Share

Tudingan Tetangga

Aisya segera menyeka sudut matanya yang hampir meneteskan butiran bening.

"Tidak sayang, Mami tidak menangis. Mami hari ini hanya lelah, tapi berkat kamu, Mami sudah tidak lelah lagi."

Sebisa mungkin Aisya harus terlihat tegar di hadapan Rose.

"Kalau begitu Rose cepat pergi ke kamar mandi lalu segera mandi, bukannya Rose harus pergi ke sekolah?" ucap Aisya lagi sambil mengelus rambut panjang Rose dengan lembut.

Rose tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Rose memang anak pintar, dia akan langsung nurut tanpa protes sama sekali.

Sementara Rose pergi ke kamar mandi, Aisya memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah terasa capek. Aisya segera mengambil tas kecilnya lalu berlalu menuju kamarnya.

"Apa aku sudah tua? Kenapa rasanya tubuhku mau rontok!" gerutu Aisya sambil memijat-mijat lengannya sendiri sambil membaringkan tubuh di atas ranjang empuk miliknya.

Baru saja beberapa detik Aisya memejamkan mata, tiba-tiba saja suara gaduh di luar rumah berhasil membangunkan Aisya yang hampir terlelap tidur. Karena penasaran, akhirnya Aisya pergi keluar rumah untuk memeriksa suara siapa yang sangat berisik di depan rumah.

Saat Aisya keluar rumah, betapa Aisya sangat terkejut saat melihat ibunya sedang beradu mulut dengan beberapa Ibu-ibu. Dugaan Aisya benar, ternyata asal suara yang sangat berisik itu adalah suara ibunya yang sedang berseteru dengan tetangga komplek yang sedang membeli sayuran di depan rumah.

"Astaga ibu, ada apa lagi ini!"

Aisya segera berlari menghampiri ibu Julia.

"Kamu memang pantas mendapatkan tamparan itu karena mulut kamu sangat lancang, Retno!"

Ibu Julia menunjuk wajah Bu Retno dengan nafas terengah-engah.

"Kurang ajar kamu Bu Julia! Kalo berani sini lawan saya lagi bukannya malah ngumpet di balik ketiak anak kamu yang murahan itu!" tunjuk Bu Retno pada Aisya dan ibu Julia.

Aisya tersenyum getir saat mendengar hinaan dari tetangganya itu. Bagaimana bisa dia berkata bahwa Aisya adalah wanita murahan? Apa pemikiran orang-orang selalu kotor terhadap Aisya?

"Jaga ucapan kamu, dasar ibu ibu kere! Bilang aja kamu sirik kan sama anak aku yang hidup mapan punya kerjaan, sedangkan anak kamu bisanya cuman rebahan sambil main handphone!" tukas ibu Julia dengan amarah masih memburu.

"Halah ngapain saya ngiri sama situ! Anak situ kan jual diri! Mendingan anak saya kemana mana, dia baik pendiam nggak macem-macem anaknya, yang penting anak saya nggak jual diri kaya anak situ!" jawab Bu Retno yang tak mau kalah dari ibu Julia.

"Jaga kata-kata kamu, breng.."

ucapan ibu julia tertahan karena Aisya memegang erat pundaknya sambil mengepal tangan Bu Julia dengan tangannya. Lalu Aisya maju satu langkah di depan ibu Julia.

"Sudah Bu, ibu tidak usah meladeni mereka lagi!" ucap Aisya.

"Tuh kan kamu bisa lihat sendiri! Bahkan anak kamu saja mengakui perbuatannya!" tuding Bu Retno sambil tersenyum renyah.

Mendengar ucapan ibu Retno membuat seluruh tubuh Aisya memanas. Dari tadi dia sudah menahan emosinya, namun ibu ibu rempong itu terus saja mengolok-olok Aisya tanpa melihat anaknya sendiri.

Aisya menyunggingkan sebelah bibirnya, "Dari mana ibu tahu saya wanita penjual diri? Apa ibu pernah melihat saya menggandeng laki-laki yang bukan mahram saya? Atau apa ibu pernah melihat saya berbicara dengan laki-laki asing secara bergantian?" Aisya menajamkan matanya saat bertanya pada ibu Retno.

"Ngapain kamu melotot sama saya? Kamu fikir saya takut hah? Cih, saya tidak takut sama kamu, apa lagi kamu hanya perempuan penghibur!" ucap Bu Retno dengan wajah sombong.

Ibu Julia mendengus kesal. "Jawab dulu pertanyaan anak ku, bukannya menjawab tapi kamu terus saja mengomel seperti petasan!"

Ibu Retno memutar kedua bola matanya dengan malas sambil melipatkan kedua tangannya kedalam dada.

"Yah jelas aku tahu kelakuan anak kamu itu dari Febri, anak ku pernah lihat si Aisya lagi ngobrol sama cowo bertato di club' malam di tengah kota itu!"

