Matthew menginjak pedal rem dalam-dalam, lalu membanting setir ke kiri. Memberhentikan mobil di bahu jalan sebelum memutar badannya menghadap Juliet."Jadi kamu sudah sudah tahu?" Tanya Matthew antara heran dan juga terkejut."Mengenai hubungan terlarang antara ayahmu dan ibuku?"Juliet membalas tatapan penuh tanya dari Matthew dengan mengurai senyum samar. "Ya, aku tahu."Matthew menarik dagu Juliet agar bisa menatap manik legam itu untuk menyelami dalamnya misteri di dalam sana yang seolah tak bertepi. Mencari segala apa yang selama ini selalu disembunyikan oleh gadis itu.Namun ia tetap tak jua berhasil menemukannya. Juliet memendamnya terlalu dalam, hingga tangan Matthew pun tak sanggup menggapainya.Matthew mengecup kedua mata Juliet dengan lembut. "Jangan terlalu memikirkannya, Muffin."Juliet memejamkan kedua maniknya saat Matthew mulai memberikan hujan kecupan lembut seringan kelopak bunga ke seluruh wajahnya. "Aku tidak akan memikirkannya," sahutnya pelan."Jika kamu tidak in
"Kamu mau makan malam sekarang? Kalau begitu biar aku re-heat lagi steak-nya ya?"Juliet terkesiap ketika Matthew tiba-tiba menarik pinggangnya, saat ia baru saja hendak mengambil piring steak untuk dibawa ke dapur agar dipanaskan.Gadis itu pun terdiam tak bergerak saat Matthew mulai menghidu rambut dan wajahnya, hal yang sangat sering lelaki itu lakukan."Aku candu pada aroma tubuhmu, Muffin." Suara serak itu seakan mengumumkan sebuah alarm untuk Juliet. "Aku candu pada semua yang ada di dirimu.""Stop. Nanti kita tidak akan makan malam kalau kamu terus melakukannya." Juliet menjauhkan bibirnya yang hendak dipagut oleh Matthew, dan sedikit mendorong tubuh kekar itu. Dalam hati ia mendesah lega karena Matthew akhirnya melepaskan dirinya."Aku yang akan panggil pelayan untuk memanaskan steaknya. Kamu diam di situ saja, Muffin. Jangan terlalu banyak bergerak," perintah Matthew sebelum ia merampas piring steak dari tangan Juliet dan berlalu pergi.Senyum yang semula merekah di wajah Jul
"Kamu sangat pemberani."Juliet hanya tersenyum tipis mendengar pujian dari sahabatnya, Sienna. Meskipun memang terlihat sangat tulus, namun Juliet sama sekali tidak merasa bahwa "pemberani" adalah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok dirinya serta semua sikap yang telah ia ambil.Mungkin "gila" lebih tepatnya."Terima kasih, Sienna. Tapi ini semua tidak akan berhasil jika tanpa bantuan dari banyak pihak."Sienna berdecak kecil dan menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Gadis berkaca-mata itu sungguh heran dengan keputusan Juliet untuk pergi dari Matthew, padahal lelaki itu telah bersikap sangat baik akhir-akhir ini."Jadi, apa sekarang kamu sudah merasa bebas?" Tanya Sienna lagi.Juliet pun menghela napas pelan. "Entahlah. Kebebasan yang kuimpikan adalah lepas dari bayang-bayang Matthew. Dan saat ini aku seakan berada di persimpangan, Sienna. Tanpa tahu arah mana yang harus kupilih, arah yang akan membuat Matthew benar-benar tidak mampu menemukan jejakku lagi untuk selamanya,"
