Aisya yang sudah tidak bisa menahan diri lantas membalikkan semua ucapan ibu Retno pada putrinya yang memang kerap pergi bersama pria-pria yang bergantian setiap malamnya.
"Ibu lihat sendiri 'kan, apa yang sedang di alami anak ibu? Sebaiknya ibu urus saja anak perempuan ibu, daripada ibu sibuk mengusik kehidupan pribadi saya. Satu hal lagi, saya tidak mau ibu terus menyebarkan gosip yang tidak benar tentang saya dan keluarga saya. Jika itu sampai terulang, maka saya akan pastikan ibu akan menyesal!"
Aisya berlalu tanpa menoleh ke belakang. Rasa sesak yang dari tadi terasa menghimpit dada, akhirnya bisa Aisya tumpahkan begitu saja pada orang-orang yang selalu merendahkannya selama ini. Rasa puas yang tidak bisa dia ucapkan mampu membuat seulas senyuman terukir di wajahnya.
"Hebat kamu Aisya!" puji ibu Julia saat sudah sampai di dalam rumahnya.
"Maksud ibu apa?" tanya Aisya sambil duduk di sofa yang cukup panjang.
Ibu Julia lalu mendekat ke arah Aisya sambil mengintip ke arah luar dari balik jendela. "Kamu lihat mereka semua! Mereka adalah orang-orang yang selama ini sudah merendahkan kamu. Akhirnya mereka bisa diam juga karena keberanian kamu tadi!" ucap ibu Julia dengan wajah berbinar.
Sementara Pak Bayu hanya terdiam menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan sambil membaca buku di depan Televisi.
"Mereka tidak akan diam Bu. Sebenarnya Aisya juga tidak ingin berdebat dengan ibu-ibu di depan tadi. Tapi, ucapan Bu Retno membuat Aisya takut jika nanti Rose akan salah faham. Karena cepat atau lambat Rose akan tumbuh menjadi gadis dewasa, dan dia mungkin akan salah faham dengan ucapan mereka!" ucap Aisya dengan suara sendu.
Ibu Julia mendengkus sebal. Padahal dia sudah susah payah cari muka di depan Aisya, tapi anak perempuannya itu malah mengalihkan pembicaraan.
"Iya deh iya, semua untuk Rose!" ucap Bu Julia dengan wajah kesal. Sebenarnya ibu Julia sangat menyayangi Rose, karena dia adalah cucu pertamanya. Namun, terkadang rasa sakit hati yang di sebabkan Aisya karena aib yang pernah dia buat, kerap membuat ibu Julia merasa kesal pada Rose. Walaupun sebenarnya gadis kecil itu tidak salah apa-apa.
"Dimana Rose sekarang? Kenapa dia belum keluar juga! Apa dia tidak akan pergi ke sekolah hari ini?"
Tiba-tiba ibu Julia teringat pada Rose yang tak kunjung keluar dari kamarnya.
Mendengar ibu Julia yang terlihat kesal pada dirinya dan mungkin akan melampiaskan kekesalannya pada Rose Aisya hanya menghela nafas kasar dan memberitahu ibu Julia agar tidak terlalu keras pada anaknya.
"Sebaiknya ibu tidak berteriak pada Rose, dia masih anak-anak Bu, mentalnya harus kita jaga."
"Oh jadi maksud kamu ibu ini selain nggak becus jagain anak kamu, ibu juga ingin merusak mentalnya, begitu maksud kamu! dia sudah cukup besar dan kita tidak harus selalu bersikap baik jika Rose memang tidak disiplin! Ibu hanya tidak mau Rose di didik terlalu lembek seperti dulu ibu mendidik kamu sehingga kamu membuat keluarga ini menanggung malu bertahun-tahun bahkan hingga saat ini!" ketus ibu.
Niat hati hanya ingin mengingatkan sang ibu, justru ibu Julia malah semakin tersinggung dengan ucapan Aisya dan malah menudinya ingin merusak mental Rose.
"Bukan begitu, Bu. Ibu salah faham, maksud Aisya coba ibu sedikit bersikap lembut pada cucu ibu, Aisya tahu Rose anak baik bahkan terlalu baik sehingga terkadang Rose menjadi anak pendiam. Aisya hanya tidak ingin Rose merasa ibu tidak sayang padanya karena sikap keras ibu," tutur Aisya yang kembali membenarkan ucapannya.
Ibu Julia malah mendengus kesal dan berlalu dengan wajah masam.
"Halah, sudah syukur anak kamu ibu jaga dengan baik! daripada kalian hidup luntang-lantung di jalanan!" ocehnya sambil berjalan menuju kamar Rose.
Aisya kembali menghela nafas kasar sambil menyenderkan punggungnya pada sofa.
