagai Hostess, namun Tuan salah jika berfikiran lebih tentang pekerjaan saya. Jika anda ingin di layani sebagai pemuas nafsu, maka saya tidak akan melayani anda lagi. Namun, jika Tuan bisa menjaga sopan santun Tuan terhadap Saya, maka dengan senang hati saya akan menuangkan minuman dan meracik minuman terbaik di club' kami."
Ucapan tegas serta tatapan dingin yang di tunjukan Aisya pada pelanggan kurang ajarnya, mampu membuat pria hidung belang di hadapannya malu hingga berlalu tanpa menoleh lagi. Ini bukan kali pertama Aisya mendapatkan tawaran buruk dari pelanggannya, sudah beberapa kali terjadi, bahkan pria yang sama hampir setiap malam terus menaikkan harga agar Aisya mau bermalam dengannya. Namun, semua itu hanya sia-sia saja, karena Aisya terus menolak tawaran mereka dengan elegan. Tawaran uang yang di tawarkan pria tadi memang sangat menggiurkan, terlebih saat ini Aisya sangat membutuhkan uang untuk kedua orang tuanya. Namun, Aisya tak mau terjerumus kedalam lembah hitam seperti prostitusi, karena satu kali kamu melakukan hal itu, maka kamu akan terikat dosa selamanya. Hal yang paling Aisya takuti adalah, jika dia terjerumus maka dia takut tidak bisa lepas dari dunia malam yang menjijikan itu. Semua sudah Aisya pikirkan, apalagi setelah Tesa memberitahu Aisya jika dunia prostitusi sangatlah menakutkan, dan Tesa sangat memperingati Aisya agar Aisya tidak tergiur oleh tawaran fantastis dari pria hidung belang yang menawarnya. Ya, Tesa adalah anak buah Mami Bunga, germo terkenal sekaligus pemilik Bar sebelah. Tesa pernah bertemu Aisya beberapa kali di ujung jalan saat Aisya akan pulang, kebetulan saat itu Tesa melihat Aisya sedang di ganggu oleh pria hidung belang yang terus menguntit Aisya dari dalam club'. Tesa tahu siapa pria itu, karena pria yang terus mengganggu Aisya dia adalah pelanggan tetap Mami Bunga.
"Bisa tuangkan minuman terbaik di club' ini, Nona!"
Tiba-tiba saja suara berat yang sedikit serak membuyarkan lamunan Aisya.
"Tentu, Tuan. Saya akan tuangkan Cognac, apa anda suka dengan minuman yang sedikit menggairahkan?"
Aisya langsung menuangkan Cognac di campur Remy Martin yang rasanya begitu membingungkan namun mampu membuat peminum merasakan gairah dan relax secara bersamaan.
"Kamu sepertinya faham tentang minuman-minuman seperti ini. Selain penyaji minuman, apa kamu juga seorang peminum? Karena rasanya tidak mungkin kamu menawarkan minuman tanpa kamu coba sendiri rasanya seperti apa. Mungkin saja minuman yang kamu pilihkan tidak sesuai dengan ekspektasi kami, para tamu."
Pertanyaan Pria yang sedang duduk di depan counter terdengar berbeda dari pertanyaan pelanggan lainnya. Namun, Aisya tak langsung menjawab pertanyaan si pria, karena dia tahu akan kemana arah pembicaraan pria di hadapannya ini.
"Seperti yang kamu tahu, aku adalah penyaji minuman sekaligus peracik minuman di sini. Kamu memang benar, rasanya tidak mungkin menawarkan minuman yang kita sendiri tidak tahu bagaimana rasanya. Jadi, sebelum kami meracik minuman untuk pelanggan, kami terlebih dahulu yang mencobanya," ucap Aisya sambil menyodorkan satu gelas Cognac with Remy Martin yang baru saja dia racik sendiri. Lalu Aisya menuangkan satu gelas kecil untuknya.
"Aku tidak selalu melakukan ini, tapi khusus untuk malam ini mari kita bersulang!"
Aisya mengangkat gelas yang berisi minuman di tangannya, lalu meminumnya hanya dengan satu kali tegukan.
