**FLASHBACK BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA** Juliet sedang berada di dalam mobil yang sedang berjalan dengan kecepatan sedang mengarah menuju ke kantor Matthew. Sedari tadi jemari lentiknya sibuk mengetik di atas layar monitor ponsel, menyusun pesan-pesan rahasia yang ia tinggalkan untuk beberapa orang. Bibirnya melengkungkan sebuah senyuman, ketika membaca pesan balik yang baru ia terima. [Oma sudah memakan makanan itu, dan baru saja dia terburu-buru hendak ke toilet. Mungkin sekarang sedang memuntahkan isi perutnya] Bagus. Si wanita tua itu tidak lama lagi akan merasakan pusing pada kepalanya dan perutnya yang semakin mengejang kaku, lalu tak sadarkan diri setelahnya. Juliet pun segera menghapus seluruh pesan di dalam ponselnya, lalu mengakses sebuah kode rahasia untuk menghilangkan rekam jejaknya. Sebuah rangkaian perpaduan antara simbol dan nomor yang ia dapatkan dari Virgo, dengan tujuan agar seluruh pesan yang telah terhapus tidak akan pernah dapat dilacak. Perlindung
Satu erangan panjang penuh makna akan kenikmatan dunia telah menguar di udara, diiringi oleh pergerakan Matthew yang akhirnya turun dari atas tubuh lemas di bawahnya.Lelaki itu berusaha mengatur desau napasnya yang menderu seakan oksigen telah menipis di dunia. Kegiatan panas yang baru ia lakukan untuk menghukum Juliet telah membuat gadis itu kehabisan tenaga dalam diamnya.Tak sekali pun Juliet memprotes atau pun memohon kepada Matthew untuk berhenti atau berbelas kasih padanya. Atau kepada anak mereka yang berada di dalam rahimnya.'Kumohon bertahanlah, kita pasti bisa melalui semua ini.' Hanya kalimat itu yang terus-menerus diucapkan oleh Juliet berulang-ulang dalam hati untuk janinnya, selama Matthew menjamah tubuhnya tanpa henti.Matthew melirik Juliet yang kini diam tak bergerak dengan kedua kelopak mata menutup dengan wajah pucat. Seketika kecemasan pun mulai merayap di sekujur tubuh lelaki itu."Juliet?"Tak ada jawaban, malah kini wajah Juliet terlihat semakin pucat.Dengan
Juliet memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur meskipun setiap senti yang ia rasa tak lebih dari sakit luar biasa di sekujur tubuhnya. Dengan gerakan yang teramat sangat perlahan, gadis itu berusaha berjalan meski tertatih, dengan memegangi setiap perabotan di kamar Matthew yang ia lewati sebagai tumpuan. Tujuannya adalah meja rias dengan kaca yang menampilkan sepanjang badan. Gadis itu menatap sedih pada bayangan dirinya sendiri. Yang memantulkan keputus-asaan dan ketidakberdayaan, seakan setiap pori-pori kulitnya meneriakkan rasa sakit dalam keterdiaman lisannya. Kaki dan tangannya dipenuhi bilur-bilur lebam kebiruan bercampur merah tua, sebuah perpaduan mengerikan yang terpampang dengan begitu kontras di atas kulitnya yang sepucat salju. Dengan tangan gemetar, gadis itu pun menarik tali pengikat bath robe yang ia kenakan. Satu cairan bening pun luruh, diikuti oleh beberapa yang ikut jatuh membasahi pipinya, saat bath robe putih itu akhirnya ia lepaskan dan jatuh di bawa