"Damned!" Matthew mendorong tubuh Karina, lalu ia pun segera berdiri dan mengenakan satu persatu lapis busananya yang entah bagaimana berserakan di atas lantai sembari menatap Karina dengan sorot tajam menusuk."Cepat pakai bajumu, Karina. Ayo kita bicara!" Titahnya kemudian. Matthew mencari ponselnya yang terletak di atas nakas, lalu menekan nomor Darren dengan penuh emosi.Namun kembali ia mengumpat dengan keras, karena ponsel sepupunya itu yang sama sekali tidak bisa dihubungi. Kemurkaan serasa membakar dadanya, karena situasi yang tiba-tiba saja berada di luar kendalinya. Juliet yang menghilang dan dirinya yang berada di ranjang bersama Karina, alih-alih bersama Muffin-nya.BRAAK!!!Karina menjerit kaget ketika Matthew mendadak menggebrak meja dengan sekuat tenaga. Untung saja meja itu terbuat dari material solid yang mampu menahan hentakan itu, hingga tidak terbelah dua."Jelaskan kenapa saat aku membuka mata, tiba-tiba saja Juliet menghilang dan kamulah yang berada di sini. Dan
Bibir penuh berwarna merah alami itu pun tak lepas menyunggingkan senyuman kebahagiaan, ketika melihat pemandangan jantung kota Vancouver dari balkon apartemennya yang cukup luas.Ia suka sekali pemilihan untuk lokasi tempat tinggalnya kali ini. Sebuah apartemen yang tidak terlalu besar tapi sangat modern, indah dan nyaman. Sebuah tempat tinggal untuk dirinya yang baru. Juliet yang baru."Bagaimana, apa kamu suka?"Suara itu membuat wajah Juliet tertoleh ke samping, ke arah seorang lelaki yang memandanginya sejak tadi."Sangat suka," sahut Juliet cepat tanpa menanggalkan senyumnya. "Terima kasih, Virgo. Apartemennya sungguh indah.""Kamu yakin? Kita bisa melihat-lihat yang lain, Juliet. Kurasa yang ini agak sedikit kurang luas.""Aku menyukainya."Pernyataan itu menjadi sebuah keputusan mutlak yang terdengar tak dapat dibantah lagi."Baiklah jika kamu menyukainya," tutur Virgo akhirnya. "Istirahatlah, Juliet. Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang ke sini."Juliet mengangguk. Per
"HUEEKKKH!!"Rasanya seperti ada yang meninju ulu hatinya, dan membuat isi perutnya menyembur keluar tanpa menyisakan sedikit pun.Juliet hanya bisa pasrah ketika sejak beberapa jam yang lalu serangan emesis atau mual-mual di awal kehamilan melandanya dengan tiba-tiba, padahal sudah cukup lama ia sudah tidak merasakannya lagi.Juliet hanya bisa pasrah ketika yang keluar dari perutnya kini hanyalah cairan kental kekuningan yang merupakan cairan lambungnya, menandakan bahwa tak ada lagi yang bisa ia muntahkan karena isi perutnya telah terkuras.Juliet meletakkan satu tangannya yang gemetar kelelahan di atas perutnya yang sejak tadi bergejolak tanpa henti."Bertahanlah, Sayang. Kita pasti bisa melalui ini semua... Mama di sini, anakku..." ucapnya dengan bibir kering dan sepucat kertas dan pandangan nanar karena berkunang-kunang.Kelopak matanya hampir menutup, karena sekedar untuk membuka sedikit saja rasanya begitu berat. Sekujur tubuhnya terasa nyeri.Juliet terduduk di atas lantai kam
"A-apa?? Matthew... dia mengetahui dimana aku berada?" Rasanya jantung Juliet ingin terlepas dari rongga dada saat ini juga.Baru saja sebentar ia merasakan kebebasan dan ketenangan, dan sekarang Juliet harus kembali berada di dalam tekanan!"Masih ada beberapa belas jam lagi sebelum Matthew tiba di Vancouver, jadi masih ada cukup waktu untukmu beristirahat. Lebih amannya, sebaiknya kita berangkat paling lama sekitar delapan jam lagi."Juliet menghela napas pelan dan menganggukkan kepala menyahut perkataan Virgo barusan. Paling tidak ia masih memiliki beberapa jam untuk tidur. Entah beberapa jam itu cukup ataukah tidak, karena sebenarnya Juliet benar-benar merasa kurang sehat saat ini."Kamu bisa melarikan diri Matthew, atau kamu juga bisa menghadapinya secara langsung dan bicara baik-baik dengannya, Juliet. Kamu tahu itu kan?" Ucap Virgo mencoba untuk menjadi pihak netral yang berlogika, walaupun ada sedikit perasaan tak rela jika Juliet kembali kepada lelaki itu.Tawa tanpa suara pu
