"Berapa yang kamu mau? Lima puluh juta? Seratus juta? atau satu miliar?"
Lagi, pria hidung belang di hadapan Aisya terus menawarkan harga fantastis hanya untuk bisa tidur dengan Aisya, namun Aisya terus menolak pria di hadapannya dengan sopan.
"Maaf Tuan, pekerjaan saya memang sebagai Hostess, namun Tuan salah jika berfikiran lebih tentang pekerjaan saya. Jika anda ingin di layani sebagai pemuas nafsu, maka saya tidak akan melayani anda lagi. Namun, jika Tuan bisa menjaga sopan santun Tuan terhadap Saya, maka dengan senang hati saya akan menuangkan minuman dan meracik minuman terbaik di club' kami."
Ucapan tegas serta tatapan dingin yang di tunjukan Aisya pada pelanggan kurang ajarnya, mampu membuat pria hidung belang di hadapannya malu hingga berlalu tanpa menoleh lagi. Ini bukan kali pertama Aisya mendapatkan tawaran buruk dari pelanggannya, sudah beberapa kali terjadi, bahkan pria yang sama hampir setiap malam terus menaikkan harga agar Aisya mau bermalam dengannya. Namun, semua itu hanya sia-sia saja, karena Aisya terus menolak tawaran mereka dengan elegan. Tawaran uang yang di tawarkan pria tadi memang sangat menggiurkan, terlebih saat ini Aisya sangat membutuhkan uang untuk kedua orang tuanya. Namun, Aisya tak mau terjerumus kedalam lembah hitam seperti prostitusi, karena satu kali kamu melakukan hal itu, maka kamu akan terikat dosa selamanya. Hal yang paling Aisya takuti adalah, jika dia terjerumus maka dia takut tidak bisa lepas dari dunia malam yang menjijikan itu. Semua sudah Aisya pikirkan, apalagi setelah Tesa memberitahu Aisya jika dunia prostitusi sangatlah menakutkan, dan Tesa sangat memperingati Aisya agar Aisya tidak tergiur oleh tawaran fantastis dari pria hidung belang yang menawarnya. Ya, Tesa adalah anak buah Mami Bunga, germo terkenal sekaligus pemilik Bar sebelah. Tesa pernah bertemu Aisya beberapa kali di ujung jalan saat Aisya akan pulang, kebetulan saat itu Tesa melihat Aisya sedang di ganggu oleh pria hidung belang yang terus menguntit Aisya dari dalam club'. Tesa tahu siapa pria itu, karena pria yang terus mengganggu Aisya dia adalah pelanggan tetap Mami Bunga.
"Bisa tuangkan minuman terbaik di club' ini, Nona!"
Tiba-tiba saja suara berat yang sedikit serak membuyarkan lamunan Aisya.
"Tentu, Tuan. Saya akan tuangkan Cognac, apa anda suka dengan minuman yang sedikit menggairahkan?"
Aisya langsung menuangkan Cognac di campur Remy Martin yang rasanya begitu membingungkan namun mampu membuat peminum merasakan gairah dan relax secara bersamaan.
"Kamu sepertinya faham tentang minuman-minuman seperti ini. Selain penyaji minuman, apa kamu juga seorang peminum? Karena rasanya tidak mungkin kamu menawarkan minuman tanpa kamu coba sendiri rasanya seperti apa. Mungkin saja minuman yang kamu pilihkan tidak sesuai dengan ekspektasi kami, para tamu."
Pertanyaan Pria yang sedang duduk di depan counter terdengar berbeda dari pertanyaan pelanggan lainnya. Namun, Aisya tak langsung menjawab pertanyaan si pria, karena dia tahu akan kemana arah pembicaraan pria di hadapannya ini.
"Seperti yang kamu tahu, aku adalah penyaji minuman sekaligus peracik minuman di sini. Kamu memang benar, rasanya tidak mungkin menawarkan minuman yang kita sendiri tidak tahu bagaimana rasanya. Jadi, sebelum kami meracik minuman untuk pelanggan, kami terlebih dahulu yang mencobanya," ucap Aisya sambil menyodorkan satu gelas Cognac with Remy Martin yang baru saja dia racik sendiri. Lalu Aisya menuangkan satu gelas kecil untuknya.
"Aku tidak selalu melakukan ini, tapi khusus untuk malam ini mari kita bersulang!"
Aisya mengangkat gelas yang berisi minuman di tangannya, lalu meminumnya hanya dengan satu kali tegukan.