Pria di hadapannya menyeringai licik melihat Aisya menghabiskan minuman yang dia sajikan sendiri. Tentu pria itu tahu minuman apa yang baru saja di tawarkan Aisya padanya. Minuman itu adalah minuman perangsang, dan pria di hadapannya tahu sebentar lagi Aisya mungkin butuh dirinya. Tanpa menunggu lama, pria tampan bertubuh kekar namun memiliki kebiasaan buruk dengan wanita itu menghabiskan minumannya tanpa menunggu lama.
"Nama ku Kevin, nama kamu siapa?" tanya pria itu sambil menyodorkan tangannya.
Aisya mengangkat sebelah bibirnya sambil menatap pria di hadapannya dengan tatapan dingin namun tangannya masih sibuk melayani pelanggan lain.
"Aisya, nama ku Aisya!" sahut Aisya tanpa membalas jabatan tangan Kevin.
Inilah yang tidak di sukai Aisya saat dia sedang bekerja di club'. Memiliki paras cantik berkulit putih hidung mancung serta senyuman menawarkan, membuat wanita muda itu selalu merasa risih dan ingin sekali merubah wajahnya agar tidak mencuri perhatian laki-laki hidung belang.
"Setelah ini apa yang akan kamu lakukan?" Kevin mulai memainkan mata nakalnya.
Aisya menghembuskan nafas kasarnya. Inilah hal yang paling dia benci dari pria-pria kotor yang menjadi pelanggan-pelanggan di club' ini. Semua pria bertanya apa yang akan Aisya lakukan setelah pulang dari club'. Memang menurutnya apa yang akan Aisya lakukan? Ya jelas dia akan pulang ke rumah untuk mengistirahatkan tubuhnya yang hampir remuk karena bekerja semalaman di club' ini tanpa duduk sama sekali. Memang ada hal lain yang bisa Aisya lakukan dengan kondisi badanya yang begitu lelah ini?.
"Aku akan pulang dan istirahat di rumah!" jawab Aisya dengan malas.
Kevin terkekeh kecil, tidak mungkin Aisya langsung pulang jika birahinya minta di puaskan, setidaknya itulah yang ada di fikiran Kevin saat ini.
"Apa kamu yakin tidak butuh seseorang saat ini?" Pertanyaan Kevin malam ini sungguh membuat Aisya meradang. Baru saja tadi dia di hadapkan dengan pria hidung belang yang terus mengimingi dia dengan uang, sekarang ada yang lebih parah bersikap kurang ajar pada Aisya.
"Minuman kamu sudah habis, setidaknya bayar minumannya lalu pergi dari sini sekarang juga. Atau silahkan tambah minumannya asalkan jangan berisik sama sekali!" Wajah Aisya berubah dingin serta tatapan tajam menghujam menatap Kevin di depannya.
Entah sudah berapa laki-laki malam ini yang terus mengganggu Aisya. Bekerja di tempat hiburan malam membuat Aisya harus banyak mengelus dada. Pekerjaannya sudah di anggap hina oleh sebagian orang, jika Aisya terjerumus lebih dalam lagi, lalu bagaimana Aisya bisa menghadapi kejamnya hinaan dunia? Tidak, Aisya tidak mau itu semua terjadi. Jika ketakutannya benar-benar nyata apa mungkin Aisya bisa menghadapi putri kecilnya? Kelemahan terbesar Aisya.
"Sya, sudah waktunya kamu pulang," ucap Catherine teman satu sif Aisya.
"Oh sorry, saya melamun tadi. Catherine, maaf jam berapa sekarang?" tanya Aisya.
"Hampir pukul empat pagi," jawab Chaterine sambil tersenyum.
Aisya menghela nafasnya, setidaknya hari ini dia bisa pulang lebih cepat daripada sebelumnya. Dia masih punya waktu sebentar untuk tidur memeluk putri kecilnya.
"Aisya, apa kamu sudah memikirkan tawaran Tuan Cemal?"
Aisya langsung terdiam mendengar pertanyaan dari Chaterine. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaannya jika Aisya saja lupa apa yang di tawarkan Tuan Cemal padanya.
"Memang Tuan Cemal menawarkan apa padaku?"