Juliet sedikit terkejut karena kali ini Matthew hanya mengecupnya, tanpa berlanjut ke tahap selanjutnya. Meskipun tetap saja dilakukan dengan sepenuh gairah.Mereka saling memagut bibir hingga hampir setengah jam, waktu terlama yang Juliet pernah lakukan bersama Matthew. Bibirnya menjadi memerah dan bengkak akibat sesapan kuat dan gigitan gemas lelaki itu.Kedua tangan Matthew masih terangkum di pipi Juliet, sama sekali tak membiarkan gadis itu berkutik dan mengelak dari serangannya.Namun Matthew tiba-tiba saja melepaskan ciuman mereka dengan menarik wajahnya, lalu menatap bibir merah penuh itu yang telah basah karena salivanya.Lelaki itu melukiskan senyum, sembari menghapus perlahan jejak basah di bibir Juliet dengan ibu jarinya."Keluarkan lidahmu," gumannya pelan. "Aku masih ingin menyesapnya."Seketika Juliet pun mengerti. Matthew sudah sangat berhasrat, namun belum berani menyentuhnya lebih dari hanya di bibir. Mungkin ia takut tubuh Juliet masih luka dan belum sepenuhnya sembu
"Apa?? Jadi Matthew benar-benar meminum air di dalam gelas itu??" Sienna berseru, setelah sebelumnya ia bahkan sempat tersedak kopi yang sedang ia hirup. Berita yang dibawa oleh Juliet benar-benar mengejutkan hingga membuatnya tak habis pikir.Juliet mengangguk pelan membenarkan dengan tersenyum simpul. "Yap. Dia benar-benar meminumnya, padahal dia sudah tahu jika air itu telah kuberi sesuatu," cetus gadis itu, seraya menyeruput avocado milk cheese-nya dengan nikmat.Saat ini Juliet dan Sienna tengah bertemu di sebuah cafe, dengan Juliet yang bercerita peristiwa yang terjadi kemarin kepada sahabatnya."Tunggu. Dari mana Matthew tahu jika air itu bukan air biasa?""Pasti dari Darren. Sebelum makan, Matthew mendapat telepon dari Darren. Lalu setelah itu dia mulai bersikap aneh dengan membuang gelas airku dan teko di atas meja.""Tapi dia malah menyisakan gelasnya sendiri dan meminumnya," cetus Sienna sambil menggeleng tak habis pikir."Aku sangat penasaran dengan maksud serta tujuanmu,
"Morning, Muffin."Juliet tersenyum ketika merasakan kecupan bertubi-tubi yang mendarat di ubun-ubun kepalanya, menyertai sebuah pernyataan sebelumnya.Ia sedang terlelap berada di dalam pelukan hangat Matthew, saat lelaki itu tiba-tiba saja membangunkannya dengan memberikan hujan kecupan di wajah."Ayo kita turun untuk sarapan. Hari ini aku mengambil cuti tiga hari menjelang pernikahan kita," bisik Matthew di telinga Juliet."Aku masih mengantuk," desah Juliet manja dan semakin menyurukkan wajahnya di dada Matthew tanpa mau membuka mata, membuat Matthew gemas dan menggigit lembut daun telinganya."Jangan terlalu menggemaskan, Muffin. Aku bisa khilaf dan menyantapmu hingga lima ronde pagi ini."Juliet pun sontak membuka kedua matanya yang terbelalak ngeri menatap Matthew, namun berdecak sebal saat mendengar tawa lelaki itu.Matthew yang mengatakan akan menyantapnya hingga lima ronde membuat gadis itu ketakutan, mengira lelaki itu serius di balik alunan suaranya yang terdengar dingin.