Pria di hadapannya menyeringai licik melihat Aisya menghabiskan minuman yang dia sajikan sendiri. Tentu pria itu tahu minuman apa yang baru saja di tawarkan Aisya padanya. Minuman itu adalah minuman perangsang, dan pria di hadapannya tahu sebentar lagi Aisya mungkin butuh dirinya. Tanpa menunggu lama, pria tampan bertubuh kekar namun memiliki kebiasaan buruk dengan wanita itu menghabiskan minumannya tanpa menunggu lama.
"Nama ku Kevin, nama kamu siapa?" tanya pria itu sambil menyodorkan tangannya.
Aisya mengangkat sebelah bibirnya sambil menatap pria di hadapannya dengan tatapan dingin namun tangannya masih sibuk melayani pelanggan lain.
"Aisya, nama ku Aisya!" sahut Aisya tanpa membalas jabatan tangan Kevin.
Inilah yang tidak di sukai Aisya saat dia sedang bekerja di club'. Memiliki paras cantik berkulit putih hidung mancung serta senyuman menawarkan, membuat wanita muda itu selalu merasa risih dan ingin sekali merubah wajahnya agar tidak mencuri perhatian laki-laki hidung belang.
"Setelah ini apa yang akan kamu lakukan?" Kevin mulai memainkan mata nakalnya.
Aisya menghembuskan nafas kasarnya. Inilah hal yang paling dia benci dari pria-pria kotor yang menjadi pelanggan-pelanggan di club' ini. Semua pria bertanya apa yang akan Aisya lakukan setelah pulang dari club'. Memang menurutnya apa yang akan Aisya lakukan? Ya jelas dia akan pulang ke rumah untuk mengistirahatkan tubuhnya yang hampir remuk karena bekerja semalaman di club' ini tanpa duduk sama sekali. Memang ada hal lain yang bisa Aisya lakukan dengan kondisi badanya yang begitu lelah ini?.
"Aku akan pulang dan istirahat di rumah!" jawab Aisya dengan malas.
Kevin terkekeh kecil, tidak mungkin Aisya langsung pulang jika birahinya minta di puaskan, setidaknya itulah yang ada di fikiran Kevin saat ini.
"Apa kamu yakin tidak butuh seseorang saat ini?" Pertanyaan Kevin malam ini sungguh membuat Aisya meradang. Baru saja tadi dia di hadapkan dengan pria hidung belang yang terus mengimingi dia dengan uang, sekarang ada yang lebih parah bersikap kurang ajar pada Aisya.
"Minuman kamu sudah habis, setidaknya bayar minumannya lalu pergi dari sini sekarang juga. Atau silahkan tambah minumannya asalkan jangan berisik sama sekali!" Wajah Aisya berubah dingin serta tatapan tajam menghujam menatap Kevin di depannya.
Entah sudah berapa laki-laki malam ini yang terus mengganggu Aisya. Bekerja di tempat hiburan malam membuat Aisya harus banyak mengelus dada. Pekerjaannya sudah di anggap hina oleh sebagian orang, jika Aisya terjerumus lebih dalam lagi, lalu bagaimana Aisya bisa menghadapi kejamnya hinaan dunia? Tidak, Aisya tidak mau itu semua terjadi. Jika ketakutannya benar-benar nyata apa mungkin Aisya bisa menghadapi putri kecilnya? Kelemahan terbesar Aisya.
"Sya, sudah waktunya kamu pulang," ucap Catherine teman satu sif Aisya.
"Oh sorry, saya melamun tadi. Catherine, maaf jam berapa sekarang?" tanya Aisya.
"Hampir pukul empat pagi," jawab Chaterine sambil tersenyum.
Aisya menghela nafasnya, setidaknya hari ini dia bisa pulang lebih cepat daripada sebelumnya. Dia masih punya waktu sebentar untuk tidur memeluk putri kecilnya.
"Aisya, apa kamu sudah memikirkan tawaran Tuan Cemal?"
Aisya langsung terdiam mendengar pertanyaan dari Chaterine. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaannya jika Aisya saja lupa apa yang di tawarkan Tuan Cemal padanya.
"Memang Tuan Cemal menawarkan apa padaku?"
