"Baik, Dok. Saya akan segera mencari uang untuk pengobatan Rose. Tolong lakukan yang terbaik untuk menyembuhkan, Rose."
Aisya segera berdiri dan langsung keluar dari ruangan Dokter yang di susul ibu Julia.
"Aisya tunggu!"
Aisya langsung menghentikan langkahnya saat bahu Aisya di cekal ibu Julia.
"Ada apa, Bu?"
"Mau kemana kamu sekarang? Cari uang satu miliar itu bukan hal yang mudah, Aisya! Itu jumlah uang yang sangat fantastis!"
Aisya menghela nafasnya, "Aisya tahu, Bu. Tapi Aisya harus coba cari uang itu."
Ibu Julia mendelik, "Lebih baik kita beli rumah dan mobil jika punya uang sebanyak itu!" gerutu ibu Julia yang nyaris tidak terdengar suaranya.
Aisya mengerutkan keningnya, dia faham apa yang saat ini sedang di pikirkan oleh ibu Julia. Namun, ini masalah hidup dan mati Rose, putri satu-satunya yang dia miliki dan Aisya tidak ingin terjadi apa-apa pada Rose.
"Kalau begitu aku pamit pergi dulu. Ibu tolong jaga Rose sampai Aisya kembali ya, Bu."
Ibu Julia menghembuskan nafas kasar. "Memang siapa lagi yang akan menjaga dia kalau bukan aku!" jawabnya ketus.
Aisya berlalu pergi menuju tempat kerjanya untuk berbicara dengan Royce, manajer club sekaligus penanggung jawab club. Namun, sebelum pergi Aisya lebih dulu memberi pesan pada Royce.
"Royce, apa saat ini kamu ada di kantor? Ada hal yang ingin aku sampaikan."
"Datanglah aku sedang santai."
Setelah memastikan Royce ada di kantor, Aisya segera bergegas untuk menemui pria yang dominan seperti wanita itu.
Club' Sunrise Star
Tok!
Tok!
"Masuk."
Aisya membuka kenop pintu lalu masuk ke dalam ruangan Royce tanpa ragu.
Saat pintu terbuka suara erangan terdengar jelas yang membuat mata Aisya melotot tajam melihat pemandangan yang ada di hadapannya.
"Aw, sorry! Nanti aku balik lagi," ucap Aisya yang langsung memalingkan wajahnya.
Royce menghentikan aktivitasnya, "No, sekarang aja! kita udah selesai," ucap Royce dengan suara terengah-engah.
Aisya segera mengatur nafasnya dan bersikap tenang di hadapan Royce dan lawan mainnya.
"Ada apa Aisya kamu mendadak ingin bertemu?" tanya Royce Sambil mengibaskan lengannya pada pria di sampingnya.
Laki-laki itu keluar dengan wajah tak mengenakan.
"Royce, aku sedang butuh uang, anak ku Rose saat ini sedang ada di rumah sakit dia sedang menjalani pengobatan," ucap Aisya.
"Oh uang, berapa yang kamu butuhkan? Biar aku transfer sekarang."
Royce mengangkat ponsel miliknya sambil meneguk air putih.
"Satu miliar."
Uhuk!
Royce hampir tersedak air yang dia minum saat mendengar nominal yang di sebutkan Aisya.
"What? Are you serious! Satu miliar kamu bilang?"
Aisya mengangguk, "Rose harus di operasi dan butuh biaya satu miliar, Royce. Aku mohon tolong bantu aku kali ini, aku janji aku akan kerja lebih giat lagi bahkan aku siap kerja 24 jam untuk mengganti uang yang aku pinjam."
Royce menggelengkan kepalanya, "Sorry darling, aku kira cuman seratus atau dua ratus juta. Kalau satu miliar maaf aku nggak bisa bantu kamu, Aisya."
"Tapi Royce, cuman kamu yang bisa bantu aku! Kalau bukan kamu siapa lagi?"
"Itu nominal yang sangat besar, Aisya! Mana mungkin aku kasih itu sama kamu tanpa jaminan!" ucapnya ketus.
Aisya kembali menghela nafasnya. "Aku kira aku bukan orang asing di tempat ini. Ternyata aku salah, aku bantu kemajuan club ini dengan susah payah tapi bahkan kalian nggak bisa bantu kesusahan yang sedang aku alami saat ini."
"Maaf Aisya, kamu tahu sendiri prosedur yang ada di club' kita ini."
Aisya segera berdiri dan langsung pergi tanpa menoleh lagi.
"Kemana lagi aku harus cari uang sebanyak itu?" gumam Aisya sambil memejamkan matanya.
Aisya perlahan-lahan berjalan menyusuri lorong demi lorong club tempatnya bekerja hingga sampai di depan pintu utama. Wanita itu sekilas menoleh ke arah lain yang di sana sudah banyak wanita-wanita yang tengah bersiap untuk bekerja.