***Flashback beberapa hari sebelumnya***"Sebenarnya kita mau kemana, Karina?" Oma Anita terlihat bingung ketika Karina malah membawanya ke sebuah restoran, alih-alih menuju mal di pusat kota seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya.Karina tersenyum ketika membukakan pintu mobil Oma dari arah luar, namun wanita tua itu malah tetap duduk di dalam mobil, terlihat enggan untuk turun sebelum Karina mengatakan maksud dan tujuannya kemari."Bukankah tadi Oma mengeluh lapar? Jadi kita makan dulu di sini," sahut Karina. "Ayo, Oma. Resto ini menyediakan menu spesial sup ikan yang sangat enak loh, Oma pasti suka," cetusnya membujuk.Bibir Oma Anita terlihat sedikit mencebik. Ya, ia memang lapar. Tapi tadinya wanita tua itu mengira bahwa Karina akan mengajaknya makan di restoran faforitnya yang ada di mal."Ayo, Oma. Saya janji, kalau masakannya tidak enak, Oma boleh langsung pergi dan kita akan makan di mal. Oke?"Kali ini Oma tidak menjawab lebih dari sebuah dengusan kecil yang keluar
Matthew menginjak pedal rem dalam-dalam, lalu membanting setir ke kiri. Memberhentikan mobil di bahu jalan sebelum memutar badannya menghadap Juliet."Jadi kamu sudah sudah tahu?" Tanya Matthew antara heran dan juga terkejut."Mengenai hubungan terlarang antara ayahmu dan ibuku?"Juliet membalas tatapan penuh tanya dari Matthew dengan mengurai senyum samar. "Ya, aku tahu."Matthew menarik dagu Juliet agar bisa menatap manik legam itu untuk menyelami dalamnya misteri di dalam sana yang seolah tak bertepi. Mencari segala apa yang selama ini selalu disembunyikan oleh gadis itu.Namun ia tetap tak jua berhasil menemukannya. Juliet memendamnya terlalu dalam, hingga tangan Matthew pun tak sanggup menggapainya.Matthew mengecup kedua mata Juliet dengan lembut. "Jangan terlalu memikirkannya, Muffin."Juliet memejamkan kedua maniknya saat Matthew mulai memberikan hujan kecupan lembut seringan kelopak bunga ke seluruh wajahnya. "Aku tidak akan memikirkannya," sahutnya pelan."Jika kamu tidak in
"Aku haus."Sebuah suara yang berucap dingin itu membuat Karina yang sedang menonton televisi sambil duduk di sofa pun menganggukkan kepalanya, lalu segera beranjak berdiri."Sekalian juga ambilkan kameraku yang disimpan di laci," titah lelaki itu lagi, yang hanya dijawab kembali disahut dengan anggukan tanpa suara dari Karina.Gadis itu mengambil gelas kaca dari lemari, lalu mengisinya dengan air dingin. Situasi hening dengan hanya suara air yang dari dispenser kulkas ini tak pelak membuat Karina melamun.Dan tanpa bisa dicegah, pikirannya pun seketika melayang ketika Virgo masih di sini.Yaitu saat Karina memasak untuk makan malam mereka, dan Virgo menungguinya sambil bersandar di kitchen set. Lelaki itu mengajaknya mengobrol dan bercanda sembari memasak, membuat waktu berlalu dengan sangat menyenangkan.Sehabis makan malam, biasanya mereka jalan-jalan di taman, atau mengendarai mobil berkeliling kota, atau malah sekedar bersantai di penthouse sambil menonton televisi. Yang seringny
"Dia pasti akan selamat dan bisa melalui ini semua. Kita harus tetap meyakini akan hal itu, Karina." Perkataan Dokter Dharmawan itu hanya bisa sedikit membuat Karina agak tenang, meskipun air mata tak hentinya menganak sungai dari manik bening beriris hitamnya. Ya, untuk saat ini tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu keajaiban. Keajaiban yang akan membawa Virgo kembali dari koma. Terbayang kembali ketika Karina ketika melihat pemandangan mengerikan di kamar lelaki itu. Tubuhnya lemas seolah tak bertulang saat menatap nanar ke arah lantai, yang telah dibanjiri cairan merah kental yang mengeluarkan bau besi yang tajam. Darah. Darah Virgo, yang sedang tergeletak tak sadarkan diri, tak jauh hanya beberapa langkah dari Karina berdiri. "Aku tidak mengerti." Karina berucap pelan sembari menatap Dokter Dharmawan yang duduk di sampingnya. Mereka sama-sama menunggu kabar dari Dokter Bedah yang sedang menangani Virgo di dalam ruang operasi. "Kenapa dia ingin membahayakan nyawanya send