Aisya mengerutkan keningnya, "Pertanyaan yang mana? memang Tuan Cemal menawarkan apa padaku?" tanya Aisya sambil mengangkat kedua alisnya mengingat hal yang mungkin sudah dia lupakan.Chaterine menghela nafasnya kemudian menepuk dahinya sendiri sambil berkacak pinggang. "Jangan bilang kamu lupa?"Aisya meringis sambil menggaruk kepalanya. "Belakangan ini aku sibuk memikirkan keluarga, maklum jika aku melupakan sesuatu!" ucapnya sambil mengedipkan matanya."Ini masalah Tuan Cemal yang mengajak kamu launch besok. Apa kamu akan datang ke tempat yang sudah dia siapkan?"Mata Aisya melotot tajam serta mulut menganga namun segera dia tutupi dengan kedua telapak tangannya."Ya Tuhan! Bagaimana aku bisa lupa? Apa besok hari yang di tentukan Tuan Cemal?""Kamu masih bertanya? Jelas besok! Bagaimana kamu bisa melupakan hari penting seperti itu!" Chaterine berdecak sebal pada sahabatnya itu. "Kamu akan datang 'kan?" tanya Chaterine lagi.Aisya menghela nafasnya sambil membuka seragam yang dia ke
Aisya segera menyeka sudut matanya yang hampir meneteskan butiran bening."Tidak sayang, Mami tidak menangis. Mami hari ini hanya lelah, tapi berkat kamu, Mami sudah tidak lelah lagi."Sebisa mungkin Aisya harus terlihat tegar di hadapan Rose."Kalau begitu Rose cepat pergi ke kamar mandi lalu segera mandi, bukannya Rose harus pergi ke sekolah?" ucap Aisya lagi sambil mengelus rambut panjang Rose dengan lembut.Rose tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Rose memang anak pintar, dia akan langsung nurut tanpa protes sama sekali.Sementara Rose pergi ke kamar mandi, Aisya memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah terasa capek. Aisya segera mengambil tas kecilnya lalu berlalu menuju kamarnya."Apa aku sudah tua? Kenapa rasanya tubuhku mau rontok!" gerutu Aisya sambil memijat-mijat lengannya sendiri sambil membaringkan tubuh di atas ranjang empuk miliknya.Baru saja beberapa detik Aisya memejamkan mata, tiba-tiba saja suara gaduh di luar rumah berhasil membangunkan Aisya ya
Aisya yang sudah tidak bisa menahan diri lantas membalikkan semua ucapan ibu Retno pada putrinya yang memang kerap pergi bersama pria-pria yang bergantian setiap malamnya."Ibu lihat sendiri 'kan, apa yang sedang di alami anak ibu? Sebaiknya ibu urus saja anak perempuan ibu, daripada ibu sibuk mengusik kehidupan pribadi saya. Satu hal lagi, saya tidak mau ibu terus menyebarkan gosip yang tidak benar tentang saya dan keluarga saya. Jika itu sampai terulang, maka saya akan pastikan ibu akan menyesal!"Aisya berlalu tanpa menoleh ke belakang. Rasa sesak yang dari tadi terasa menghimpit dada, akhirnya bisa Aisya tumpahkan begitu saja pada orang-orang yang selalu merendahkannya selama ini. Rasa puas yang tidak bisa dia ucapkan mampu membuat seulas senyuman terukir di wajahnya."Hebat kamu Aisya!" puji ibu Julia saat sudah sampai di dalam rumahnya."Maksud ibu apa?" tanya Aisya sambil duduk di sofa yang cukup panjang.Ibu Julia lalu mendekat ke arah Aisya sambil mengintip ke arah luar dari