Aisya kembali tersenyum mendengar ucapan ibu Retno. "Anak ibu benar, saya memang berbicara dengan pria di depan counter saat dia memesan minuman. Karena saya memang bekerja di club' itu sebagai Hostess, atau penyaji minuman. Yang patut di pertanyakan di sini adalah anak ibu. Untuk apa dia malam malam berkeliaran di club' bahkan setiap malam, dengan laki-laki yang berbeda-beda setiap malamnya?" tanya Aisya dengan rahang mengeras.

Plaaaaak

Satu tamparan keras mendarat di pipi putih Aisya.

"Kurang ajar kamu pelacur! Berani kamu menuduh anakku seperti itu! Memangnya kamu siapa hah? Kamu yang menjadi pelacur, orang lain yang kamu tuduh!"

"Ibu yang harusnya jaga ucapan ibu! Saya tegaskan satu kali lagi pada kalian semua! Saya bukanlah wanita murahan atau pelacur seperti yang kalian tuduhkan pada saya. Saya memang bekerja di club' malam tetapi sebagai Hostess, tidak lebih. Untuk ucapan saya tadi, saya tidak menuduh anak ibu, saya berbicara apa adanya karena memang anak ibu setiap malam selalu datang ke club saya dengan beberapa pria asing! Sebaiknya, daripada ibu sibuk mengurusi hidup saya, ibu jaga saja anak gadis ibu dengan baik. Saya takut anak ibu malah salah jalan karena ibunya yang selalu menuduh orang lain sembarangan!"

Karena emosi yang tak bisa Aisya tahan lagi, akhirnya Aisya memecahkan unek-unek yang selama ini sangat ingin dia sampaikan pada seluruh warga. Tanpa memperdulikan orang di sekitarnya lagi, Aisya sukses membuat mulut ibu Retno terbungkam tak bersuara.

"Kamu .. berani kamu .."

"Apa? Apa yang mau kamu lakukan sama anak saya huh?"

Ibu Julia langsung menghadang ibu Retno di depannya.

"Ibu sama anak sama-sama nggak tahu diri!" umpat ibu Retno sambil memalingkan wajahnya.

Semua warga yang menyaksikan pertengkaran hebat antara ibu Julia Bu Retno dan Aisya, hanya bisa memandang mereka dengan wajah bingung sambil menerka-nerka ucapan ketiga orang di depannya itu. Mereka jelas tahu jika selama ini Aisya bekerja di club' malam, dan mereka selalu beranggapan jika Aisya bekerja sebagai wanita tidak benar. Namun, dengan ucapan Aisya barusan semua orang bisa berasumsi berbeda dan semoga saja mereka bisa menilai Aisya lebih positif lagi.

"Ada apa sih pagi-pagi udah ribut!" gerutu Febri yang baru saja bangun dari tidurnya. Namun, baru saja Febri mencium aroma bawang dari arah dapur, entah mengapa perutnya terasa mual hingga ingin muntah.

"Umm, bau apaan nih! Bau banget gila!" gerutu Febri sambil mencubit hidungnya dengan dua jarinya.

Hingga beberapa saat kemudian, Febri muntah-muntah dan berlari ke dalam kamar mandi.

Suara muntah-muntah Febri begitu jelas terdengar ke luar rumah. Karena kebetulan kamar Febri tepat berada di depan jalanan.

"Suara siapa itu?" bisik tetangga yang masih sibuk dengan asumsinya masing-masing.

"Wah jangan jangan bener lagi apa yang di ucapkan Aisya. Jangan-jangan Febri lagi bunting karena sering gonta-ganti pacar!"

"Kalo emang bener sih, nauudzubillah banget ya jeng. Saya sih amit-amit!" ucap ibu yang lainnya.

Bu Retno terdiam dengan wajah panik sambil menoleh ke arah kamar Febri. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar sangat kencang saat mendengar ucapan ibu ibu komplek. Jika benar ucapan Aisya benar, mau di taruh di mana wajah ibu Retno?

"Tidak mungkin! Anak saya tidak mungkin seperti itu. Itu cuman akal-akalan kamu aja kan Aisya, supaya orang menjelek-jelekkan saya terus akhirnya mereka simpati sama kamu yang jelas-jelas wanita rendahan!" tunjuk Bu Retno dengan wajah garang.

Plaaaak

Aisya menampar wajah Bu Retno dengan keras hingga meninggalkan bekas di wajahnya.

"Jaga ucapan ibu atau saya penjarakan ibu. Selama ini saya sudah cukup sabar menghadapi sikap ibu yang terus merendahkan saya! Tapi kali ini ucapan ibu benar-benar keterlaluan! Apa ibu tidak takut karma menimpa anak ibu karena ucapan ibu yang tajam setajam silet itu! Ingat satu hal ini, seburuk apapun saya, saya bukanlah wanita penjual diri!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status