"Aku tidak akan menyerahkanmu semudah itu," ucap Virgo tegas dengan penuh keyakinan. Ia pun kemudian mulai mengeluarkan ponsel untuk menelepon seseorang dan menitahkan sesuatu."Jangan berkonfrontasi dengan Matthew, Virgo. Kumohon," pinta Juliet."Lalu aku harus bagaimana? Menyerahkanmu begitu saja kepada Matthew dengan suka rela?" Cetus Virgo yang gusar mendengar permohonan Juliet, yang seakan menganggap dirinya bukanlah tandingan untuk seorang Matthew Wiratama."Selama kamu memang masih berniat menjauh dari Matthew, maka aku pun akan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan si brengsek itu darimu," tegas Virgo lagi.Juliet menghela napas pelan. Ia sungguh-sungguh tidak menyangka jika Matthew akan secepat ini menemukannya, padahal Juliet masih ingin menghukum Matthew dengan kepergiannya.Juliet hanya ingin Matthew merasakan bagaimana rasanya terpenjara dalam ketidakberdayaan, sama seperti yang ia rasakan beberapa tahun dalam penyiksaan.Kenapa sulit sekali membuat Matthew tidak berday
Virgo menatap lurus kepada Juliet dengan sorot tak percaya.. "Apa kamu yakin mau kembali dengannya, Juliet?"Gadis bersurai panjang itu pun hanya mengangguk pelan tanpa suara untuk menjawabnya."Hah. Keterlaluan sekali," cetus Virgo seraya meraup wajahnya dengan kasar. "Kamu telah membuat semua perjuangan kita menjadi sebuah kesia-siaan belaka. Seharusnya kamu tidak selemah ini."Juliet pun terdiam mendengar kalimat menohok Virgo. Ia tahu kalau lelaki itu merasa kecewa. Namun Juliet juga takut jika balas dendamnya ini malah akan menimbulkan masalah baru antara Virgo dan Matthew.Ia sungguh tak mengira jika memanfaatkan Virgo untuk mengkonfrontasi dengan Matthew akan membuat situasi semakin rumit, belum lagi adanya perasaan bersalah yang mulai tercipta."Maafkan aku," ucap Juliet setelah beberapa saat terpaku dalam keheningan."Aku tidak pernah bermaksud untuk mengecewakanmu, Virgo. Dan aku pun sangat berterima kasih untuk semuanya, sungguh. Aku sangat bersyukur karena memilikimu dan
Pagi telah datang.Juliet pun perlahan membuka matanya yang masih sayu karena mengantuk, dan seketika manik sehitam malam itu pun mengerjap bingung sebelum akhirnya membelalak lebar.Dimana ini??Ia pun segera bangkit dari ranjang kayu oak dengan desain minimalis itu, menegakkan bahunya, mengamati sekelilingnya sembari menggali kembali ingatan terakhirnya semalam.Ah ya... sekarang dia baru ingat.Semalam Matthew membawanya ke sebuah Penthouse di jantung kota Vancouver untuk menginap.Ya, mereka memang masih berada di Kanada.Juliet menghela napas pelan, lalu bersandar di kepala ranjang. Matthew sepertinya telah bangun terlebih dahulu, entah dimana dia sekarang.Sejenak gadis itu menundukkan kepala, menatap dan mengelus lembut perutnya yang masih datar."Kita bersama Papamu lagi," gumannya pelan. "Dan sekarang kamu juga tidak membuat Mama muntah lagi," tambahnya sembari tersenyum kecil. "Jadi kamu cuma kangen Papa, hm?"Setelah puas bercengkrama sejenak dengan janin yang berada di dal
