"Bu, maaf Aisya terlambat."
Ibu Julia mendelik sambil mendengus kesal.
"Kamu sengaja iya 'kan lakukan ini sama ibu? Apa kamu marah dan melampiaskan semuanya sama ibu karena anak kamu sakit!" sentak ibu Julia."Bukan seperti itu, Bu. Aisya ketiduran, tadi Aisya capek sekali dan nggak sadar Aisya tidur," jelas Aisya.
"Bisa-bisanya kamu tidur di saat anak kamu sedang dalam kondisi kritis!"
Aisya menghela nafasnya, "Aisya juga harus istirahat sebentar, Bu. Aisya harus berpikir dan bekerja keras cari uang agar Rose bisa secepatnya di operasi!" tegas Aisya.
Ibu Julia mendelik, "Kamu itu memang cuman pembawa sial di hidup ibu, tahu! Sudah punya anak tanpa suami sekarang Rose juga malah menambah masalah di hidup ibu!"
Aisya memejamkan matanya mendengar setiap kata dari mulut sang ibu yang terdengar sangat menyayat hati.
"Sebaiknya ibu makan dulu, bukannya tadi ibu bilang lapar, kan?"
Aisya menyodorkan beberapa kantong pelastik yang berisi makanan kesukaan ibu Julia.
Ibu Julia menatap jinjingan Aisya dengan wajah ketus lalu merebut kantong pelastik itu dengan cukup kasar dari tangan Aisya."Bukannya dari tadi!"
Aisya kembali menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Kalau gitu Aisya mau ke kamar Rose dulu ya, Bu. Aisya mau lihat keadaan Rose," ucap Aisya.
"Nggak perlu! Sebaiknya kamu berangkat ke tempat kerja sekarang aja! Ingat, kamu harus mendapatkan uang yang lebih banyak lagi! Ibu juga perlu uang satu miliar!"
"Satu miliar, Bu? Untuk apa?"
"Kenapa? Keberatan kalau ibu minta uang sebanyak itu! Rose dan ibu apa bedanya untuk kamu?" sentak ibu Julia.
"Tapi uang sebanyak itu ibu untuk apa?"
"Ibu mau beli mobil dan rumah baru! Rumah yang saat ini kita tempati sangat sempit dan engap! Pokoknya ibu juga mau uang satu miliar titik!"
"Uang untuk Rose operasi saja Aisya belum dapat, Bu! Bagaimana Aisya dapat uang dua miliar dalam waktu cepat?"
Ibu Julia melempar makanannya ke atas lantai dengan kasar, "Itu urusan kamu! Ibu yakin kamu pasti bisa dapat uang itu bagaimana pun caranya!"
Aisya mengerutkan keningnya, "Maksud ibu apa?" tanya Aisya heran.
"Ibu tahu kamu adalah wanita favorit di club' itu, mustahil jika mereka tidak memberikan kamu uang! Turuti kemauan mereka dan minta bayaran tinggi! Dengan begitu kamu punya uang untuk operasi Rose dan untuk beli rumah ibu!"
"Maksud ibu aku harus jual diri, begitu?"
Ibu Julia tersenyum remeh, "Kamu bisa berhubungan dengan orang asing hingga mengandung tanpa minta bayaran, lalu apa salahnya kali ini kamu minta bayaran pada laki-laki yang suka sama kamu!" ucap ibu Julia.
Aisya menggelengkan kepalanya, "Bu, ucapan ibu kali ini sangat keterlaluan! Bukan seperti ini cara yang Aisya mau, Bu!"
"Lalu cara apa yang kamu mau hah? Apa kamu bisa mendapatkan uang satu miliar dalam satu hari untuk operasi Rose! Kalau begitu sekalian saja tidak usah mengoperasi Rose!"
Aisya semakin kesal dengan ucapan sang ibu. Tidak di sangka orang tua yang sudah membesarkan nya selama ini tega menyuruh anaknya sendiri menjual diri demi uang.
"Cukup Bu! Aku akan cari uang nya, tolong jaga Rose!"
Tak ingin terus berdebat dengan sang ibu, Aisya memilih untuk pergi bekerja daripada keadaan semakin panas.
"Bagus, memang seharusnya kamu cari uang itu dengan cepat!"
