Laluna sengaja membiarkan dirinya disiksa, dengan cara seperti itu maka tubuhnya akan penuh luka dan tidak akan laku untuk di jual kepada pria hidung belang, siasatnya ini juga menjadi awal untuk mengumpulkan bukti tentang perdagangan manusia di Kastil ini. Selama di tempat ini mereka memang tidak di perbolehkan menggunakan barang elektronik seperti telepon genggam atau handphone bahkan surat-menyurat juga di batasi. Dengan cara ini juga dia bisa meminta kepada mereka untuk bisa berbicara dengan Pak Ramonta.
Wanita itu berjalan dengan sangat geram menghampiri Laluna, pengawal itu membuat Laluna berlutut. Wanita ini menjambak rambut Laluna hingga merah kulit kepalanya.
"Tolol!! Kamu ingin kabur ha? Dasar Gadis bodoh, kamu ingin membuatku menyiksamu seperti orang-orang di ruang bawah tanah?" umpatan wanita itu membuat Laluna tertawa.
"Hahahahha..." Laluna tertawa di depan wanita yang akan dijual itu.
Semua pengawal yang melihat hal itu memukuli dan menampar wajah Laluna sampai mengeluarkan darah segar dari ujung bibir dan ujung matanya.
Semua wanita yang melihatnya meneteskan air mata, mereka berteriak.
"Aww, cukup jangan siksa dia lagi!!" Sania berteriak karena tidak tahan.
"Diam!!" Wanita itu berteriak dengan mata melotot kearah Sania.
Sania terdiam dengan gemetar.
Laluna masih tertawa, dia tidak melawan sama sekali padahal tangannya sudah kembali di ikat lagi.
"Hahahhaha, yang Tolol itu kamu!! Silahkan siksa aku sesuka hatimu. Bunuh aku juga boleh, buat banyak goresan di tubuhku sebanyak yang kamu mau! Itu bukan kerugian besar buatku! Tapi sebelum itu hubungkan aku dengan pak Ramonta di Indonesia ada yang ingin aku bicarakan denganya!" Laluna menatap wanita itu dengan bengis.
"Kamu hanya gadis kecil, berani sekali melawanku? Kamu ini siapa ha? Orang kaya? Investor?Minta di hubungkan dengan Konglomerat seperti Pak Ramonta. Kamu pikir aku akan menuruti perkataanmu?"
Wanita itu mengernyitkan dahi dengan tatapan mengejek.
Tiba-tiba handphonenya berdering.
"Kring,Kring,Kring"
"Wah, wah, wah. Kamu bisa seberuntung ini. Pak Ramonta menelponku."
Wanita itu mengangkat telponnya.
"Halo, apa kabar pak Ramonta?"
"Ada yang harus kuberitahukan kepadamu."
Laluna mendapatkan pelanggan pertama dan disediakan satu buah bilik kamar. Laluna sedikit berkeringat, dalam hatinya dia meyakinkan diri bahwa ini adalah sebuah peran. Pria itu tidak terlalu tua ataupun terlalu muda tapi Laluna masih berusia sangat muda, menurutnya ini sangat tidak adil jika di usianya harus kehilangan kesucianya.Pria itu memandangnya dengan tatapan sangat menjijikkan. Laluna mencoba tidak ketakutan dan sedikit bernegosiasi. Inilah salah satu keahliannya."Bisakah aku berkenalan denganmu?" Laluna memulai pembicaraan dengan pria itu."Ternyata kamu cukup ramah untuk melay
Laluna kembali ke ruang rias. Dia menemukan Sania mendapatkan serangan lidi seperti yang dia terima. Laluna membiarkan itu terjadi karena hal itulah yang membuatnya selamat. Sania seperti baru saja dianiyaya oleh pelanggan wajahnya membiru dan badannya luka berat masih di tambah serangan lidi itu.Beberapa menit kemudian serangan itu di hentikan. Kedua tangan Sania di lepaskan, kali ini Sania tidak menangis dia hanya merintih dan menahan sakit. Laluna mengambil bubuk obat dan di siramkan ke tubuh Sania. Barulah rasa sakit akibat sayatan dan pukulan itu memaksa peluhnya untuk jatuh, perlahan memakai celana kain dan kaosnya lalu duduk disamping Laluna."Apakah kamu berhasil?" tanya Laluna yang juga masih merasaka