Aisya mengerutkan keningnya, "Pertanyaan yang mana? memang Tuan Cemal menawarkan apa padaku?" tanya Aisya sambil mengangkat kedua alisnya mengingat hal yang mungkin sudah dia lupakan.Chaterine menghela nafasnya kemudian menepuk dahinya sendiri sambil berkacak pinggang. "Jangan bilang kamu lupa?"Aisya meringis sambil menggaruk kepalanya. "Belakangan ini aku sibuk memikirkan keluarga, maklum jika aku melupakan sesuatu!" ucapnya sambil mengedipkan matanya."Ini masalah Tuan Cemal yang mengajak kamu launch besok. Apa kamu akan datang ke tempat yang sudah dia siapkan?"Mata Aisya melotot tajam serta mulut menganga namun segera dia tutupi dengan kedua telapak tangannya."Ya Tuhan! Bagaimana aku bisa lupa? Apa besok hari yang di tentukan Tuan Cemal?""Kamu masih bertanya? Jelas besok! Bagaimana kamu bisa melupakan hari penting seperti itu!" Chaterine berdecak sebal pada sahabatnya itu. "Kamu akan datang 'kan?" tanya Chaterine lagi.Aisya menghela nafasnya sambil membuka seragam yang dia ke
Aisya segera menyeka sudut matanya yang hampir meneteskan butiran bening."Tidak sayang, Mami tidak menangis. Mami hari ini hanya lelah, tapi berkat kamu, Mami sudah tidak lelah lagi."Sebisa mungkin Aisya harus terlihat tegar di hadapan Rose."Kalau begitu Rose cepat pergi ke kamar mandi lalu segera mandi, bukannya Rose harus pergi ke sekolah?" ucap Aisya lagi sambil mengelus rambut panjang Rose dengan lembut.Rose tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Rose memang anak pintar, dia akan langsung nurut tanpa protes sama sekali.Sementara Rose pergi ke kamar mandi, Aisya memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah terasa capek. Aisya segera mengambil tas kecilnya lalu berlalu menuju kamarnya."Apa aku sudah tua? Kenapa rasanya tubuhku mau rontok!" gerutu Aisya sambil memijat-mijat lengannya sendiri sambil membaringkan tubuh di atas ranjang empuk miliknya.Baru saja beberapa detik Aisya memejamkan mata, tiba-tiba saja suara gaduh di luar rumah berhasil membangunkan Aisya ya
Aisya yang sudah tidak bisa menahan diri lantas membalikkan semua ucapan ibu Retno pada putrinya yang memang kerap pergi bersama pria-pria yang bergantian setiap malamnya."Ibu lihat sendiri 'kan, apa yang sedang di alami anak ibu? Sebaiknya ibu urus saja anak perempuan ibu, daripada ibu sibuk mengusik kehidupan pribadi saya. Satu hal lagi, saya tidak mau ibu terus menyebarkan gosip yang tidak benar tentang saya dan keluarga saya. Jika itu sampai terulang, maka saya akan pastikan ibu akan menyesal!"Aisya berlalu tanpa menoleh ke belakang. Rasa sesak yang dari tadi terasa menghimpit dada, akhirnya bisa Aisya tumpahkan begitu saja pada orang-orang yang selalu merendahkannya selama ini. Rasa puas yang tidak bisa dia ucapkan mampu membuat seulas senyuman terukir di wajahnya."Hebat kamu Aisya!" puji ibu Julia saat sudah sampai di dalam rumahnya."Maksud ibu apa?" tanya Aisya sambil duduk di sofa yang cukup panjang.Ibu Julia lalu mendekat ke arah Aisya sambil mengintip ke arah luar dari
Tak terasa air mata Aisya menetes dengan deras. Bagaimana mungkin anak yang terlihat sehat seperti Rose mengidap penyakit yang sangat berbahaya. "Leukimia Dok? Apa Dokter tidak salah? Bagaimana bisa anak saya menderita penyakit berbahaya seperti itu, Dokter?" Aisya mulai tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.Begitupun dengan ibu Julia."Benar Dok, kenapa cucu saya mengidap penyakit berbahaya? Apa cucu saya bisa di obati?" tanya ibu Julia yang tak kalah panik dari Aisya."Penyakit Leukimia atau darah putih, memang sangat rentan terhadap anak seumuran Nona Rose. Apa belakangan ini Nona Rose sering mual, pusing, dan terkadang mimisan? Atau mungkin nafsu makannya berkurang?" tanya Dokter pada Aisya.Aisya hanya terdiam sambil menangis dengan hati yang teramat sakit. Selama ini Aisya hanya sibuk mencari uang sedangkan dia tidak tahu kondisi anaknya yang ternyata sedang kritis. Saat Dokter bertanya pun Aisya hanya menatap sang ibu dengan harapan jika ibu Julia tahu tentang keadaan Rose ya