Pagar tinggi yang berdiri angkuh itu pun terbuka dengan perlahan, sebelum sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam masuk ke dalam kediaman milik Matthew dan berhenti tepat di bagian entrance rumah mewah itu.Matthew membuka pintu mobilnya lalu keluar lebih dulu, sebelum kemudian berjalan mengitari mobil untuk membuka pintu mobil di sisi satu lagi.Pemandangan pJuliet yang terus terlelap di sepanjang jalan dari bandara ke rumah, membuatnya senyum kecil terpulas di bibir Matthew.Dengan perlahan dan hati-hati, lelaki itu mengeluarkan tubuh Juliet dengan menggendongnya. Namun alih-alih terbangun, gadis itu malah semakin meringkuk pada dada bidang yang menyelimuti dirinya dengan hangat. Semakin pulas dalam lelapnya.Juliet tidak bisa tidur selama kepergiannya dari Indonesia dan sebelum bertemu dengan Matthew, jadi kini sepertinya dia sedang membalas dengan terlelap sepanjang perjalanan pulang dari Vancouver.Matthew berhenti sejenak di depan pintu ganda yang terbuka sebagai akses utama mas
"Matthew? Apa yang terjadi denganmu?!"Matthew menatap datar kepada Oma Anita dan juga Karina yang baru saja datang ke rumahnya.Ia baru saja hendak ke dapur untuk membuatkan susu hamil dan mengambil beberapa camilan untuk Juliet, ketika sayup-sayup ia mendengar suara mobil yang menderu di bagian entrance kediamannya.Suara langkah kaki dua orang itu yang terdengar memasuki rumah pun sangat dihapal oleh Matthew. Namun ia masih dengan santai mengaduk susu dan mengambil camilan beberapa buah potong di dalam piring yang telah disiapkan oleh pelayan.Oma Anita berjalan mendekati cucunya dan lekat memperhatikan wajahnya. Satu tangannya pun terulur memegang dagu Matthew, lalu menolehkan wajah lelaki itu ke kanan dan ke kiri."Apa yang terjadi dengan wajahmu?" Seru Oma ketika melihat lebam dan darah yang menghiasi wajah tampan itu. "Aku tidak percaya cucuku yang sabuk hitam bisa dibikin babak belur begini!"Matthew menghela napas pelan dan melepaskan dagunya dari tangan Oma. "Aku habis diker
"Sebagai penyebab utama dari semua rumitnya masalah kejiwaan yang dialami Juliet, sudah seharusnya kamu sangat bersyukur karena gadis itu masih mau berusaha untuk memaafkanmu, Matthew."Sindiran telak itu membuat Matthew memejamkan kedua manik coklat pasirnya. Penyesalan yang teramat dalam seolah menghujam ke dalam rongga dadanya, merobek setiap senti dinding-dinding hatinya, serta melemahkan seluruh tulang dan ototnya hingga tak berdaya."Aku tahu, Vin." Helaan napas yang berat menguar dari bibir Matthew. "Aku memang si brengsek yang sangat beruntung."Dokter Kevin, yang juga merupakan sepupu jauh Matthew dan kebetulan adalah Dokter Ahli Jiwa atau Psikiater itu menatap Matthew lurus-lurus."Aku bisa melihat refleksi penyesalanmu, dan itu bagus. Juliet itu... dia bukan hanya hancur, tapi juga sudah kehilangan inti jati dirinya. Mood-nya yang naik turun adalah disebabkan ledakan hormon kehamilan sekaligus trauma mendalam atas ketidakberdayaan dan siksaan yang setiap hari ia terima sela
Juliet sedang menunggu di luar ruangan praktek pribadi Dokter Kevin, menunggu Matthew yang berada di dalam sana. Julietlah yang lebih dulu masuk untuk berkonsultasi, bergantian dengan Matthew.Tujuan Dokter Kevin adalah agar dapat mengetahui permasalahan dari setiap sisi, itu sebabnya ia memisahkan kedua pasiennya itu.Suara pintu yang terbuka, membuat Juliet mengalihkan tatapannya ke arah sosok lelaki yang keluar dari sana.Juliet pun berdiri dengan senyuman yang terkembang, ketika melihat bahwa Matthew telah keluar dari ruang konsultasi dan langsung melangkah menghampirinya."Apa sudah selesai?" Tanya Juliet.Matthew mengangguk sembari mengagumi seraut wajah cantik yang semakin bertambah cantik akhir-akhir ini. Kehamilan ini membuat wajah dan kulit Juliet terlihat bersinar alami."Lalu apa yang dikatakan dokter?" Tanya Juliet lagi penasaran."Hm. Dia bilang kamu hebat sekali, sangat kooperatif dan fokus," sahut Matthew sambil meraih jemari lentik Juliet dan mengecupnya sekilas sebel
