Juliet sedang menunggu di luar ruangan praktek pribadi Dokter Kevin, menunggu Matthew yang berada di dalam sana. Julietlah yang lebih dulu masuk untuk berkonsultasi, bergantian dengan Matthew.Tujuan Dokter Kevin adalah agar dapat mengetahui permasalahan dari setiap sisi, itu sebabnya ia memisahkan kedua pasiennya itu.Suara pintu yang terbuka, membuat Juliet mengalihkan tatapannya ke arah sosok lelaki yang keluar dari sana.Juliet pun berdiri dengan senyuman yang terkembang, ketika melihat bahwa Matthew telah keluar dari ruang konsultasi dan langsung melangkah menghampirinya."Apa sudah selesai?" Tanya Juliet.Matthew mengangguk sembari mengagumi seraut wajah cantik yang semakin bertambah cantik akhir-akhir ini. Kehamilan ini membuat wajah dan kulit Juliet terlihat bersinar alami."Lalu apa yang dikatakan dokter?" Tanya Juliet lagi penasaran."Hm. Dia bilang kamu hebat sekali, sangat kooperatif dan fokus," sahut Matthew sambil meraih jemari lentik Juliet dan mengecupnya sekilas sebel
Karina tidak terlalu kaget melihat tempat tinggal Virgo Reiner yang lebih mirip Penthouse tersembunyi yang terletak di bagian paling atas gedung mal mewah ini.Menjadi pewaris tunggal dari kekayaan ayahnya yang bernama Angkasa Reiner, Virgo dipastikan juga akan menjadi calon pengusaha muda yang meneruskan bisnis Mal dan Hotel milik ayahnya.Dan sekarang, Karina menyeringai diam-diam karena keberuntungan yang sedang berada di pihaknya.Saat ini, gadis itu telah berada di dalam Penthouse milik Virgo. Berada di bagian dapur, lebih tepatnya. Dapur yang luas dan modern, namun tampak terlalu bersih seolah sangat jarang digunakan.Tapi itu wajar, melihat pemiliknya adalah seorang lajang kaya raya. Karina bahkan sangat yakin jika mungkin dapur secanggih ini hanya digunakan untuk pajangan saja, meskipun semua peralatannya dapat berfungsi dengan sangat baik."Duduklah, aku akan mengambilkan obat-obatan dan gel kompres dulu." Virgo menunjuk ke arah kursi di meja makan minimalis namun elegan.Ka
Juliet sedang duduk di kursi taman menunggu Matthew yang sedang ke kamar kecil, ketika sebuah suara isakan tangis dan bentakan tertahan membuatnya mengernyit."Jangan menangis!" Bentak sebuah suara lelaki dari arah belakang kursi taman yang diduduki Juliet, tepatnya dari balik rerimbunan tanaman di sana. Juliet memang tidak bisa melihat apa-apa, tapi ia bisa mendengar dengan jelas."Leon, lepaas. Hiks... sakit..." suara isakan lirih dan permohonan dari seorang perempuan pun juga terdengar setelahnya."Aku bilang jangan nangis, bego!! Baru segini saja sudah bilang sakit!! Terus menurut kamu apa aku juga tidak sakit, melihat kamu selingkuh dengan lelaki lain, hah?!""Kamu salah sangka. Aku tidak pernah sekali pun selingkuh, Leon. Saat itu Bram cuma mengantarku pulang karena aku lembur sampai larut malam."PLAAAKKK!!Juliet terkesiap ketika mendengar suara nyaring seperti tamparan disertai jeritan kesakitan si perempuan."Kamu bilang cuma mengantar?? CUMA?! DASAR JALANG!!"Suara gusar le
Setelah mentransfer hasil rekaman CCTV sebagai bukti ke dalam ponsel, Virgo pun segera mengirimkan video itu kepada Dokter Dharmawan, psikiater yang menangani kasusnya sejak Virgo masih berusia 10 tahun, tepat ketika kasus yang mirip seperti ini terjadi.Tanpa mempedulikan keadaan di sekelilingnya yang berantakan, Virgo segera mengganti bajunya yang penuh darah dan mengobati luka di pelipisnya dengan ala kadarnya. Lalu ia segera mengambil kunci mobil untuk pergi mengunjungi Dokter Dharmawan.Suara gonggongan halus itu membuat Virgo seketika menoleh, dan tersenyum saat melihat Theo, si anjing Labrador Retriever berbulu hitam peliharaannya berjalan mendekat dengan ekor yang bergoyang riang.Virgo pun mengelus kepala anjing itu dengan penuh rasa sayang. "Good boy," ucapnya. "Terima kasih, Theo. Karena sudah membantu menyelamatkan wanita itu dari Jeremy. Kamu benar-benar teman yang bisa diandalkan."Theo menjawab dengan gonggongan dan badan yang memutar satu kali, seakan gembira mendengar