Tak terasa air mata Aisya menetes dengan deras. Bagaimana mungkin anak yang terlihat sehat seperti Rose mengidap penyakit yang sangat berbahaya. "Leukimia Dok? Apa Dokter tidak salah? Bagaimana bisa anak saya menderita penyakit berbahaya seperti itu, Dokter?" Aisya mulai tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.Begitupun dengan ibu Julia."Benar Dok, kenapa cucu saya mengidap penyakit berbahaya? Apa cucu saya bisa di obati?" tanya ibu Julia yang tak kalah panik dari Aisya."Penyakit Leukimia atau darah putih, memang sangat rentan terhadap anak seumuran Nona Rose. Apa belakangan ini Nona Rose sering mual, pusing, dan terkadang mimisan? Atau mungkin nafsu makannya berkurang?" tanya Dokter pada Aisya.Aisya hanya terdiam sambil menangis dengan hati yang teramat sakit. Selama ini Aisya hanya sibuk mencari uang sedangkan dia tidak tahu kondisi anaknya yang ternyata sedang kritis. Saat Dokter bertanya pun Aisya hanya menatap sang ibu dengan harapan jika ibu Julia tahu tentang keadaan Rose ya
"Baik, Dok. Saya akan segera mencari uang untuk pengobatan Rose. Tolong lakukan yang terbaik untuk menyembuhkan, Rose." Aisya segera berdiri dan langsung keluar dari ruangan Dokter yang di susul ibu Julia. "Aisya tunggu!" Aisya langsung menghentikan langkahnya saat bahu Aisya di cekal ibu Julia. "Ada apa, Bu?" "Mau kemana kamu sekarang? Cari uang satu miliar itu bukan hal yang mudah, Aisya! Itu jumlah uang yang sangat fantastis!" Aisya menghela nafasnya, "Aisya tahu, Bu. Tapi Aisya harus coba cari uang itu." Ibu Julia mendelik, "Lebih baik kita beli rumah dan mobil jika punya uang sebanyak itu!" gerutu ibu Julia yang nyaris tidak terdengar suaranya. Aisya mengerutkan keningnya, dia faham apa yang saat ini sedang di pikirkan oleh ibu Julia. Namun, ini masalah hidup dan mati Rose, putri satu-satunya yang dia miliki dan Aisya tidak ingin terjadi apa-apa pada Rose. "Kalau begitu aku pamit pergi dulu. Ibu tolong jaga Rose sampai Aisya kembali ya, Bu." Ibu Julia menghembuskan nafas
"Bu, maaf Aisya terlambat." Ibu Julia mendelik sambil mendengus kesal. "Kamu sengaja iya 'kan lakukan ini sama ibu? Apa kamu marah dan melampiaskan semuanya sama ibu karena anak kamu sakit!" sentak ibu Julia. "Bukan seperti itu, Bu. Aisya ketiduran, tadi Aisya capek sekali dan nggak sadar Aisya tidur," jelas Aisya. "Bisa-bisanya kamu tidur di saat anak kamu sedang dalam kondisi kritis!" Aisya menghela nafasnya, "Aisya juga harus istirahat sebentar, Bu. Aisya harus berpikir dan bekerja keras cari uang agar Rose bisa secepatnya di operasi!" tegas Aisya. Ibu Julia mendelik, "Kamu itu memang cuman pembawa sial di hidup ibu, tahu! Sudah punya anak tanpa suami sekarang Rose juga malah menambah masalah di hidup ibu!" Aisya memejamkan matanya mendengar setiap kata dari mulut sang ibu yang terdengar sangat menyayat hati. "Sebaiknya ibu makan dulu, bukannya tadi ibu bilang lapar, kan?" Aisya menyodorkan beberapa kantong pelastik yang berisi makanan kesukaan ibu Julia. Ibu Julia menata
Aisya segera mengejapkan matanya, "Tidak! Itu bukan solusi yang baik untukku dan Rose!" gumam Aisya dalam hati."Bagaimana? Berapa yang kamu butuhkan?" Lagi, Arion kembali bertanya."Maaf Tuan, jika anda terus bertanya seperti itu saya tidak mau melayani anda lagi. Namun, jika anda sopan dan lebih memilih meneguk minuman racikan ku, maka dengan senang hati aku akan melayani anda." Tidak terasa bibir Arion tersenyum tipis saat mendengar keteguhan Aisya yang terus menolaknya, dan semua penolakan itu semakin membangunkan gairah Arion untuk mengejar Aisya."Baiklah, berikan aku minuman lagi!" Arion menyodorkan gelasnya yang sudah kosong. Dengan senang hati Aisya kembali meracik minumannya dan langsung menuangkannya di gelas Arion. Sementara Arion terus menatap wajah Aisya tanpa berkedip mengagumi kecantikan wajah wanita di hadapannya ini. Pantas saja Tuan Cemal sangat mengagumi wanita ini, rupanya Aisya memang sulit untuk di taklukkan. "Kalian, kemari lah!" panggil Arion. "Iya, Tuan