Karina tidak terlalu kaget melihat tempat tinggal Virgo Reiner yang lebih mirip Penthouse tersembunyi yang terletak di bagian paling atas gedung mal mewah ini.Menjadi pewaris tunggal dari kekayaan ayahnya yang bernama Angkasa Reiner, Virgo dipastikan juga akan menjadi calon pengusaha muda yang meneruskan bisnis Mal dan Hotel milik ayahnya.Dan sekarang, Karina menyeringai diam-diam karena keberuntungan yang sedang berada di pihaknya.Saat ini, gadis itu telah berada di dalam Penthouse milik Virgo. Berada di bagian dapur, lebih tepatnya. Dapur yang luas dan modern, namun tampak terlalu bersih seolah sangat jarang digunakan.Tapi itu wajar, melihat pemiliknya adalah seorang lajang kaya raya. Karina bahkan sangat yakin jika mungkin dapur secanggih ini hanya digunakan untuk pajangan saja, meskipun semua peralatannya dapat berfungsi dengan sangat baik."Duduklah, aku akan mengambilkan obat-obatan dan gel kompres dulu." Virgo menunjuk ke arah kursi di meja makan minimalis namun elegan.Ka
"Akulah Virgo, Karina sayang. Dan lelaki itu, lelaki yang bersamamu sebelumnya... justru dialah Jeremy yang sesungguhnya."Karina mengernyit kaget. Apa pula maksudnya ini??"Dia mengambil tubuhku, dan berusaha menyembunyikan jiwaku jauh-jauh. Bahkan dia juga ingin membuatku musnah. Dia mungkin terlihat lelaki baik, tapi satu hal yang harus kamu tahu, Cantik. Dia belum mengeluarkan tabiat aslinya. Yang jauh... jauh lebih kejam dari diriku."Jeremy mengeluarkan devil's smirk-nya melihat wajah bingung Karina, lalu mengecup bibir gadis itu dengan sepenuh gairah.Karina menjauhkan bibirnya dari Jeremy, karena ada yang ingin ia katakan. "Kamu bohong!" Sergah gadis itu sengit. "Virgo tidak pernah memperlakukanku dengan kasar sepertimu, Jeremy!"Lelaki itu menelengkan kepalanya sembari tertawa kecil mendengar perkataan Karina. "Jadi kamu kira hanya karena lembut padamu selama ini, maka dia tidak bisa bersikap kasar, hm?""Baik, akan kubuktikan kalau diriku yang kasar ini pun bisa bersikap lem
Suara ketukan pelan di pintu membuat Matthew mengangkat kepalanya dari layar monitor. Berpikir bahwa mungkin itu adalah sekretarisnya yang hendak memberitahukan sesuatu."Ya, masuk!"Pintu itu pun terbuka, disertai oleh seraut wajah cantik yang muncul dari baliknya dan tersenyum kepada Matthew."Muffin?!" Matthew segera berdiri dari kursinya dan melangkah tergesa ke arah pintu, sementara Juliet telah masuk ke dalam ruangam dan tersenyum semakin lebar melihat suaminya yang menyongsong kedatangannya dengan penuh semangat, penuh cinta dan ketulusan.Matthew mengecup sekilas bibir lembut Juliet lalu memeluk tubuh istrinya dengan erat. "Kejutan yang sangat manis dan menyenangkan melihatmu datang ke kantor, Muffin. I really miss you.""Matthew, sebenarnya aku ke sini untuk--" Juliet tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi karena suaminya yang tak sabaran kini sudah melumat bibirnya dengan serakah. Sebuah ciuman penuh dengan kepemililan mutlak yang hanya kepada dirinya.Juliet berusaha menghin