"AAGGHHH!!" Teriakan Leon yang terdengar keras penuh kesakitan membuat Juliet terkejut. Maniknya mengerjap kaget saat melihat Matthew yang tiba-tiba saja sudah berada di sini, sedang memiting tangan lelaki yang hendak menampar wajahnya tadi. "Mungkin tanganmu sekalian kupatahkan saja, hm?! Beraninya bajingan sepertimu menyentuh calon istriku!" Geram Matthew dengan manik coklat pasirnga yang menyala-nyala dan raut wajahnya kelam seakan kabut gelap menggantung di wajahnya. Juliet terkesiap ketika mendengar suara derak mengerikan yang menguar di udara, dibarengi dengan jeritan melengking Leon. Gadis bersurai panjang itu pun melirik ke arah Giska yang bersembunyi di belakangnya dengan tubuh gemetar. Ia pasti masih shock, dan sekarang dalam dilema serta ketakutan. "Matthew," panggil Juliet. "Cukup, jangan diteruskan lagi," tegurnya, saat Leon telah jatuh berlutut dengan satu lengannya yang terpuntir dalam posisi janggal. Matthew terlihat belum puas melampiaskan amarahnya dan hendak ber
"Apa yang kamu pikirkan, Muffin?" Juliet seketika tersadar dari lamunannya saat Matthew menegurnya. Gadis itu pun menoleh dan tersenyum manis kepada lelaki tampan yang sedang menyetir di sampingnya. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil Matthew menuju arah pulang, setelah menyelesaikan masalah antara Giska dan Leon. "Cuma berpikir hal-hal random saja. Tidak terlalu penting sih," kilah gadis itu menjawab pertanyaan Matthew. "Apa boleh aku mengetahui hal-hal random itu?" Tanya Matthew lagi. "Uhm...," Juliet menggaruk lehernya yang tidak gatal sembari meringis. "Bukan hal yang besar, Matthew... hanya saja kejadian antara Giska dan Leon membuatku banyak berpikir saja." Matthew mengecup lembut jemari Juliet yang sejak tadi berada tak lepas di dalam genggamannya. "Memikirkan tentang apa?" Tanya lelaki itu lagi. "Boleh aku tahu, Muffin?" "Ini baru ide saja," sahut gadis itu lagi. "Tapi aku ingin melanjutkan kuliah setelah melahirkan, dengan mengambil konsentrasi Hukum Pidana. K
Virgo tertawa kecil saat mendengar suara bantingan pintu di belakangnya. Pasti Karina melampiaskan rasa gusarnya dengan menghempaskan pintu apartemennya dengan kuat.Lucu juga. Baru kali ini Virgo mendapatkan pintu yang dibanting menutup saat ia keluar dari apartemen seorang gadis, karena biasanya lebih banyak pintu yang terbuka lebar untuknya.Lelaki itu kembali mengenakan masker dan kaca mata hitamnya sebelum melangkah menuju lift di ujung koridor.Ia menghela napas melihat kondisi apartemen yang mulai bobrok dan seperti tidak dipelihara oleh pemiliknya. Apa sebaiknya sekarang saja ia memberikan apartemen baru yang lebih baik untuk Karina ya? Siapa tahu pancingan itu akan membuatnya semakin yakin untuk menerima tawarannya.Lelaki itu masih melangkah sembari berpikir, ketika pintu lift yang masih berjarak sekitar enam meter di depannya tiba-tiba saja terbuka, dan empat orang lelaki bertubuh besar keluar dari dalamnya.Virgo hanya melirik keempat lelaki dengan gerak-gerik mencurigaka