"Apa yang sudah terjadi malam itu?" tanya pria yang belum Aisya ketahui namanya itu. "Mengapa anda bertanya seperti ini, Tuan?" "Karena saya sama sekali tidak mengingat apapun!" ucap pria itu dengan wajah sendu. Aisya menarik nafasnya pelan, "Kalau begitu berarti tidak terjadi apa-apa di antara kita, untuk apa anda khawatir?" Pria itu mendekat ke arah Aisya sambil menyodorkan sebuah liontin yang ternyata adalah miliknya yang hilang lima tahun yang lalu. "Aku menemukan ini di ranjang saat bangun. Aku sudah mencari mu selama lima tahun dan baru sekarang kita bertemu kembali, aku hanya ingin memastikan jika aku tidak membuat kesalahan," tutur pria yang memiliki wajah tegas itu. Aisya terkekeh kecil mendengar penjelasan pria yang sudah merenggut kesuciannya lima tahun yang lalu. Dahulu dia pernah begitu terpuruk karena pemuda yang tidak dia kenal menghancurkan masa depannya. Namun, setelah Aisya mengetahui jika dia sedang mengandung Rose, perasaan yang semula membenci dirinya sendir
Tok!Tok!Tok! Suara pintu yang diketuk mengalihkan perhatian ibu Julia yang sedang menyiapkan makanan untuk makan malam. Dengan cepat ibu Julia mematikan kompornya dan langsung melihat siapa yang bertamu malam-malam seperti ini. Ibu Julia membuka kenop pintu dan betapa terkejutnya dia saat melihat jika yang ada di hadapannya adalah nyonya Wisma yang baru saja bertemu dengannya tadi di rumah sakit. "Halo Nyonya, maaf saya mengganggu malam-malam seperti ini. Apa boleh saya masuk ke dalam?" tanya Nyonya Wisma dengan ramah. Ibu Julia yang masih terkejut dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat masih terpaku diam tanpa bersuara hingga akhirnya dia tersadar karena suara Pak Bayu. "Bu, ada tamu kenapa tidak di ajak masuk?"Ibu Julia langsung mengejapkan matanya, "Oh iya silakan masuk," Ibu Julia mempersilakan Nyonya Wisma untuk masuk. "Saya pikir anda tidak ingin menerima saya di sini sampai saya kaget karena anda mengacuhkan saya beberapa detik yang lalu.""Maaf, saya hanya terkeju
Seharian ini sikap ibu Julia begitu beda dari biasanya, setelah pulang dari rumah sakit dan bertemu Nyonya Wisma entah mengapa sikap ibu Julia menjadi pendiam. Ibu Julia terus merasa aneh dengan nama Nyonya Wisma bahkan setelah mendengar dokter memanggil namanya Ibu Julia langsung berlari pergi dari rumah sakit tanpa pamitan pada Aisyah dan yang lainnya."Bu, Ibu kenapa?"Mendengar sapaan dari Pak Bayu saja Ibu Julia merasa gelisah dan terkejut sampai dia menjatuhkan ponselnya sendiri.Sambil menghela nafas panjang Ibu Julia kembali duduk dan mendelik ke arah Pak Bayu, "bapak! Kenapa sih ngagetin Ibu seperti itu?" tegur Ibu Julia."Bapak biasa aja kok, ibunya aja kali lagi ngelamun ya?"Tak ingin terlihat gugup Ibu Julia langsung menjawab dengan tenang, "Nggak kok Ibu nggak apa-apa," ucap Ibu Julia."Terus kenapa ibu kaget pas Bapak panggil?" tanya Pak Bayu."Ibu hanya teringat Rose aja, Pak."Pak Bayu menggelengkan kepalanya lalu duduk di samping Ibu Julia. "Lagian ngapain sih tadi