"Jika berbicara pada ibu, pasti dia akan tersinggung dengan ucapan Aisya, padahal Aisya hanya mengingatkan ibu." lirihnya.
"Sudahlah Aisya, sikap ibu kamu kan memang seperti itu, tapi bapak yakin ibu sangat menyayangi kalian berdua," ucap Pak Bayu yang mencoba menguatkan Aisya.
Aisya tersenyum hangat pada Pak Bayu walaupun hatinya masih sedih karena sikap ibu Julia yang terlalu keras pada Rose.
"Rose .. Rose, kamu di mana?" teriak Ibu Julia memanggil cucunya.
Saat membuka pintu kamar, betapa ibu Julia sangat terkejut saat melihat Rose yang sudah tergeletak di atas lantai dengan hidung mengeluarkan darah segar.
"Ya ampun Rose! Kamu kenapa?"
Teriakan Ibu Julia berhasil membuat panik Aisya dan Pak Bayu. Aisya yang sedang duduk pun, langsung berlari menuju kamar putrinya.
"Ada apa Bu?" tanya Aisya panik.
"Rose pingsan, Aisya!"
"Ya Tuhan!" Aisya segera menghampiri Rose. "Rose ... Kamu kenapa sayang!" Mata Aisya melotot tajam saat melihat putri kecilnya sudah tak sadarkan diri.
"Kenapa Rose bisa seperti ini, Bu?" tanya Pak Bayu yang tak kalah panik.
"Ibu juga tidak tahu, saat datang Rose sudah pingsan, Pak!" sentak ibu Julia pada Pak Bayu.
"Sudah sudah! Sebaiknya kita bawa Rose ke rumah sakit!" ucap Pak Bayu yang langsung menggendong Rose.
**RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SEJAHTERA**
Satu jam sudah berlalu namun dokter yang menangani Rose belum juga keluar dari ruang ICU.
"Apa keadaannya sangat parah sehingga Rose harus di larikan ke ICU dan bukannya IGD?" tanya ibu Julia yang semakin membuat Aisya merasa cemas.
Pak Bayu langsung menepuk pundak ibu Julia. "Jangan asal bicara, kita tunggu dokter keluar dulu dan dengarkan penjelasannya!" bisik Pak Bayu.
Akhirnya ibu Julia terdiam dengan wajah kesal karena dari tadi Pak Bayu selalu menyuruhnya diam.
Tidak lama kemudian akhirnya dokter keluar bersama dua suster di belakangnya.Rose menghampiri dokter. "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Aisya dengan wajah panik.
Dokter langsung membuka maskernya saat keluar dari dalam ruangan ICU.
"Apa ibu orang tua kandung Nona Rose?" tanya Dokter.
Aisya menganggukkan kepala, "Benar, Dok, saya ibu kandungnya. Bagaimana kondisi anak saya, Dok?"
"Sebaiknya kita bicara di ruangan saya, Bu. Mari ikuti saya!" ucap sang Dokter yang sudah jalan terlebih dahulu di depan Aisya. Sementara, Aisya dan ibunya mengekor di belakang Dokter hingga sampai di ruangan pribadi Dokter.
"Bagaimana Dok? Apa yang sebenarnya terjadi pada cucu saya?"
Kali ini Ibu Julia yang bertanya pada Dokter.
Dokter mengeluarkan amplop putih dari seorang suster yang berdiri di sampingnya, kemudian membacakan diagnosa penyakit yang saat ini sedang di derita Rose.
"Jadi begini Bu, dengan berat hati saya ingin menyampaikan berita buruk ini kepada Ibu dan juga Ibu Aisya, jika saat ini kondisi Nona Rose sedang dalam kritis!"
Deg!
Jantung Aisya tiba-tiba berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya. Apa yang telah terjadi pada Rose? Penyakit apa yang dia derita hingga dokter menyebutkan dia dalam kondisi kritis?
"Maksud dokter apa, Dok? Anak saya sakit apa? Kenapa dia kritis?" tanya Aisya dengan mata berkaca-kaca.
"Anak Ibu menderita leukemia stadium lanjut."
Deg!
Tubuh Aisya terasa seperti disambar petir di siang bolong saat mendengar kata-kata Dokter yang membuatnya lemah tak berdaya.
"Tidak ... tidak mungkin! Anak saya tidak mungkin mengidap leukemia, Dokter!"
Air mata Aisya mengucur deras mendengar anak semata wayangnya mengidap penyakit serius.
"Apa mungkin Dokter salah diagnosis, Dok?"