Juliet terbangun dari tidurnya karena merasa sedikit kedinginan, dan menyadari bahwa itu karena tidak ada Matthew di sampingnya yang biasa tidur sambil memeluknya.Gadis itu mengernyit melihat jam dinding. Ternyata hari telah berganti malam. Sepulang dari jalan-jalan bersama Matthew tadi, ia merasa lelah. Apalagi ditambah dengan kejadian Giska dan Leon, serta berujung pada diskusi dengan Matthew tentang cita-cita Juliet untuk mendirikan Yayasan.Juliet pun memutuskan untuk turun dari ranjang besar itu. Ia ingin mencari Matthew. Entah kenapa ia merasakan kesepian serta kedinginan, dan saat ini ia hanya ingin mendekap tubuh lelaki itu.Juliet keluar dari kamar untuk mencari Matthew yang kemungkinan berada di ruang kerjanya. Gadis itu hampir saja mendorong pintu ruang kerja Matthew, namun segera membatalkan niatnya ketika mendengar suara dari dalam."Selamanya aku tetap tidak akan pernah memberikan restu untuk kalian!" Seru sebuah suara yang sangat familier. Suara Oma Anita.Juliet seger
"Akulah Virgo, Karina sayang. Dan lelaki itu, lelaki yang bersamamu sebelumnya... justru dialah Jeremy yang sesungguhnya."Karina mengernyit kaget. Apa pula maksudnya ini??"Dia mengambil tubuhku, dan berusaha menyembunyikan jiwaku jauh-jauh. Bahkan dia juga ingin membuatku musnah. Dia mungkin terlihat lelaki baik, tapi satu hal yang harus kamu tahu, Cantik. Dia belum mengeluarkan tabiat aslinya. Yang jauh... jauh lebih kejam dari diriku."Jeremy mengeluarkan devil's smirk-nya melihat wajah bingung Karina, lalu mengecup bibir gadis itu dengan sepenuh gairah.Karina menjauhkan bibirnya dari Jeremy, karena ada yang ingin ia katakan. "Kamu bohong!" Sergah gadis itu sengit. "Virgo tidak pernah memperlakukanku dengan kasar sepertimu, Jeremy!"Lelaki itu menelengkan kepalanya sembari tertawa kecil mendengar perkataan Karina. "Jadi kamu kira hanya karena lembut padamu selama ini, maka dia tidak bisa bersikap kasar, hm?""Baik, akan kubuktikan kalau diriku yang kasar ini pun bisa bersikap lem
Suara ketukan pelan di pintu membuat Matthew mengangkat kepalanya dari layar monitor. Berpikir bahwa mungkin itu adalah sekretarisnya yang hendak memberitahukan sesuatu."Ya, masuk!"Pintu itu pun terbuka, disertai oleh seraut wajah cantik yang muncul dari baliknya dan tersenyum kepada Matthew."Muffin?!" Matthew segera berdiri dari kursinya dan melangkah tergesa ke arah pintu, sementara Juliet telah masuk ke dalam ruangam dan tersenyum semakin lebar melihat suaminya yang menyongsong kedatangannya dengan penuh semangat, penuh cinta dan ketulusan.Matthew mengecup sekilas bibir lembut Juliet lalu memeluk tubuh istrinya dengan erat. "Kejutan yang sangat manis dan menyenangkan melihatmu datang ke kantor, Muffin. I really miss you.""Matthew, sebenarnya aku ke sini untuk--" Juliet tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi karena suaminya yang tak sabaran kini sudah melumat bibirnya dengan serakah. Sebuah ciuman penuh dengan kepemililan mutlak yang hanya kepada dirinya.Juliet berusaha menghin
Tak pernah terbayangkan di benak Karina bahwa ia akan berada di posisi ini.Ia bahkan tidak akan pernah tahu rasanya, berada di bawah tatapan seseorang yang ia kenal, namun sekaligus juga tidak ia kenal. Sebuah pribadi yang biasanya selalu tersenyum dan penuh tawa, namun kali ini datar dan dingin seolah patung tanpa nyawa.Mereka adalah dua jiwa yang berada di dalam satu tubuh yang sama, dengan kepribadian yang jauh saling berbeda. Bagaikan siang dan malam, api dan air, malaikat dan iblis.Bagaimana mungkin seseorang menyimpan jiwa yang berbeda di dalam dirinya? Karina tidak akan pernah mengerti jawabnya, karena ia belum pernah bersentuhan dengan seseorang seperti Virgo sebelumnya.Yang pasti, detik ini adalah detik paling menakutkan yang ia alami sepanjang hidupnya. Dan Karina tidak tahu, apakah detik selanjutnya akan membawanya ke saat-saat penuh kengerian?"J-Jeremy??" Lidah Karina terasa kelu ketika mengucap nama itu. Nama yang sebulan lalu ia nantikan, namun tak kunjung datang. N