"Bawa putra ku kembali sekarang juga!" titah Nyonya Wisma. Dua pengawal mengangguk dan langsung pergi menjalankan perintah sang Nyonya. Wanita paruh baya itu menatap tajam foto yang tergantung di dinding. "Aku tidak akan membiarkan Arion menikah dengan wanita murahan seperti itu!" gumamnya. ******"Apa kamu sudah tidak waras?" sentak Aisya.Arion tersenyum datar, "Justru aku sangat waras, memang kenapa?" Aisya berdecak sebal, "Aku hampir tidak selamat gara-gara kamu! Apa kamu sengaja melakukan ini?" Lagi, Aisya menegur Arion. Pemuda itu hanya tersenyum datar sambil memijat pelipisnya. "Apa ini lucu?" Arion menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku hanya bahagia saja," ucapnya. "Bahagia kenapa?" "Karena sebentar lagi kamu akan menjadi milikku!" Aisya mengerutkan keningnya, mungkin Arion salah faham soal pernikahan itu. Bukankah ini hanya pernikahan kontrak? Bahkan Aisya juga belum menulis surat perjanjian untuk mereka tandatangani, berjaga-jaga agar Arion tidak mengingkari janji j
"Calon suami?" tanya ibu Julia sambil menoleh pada Aisya. Pak Bayu juga ikut berdiri menghampiri laki-laki yang mengaku sebagai calon suami anaknya itu. "Apa yang kamu katakan tadi? kamu calon suami, Aisya?" tanya Pak Bayu lagi untuk memastikan jika pendengarannya tidak salah. Arion mengangguk tanpa ragu, "Benar, aku adalah calon suami Aisya, putri kalian!" tegas Arion. Mendengar ucapan Arion, ibu Julia terkejut setengah mati. Bagaimana bisa Aisya punya calon suami padahal Aisya hanya pekerja hostess. Apa mungkin ini semua lelucon? "Jangan sembarangan kamu! Tidak mungkin Aisya mempunyai calon suami, selama ini saja dia tidak mau pacaran apalagi menikah!" Diam-diam Aisya mengukir senyuman pahit di wajahnya. Apakah Aisya juga tidak layak mendapatkan suami sampai-sampai ibu Julia harus berkata seperti itu. Arion mendekat ke arah Aisya lalu memegang lengannya dengan erat. "Dia memang calon istriku, dan kami akan menikah besok!" tegas Arion lagi. Mata ibu Julia melotot tajam, "Meni
"Aisya, apa benar Rose akan di operasi hari ini?" tanya ibu Julia. Aisya mengangguk dengan wajah tegang. "Iya, Bu. Dokter sudah ada di ruang operasi bersama Rose, tolong doakan Rose agar dia selamat dan cepat pulih ya,Bu," pinta Aisya. "Dari mana kamu dapat uang satu miliar untuk pengobatan, Rose?" Wajah Aisya seketika berubah drastis, pandangannya terhadap ibu kandungnya sendiri berubah datar. "Apa hanya uang yang ada di pikiran ibu? Apa ibu tidak khawatir dengan keadaan Rose, atau bagaimana rasa sakit yang Rose rasa?" Ibu Julia mendelik sambil berdecak, "Apa kamu sudah lupa? Biaya operasi Rose tidaklah sedikit, miliaran Aisya, satu miliar!" sentak ibu Julia. "Lantas mengapa Bu? Bahkan jika lebih dari itu atau nyawa Aisya sekali pun Aisya sanggup memberikannya pada Rose!" "Jadi kamu sudah dapat uangnya? Kenapa kamu nggak kasih tahu ibu?" Hanya uang dan uang yang ada di pikiran ibu Julia, bahkan saat Aisya mendapatkan uangnya dia juga harus melapor pada ibu Julia, untuk apa? B
"Maksud kamu apa?" "Sudah ku katakan dengan jelas, tidak denganmu maka tidak dengan yang lain!" "Kenapa harus aku?" "Karena kamu harus menjadi milikku, hanya milikku!" Jantung Aisya berdegup kencang mendengar ucapan Arion. Pemuda ini baru saja dua kali bertemu dengannya, namun kenapa Arion sepertinya sudah mengenal Aisya begitu lama? Apa sebenarnya tujuan Arion, jika dia butuh seorang wanita untuk menjadi istri pura-pura nya, bukankah terlalu berlebihan jika Arion mengatakan hal itu pada Aisya? "Kalau begitu akan aku pikirkan tawaran kamu ini," ucap Aisya. Ucapan Aisya sangat meragukan, jika cara ini gagal terpaksa Arion harus menjalankan rencananya yang sudah dia susun. "Baiklah aku tidak akan memaksa lagi. Maaf jika ucapan ku tadi membuat mu bingung." Arion mengambil sapu tangan miliknya dari dalam saku lalu mendekat ke arah Aisya. "Tidak usah buru-buru, makanlah sampai kenyang," ucap pemuda itu sambil mengelap bibir Aisya dengan saputangannya. Degh! Kali ini jantung Aisya