Aisya tak menghiraukan ucapan ibu Julia kali ini, sebenarnya dia selalu berpura-pura tuli saat mendengar ucapan buruk dari sang ibu. Namun, ucapannya yang tadi sangat menggores hati Aisya, semoga saja ada keajaiban yang tidak terduga datang menghampiri Aisya.
Club' Sunrise Star
"Hai."
Chaterine mengerutkan keningnya melihat temannya datang masih siang.
"Hai, Aisya. Tumben sekali kamu datang jam segini, ada apa?" tanya Chaterine.
"Hanya ingin bekerja," jawab Aisya singkat sambil tersenyum tipis.
Chaterine semakin heran dengan tingkah temannya itu.
"Kamu baik-baik saja kan?"
Aisya mengangguk, "Aku baik, hanya Rose yang sedang sakit."
"Rose? Sakit apa?"
"Akan aku jelaskan nanti, kamu boleh istirahat sekarang, Chaterine."
Chaterine tersenyum, "Kamu memang teman yang baik, terima kasih sudah datang lebih siang padahal kamu juga pasti masih capek," ucap Chaterine sambil merangkul pundak Aisya.
"Sudah jangan lebay, ada pelanggan datang!"
"Baiklah, aku akan istirahat tiga puluh menit. Aku akan kembali, oke!"
Chaterine segera melepaskan pelukannya dan langsung berlari ke belakang untuk istirahat.
Aisya terdiam sejenak sambil memperhatikan keadaan di sekelilingnya yang terdengar sangat bising dan ramai. Mereka berjoget tanpa beban, berteriak sambil tertawa lepas. Namun, selama ini Aisya tidak pernah melakukan hal itu. Hidup Aisya selalu tertekan oleh ibu kandungnya sendiri, bahkan sekarang ibu Julia menambah beban pikiran Aisya padahal Aisya belum mendapat uang untuk pengobatan Rose.
"Tolong tuangkan satu minuman terenak yang ada di tempat ini."
Suara bariton seseorang mengalihkan lamunan Aisya yang masih memikirkan keadaan anaknya yang kini sedang terbaring di rumah sakit.
Aisya mengambil dua botol minuman andalan yang selalu dia racik dengan tangannya sendiri lalu menuangkan minuman tersebut pada pelanggan yang terlihat asing baginya.
"Silakan Tuan, ini adalah Cognac yang telah saya racik dengan beberapa minuman rahasia dan sedikit ginseng," tutur Aisya sambil menyodorkan minumannya pada pelanggan.
Tanpa menunggu lama pria tersebut langsung meneguk minumannya hanya dengan satu kali tegukan.
"Lumayan!" ucap pria itu dengan suara pelan.
Aisya menoleh pria itu sekilas lalu kembali memalingkan pandangannya dengan wajah malas. Pelanggan seperti ini biasanya sering membuat onar jika tidak suka dengan minuman yang baru dia minum.
"Namaku Arion," Pemuda itu memberitahu namanya pada Aisya padahal Aisya tidak menanyainya sama sekali.
Aisya hanya tersenyum simpul sambil terus melayani pelanggan yang minta disajikan minuman.
"Luar biasa."
Arion terus menatap wajah Aisya dengan tatapan dalam hingga Aisya merasa risih di buatnya.
Aisya mendeham, "Mau ku tuangkan minuman lagi, Tuan?" tanya Aisya dengan wajah datar untuk mengalihkan pandangan pemuda itu.
"Tuangkan lagi, tapi beritahu namamu padaku!"
Aisya segera menuangkan minuman lagi pada Arion.
"Namaku Aisya, setelah ini aku harap kamu menjaga pandangan kamu untuk tidak memandang wajahku seperti tadi, aku risih," ucap Aisya tanpa basa-basi.
Arion tersenyum lebar mendengar ucapan Aisya. Baru kali ini dia diabaikan oleh seorang wanita, apalagi dia adalah wanita yang terlihat dewasa.
"Tempat ini sangat di rekomendasikan oleh Tuan Cemal. Dia bilang tempat ini adalah tempat bagus bahkan pegawainya ramah dan berkualitas. Namun, sepertinya Tuan Cemal keliru tentang pegawainya yang selalu bersikap ramah. Malam ini jelas aku dilayani oleh wanita yang sangat ketus dan sombong!" tegas Arion.