Karina terbangun saat mendengar suara-suara ribut dari luar kamarnya. Kelopak matanya terasa sangat berat karena lelah yang amat sangat, tapi pada akhirnya ia pun tetap memaksakan diri untuk bangun.Karena suara-suara itu terlalu mencurigakan.Karina mengerang ketika beranjak untuk duduk di ranjangnya. Badannya remuk. Aah, salahnya juga kenapa terhanyut dengan Virgo yang mengakui perasaan kepadanya, yang kemudian malah disusul dengan percintaan yang penuh gelora.Padahal semalam Karina pun habis digempur oleh Jeremy.Masalahnya, Virgo itu manis sekali. Sikapnya selalu lembut dan mampu membuat Karina merasa seolah benar-benar dicintai.Jika dipikir-pikir, apa yang telah dia alami itu sangatlah aneh. Satu tubuh lelaki yang sama telah menjamah dirinya, namun dengan dua kepribadian yang sangat jauh berbeda dan bertolak belakang.Suara itu kembali terdengar, dan Karina pun yakin jika itu adalah suara dua orang perempuan yang sedang berbincang pelan. Siapa mereka?Karina pun mulai berjalan
"Anda mencari saya, Nyonya Wiratama?"Juliet menatap ke arah lelaki yang baru saja datang dan duduk tepat di seberang mejanya. Wanita itu mendengus geli mendengar nada hormat yang dibuat-buat lelaki itu, yang sebenarnya tersirat ledekan."Halo, Darren. Terima kasih sudah mau menemuiku di sini," sahut Juliet sembari tersenyum. Ia tahu kalau sepupu suaminya ini masih tidak menyukai dirinya.Sejak kejadian beberapa bulan yang lalu di saat Juliet bermaksud melarikan diri dari Matthew dengan berbagai cara, Darren tampaknya belum bisa percaya 100% padanya sampai sekarang.Sebenarnya Darren hanya terlalu menyayangi Matthew, dan bersikap awas kepada siapa pun yang hendak menyakiti sepupunya itu."Tentu saja saya akan menemui Anda, Nyonya. Apa ada yang bisa saya bantu?""Ck. Berhentilah bersikap terlalu formal Darren. Tak bisakah kamu berhenti memusuhiku? Aku bukan lagi Juliet yang dulu, asal kamu tahu," protes Juliet sambil menghela napas pelan melihat sikap Darren yang penuh kebencianberban
"Karina, bangun." Gadis bersurai gelap lurus itu pun sontak terbangun, ketika merasakan tubuhnya diguncang secara perlahan. Dengan manik menyipit sayu, Karina menatap seraut wajah oriental tampan yang balas menatapnya. Awalnya Karina hanya mengucek matanya, namun gadis itu pun seketika membelalak lebar ketika menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. Ada yang berbeda dengan lelaki di sampingnya yang tengah menatap dirinya. Pertama, suaranya. Tidak serak dan berat seperti yang dimiliki oleh Jeremy, tapi sedikit lebih tinggi. Lalu yang kedua, tatapan kelam dan penuh gejolak milik Jeremy pun telah menghilang, digantikan oleh manik yang menyorot setenang air di lautan, namun entah kenapa kali ini juga seakan menyimpan misteri. Jelas sekali, lelaki ini adalah Virgo dan tak lagi Jeremy. "REINER?!" Karina berseru gembira, dan bergerak untuk duduk dan memeluk Virgo penuh ungkapan syukur. Sementara Virgo hanya diam tak bergeming. Maniknya masih mengamati dan berusaha mencerna bagaimana k