Kedatangan Arion membuat Aisya merasa ngeri, namun tawaran yang di sebut Arion memng menggiurkan apalagi saat ini Aisya sangat membutuhkan uang untuk pengobatan Rose. Namun, bagaimana dengan tawaran Tuan Cemal? "Aku tidak bisa! Cari orang lain saja!" tolak Aisya. Diam-diam Arion mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menatap Aisya dengan tatapan tajam. Namun, beberapa detik kemudian wajah Arion kembali berubah ramah. Arion menaruh cek senilai satu miliar di atas meja, "Aku serius, ini cek tanda kesepakatan jika kamu setuju menikah kontrak denganku!" ucap Arion. Aisya tak bisa menahan wajahnya untuk menoleh ke arah cek yang sudah Arion tandatangani. Kini pikiran Aisya berkecamuk bingung antara harus terima atau tidak. Namun, jika Aisya menolak tawaran Arion apa mungkin kesempatan seperti ini akan datang dua kali ke dalam hidupnya. "Apa aku bisa membuat perjanjian?" Arion mengukir seulas senyuman, "Tentu," sahutnya dengan cepat. Walaupun ragu tapi Aisya tetap harus mencobanya
"Apa kamu sedang berpikir kotor tentang aku?" Nada Aisya meninggi di sertai sorot mata tajam saat mendengar ucapan Arion yang kembali membuatnya muak. Arion terkekeh kecil, "Jika bukan lalu untuk apa kamu di sini di ruangan tertutup dan ingin bertemu pria tua yang sudah jelas memiliki istri dan anak?" tekan Arion lagi. Aisya mendeham sambil memperbaiki postur tubuhnya agar tidak terlihat tegang di hadapan pemuda ini. "Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dengan Tuan Cemal. Memang urusannya dengan kamu apa!" "Pekerjaan memuaskan nafsunya?" Plak! "Tolong jaga ucapan kamu, Tuan!" Arion terkejut setengah mati saat mendapat tamparan keras dari Aisya yang secara mendadak. Namun, bukannya merasa kesal, justru Arion semakin tertarik pada wanita yang sebenarnya sudah dia incar ini. Aisya melotot saat sadar jika dia sudah berlebihan menampar wajah orang sembarangan. "Maaf, aku tidak bermaksud ingin menampar wajah kamu." Arion mengangkat wajahnya, "Tidak apa-apa, aku justru suka d
Dred...Ponsel Aisya bergetar, dengan cepat Aisya membuka isi pesan yang ternyata dari sang ibu. Ibu| "Aisya, kamu ada dimana? Dokter mencari kamu!"Me| "Beberapa menit lagi Aisya sampai di rumah sakit, Bu." balas Aisya. "Maaf Tuan Nathan, saya harus segera pulang. Untuk kebimbangan anda lebih baik anda ingat lagi apa yang sebenarnya sudah terjadi. Karena saya sendiri pun ragu dan tak ingin terlalu percaya diri. Lebih baik dari mulai sekarang kita lupakan masa lalu itu dan anda juga tidak perlu merasa bersalah tentang kejadian yang kita sendiri tidak mengingatnya. Saya sudah memaafkan anda, jadi tolong hargai keputusan saya ini." "Tapi, Aisya. Apa boleh aku bertemu kamu lagi?" Aisya menggelengkan kepalanya, "Tidak! Cukup hari ini kita bertemu dan jangan pernah cari saya lagi." Perasaan kecewa yang di rasakan Jonathan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Justru Jonathan berfikir saat bertemu dengan wanita yang pernah dia hancurkan masa depannya Nathan mungkin akan mendapatkan tu