Aisya tak peduli dengan ucapan Arion, gadis itu sama sekali tidak terpengaruh dengan perkataan pemuda di hadapannya, jika saja dia ingin mengadu pada Tuan Cemal karena sikapnya yang ketus, maka itu bukan masalah untuk Aisya, karena beginilah sikap Aisya terhadap pelanggan.
"Bahkan kamu tidak mendengar ucapan ku barusan!"
Aisya menghela nafasnya, "Maaf Tuan, tugas saya hanya meracik dan menyajikan minuman di tempat ini. Jika Anda keberatan dengan sikap saya, Anda bisa mengeluh pada manager di tempat ini! Namun, jika Anda tetap terus mengoceh dan mengeluh tentang saya, sebaiknya Anda tinggalkan club' kami! Kehilangan pelanggan seperti Anda tidak akan membuat club' ini bangkrut!"
"Kamu wanita aneh! Apa kamu tidak tahu siapa aku?"
"Memang kamu siapa? Apa kamu adalah anak seorang presiden, atau walikota? Oh, atau Anda anak seorang pejabat yang berpengaruh di kota ini, bukan? Lantas Anda ingin saya bersikap ramah karena jika tidak maka tempat ini akan di hancurkan dan hidup saya tidak akan tenang! Itu kan yang ingin anda katakan?" oceh Aisya. "Perlu anda ketahui Tuan muda Arion, ancaman seperti itu bukan hanya saya dengar dari satu orang saja, saya sudah banyak mendengar ancaman seperti itu dari beberapa orang yang hanya ingin melecehkan saya, maka dari itu semua ancaman anda tidak akan mempan kepada saya!" sambung Aisya sambil menaruh gelas Arion dengan kasar.
Mendengar hal itu Arion tidak marah, justru pemuda itu semakin melebarkan senyumannya. Tidak di sangka malam ini dia akan terpana oleh wanita dewasa seperti Aisya. Ternyata benar apa kata Tuan Cemal, penyaji minuman yang satu ini berbeda dari yang lainnya.
"Berapa yang kamu mau?"
Arion kembali memancing Aisya dengan tawaran uang."Maksud kamu apa?" tanya Aisya acuh.
Arion meringis, "Aku yakin kamu tidak polos, berapa yang kamu inginkan agar aku bisa bermalam denganmu malam ini?"
Aisya menghela nafas kasar, kali ini sudah cukup habis kesabaran Aisya di buat oleh pemuda ini. Saat ini Aisya memang sedang membutuhkan banyak uang, tapi jika harus menjual tubuhnya untuk pengobatan Rose apa mungkin pengobatannya akan berjalan lancar?
"Bagaimana? Berapa yang kamu butuhkan?"
Aisya segera mengejapkan matanya, "Tidak! Itu bukan solusi yang baik untukku dan Rose!" gumam Aisya dalam hati."Bagaimana? Berapa yang kamu butuhkan?" Lagi, Arion kembali bertanya."Maaf Tuan, jika anda terus bertanya seperti itu saya tidak mau melayani anda lagi. Namun, jika anda sopan dan lebih memilih meneguk minuman racikan ku, maka dengan senang hati aku akan melayani anda." Tidak terasa bibir Arion tersenyum tipis saat mendengar keteguhan Aisya yang terus menolaknya, dan semua penolakan itu semakin membangunkan gairah Arion untuk mengejar Aisya."Baiklah, berikan aku minuman lagi!" Arion menyodorkan gelasnya yang sudah kosong. Dengan senang hati Aisya kembali meracik minumannya dan langsung menuangkannya di gelas Arion. Sementara Arion terus menatap wajah Aisya tanpa berkedip mengagumi kecantikan wajah wanita di hadapannya ini. Pantas saja Tuan Cemal sangat mengagumi wanita ini, rupanya Aisya memang sulit untuk di taklukkan. "Kalian, kemari lah!" panggil Arion. "Iya, Tuan