"Apa aku harus menemui madam Dara?" gumamnya.
"Hei, Aisya!"
Aisya terkejut saat Tesa menepuk bahunya.
"Ya ampun, Tesa," sapa Aisya sambil tersenyum tipis.
"Aisya, kamu lagi apa di sini? Ini masih siang, apa kamu ada kerja tambahan?" tanya Tesa.
Aisya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, "Nggak, ada urusan sedikit tapi sekarang sudah selesai," jawab Aisya.
"Kalau boleh tahu urusan apa?"
Aisya menatap Tesa dengan tatapan nyalang, Aisya ingin tak ingin melibatkan siapapun dalam urusannya.
"Hanya masalah kerjaan," jawab Aisya singkat.
Tesa menganggukkan kepalanya, "Tapi tadi kenapa kamu lihat mereka? Apa ada yang kamu kenal?"
Lagi, Tesa kembali bertanya pada Aisya yang berhasil membuat perasaannya tidak nyaman.
Aisya hanya menggelengkan kepalanya perlahan.
"Eh maaf, pasti kamu nggak nyaman ya?"
Aisya menghela nafasnya, "Nggak apa-apa kok, kalau gitu aku permisi pamit dulu," ucap Aisya sambil menepuk pundak Tesa.
Aisya kembali berjalan menyusuri jalanan yang sangat ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Namun, pikirannya hanya tertuju pada Rose yang saat ini ada di rumah sakit. Entah harus bagaimana lagi Aisya mencari uang satu miliar untuk Rose agar bisa di operasi.
"Tuhan, kenapa harus aku yang engkau pilih dalam cobaan ini. Kenapa bukan orang lain yang mampu saja Tuhan?"
Dalam kebisingan Aisya hanya bisa menjerit di dalam hatinya. Saat ini dia sangat ingin menangis sekencang-kencangnya sambil berteriak lepas. Tapi bahkan dalam kondisi seperti ini dia tidak bisa melakukan itu, tidak ada siapapun, tidak ada teman yang bisa menemani Aisya untuk menenangkannya.
Aisya berhenti di sebuah danau dengan view yang sangat menyejukkan. Di sini dia bisa menenangkan hati dan pikirannya yang terus bergulat memikirkan cara agar mendapatkan uang dengan cepat namun tidak terjerumus kedalam lembah hitam. Aisya duduk di bangku yang ada di sana, wanita itu menyandarkan kepalanya di pohon yang besar lalu perlahan-lahan menutup matanya sambil merasakan angin yang berhembus semakin kencang hingga tak sadar akhirnya dia terlelap tidur.
Derd!
Ponsel miliknya bergetar membuat Aisya terbangun dari tidurnya.
"Halo," ucap Aisya di balik telepon.
"Kamu di mana? Ibu seharian belum makan, Aisya! Bapak juga belum datang ke sini, apa kamu ingin membunuh ibumu hah?"
"Ya Tuhan."
Aisya terlonjak kaget lalu melihat jam yang melingkar di lengannya. Seketika mata Aisya melotot tajam saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 16.40.
"Maaf Bu, Aisya nggak sengaja ketiduran. Sekarang Aisya ke rumah sakit ya, Bu."
"Sengaja banget mau balas ibu kan kamu!"
"Nggak gitu Bu, ya sudah kalau begitu Aisya bawa makanan sekalian."
"Ya sudah jangan lama-lama!"
Ibu Julia mematikan sambungan telepon dengan nada ketus. Wajar saja jika ibu Julia marah, karena seharian ini Julia tidak bisa kemana-mana bahkan untuk makan pun dia belum sempat.
Aisya berdecak bodoh lalu segera berlari menuju rumah sakit dengan cepat. Tidak lupa sebelum ke rumah sakit Aisya membeli beberapa makanan untuk sang ibu yang pasti sudah cemberut.
Bruk!
Aisya berlari terlalu cepat hingga dia tidak memperhatikan jalan sekitarnya.
"Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja."
Laki-laki itu menatap Aisya dengan wajah bingung. Apa benar wanita yang ada di hadapannya adalah gadis lima tahun yang lalu?
"Apartemen Melati nomor 0119."
Aisya terkejut mendengar ucapan pria yang baru saja dia tabrak.
"Tidak mungkin! Apa dia pria di malam itu?"