Tak terasa air mata Aisya menetes dengan deras. Bagaimana mungkin anak yang terlihat sehat seperti Rose mengidap penyakit yang sangat berbahaya. "Leukimia Dok? Apa Dokter tidak salah? Bagaimana bisa anak saya menderita penyakit berbahaya seperti itu, Dokter?" Aisya mulai tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.Begitupun dengan ibu Julia."Benar Dok, kenapa cucu saya mengidap penyakit berbahaya? Apa cucu saya bisa di obati?" tanya ibu Julia yang tak kalah panik dari Aisya."Penyakit Leukimia atau darah putih, memang sangat rentan terhadap anak seumuran Nona Rose. Apa belakangan ini Nona Rose sering mual, pusing, dan terkadang mimisan? Atau mungkin nafsu makannya berkurang?" tanya Dokter pada Aisya.Aisya hanya terdiam sambil menangis dengan hati yang teramat sakit. Selama ini Aisya hanya sibuk mencari uang sedangkan dia tidak tahu kondisi anaknya yang ternyata sedang kritis. Saat Dokter bertanya pun Aisya hanya menatap sang ibu dengan harapan jika ibu Julia tahu tentang keadaan Rose ya
"Baik, Dok. Saya akan segera mencari uang untuk pengobatan Rose. Tolong lakukan yang terbaik untuk menyembuhkan, Rose." Aisya segera berdiri dan langsung keluar dari ruangan Dokter yang di susul ibu Julia. "Aisya tunggu!" Aisya langsung menghentikan langkahnya saat bahu Aisya di cekal ibu Julia. "Ada apa, Bu?" "Mau kemana kamu sekarang? Cari uang satu miliar itu bukan hal yang mudah, Aisya! Itu jumlah uang yang sangat fantastis!" Aisya menghela nafasnya, "Aisya tahu, Bu. Tapi Aisya harus coba cari uang itu." Ibu Julia mendelik, "Lebih baik kita beli rumah dan mobil jika punya uang sebanyak itu!" gerutu ibu Julia yang nyaris tidak terdengar suaranya. Aisya mengerutkan keningnya, dia faham apa yang saat ini sedang di pikirkan oleh ibu Julia. Namun, ini masalah hidup dan mati Rose, putri satu-satunya yang dia miliki dan Aisya tidak ingin terjadi apa-apa pada Rose. "Kalau begitu aku pamit pergi dulu. Ibu tolong jaga Rose sampai Aisya kembali ya, Bu." Ibu Julia menghembuskan nafas
"Bu, maaf Aisya terlambat." Ibu Julia mendelik sambil mendengus kesal. "Kamu sengaja iya 'kan lakukan ini sama ibu? Apa kamu marah dan melampiaskan semuanya sama ibu karena anak kamu sakit!" sentak ibu Julia. "Bukan seperti itu, Bu. Aisya ketiduran, tadi Aisya capek sekali dan nggak sadar Aisya tidur," jelas Aisya. "Bisa-bisanya kamu tidur di saat anak kamu sedang dalam kondisi kritis!" Aisya menghela nafasnya, "Aisya juga harus istirahat sebentar, Bu. Aisya harus berpikir dan bekerja keras cari uang agar Rose bisa secepatnya di operasi!" tegas Aisya. Ibu Julia mendelik, "Kamu itu memang cuman pembawa sial di hidup ibu, tahu! Sudah punya anak tanpa suami sekarang Rose juga malah menambah masalah di hidup ibu!" Aisya memejamkan matanya mendengar setiap kata dari mulut sang ibu yang terdengar sangat menyayat hati. "Sebaiknya ibu makan dulu, bukannya tadi ibu bilang lapar, kan?" Aisya menyodorkan beberapa kantong pelastik yang berisi makanan kesukaan ibu Julia. Ibu Julia menata
Aisya segera mengejapkan matanya, "Tidak! Itu bukan solusi yang baik untukku dan Rose!" gumam Aisya dalam hati."Bagaimana? Berapa yang kamu butuhkan?" Lagi, Arion kembali bertanya."Maaf Tuan, jika anda terus bertanya seperti itu saya tidak mau melayani anda lagi. Namun, jika anda sopan dan lebih memilih meneguk minuman racikan ku, maka dengan senang hati aku akan melayani anda." Tidak terasa bibir Arion tersenyum tipis saat mendengar keteguhan Aisya yang terus menolaknya, dan semua penolakan itu semakin membangunkan gairah Arion untuk mengejar Aisya."Baiklah, berikan aku minuman lagi!" Arion menyodorkan gelasnya yang sudah kosong. Dengan senang hati Aisya kembali meracik minumannya dan langsung menuangkannya di gelas Arion. Sementara Arion terus menatap wajah Aisya tanpa berkedip mengagumi kecantikan wajah wanita di hadapannya ini. Pantas saja Tuan Cemal sangat mengagumi wanita ini, rupanya Aisya memang sulit untuk di taklukkan. "Kalian, kemari lah!" panggil Arion. "Iya, Tuan