"Apa yang sudah terjadi malam itu?" tanya pria yang belum Aisya ketahui namanya itu. "Mengapa anda bertanya seperti ini, Tuan?" "Karena saya sama sekali tidak mengingat apapun!" ucap pria itu dengan wajah sendu. Aisya menarik nafasnya pelan, "Kalau begitu berarti tidak terjadi apa-apa di antara kita, untuk apa anda khawatir?" Pria itu mendekat ke arah Aisya sambil menyodorkan sebuah liontin yang ternyata adalah miliknya yang hilang lima tahun yang lalu. "Aku menemukan ini di ranjang saat bangun. Aku sudah mencari mu selama lima tahun dan baru sekarang kita bertemu kembali, aku hanya ingin memastikan jika aku tidak membuat kesalahan," tutur pria yang memiliki wajah tegas itu. Aisya terkekeh kecil mendengar penjelasan pria yang sudah merenggut kesuciannya lima tahun yang lalu. Dahulu dia pernah begitu terpuruk karena pemuda yang tidak dia kenal menghancurkan masa depannya. Namun, setelah Aisya mengetahui jika dia sedang mengandung Rose, perasaan yang semula membenci dirinya sendir
Dred...Ponsel Aisya bergetar, dengan cepat Aisya membuka isi pesan yang ternyata dari sang ibu. Ibu| "Aisya, kamu ada dimana? Dokter mencari kamu!"Me| "Beberapa menit lagi Aisya sampai di rumah sakit, Bu." balas Aisya. "Maaf Tuan Nathan, saya harus segera pulang. Untuk kebimbangan anda lebih baik anda ingat lagi apa yang sebenarnya sudah terjadi. Karena saya sendiri pun ragu dan tak ingin terlalu percaya diri. Lebih baik dari mulai sekarang kita lupakan masa lalu itu dan anda juga tidak perlu merasa bersalah tentang kejadian yang kita sendiri tidak mengingatnya. Saya sudah memaafkan anda, jadi tolong hargai keputusan saya ini." "Tapi, Aisya. Apa boleh aku bertemu kamu lagi?" Aisya menggelengkan kepalanya, "Tidak! Cukup hari ini kita bertemu dan jangan pernah cari saya lagi." Perasaan kecewa yang di rasakan Jonathan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Justru Jonathan berfikir saat bertemu dengan wanita yang pernah dia hancurkan masa depannya Nathan mungkin akan mendapatkan tu
"Apa kamu sedang berpikir kotor tentang aku?" Nada Aisya meninggi di sertai sorot mata tajam saat mendengar ucapan Arion yang kembali membuatnya muak. Arion terkekeh kecil, "Jika bukan lalu untuk apa kamu di sini di ruangan tertutup dan ingin bertemu pria tua yang sudah jelas memiliki istri dan anak?" tekan Arion lagi. Aisya mendeham sambil memperbaiki postur tubuhnya agar tidak terlihat tegang di hadapan pemuda ini. "Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dengan Tuan Cemal. Memang urusannya dengan kamu apa!" "Pekerjaan memuaskan nafsunya?" Plak! "Tolong jaga ucapan kamu, Tuan!" Arion terkejut setengah mati saat mendapat tamparan keras dari Aisya yang secara mendadak. Namun, bukannya merasa kesal, justru Arion semakin tertarik pada wanita yang sebenarnya sudah dia incar ini. Aisya melotot saat sadar jika dia sudah berlebihan menampar wajah orang sembarangan. "Maaf, aku tidak bermaksud ingin menampar wajah kamu." Arion mengangkat wajahnya, "Tidak apa-apa, aku justru suka d
Kedatangan Arion membuat Aisya merasa ngeri, namun tawaran yang di sebut Arion memng menggiurkan apalagi saat ini Aisya sangat membutuhkan uang untuk pengobatan Rose. Namun, bagaimana dengan tawaran Tuan Cemal? "Aku tidak bisa! Cari orang lain saja!" tolak Aisya. Diam-diam Arion mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menatap Aisya dengan tatapan tajam. Namun, beberapa detik kemudian wajah Arion kembali berubah ramah. Arion menaruh cek senilai satu miliar di atas meja, "Aku serius, ini cek tanda kesepakatan jika kamu setuju menikah kontrak denganku!" ucap Arion. Aisya tak bisa menahan wajahnya untuk menoleh ke arah cek yang sudah Arion tandatangani. Kini pikiran Aisya berkecamuk bingung antara harus terima atau tidak. Namun, jika Aisya menolak tawaran Arion apa mungkin kesempatan seperti ini akan datang dua kali ke dalam hidupnya. "Apa aku bisa membuat perjanjian?" Arion mengukir seulas senyuman, "Tentu," sahutnya dengan cepat. Walaupun ragu tapi Aisya tetap harus mencobanya