Matthew... memiliki saudari kembar?Sepanjang hari setelah kembali dari rumah utama keluarga Wiratama, pikiran Juliet penuh dengan bukti foto yang baru saja ia temukan.Hal mengejutkan dan Juliet pun yakin jika Matthew pun tidak mengetahuinya. Entah kenapa dan apa alasan dari Papa mertuanya menyembunyikan fakta tentang putrinya yang lain dari keluarga Wiratama?Ya ampun. Padahal Juliet bermaksud mencari tahu tentang perselingkuhan Kayana Wiratama dengan ayahnya, namun malah menemukan kejutan yang lain!Apa yang harus ia lakukan sekarang? Rasanya Juliet belum ingin memberitahukan ini kepada Matthew. Suaminya itu sedang berbahagia sekarang setelah berbaikan dengan Oma dan karena anak mereka di dalam kandungan Juliet.Mungkin Juliet akan memastikan lebih dulu tentang kebenaran ini, sebelum menyampaikannya kepada suaminya.Wanita cantik dan elegan itu pun meraih ponselnya untuk menelepon seseorang yang ia tahu mungkin memiliki power untuk mendapatkan informasi, meskipun... Juliet tidak ta
"Nyonya Muda, apa yang Anda lakukan?!""Ssshh... jangan berisik, Tiana. Cepat masuk ke sini dan kunci pintunya!"Pelayan yang bernama Tiana itu pun mengangguk pelan, lalu bergegas melakukan apa yang dititahkan oleh majikannya, Nyonya Muda Wiratama.Setelah mengunci rapat ruang kerja milik mendiang Tuan Besar Ibram Wiratama, Tiana segera berjalan mendekati Nyonya Muda Juliet yang asyik membongkar sebuah lemari buku.Sejak resmi menikah dengan Matthew, Juliet diam-diam sering mengunjungi rumah utama keluarga Wiratama. Terutama ketika suaminya sedang berada di kantor.Selama ini Matthew selalu enggan jika ia mengajak untuk mengunjungi rumah besar yang kini kosong tak pernah ditinggali kecuali oleh para pelayan yang selalu membersihkannya secara berkala.Matthew seolah tak ingin menginjakkan kakinya di rumah ini lagi, namun tak juga ingin menyingkirkan dengan menjualnya misalnya. Ia tetap mempertahankan rumah keluarga dimana dirinya dibesarkan.Meskipun antara Juliet, Matthew dan Oma Anit
"Akulah Virgo, Karina sayang. Dan lelaki itu, lelaki yang bersamamu sebelumnya... justru dialah Jeremy yang sesungguhnya." Karina mengernyit kaget. Apa pula maksudnya ini?? "Dia mengambil tubuhku, dan berusaha menyembunyikan jiwaku jauh-jauh. Bahkan dia juga ingin membuatku musnah. Dia mungkin terlihat lelaki baik, tapi satu hal yang harus kamu tahu, Cantik. Dia belum mengeluarkan tabiat aslinya. Yang jauh... jauh lebih kejam dari diriku." Jeremy mengeluarkan devil's smirk-nya melihat wajah bingung Karina, lalu mengecup bibir gadis itu dengan sepenuh gairah. Karina menjauhkan bibirnya dari Jeremy, karena ada yang ingin ia katakan. "Kamu bohong!" Sergah gadis itu sengit. "Virgo tidak pernah memperlakukanku dengan kasar sepertimu, Jeremy!" Lelaki itu menelengkan kepalanya sembari tertawa kecil mendengar perkataan Karina. "Jadi kamu kira hanya karena lembut padamu selama ini, maka dia tidak bisa bersikap kasar, hm?" "Baik, akan kubuktikan kalau diriku yang kasar ini pun bisa bersika
Suara ketukan pelan di pintu membuat Matthew mengangkat kepalanya dari layar monitor. Berpikir bahwa mungkin itu adalah sekretarisnya yang hendak memberitahukan sesuatu."Ya, masuk!"Pintu itu pun terbuka, disertai oleh seraut wajah cantik yang muncul dari baliknya dan tersenyum kepada Matthew."Muffin?!" Matthew segera berdiri dari kursinya dan melangkah tergesa ke arah pintu, sementara Juliet telah masuk ke dalam ruangam dan tersenyum semakin lebar melihat suaminya yang menyongsong kedatangannya dengan penuh semangat, penuh cinta dan ketulusan.Matthew mengecup sekilas bibir lembut Juliet lalu memeluk tubuh istrinya dengan erat. "Kejutan yang sangat manis dan menyenangkan melihatmu datang ke kantor, Muffin. I really miss you.""Matthew, sebenarnya aku ke sini untuk--" Juliet tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi karena suaminya yang tak sabaran kini sudah melumat bibirnya dengan serakah. Sebuah ciuman penuh dengan kepemililan mutlak yang hanya kepada dirinya.Juliet berusaha menghin