Tak pernah terbayangkan di benak Karina bahwa ia akan berada di posisi ini.Ia bahkan tidak akan pernah tahu rasanya, berada di bawah tatapan seseorang yang ia kenal, namun sekaligus juga tidak ia kenal. Sebuah pribadi yang biasanya selalu tersenyum dan penuh tawa, namun kali ini datar dan dingin seolah patung tanpa nyawa.Mereka adalah dua jiwa yang berada di dalam satu tubuh yang sama, dengan kepribadian yang jauh saling berbeda. Bagaikan siang dan malam, api dan air, malaikat dan iblis.Bagaimana mungkin seseorang menyimpan jiwa yang berbeda di dalam dirinya? Karina tidak akan pernah mengerti jawabnya, karena ia belum pernah bersentuhan dengan seseorang seperti Virgo sebelumnya.Yang pasti, detik ini adalah detik paling menakutkan yang ia alami sepanjang hidupnya. Dan Karina tidak tahu, apakah detik selanjutnya akan membawanya ke saat-saat penuh kengerian?"J-Jeremy??" Lidah Karina terasa kelu ketika mengucap nama itu. Nama yang sebulan lalu ia nantikan, namun tak kunjung datang. N
"Apa barusan kamu memanggilku dengan nama 'Virgo' alih-alih 'Reiner' seperti biasa, Karina?"Karina pun serta merta tersadar ketika mendengar pertanyaan Virgo yang diucapkan dengan suara lembut namun penuh dengan tuntutan."Ck. Itu cuma nama. Apa bedanya jika aku memanggilmu Reiner atau Virgo? Keduanya juga namamu kan?"Virgo terdiam sembaru menatap seraut wajah cantik dengan tubuh seksi yang duduk di sampingnya. "Tentu saja beda, Nona," lugasnya sembari menarik tangan dan pinggang Karina hingga gadis itu kini telah berada pindah di atas pangkuannya.Karina diam saja ketika Virgo membuat dirinya berada di posisi intim seperti sekarang. Setelah tinggal bersama Virgo selama sebulan, ia sudah tidak terlalu kaget lagi dengan tingginya gairah lelaki itu yang hampir setiap saat menginginkan tubuhnya.Meskipun melelahkan, tapi Karina bersyukur karena Virgo sangat lembut memperlakukannya.Virgo merangkum wajah Karina dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibir sensual milik gadis itu, merasa
Karina mulai merasa bosan. Sejak tadi ia hanya menemani Virgo yang sibuk terus menerus menyapa dan mengobrol dengan para kolega bisnisnya .Namun gadis itu juga tak bisa mengelak karena Virgo memeluk pinggangnya tanpa lepas seakan tidak ingin ia diam-diam menyelinap pergi. Huh, menyebalkan.Saat Virgo sedang mendengarkan lawan bicaranya yang sibuk mengoceh tentang pasar saham, Karina pun berbisik pelan kepada lelaki itu."Aku mau ke toilet dulu."Virgo pun mengalihkan wajahnya kepada Karina. "Mau kuantarkan?"Gadis itu pun menggeleng kecil. "Tidak perlu. Cuma sebentar kok.""Ya sudah. Jangan terlalu lama, atau aku yang akan menyusulmu ke sana."Dan akhirnya Karina bisa bernapas lega setelah Virgo membiarkannya pergi. Duh, pesta ini membosankan sekali!! Sama sekali buka seperti ini bayangan Karina akan sebuah pesta yang sebenarnya.Meskipun sang penyelenggara pesta adalah pasangan tua yang merayakan 25 tahun usia pernikahan perak mereka, tapi apa anak-anak mereka tidak memberikan nas
"Halo, Oma."Pergerakan dari tangan berkeriput yang lincah memotongi tangkai bunga itu pun terhenti, ketika mendengar sebuah suara yang memasuki area kebun tengah menyapanya.Wajah wanita tua itu pun menengadah, dan mengernyit saat menyadari bahwa yang datang adalah seseorang yang paling ia tidak sukai."Maaf jika mengganggu waktu santai Oma. Tapi, bisakah kita bicara?" Ucap suara itu lagi, yang kali ini terdengar sarat akan permohonan.Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir Oma Anita. Hanya sebuah tatapan tajam dan menusuk yang ia berikan untuk sosok wanita yang berdiri di depannya."Siapa yang mengijinkanmu untuk berdiri di depanku dan mengajukan pertanyaan tak tahu malu seperti itu?" Sentak Oma Anita kesal. Ia mengacungkan gunting untuk memotong bunga. "Pergi dari sini atau aku akan benar-benar menyakitimu!""Oma, kumohon. Beri waktu untukku mengungkapkan apa yang ingin kukatakan," ucap wanita itu lagi dengan manik beningnya yang berkaca-kaca.BRAKK!!Wanita tua itu membanting gu