"Kalian berdua sudah datang. Duduklah!" Pak kepala itu duduk berhadapan dengan mereka."Benarkah kamu Rula dan Tasya?" tanya Pak Kepala itu."Iya aku Rula dan dia Tasya" jawab Laluna singkat."Kenapa kalian berdua menggunakan topeng?"Tanya Pak Kepala itu."Karena kami banyak menyimpan luka, aku takut akan terasa menjijikkan ketika melihat luka yang ada di wajah kita berdua." jelas Laluna yang sudah mempersiapkan jawaban itu sejak dalam perjalanan tadi."Hemm, aku juga dengar dari Lati. Dia bilang kalian melukai diri kalian sendiri demi berganti profesi menjadi pencuri. Apakah itu benar?" tambah Pak Kepala itu yang mulai sedikit penasaran.Laluna sangat mahir untuk bersikap tenang. Dia sama sekali tidak terlihat bingung ataupun gugup ketika menjawab pertanyaan."Kami sebenarnya tidak pandai melayani pria, bahkan kami berdua kadang sulit bersikap ramah. Karena banyak
Laluna yang terkejut membuat dia memandang Sania lagi dan memberi kode untuk berbuat sesuatu.Mereka berdua tiba-tiba berdiri dan memandang Albi yang juga ikut berdiri, mereka berdua mendorongnya perlahan ke dinding lalu menahannya berdiri dengan dihalangi tubuh Laluna dan Sania."Ap-apa yang akan kalian lak-lakukan?" Albi terlihat sangat ketakutan."Apa yang kamu dengar barusan?"tanya Sania menatap intens mata Albi."Ti-ti-tidak ada, aku tidak mendengar apa-apa, aku hany
"Sya ... Sepertinya kita akan tidur nyenyak kali ini." Laluna bersandar di pintu sambil memandang Sania."Iya La, aku tidak menyangka. Ternyata kastil itu memang tempat penyiksaan, buktinya saja pencuri bisa hidup enak disini. Ayo masuk! Kita harus mandi." kata Sania sambil masuk ke kamar itu dan mencoba empukknya ranjang di depan matanya."Tapi kita selamanya tidak bisa di tempat ini. Setelah dua minggu ini hidup kita akan berpindah-pindah dan menggunakan kaki kita untuk berlari sampai kita bisa pulang." jelas Laluna yang akhirnya berbaring di atas ranjang."Aku tahu, kita akan mulai mencari j
Dua minggu telah berlalu, Laluna dan Sania benar-benar menjadi pencuri terbaik di angkatan itu. Segala yang diajarkan telah mereka kuasai dengan cepat. Pak Kepala juga sangat mengakui hal itu, hari kebebasan mereka ada di depan mata sekarang karena mereka sudah dipercaya untuk keluar dari gedung putih.Mereka berdandan menjadi wanita cantik saat di luar walaupun Laluna sedikit tomboy sekarang dan selalu menggunakan cadar yang berbeda bahkan topeng yang berbeda di setiap aksi dan kesempatan. Mereka selalu bermain cantik setiap menjalankan aksinya, disisi lain mereka berdua malah banyak menolong orang-orang yang kelaparan dan orang-orang miskin.Setelah tiga tahun berlalu mereka berdua berhasil menjadi penc
Sudah tiga bulan sama sekali tidak ada surat untuk para orang tua dari mereka yang dikirim menjadi pekerja di Nepal termasuk orang tua Laluna yang selalu berdoa untuk keselamatan anaknya itu."Ayah, bagaimana kabar dari anak kita? Haruskah kita bertanya kepada pak Ramonta?Aku benar-benar cemas, sudah tiga bulan tidak ada surat ataupun kabar sama sekali. Setiap bulan hanya uang yang mengalir, tapi jika anak kita terjadi sesuatu aku juga tidak akan memaafkan diriku sendiri." keluh Ibu Laluna yang terus meneteskan air mata.Ayah Laluna memeluk istrinya itu."Sabar sayang, aku yakin anak kita baik-baik saja. Dia gadis yang tangguh, wa