"Aku tidak akan menyerahkanmu semudah itu," ucap Virgo tegas dengan penuh keyakinan. Ia pun kemudian mulai mengeluarkan ponsel untuk menelepon seseorang dan menitahkan sesuatu."Jangan berkonfrontasi dengan Matthew, Virgo. Kumohon," pinta Juliet."Lalu aku harus bagaimana? Menyerahkanmu begitu saja kepada Matthew dengan suka rela?" Cetus Virgo yang gusar mendengar permohonan Juliet, yang seakan menganggap dirinya bukanlah tandingan untuk seorang Matthew Wiratama."Selama kamu memang masih berniat menjauh dari Matthew, maka aku pun akan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan si brengsek itu darimu," tegas Virgo lagi.Juliet menghela napas pelan. Ia sungguh-sungguh tidak menyangka jika Matthew akan secepat ini menemukannya, padahal Juliet masih ingin menghukum Matthew dengan kepergiannya.Juliet hanya ingin Matthew merasakan bagaimana rasanya terpenjara dalam ketidakberdayaan, sama seperti yang ia rasakan beberapa tahun dalam penyiksaan.Kenapa sulit sekali membuat Matthew tidak berday
"Akulah Virgo, Karina sayang. Dan lelaki itu, lelaki yang bersamamu sebelumnya... justru dialah Jeremy yang sesungguhnya."Karina mengernyit kaget. Apa pula maksudnya ini??"Dia mengambil tubuhku, dan berusaha menyembunyikan jiwaku jauh-jauh. Bahkan dia juga ingin membuatku musnah. Dia mungkin terlihat lelaki baik, tapi satu hal yang harus kamu tahu, Cantik. Dia belum mengeluarkan tabiat aslinya. Yang jauh... jauh lebih kejam dari diriku."Jeremy mengeluarkan devil's smirk-nya melihat wajah bingung Karina, lalu mengecup bibir gadis itu dengan sepenuh gairah.Karina menjauhkan bibirnya dari Jeremy, karena ada yang ingin ia katakan. "Kamu bohong!" Sergah gadis itu sengit. "Virgo tidak pernah memperlakukanku dengan kasar sepertimu, Jeremy!"Lelaki itu menelengkan kepalanya sembari tertawa kecil mendengar perkataan Karina. "Jadi kamu kira hanya karena lembut padamu selama ini, maka dia tidak bisa bersikap kasar, hm?""Baik, akan kubuktikan kalau diriku yang kasar ini pun bisa bersikap lem
Suara ketukan pelan di pintu membuat Matthew mengangkat kepalanya dari layar monitor. Berpikir bahwa mungkin itu adalah sekretarisnya yang hendak memberitahukan sesuatu."Ya, masuk!"Pintu itu pun terbuka, disertai oleh seraut wajah cantik yang muncul dari baliknya dan tersenyum kepada Matthew."Muffin?!" Matthew segera berdiri dari kursinya dan melangkah tergesa ke arah pintu, sementara Juliet telah masuk ke dalam ruangam dan tersenyum semakin lebar melihat suaminya yang menyongsong kedatangannya dengan penuh semangat, penuh cinta dan ketulusan.Matthew mengecup sekilas bibir lembut Juliet lalu memeluk tubuh istrinya dengan erat. "Kejutan yang sangat manis dan menyenangkan melihatmu datang ke kantor, Muffin. I really miss you.""Matthew, sebenarnya aku ke sini untuk--" Juliet tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi karena suaminya yang tak sabaran kini sudah melumat bibirnya dengan serakah. Sebuah ciuman penuh dengan kepemililan mutlak yang hanya kepada dirinya.Juliet berusaha menghin