"Apa sudah selesai?" Virgo bertanya kepada salah satu pegawai butik yang baru saja keluar dari kamarnya."Tinggal berdandan sedikit lagi, Tuan Virgo," sahut orang itu sembari membungkukkan badannya hormat.Virgo mengangguk, dan berjalan memasuki kamarnya dimana Karina sedang berganti baju dan berdandan sebelum mereka berdua pergi ke sebuah pesta.Tampak Karina sedang duduk di sebuah kursi di depam cermin dengan dikelilingi oleh dua orang yang menata rambut serta memoles wajahnya."Jangan menggunakan make-up terlalu tebal, dia lebih cantik jika lebih natural," tutur Virgo kepada sang make-up artist yang menganggukkan kepalanya kepada Virgo, sementara Karina juga ikut menatapnya dari balik cermin.Gadis itu melihat bahwa Virgo telah siap dengan mengenakan setelan modern tuxedo lengkap. Jika seperti ini, Virgo terlihat jauh lebih matang dari usia yang sebenarnya. Dan juga berlipat kali lebih tampan.Malam ini, Virgo mengajaknya ke dalam sebuah pesta untuk kalangan atas. Sebuah pesta ulan
"Matthew." Lelaki itu mengalihkan tatapannya dari jendela ke arah suara lembut yang memanggilnya, lalu tersenyum saat seraut wajah rupawan mendatangi dan tiba-tiba saja memeluknya erat. "Wah wah, ada apa ini? Aku pasti sedang bermimpi indah karena mendapatkan sebuah pelukan dari seorang bidadari," goda Matthew. Sebuah kecupan ia layangkan di ubun-ubun kepala Juliet, sebelum gadis itu melepaskan pelukan mereka untuk menatap manik coklat pasir itu. "Ada apa, Muffin? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Matthew ketika melihat Juliet yang hanya diam saja menatapnya. Ia mengelus rambut panjang yang tergerai indah itu sembari merapikan helai-helainya. Juliet menggeleng pelan, lalu kembali memeluk Matthew. Ia tidak ingin Matthew tahu bahwa ia telah mendengar pertengkaran antara lelaki itu dan Oma Anita. Dan bagaimana hal itu sedikit banyak mempengaruhi Matthew, terlihat dari bagaimana Juliet memergokinya yang sedang melamun menatap ke jendela. "Aku sayang kamu," ucap Julie
"Come and serve me, Nona Karina sang penggoda." Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja Karina merasakan merinding di sekujur tubuhnya ketika mendengar suara maskulin yang mengalun dengan serak dan dalam itu. Tatapan dari manik monolid Virgo lurus lekat terarah kepada dirinya, semakin dekat semakin jelas terlihat bahwa sorotnya mengandung kobaran api yang dahsyat. Terlebih, ketika Virgo melangkahkan kakinya dalam ayunan yang tegas, namun perlahan dan penuh perhitungan. Karina tak bergeming, ia masih terkesima dengan sosok yang jauh lebih tinggi dan lebih besar darinya itu, yang malah melakukan langkah pertama untuk menggoda alih-alih dirinya. Saat kini Virgo telah berada tepat di hadapan Karina, kedua insan itu pun saling bertatapan. Karina akhirnya menyunggingkan senyum tipis, dan berpikir pasti Virgo menanti dirinya untuk memulai. Benar juga. Gadis itu terlalu terbawa pada sikap Virgo tadi hingga terlupa bahwa di sini, saat ini, dirinyalah yang seharusnya memegang kendali. Baik