Pria itu ternyata adalah salah seorang tentara yang dikirim Indonesia untuk menyelidiki perdagangan manusia di Nepal. Namanya adalah Dirga.Setelah kembali dia buru-buru melihat Foto-foto yang yang di temukan di kastil itu. Dia menemukan dua Foto yang menurut penghuni kastil memilih menjadi pencuri dari pada menjadi pelacur. Dirga menemukan Foto Laluna saat berusia dua belas tahun.'Wanita ini sangat mirip dengan gadis ini, tidak salah lagi. Jika di dalam kastil itu tidak di perbolehkan membawa barang elektronik dan juga handphone apalagi terhubung melalui internet tidak mungkin pengirim surel ada di dalam kastil. Dia bisa tahu dengan mudah tentang kastil karena dia dulu pernah berada di dalam kastil, tuj
Keadaan Laluna sudah membaik dia sudah di perbolehkan keluar dari rumah sakit. Pemerintah Indonesia akan segera memulangkan mereka semua besok"San, maafkan aku ya! Aku membuatmu sangat khawatir." kata Laluna yang masih merasakan sakit di punggung dan perutnya itu."Kamu fokus saja dengan kesembuhanmu!Ini kedua kalinya kamu membuat jantungku hampir copot." Jelas Sania sambil mendorong Laluna menggunakan kursi roda menuju ke mobil.Dirga menghampiri Laluna dan menghentikan laju kursi roda itu. Dia memberikan Bunga yang dia beli di toko sebelah rumah sakit.Mata Laluna tiba-tiba berbinar melihat Dirga memberikan bunga itu dengan penuh perhatian."Terimakasih." Laluna tersenyumDirga sangat bahagia melihat Laluna sudah kembali tersenyum."Apakah keadaanmu sudah membaik?" tanya Dirga membelai rambut Laluna.Dengan perasaan malunya Laluna menatap antara Dirga dengan penuh kebahagiaan."Iya aku sudah membaik." jawab Laluna.
Waktu sudah menunjukkan jam tujuh mereka berangkat ke Pokhara. Laluna, Sania, Diyon, Dirga dan Namo sudah berangkat menggunakan mobil putih Laluna. Empat puluh menit kemudian mereka sampai di tempat yang di arahkan Pak Kepala. Disana tampak Pak Kepala dan Albi duduk berdampingan bersama Arsi dan pelatih Rin. mereka sudah menunggu Laluna dan juga Sania. "Kalian bertiga tunggulah di meja nomor empat, kalian boleh pesan makanan sesuka hati! Jangan lupa aktifkan headset kalian! Kami berdua akan menemui mereka." Sania dan Laluna menuju meja makan Pak Kepala. "Dirga, Namo ini baru namanya rejeki nomplok." Kata Diyon yang sedang membaca menu makanan. Dirga memukul kepalanya. "Bisa diam tidak, kita disini harus menjaga mereka berdua!" Dirga duduk dan Fokus mendengarkan pembicaraan yang terjadi disana. Pak kepala terkejut melihat kedua wanita itu datang dengan topeng seperti dulu saat awal mereka bertemu. "Silahkan duduk!" Pak Kepala me
"Lalu apa yang selanjutnya kita lakukan pak? Apakah kita harus memberikan informasi rumah ini kepada Madam Lati?" tanya Arsi."Tidak, Madam Lati tidak boleh tahu. Kita sendiri yang akan mengunjungi rumah itu. Kita harus memastikan bahwa mereka berdua memang masih hidup. Kita akan membantu Laluna dan Sania, mereka juga sudah banyak membantu kita saat masih di gedung putih ini." jawab Pak Kepala.'Kalian berdua memang gadis yang istimewa. Aku berharap kalian memang masih hidup.' Batin Pak Kepala.Sania mendapatkan akses CCTV dirumah lamanya itu. Dia ingin tahu siapa orang yang akan datang kesana dan memeriksa rumahnya. Sania juga masih memasang penyadap di seluruh ruangan."Kita tunggu siapa tamu yang akan datang ke rumah ini?" Ujar Sania sambil duduk di depan komputernya.Hari sudah menjelang malam, mereka menunggu tapi tidak ada seorang pun yang datang. Mereka semua sangat lelah dan sangat lapar.