"Maksud kamu apa?" "Sudah ku katakan dengan jelas, tidak denganmu maka tidak dengan yang lain!" "Kenapa harus aku?" "Karena kamu harus menjadi milikku, hanya milikku!" Jantung Aisya berdegup kencang mendengar ucapan Arion. Pemuda ini baru saja dua kali bertemu dengannya, namun kenapa Arion sepertinya sudah mengenal Aisya begitu lama? Apa sebenarnya tujuan Arion, jika dia butuh seorang wanita untuk menjadi istri pura-pura nya, bukankah terlalu berlebihan jika Arion mengatakan hal itu pada Aisya? "Kalau begitu akan aku pikirkan tawaran kamu ini," ucap Aisya. Ucapan Aisya sangat meragukan, jika cara ini gagal terpaksa Arion harus menjalankan rencananya yang sudah dia susun. "Baiklah aku tidak akan memaksa lagi. Maaf jika ucapan ku tadi membuat mu bingung." Arion mengambil sapu tangan miliknya dari dalam saku lalu mendekat ke arah Aisya. "Tidak usah buru-buru, makanlah sampai kenyang," ucap pemuda itu sambil mengelap bibir Aisya dengan saputangannya. Degh! Kali ini jantung Aisya
"Aisya, apa benar Rose akan di operasi hari ini?" tanya ibu Julia. Aisya mengangguk dengan wajah tegang. "Iya, Bu. Dokter sudah ada di ruang operasi bersama Rose, tolong doakan Rose agar dia selamat dan cepat pulih ya,Bu," pinta Aisya. "Dari mana kamu dapat uang satu miliar untuk pengobatan, Rose?" Wajah Aisya seketika berubah drastis, pandangannya terhadap ibu kandungnya sendiri berubah datar. "Apa hanya uang yang ada di pikiran ibu? Apa ibu tidak khawatir dengan keadaan Rose, atau bagaimana rasa sakit yang Rose rasa?" Ibu Julia mendelik sambil berdecak, "Apa kamu sudah lupa? Biaya operasi Rose tidaklah sedikit, miliaran Aisya, satu miliar!" sentak ibu Julia. "Lantas mengapa Bu? Bahkan jika lebih dari itu atau nyawa Aisya sekali pun Aisya sanggup memberikannya pada Rose!" "Jadi kamu sudah dapat uangnya? Kenapa kamu nggak kasih tahu ibu?" Hanya uang dan uang yang ada di pikiran ibu Julia, bahkan saat Aisya mendapatkan uangnya dia juga harus melapor pada ibu Julia, untuk apa? B
"Calon suami?" tanya ibu Julia sambil menoleh pada Aisya. Pak Bayu juga ikut berdiri menghampiri laki-laki yang mengaku sebagai calon suami anaknya itu. "Apa yang kamu katakan tadi? kamu calon suami, Aisya?" tanya Pak Bayu lagi untuk memastikan jika pendengarannya tidak salah. Arion mengangguk tanpa ragu, "Benar, aku adalah calon suami Aisya, putri kalian!" tegas Arion. Mendengar ucapan Arion, ibu Julia terkejut setengah mati. Bagaimana bisa Aisya punya calon suami padahal Aisya hanya pekerja hostess. Apa mungkin ini semua lelucon? "Jangan sembarangan kamu! Tidak mungkin Aisya mempunyai calon suami, selama ini saja dia tidak mau pacaran apalagi menikah!" Diam-diam Aisya mengukir senyuman pahit di wajahnya. Apakah Aisya juga tidak layak mendapatkan suami sampai-sampai ibu Julia harus berkata seperti itu. Arion mendekat ke arah Aisya lalu memegang lengannya dengan erat. "Dia memang calon istriku, dan kami akan menikah besok!" tegas Arion lagi. Mata ibu Julia melotot tajam, "Meni