Hai reader, jangan lupa support terus Author Pena HonneyDee dan baca buku pertama ini hingga selesai. ❤️
"Bu, maaf Aisya terlambat." Ibu Julia mendelik sambil mendengus kesal. "Kamu sengaja iya 'kan lakukan ini sama ibu? Apa kamu marah dan melampiaskan semuanya sama ibu karena anak kamu sakit!" sentak ibu Julia. "Bukan seperti itu, Bu. Aisya ketiduran, tadi Aisya capek sekali dan nggak sadar Aisya tidur," jelas Aisya. "Bisa-bisanya kamu tidur di saat anak kamu sedang dalam kondisi kritis!" Aisya menghela nafasnya, "Aisya juga harus istirahat sebentar, Bu. Aisya harus berpikir dan bekerja keras cari uang agar Rose bisa secepatnya di operasi!" tegas Aisya. Ibu Julia mendelik, "Kamu itu memang cuman pembawa sial di hidup ibu, tahu! Sudah punya anak tanpa suami sekarang Rose juga malah menambah masalah di hidup ibu!" Aisya memejamkan matanya mendengar setiap kata dari mulut sang ibu yang terdengar sangat menyayat hati. "Sebaiknya ibu makan dulu, bukannya tadi ibu bilang lapar, kan?" Aisya menyodorkan beberapa kantong pelastik yang berisi makanan kesukaan ibu Julia. Ibu Julia menata
Aisya segera mengejapkan matanya, "Tidak! Itu bukan solusi yang baik untukku dan Rose!" gumam Aisya dalam hati."Bagaimana? Berapa yang kamu butuhkan?" Lagi, Arion kembali bertanya."Maaf Tuan, jika anda terus bertanya seperti itu saya tidak mau melayani anda lagi. Namun, jika anda sopan dan lebih memilih meneguk minuman racikan ku, maka dengan senang hati aku akan melayani anda." Tidak terasa bibir Arion tersenyum tipis saat mendengar keteguhan Aisya yang terus menolaknya, dan semua penolakan itu semakin membangunkan gairah Arion untuk mengejar Aisya."Baiklah, berikan aku minuman lagi!" Arion menyodorkan gelasnya yang sudah kosong. Dengan senang hati Aisya kembali meracik minumannya dan langsung menuangkannya di gelas Arion. Sementara Arion terus menatap wajah Aisya tanpa berkedip mengagumi kecantikan wajah wanita di hadapannya ini. Pantas saja Tuan Cemal sangat mengagumi wanita ini, rupanya Aisya memang sulit untuk di taklukkan. "Kalian, kemari lah!" panggil Arion. "Iya, Tuan
"Apa yang sudah terjadi malam itu?" tanya pria yang belum Aisya ketahui namanya itu. "Mengapa anda bertanya seperti ini, Tuan?" "Karena saya sama sekali tidak mengingat apapun!" ucap pria itu dengan wajah sendu. Aisya menarik nafasnya pelan, "Kalau begitu berarti tidak terjadi apa-apa di antara kita, untuk apa anda khawatir?" Pria itu mendekat ke arah Aisya sambil menyodorkan sebuah liontin yang ternyata adalah miliknya yang hilang lima tahun yang lalu. "Aku menemukan ini di ranjang saat bangun. Aku sudah mencari mu selama lima tahun dan baru sekarang kita bertemu kembali, aku hanya ingin memastikan jika aku tidak membuat kesalahan," tutur pria yang memiliki wajah tegas itu. Aisya terkekeh kecil mendengar penjelasan pria yang sudah merenggut kesuciannya lima tahun yang lalu. Dahulu dia pernah begitu terpuruk karena pemuda yang tidak dia kenal menghancurkan masa depannya. Namun, setelah Aisya mengetahui jika dia sedang mengandung Rose, perasaan yang semula membenci dirinya sendir
Dred...Ponsel Aisya bergetar, dengan cepat Aisya membuka isi pesan yang ternyata dari sang ibu. Ibu| "Aisya, kamu ada dimana? Dokter mencari kamu!"Me| "Beberapa menit lagi Aisya sampai di rumah sakit, Bu." balas Aisya. "Maaf Tuan Nathan, saya harus segera pulang. Untuk kebimbangan anda lebih baik anda ingat lagi apa yang sebenarnya sudah terjadi. Karena saya sendiri pun ragu dan tak ingin terlalu percaya diri. Lebih baik dari mulai sekarang kita lupakan masa lalu itu dan anda juga tidak perlu merasa bersalah tentang kejadian yang kita sendiri tidak mengingatnya. Saya sudah memaafkan anda, jadi tolong hargai keputusan saya ini." "Tapi, Aisya. Apa boleh aku bertemu kamu lagi?" Aisya menggelengkan kepalanya, "Tidak! Cukup hari ini kita bertemu dan jangan pernah cari saya lagi." Perasaan kecewa yang di rasakan Jonathan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Justru Jonathan berfikir saat bertemu dengan wanita yang pernah dia hancurkan masa depannya Nathan mungkin akan mendapatkan tu