Malam hari itu madam Lati marah besar kepada semua pengawal."Kenapa kalian semuanya tidak pecus menjaga kastil ini? Apakah kalian sudah menyelidiki siapa pria dan wanita itu?" Madam Lati berbicara dengan nada tinggi."Sudah madam, pengawal kami ada yang berhasil memotret wanita dan pria itu dan ini adalah rekaman CCTV belakang kastil." pengawal itu memberikan laptop kepada madam Lati.Madam Lati melihat foto dan video itu, sedikit mengenali postur tubuh Laluna tapi dia sendiri masih ragu.
Semua pelacur itu berteriak-teriak karena dicengkeram beberapa bodyguard."Madam ampunilah kami! Tolong biarkan kami bekerja! Kami tidak akan kabur, jangan bawa kami keruang bawah tanah!" Salah satu pelacur dari Indonesia itu memohon di kaki madam Lati tapi sepertinya madam Lati sudah bersikap anti pati.Dua puluh tiga orang wanita penghibur dari Indonesia di sekap di Ruang bawah tanah. Mereka benar-benar disiksa dan disuruh bekerja tanpa gaji.***Sania mendapatkan Informasi bahwa kastil itu yang diketahui masyarakat hanya bisnis pelacurannya saja sedangkan perbudakan dan pembunuhan di ruang bawah tanah sama sekali tidak pernah terkekspos media. Mereka juga tidak pernah melaporkan jika mengambil tenaga kerja luar negeri jadi yang terdaftar hanyalah penduduk asli Nepal sebagai pekerja disana. Menurut pemerintah bisnis itu juga sektor pariwisata jadi mereka tidak akan pernah menutup bisnis itu.
Tiba-tiba Dari arah tangga Sania naik ke atas."Apa kalian berke ..." Sania berhenti bertanya melihat posisi mereka seperti itu lalu berbalik Sania tersenyum.Mereka berdua menoleh dan bangun dari posisi itu dengan sangat canggung. Mereka salah tingkah dan bingung harus berbuat apa."A-Akku a-akan mengambil gelas lagi." Laluna turun menabrak Sania dengan langkah kaki yang begitu cepat.Sania cukup terkejut dan dia mengikutinya ke Dapur.
Langit hampir gelap Laluna dan Dirga pergi kesebuah taman di dekat danau, mendengar dari masyarakat ada seperti pesta rakyat disana. Biasanya turis atau wisatawan berkunjung ke tempat ini untuk menari, menikmati makanan tradisional khas Nepal atau sekedar menikmati pemandangan perbukitan dan Danau dengan Lampu di malam hari.Laluna menggunakan handphone barunya untuk mengirimkan pesan ke Sania."San, sepertinya aku tidak aka
Di gedung putih mereka benar-benar merasa kehilangan. Pak Kepala baru sadar jika mereka berdua selama ini menggunakan nama samaran."Kedua wanita itu, mereka adalah orang yang gigih dan baik hati kenapa harus terbunuh juga." Albi mengusap air matanya karena merasa sangat kehilangan di depan pak Kepala dan para pelatih juga anggota yang lain di aula sambil menonton berita.Laluna dan Sania memang dikenal dermawan, baik hati dan penuh dengan candaan. Mereka bisa tiba-tiba ceria tapi bisa tiba-tiba serius, mereka berdua selalu menjadi penolong bagi siapapun yang mengenal mereka berdua.Albi
Sania menghentikan mobilnya di sebuah hutan yang banyak sekali pepohonan tinggi disana."Kamu nggak salah memilih tempat ini? Memang rumah seperti apa yang kamu beli?" Laluna penasaran."Ketika kita memiliki kekayaan melimpah aku sudah berinvestasi ke rumah ini. Ini bukan sembarangan rumah La, mungkin Gerbang Luarnya terasa seperti rumah berhantu tapi jika kamu sudah masuk ke dalam. Kamu akan betah." Sania menyingkirkan ranting kecil di sebelah gerbang yang penuh daun Kering itu.Sania menekan tombolnya dan gerbang itu terbuka.