"Baik, Dok. Saya akan segera mencari uang untuk pengobatan Rose. Tolong lakukan yang terbaik untuk menyembuhkan, Rose." Aisya segera berdiri dan langsung keluar dari ruangan Dokter yang di susul ibu Julia. "Aisya tunggu!" Aisya langsung menghentikan langkahnya saat bahu Aisya di cekal ibu Julia. "Ada apa, Bu?" "Mau kemana kamu sekarang? Cari uang satu miliar itu bukan hal yang mudah, Aisya! Itu jumlah uang yang sangat fantastis!" Aisya menghela nafasnya, "Aisya tahu, Bu. Tapi Aisya harus coba cari uang itu." Ibu Julia mendelik, "Lebih baik kita beli rumah dan mobil jika punya uang sebanyak itu!" gerutu ibu Julia yang nyaris tidak terdengar suaranya. Aisya mengerutkan keningnya, dia faham apa yang saat ini sedang di pikirkan oleh ibu Julia. Namun, ini masalah hidup dan mati Rose, putri satu-satunya yang dia miliki dan Aisya tidak ingin terjadi apa-apa pada Rose. "Kalau begitu aku pamit pergi dulu. Ibu tolong jaga Rose sampai Aisya kembali ya, Bu." Ibu Julia menghembuskan nafas
"Bu, maaf Aisya terlambat." Ibu Julia mendelik sambil mendengus kesal. "Kamu sengaja iya 'kan lakukan ini sama ibu? Apa kamu marah dan melampiaskan semuanya sama ibu karena anak kamu sakit!" sentak ibu Julia. "Bukan seperti itu, Bu. Aisya ketiduran, tadi Aisya capek sekali dan nggak sadar Aisya tidur," jelas Aisya. "Bisa-bisanya kamu tidur di saat anak kamu sedang dalam kondisi kritis!" Aisya menghela nafasnya, "Aisya juga harus istirahat sebentar, Bu. Aisya harus berpikir dan bekerja keras cari uang agar Rose bisa secepatnya di operasi!" tegas Aisya. Ibu Julia mendelik, "Kamu itu memang cuman pembawa sial di hidup ibu, tahu! Sudah punya anak tanpa suami sekarang Rose juga malah menambah masalah di hidup ibu!" Aisya memejamkan matanya mendengar setiap kata dari mulut sang ibu yang terdengar sangat menyayat hati. "Sebaiknya ibu makan dulu, bukannya tadi ibu bilang lapar, kan?" Aisya menyodorkan beberapa kantong pelastik yang berisi makanan kesukaan ibu Julia. Ibu Julia menata
Aisya segera mengejapkan matanya, "Tidak! Itu bukan solusi yang baik untukku dan Rose!" gumam Aisya dalam hati."Bagaimana? Berapa yang kamu butuhkan?" Lagi, Arion kembali bertanya."Maaf Tuan, jika anda terus bertanya seperti itu saya tidak mau melayani anda lagi. Namun, jika anda sopan dan lebih memilih meneguk minuman racikan ku, maka dengan senang hati aku akan melayani anda." Tidak terasa bibir Arion tersenyum tipis saat mendengar keteguhan Aisya yang terus menolaknya, dan semua penolakan itu semakin membangunkan gairah Arion untuk mengejar Aisya."Baiklah, berikan aku minuman lagi!" Arion menyodorkan gelasnya yang sudah kosong. Dengan senang hati Aisya kembali meracik minumannya dan langsung menuangkannya di gelas Arion. Sementara Arion terus menatap wajah Aisya tanpa berkedip mengagumi kecantikan wajah wanita di hadapannya ini. Pantas saja Tuan Cemal sangat mengagumi wanita ini, rupanya Aisya memang sulit untuk di taklukkan. "Kalian, kemari lah!" panggil Arion. "Iya, Tuan
"Apa yang sudah terjadi malam itu?" tanya pria yang belum Aisya ketahui namanya itu. "Mengapa anda bertanya seperti ini, Tuan?" "Karena saya sama sekali tidak mengingat apapun!" ucap pria itu dengan wajah sendu. Aisya menarik nafasnya pelan, "Kalau begitu berarti tidak terjadi apa-apa di antara kita, untuk apa anda khawatir?" Pria itu mendekat ke arah Aisya sambil menyodorkan sebuah liontin yang ternyata adalah miliknya yang hilang lima tahun yang lalu. "Aku menemukan ini di ranjang saat bangun. Aku sudah mencari mu selama lima tahun dan baru sekarang kita bertemu kembali, aku hanya ingin memastikan jika aku tidak membuat kesalahan," tutur pria yang memiliki wajah tegas itu. Aisya terkekeh kecil mendengar penjelasan pria yang sudah merenggut kesuciannya lima tahun yang lalu. Dahulu dia pernah begitu terpuruk karena pemuda yang tidak dia kenal menghancurkan masa depannya. Namun, setelah Aisya mengetahui jika dia sedang mengandung Rose, perasaan yang semula membenci dirinya sendir