"Apa kamu sedang berpikir kotor tentang aku?" Nada Aisya meninggi di sertai sorot mata tajam saat mendengar ucapan Arion yang kembali membuatnya muak. Arion terkekeh kecil, "Jika bukan lalu untuk apa kamu di sini di ruangan tertutup dan ingin bertemu pria tua yang sudah jelas memiliki istri dan anak?" tekan Arion lagi. Aisya mendeham sambil memperbaiki postur tubuhnya agar tidak terlihat tegang di hadapan pemuda ini. "Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dengan Tuan Cemal. Memang urusannya dengan kamu apa!" "Pekerjaan memuaskan nafsunya?" Plak! "Tolong jaga ucapan kamu, Tuan!" Arion terkejut setengah mati saat mendapat tamparan keras dari Aisya yang secara mendadak. Namun, bukannya merasa kesal, justru Arion semakin tertarik pada wanita yang sebenarnya sudah dia incar ini. Aisya melotot saat sadar jika dia sudah berlebihan menampar wajah orang sembarangan. "Maaf, aku tidak bermaksud ingin menampar wajah kamu." Arion mengangkat wajahnya, "Tidak apa-apa, aku justru suka d
Kedatangan Arion membuat Aisya merasa ngeri, namun tawaran yang di sebut Arion memng menggiurkan apalagi saat ini Aisya sangat membutuhkan uang untuk pengobatan Rose. Namun, bagaimana dengan tawaran Tuan Cemal? "Aku tidak bisa! Cari orang lain saja!" tolak Aisya. Diam-diam Arion mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menatap Aisya dengan tatapan tajam. Namun, beberapa detik kemudian wajah Arion kembali berubah ramah. Arion menaruh cek senilai satu miliar di atas meja, "Aku serius, ini cek tanda kesepakatan jika kamu setuju menikah kontrak denganku!" ucap Arion. Aisya tak bisa menahan wajahnya untuk menoleh ke arah cek yang sudah Arion tandatangani. Kini pikiran Aisya berkecamuk bingung antara harus terima atau tidak. Namun, jika Aisya menolak tawaran Arion apa mungkin kesempatan seperti ini akan datang dua kali ke dalam hidupnya. "Apa aku bisa membuat perjanjian?" Arion mengukir seulas senyuman, "Tentu," sahutnya dengan cepat. Walaupun ragu tapi Aisya tetap harus mencobanya
"Maksud kamu apa?" "Sudah ku katakan dengan jelas, tidak denganmu maka tidak dengan yang lain!" "Kenapa harus aku?" "Karena kamu harus menjadi milikku, hanya milikku!" Jantung Aisya berdegup kencang mendengar ucapan Arion. Pemuda ini baru saja dua kali bertemu dengannya, namun kenapa Arion sepertinya sudah mengenal Aisya begitu lama? Apa sebenarnya tujuan Arion, jika dia butuh seorang wanita untuk menjadi istri pura-pura nya, bukankah terlalu berlebihan jika Arion mengatakan hal itu pada Aisya? "Kalau begitu akan aku pikirkan tawaran kamu ini," ucap Aisya. Ucapan Aisya sangat meragukan, jika cara ini gagal terpaksa Arion harus menjalankan rencananya yang sudah dia susun. "Baiklah aku tidak akan memaksa lagi. Maaf jika ucapan ku tadi membuat mu bingung." Arion mengambil sapu tangan miliknya dari dalam saku lalu mendekat ke arah Aisya. "Tidak usah buru-buru, makanlah sampai kenyang," ucap pemuda itu sambil mengelap bibir Aisya dengan saputangannya. Degh! Kali ini jantung Aisya
"Aisya, apa benar Rose akan di operasi hari ini?" tanya ibu Julia. Aisya mengangguk dengan wajah tegang. "Iya, Bu. Dokter sudah ada di ruang operasi bersama Rose, tolong doakan Rose agar dia selamat dan cepat pulih ya,Bu," pinta Aisya. "Dari mana kamu dapat uang satu miliar untuk pengobatan, Rose?" Wajah Aisya seketika berubah drastis, pandangannya terhadap ibu kandungnya sendiri berubah datar. "Apa hanya uang yang ada di pikiran ibu? Apa ibu tidak khawatir dengan keadaan Rose, atau bagaimana rasa sakit yang Rose rasa?" Ibu Julia mendelik sambil berdecak, "Apa kamu sudah lupa? Biaya operasi Rose tidaklah sedikit, miliaran Aisya, satu miliar!" sentak ibu Julia. "Lantas mengapa Bu? Bahkan jika lebih dari itu atau nyawa Aisya sekali pun Aisya sanggup memberikannya pada Rose!" "Jadi kamu sudah dapat uangnya? Kenapa kamu nggak kasih tahu ibu?" Hanya uang dan uang yang ada di pikiran ibu Julia, bahkan saat Aisya mendapatkan uangnya dia juga harus melapor pada ibu Julia, untuk apa? B