Tak pernah terbayangkan di benak Karina bahwa ia akan berada di posisi ini.Ia bahkan tidak akan pernah tahu rasanya, berada di bawah tatapan seseorang yang ia kenal, namun sekaligus juga tidak ia kenal. Sebuah pribadi yang biasanya selalu tersenyum dan penuh tawa, namun kali ini datar dan dingin seolah patung tanpa nyawa.Mereka adalah dua jiwa yang berada di dalam satu tubuh yang sama, dengan kepribadian yang jauh saling berbeda. Bagaikan siang dan malam, api dan air, malaikat dan iblis.Bagaimana mungkin seseorang menyimpan jiwa yang berbeda di dalam dirinya? Karina tidak akan pernah mengerti jawabnya, karena ia belum pernah bersentuhan dengan seseorang seperti Virgo sebelumnya.Yang pasti, detik ini adalah detik paling menakutkan yang ia alami sepanjang hidupnya. Dan Karina tidak tahu, apakah detik selanjutnya akan membawanya ke saat-saat penuh kengerian?"J-Jeremy??" Lidah Karina terasa kelu ketika mengucap nama itu. Nama yang sebulan lalu ia nantikan, namun tak kunjung datang. N
"Apa barusan kamu memanggilku dengan nama 'Virgo' alih-alih 'Reiner' seperti biasa, Karina?"Karina pun serta merta tersadar ketika mendengar pertanyaan Virgo yang diucapkan dengan suara lembut namun penuh dengan tuntutan."Ck. Itu cuma nama. Apa bedanya jika aku memanggilmu Reiner atau Virgo? Keduanya juga namamu kan?"Virgo terdiam sembaru menatap seraut wajah cantik dengan tubuh seksi yang duduk di sampingnya. "Tentu saja beda, Nona," lugasnya sembari menarik tangan dan pinggang Karina hingga gadis itu kini telah berada pindah di atas pangkuannya.Karina diam saja ketika Virgo membuat dirinya berada di posisi intim seperti sekarang. Setelah tinggal bersama Virgo selama sebulan, ia sudah tidak terlalu kaget lagi dengan tingginya gairah lelaki itu yang hampir setiap saat menginginkan tubuhnya.Meskipun melelahkan, tapi Karina bersyukur karena Virgo sangat lembut memperlakukannya.Virgo merangkum wajah Karina dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibir sensual milik gadis itu, merasa
Karina mulai merasa bosan. Sejak tadi ia hanya menemani Virgo yang sibuk terus menerus menyapa dan mengobrol dengan para kolega bisnisnya .Namun gadis itu juga tak bisa mengelak karena Virgo memeluk pinggangnya tanpa lepas seakan tidak ingin ia diam-diam menyelinap pergi. Huh, menyebalkan.Saat Virgo sedang mendengarkan lawan bicaranya yang sibuk mengoceh tentang pasar saham, Karina pun berbisik pelan kepada lelaki itu."Aku mau ke toilet dulu."Virgo pun mengalihkan wajahnya kepada Karina. "Mau kuantarkan?"Gadis itu pun menggeleng kecil. "Tidak perlu. Cuma sebentar kok.""Ya sudah. Jangan terlalu lama, atau aku yang akan menyusulmu ke sana."Dan akhirnya Karina bisa bernapas lega setelah Virgo membiarkannya pergi. Duh, pesta ini membosankan sekali!! Sama sekali buka seperti ini bayangan Karina akan sebuah pesta yang sebenarnya.Meskipun sang penyelenggara pesta adalah pasangan tua yang merayakan 25 tahun usia pernikahan perak mereka, tapi apa anak-anak mereka tidak memberikan nas
"Halo, Oma."Pergerakan dari tangan berkeriput yang lincah memotongi tangkai bunga itu pun terhenti, ketika mendengar sebuah suara yang memasuki area kebun tengah menyapanya.Wajah wanita tua itu pun menengadah, dan mengernyit saat menyadari bahwa yang datang adalah seseorang yang paling ia tidak sukai."Maaf jika mengganggu waktu santai Oma. Tapi, bisakah kita bicara?" Ucap suara itu lagi, yang kali ini terdengar sarat akan permohonan.Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir Oma Anita. Hanya sebuah tatapan tajam dan menusuk yang ia berikan untuk sosok wanita yang berdiri di depannya."Siapa yang mengijinkanmu untuk berdiri di depanku dan mengajukan pertanyaan tak tahu malu seperti itu?" Sentak Oma Anita kesal. Ia mengacungkan gunting untuk memotong bunga. "Pergi dari sini atau aku akan benar-benar menyakitimu!""Oma, kumohon. Beri waktu untukku mengungkapkan apa yang ingin kukatakan," ucap wanita itu lagi dengan manik beningnya yang berkaca-kaca.BRAKK!!Wanita tua itu membanting gu