"Apa yang sudah terjadi malam itu?" tanya pria yang belum Aisya ketahui namanya itu. "Mengapa anda bertanya seperti ini, Tuan?" "Karena saya sama sekali tidak mengingat apapun!" ucap pria itu dengan wajah sendu. Aisya menarik nafasnya pelan, "Kalau begitu berarti tidak terjadi apa-apa di antara kita, untuk apa anda khawatir?" Pria itu mendekat ke arah Aisya sambil menyodorkan sebuah liontin yang ternyata adalah miliknya yang hilang lima tahun yang lalu. "Aku menemukan ini di ranjang saat bangun. Aku sudah mencari mu selama lima tahun dan baru sekarang kita bertemu kembali, aku hanya ingin memastikan jika aku tidak membuat kesalahan," tutur pria yang memiliki wajah tegas itu. Aisya terkekeh kecil mendengar penjelasan pria yang sudah merenggut kesuciannya lima tahun yang lalu. Dahulu dia pernah begitu terpuruk karena pemuda yang tidak dia kenal menghancurkan masa depannya. Namun, setelah Aisya mengetahui jika dia sedang mengandung Rose, perasaan yang semula membenci dirinya sendir
Dred...Ponsel Aisya bergetar, dengan cepat Aisya membuka isi pesan yang ternyata dari sang ibu. Ibu| "Aisya, kamu ada dimana? Dokter mencari kamu!"Me| "Beberapa menit lagi Aisya sampai di rumah sakit, Bu." balas Aisya. "Maaf Tuan Nathan, saya harus segera pulang. Untuk kebimbangan anda lebih baik anda ingat lagi apa yang sebenarnya sudah terjadi. Karena saya sendiri pun ragu dan tak ingin terlalu percaya diri. Lebih baik dari mulai sekarang kita lupakan masa lalu itu dan anda juga tidak perlu merasa bersalah tentang kejadian yang kita sendiri tidak mengingatnya. Saya sudah memaafkan anda, jadi tolong hargai keputusan saya ini." "Tapi, Aisya. Apa boleh aku bertemu kamu lagi?" Aisya menggelengkan kepalanya, "Tidak! Cukup hari ini kita bertemu dan jangan pernah cari saya lagi." Perasaan kecewa yang di rasakan Jonathan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Justru Jonathan berfikir saat bertemu dengan wanita yang pernah dia hancurkan masa depannya Nathan mungkin akan mendapatkan tu
"Apa kamu sedang berpikir kotor tentang aku?" Nada Aisya meninggi di sertai sorot mata tajam saat mendengar ucapan Arion yang kembali membuatnya muak. Arion terkekeh kecil, "Jika bukan lalu untuk apa kamu di sini di ruangan tertutup dan ingin bertemu pria tua yang sudah jelas memiliki istri dan anak?" tekan Arion lagi. Aisya mendeham sambil memperbaiki postur tubuhnya agar tidak terlihat tegang di hadapan pemuda ini. "Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dengan Tuan Cemal. Memang urusannya dengan kamu apa!" "Pekerjaan memuaskan nafsunya?" Plak! "Tolong jaga ucapan kamu, Tuan!" Arion terkejut setengah mati saat mendapat tamparan keras dari Aisya yang secara mendadak. Namun, bukannya merasa kesal, justru Arion semakin tertarik pada wanita yang sebenarnya sudah dia incar ini. Aisya melotot saat sadar jika dia sudah berlebihan menampar wajah orang sembarangan. "Maaf, aku tidak bermaksud ingin menampar wajah kamu." Arion mengangkat wajahnya, "Tidak apa-apa, aku justru suka d
Kedatangan Arion membuat Aisya merasa ngeri, namun tawaran yang di sebut Arion memng menggiurkan apalagi saat ini Aisya sangat membutuhkan uang untuk pengobatan Rose. Namun, bagaimana dengan tawaran Tuan Cemal? "Aku tidak bisa! Cari orang lain saja!" tolak Aisya. Diam-diam Arion mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menatap Aisya dengan tatapan tajam. Namun, beberapa detik kemudian wajah Arion kembali berubah ramah. Arion menaruh cek senilai satu miliar di atas meja, "Aku serius, ini cek tanda kesepakatan jika kamu setuju menikah kontrak denganku!" ucap Arion. Aisya tak bisa menahan wajahnya untuk menoleh ke arah cek yang sudah Arion tandatangani. Kini pikiran Aisya berkecamuk bingung antara harus terima atau tidak. Namun, jika Aisya menolak tawaran Arion apa mungkin kesempatan seperti ini akan datang dua kali ke dalam hidupnya. "Apa aku bisa membuat perjanjian?" Arion mengukir seulas senyuman, "Tentu," sahutnya dengan cepat. Walaupun ragu tapi Aisya tetap harus mencobanya