"Apa sudah selesai?" Virgo bertanya kepada salah satu pegawai butik yang baru saja keluar dari kamarnya."Tinggal berdandan sedikit lagi, Tuan Virgo," sahut orang itu sembari membungkukkan badannya hormat.Virgo mengangguk, dan berjalan memasuki kamarnya dimana Karina sedang berganti baju dan berdandan sebelum mereka berdua pergi ke sebuah pesta.Tampak Karina sedang duduk di sebuah kursi di depam cermin dengan dikelilingi oleh dua orang yang menata rambut serta memoles wajahnya."Jangan menggunakan make-up terlalu tebal, dia lebih cantik jika lebih natural," tutur Virgo kepada sang make-up artist yang menganggukkan kepalanya kepada Virgo, sementara Karina juga ikut menatapnya dari balik cermin.Gadis itu melihat bahwa Virgo telah siap dengan mengenakan setelan modern tuxedo lengkap. Jika seperti ini, Virgo terlihat jauh lebih matang dari usia yang sebenarnya. Dan juga berlipat kali lebih tampan.Malam ini, Virgo mengajaknya ke dalam sebuah pesta untuk kalangan atas. Sebuah pesta ulan
"Matthew." Lelaki itu mengalihkan tatapannya dari jendela ke arah suara lembut yang memanggilnya, lalu tersenyum saat seraut wajah rupawan mendatangi dan tiba-tiba saja memeluknya erat. "Wah wah, ada apa ini? Aku pasti sedang bermimpi indah karena mendapatkan sebuah pelukan dari seorang bidadari," goda Matthew. Sebuah kecupan ia layangkan di ubun-ubun kepala Juliet, sebelum gadis itu melepaskan pelukan mereka untuk menatap manik coklat pasir itu. "Ada apa, Muffin? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Matthew ketika melihat Juliet yang hanya diam saja menatapnya. Ia mengelus rambut panjang yang tergerai indah itu sembari merapikan helai-helainya. Juliet menggeleng pelan, lalu kembali memeluk Matthew. Ia tidak ingin Matthew tahu bahwa ia telah mendengar pertengkaran antara lelaki itu dan Oma Anita. Dan bagaimana hal itu sedikit banyak mempengaruhi Matthew, terlihat dari bagaimana Juliet memergokinya yang sedang melamun menatap ke jendela. "Aku sayang kamu," ucap Julie
"Come and serve me, Nona Karina sang penggoda." Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja Karina merasakan merinding di sekujur tubuhnya ketika mendengar suara maskulin yang mengalun dengan serak dan dalam itu. Tatapan dari manik monolid Virgo lurus lekat terarah kepada dirinya, semakin dekat semakin jelas terlihat bahwa sorotnya mengandung kobaran api yang dahsyat. Terlebih, ketika Virgo melangkahkan kakinya dalam ayunan yang tegas, namun perlahan dan penuh perhitungan. Karina tak bergeming, ia masih terkesima dengan sosok yang jauh lebih tinggi dan lebih besar darinya itu, yang malah melakukan langkah pertama untuk menggoda alih-alih dirinya. Saat kini Virgo telah berada tepat di hadapan Karina, kedua insan itu pun saling bertatapan. Karina akhirnya menyunggingkan senyum tipis, dan berpikir pasti Virgo menanti dirinya untuk memulai. Benar juga. Gadis itu terlalu terbawa pada sikap Virgo tadi hingga terlupa bahwa di sini, saat ini, dirinyalah yang seharusnya memegang kendali. Baik