"Apa barusan kamu memanggilku dengan nama 'Virgo' alih-alih 'Reiner' seperti biasa, Karina?"Karina pun serta merta tersadar ketika mendengar pertanyaan Virgo yang diucapkan dengan suara lembut namun penuh dengan tuntutan."Ck. Itu cuma nama. Apa bedanya jika aku memanggilmu Reiner atau Virgo? Keduanya juga namamu kan?"Virgo terdiam sembaru menatap seraut wajah cantik dengan tubuh seksi yang duduk di sampingnya. "Tentu saja beda, Nona," lugasnya sembari menarik tangan dan pinggang Karina hingga gadis itu kini telah berada pindah di atas pangkuannya.Karina diam saja ketika Virgo membuat dirinya berada di posisi intim seperti sekarang. Setelah tinggal bersama Virgo selama sebulan, ia sudah tidak terlalu kaget lagi dengan tingginya gairah lelaki itu yang hampir setiap saat menginginkan tubuhnya.Meskipun melelahkan, tapi Karina bersyukur karena Virgo sangat lembut memperlakukannya.Virgo merangkum wajah Karina dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibir sensual milik gadis itu, merasa
Karina mulai merasa bosan. Sejak tadi ia hanya menemani Virgo yang sibuk terus menerus menyapa dan mengobrol dengan para kolega bisnisnya .Namun gadis itu juga tak bisa mengelak karena Virgo memeluk pinggangnya tanpa lepas seakan tidak ingin ia diam-diam menyelinap pergi. Huh, menyebalkan.Saat Virgo sedang mendengarkan lawan bicaranya yang sibuk mengoceh tentang pasar saham, Karina pun berbisik pelan kepada lelaki itu."Aku mau ke toilet dulu."Virgo pun mengalihkan wajahnya kepada Karina. "Mau kuantarkan?"Gadis itu pun menggeleng kecil. "Tidak perlu. Cuma sebentar kok.""Ya sudah. Jangan terlalu lama, atau aku yang akan menyusulmu ke sana."Dan akhirnya Karina bisa bernapas lega setelah Virgo membiarkannya pergi. Duh, pesta ini membosankan sekali!! Sama sekali buka seperti ini bayangan Karina akan sebuah pesta yang sebenarnya.Meskipun sang penyelenggara pesta adalah pasangan tua yang merayakan 25 tahun usia pernikahan perak mereka, tapi apa anak-anak mereka tidak memberikan nas
"Halo, Oma."Pergerakan dari tangan berkeriput yang lincah memotongi tangkai bunga itu pun terhenti, ketika mendengar sebuah suara yang memasuki area kebun tengah menyapanya.Wajah wanita tua itu pun menengadah, dan mengernyit saat menyadari bahwa yang datang adalah seseorang yang paling ia tidak sukai."Maaf jika mengganggu waktu santai Oma. Tapi, bisakah kita bicara?" Ucap suara itu lagi, yang kali ini terdengar sarat akan permohonan.Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir Oma Anita. Hanya sebuah tatapan tajam dan menusuk yang ia berikan untuk sosok wanita yang berdiri di depannya."Siapa yang mengijinkanmu untuk berdiri di depanku dan mengajukan pertanyaan tak tahu malu seperti itu?" Sentak Oma Anita kesal. Ia mengacungkan gunting untuk memotong bunga. "Pergi dari sini atau aku akan benar-benar menyakitimu!""Oma, kumohon. Beri waktu untukku mengungkapkan apa yang ingin kukatakan," ucap wanita itu lagi dengan manik beningnya yang berkaca-kaca.BRAKK!!Wanita tua itu membanting gu
"Apa sudah selesai?" Virgo bertanya kepada salah satu pegawai butik yang baru saja keluar dari kamarnya."Tinggal berdandan sedikit lagi, Tuan Virgo," sahut orang itu sembari membungkukkan badannya hormat.Virgo mengangguk, dan berjalan memasuki kamarnya dimana Karina sedang berganti baju dan berdandan sebelum mereka berdua pergi ke sebuah pesta.Tampak Karina sedang duduk di sebuah kursi di depam cermin dengan dikelilingi oleh dua orang yang menata rambut serta memoles wajahnya."Jangan menggunakan make-up terlalu tebal, dia lebih cantik jika lebih natural," tutur Virgo kepada sang make-up artist yang menganggukkan kepalanya kepada Virgo, sementara Karina juga ikut menatapnya dari balik cermin.Gadis itu melihat bahwa Virgo telah siap dengan mengenakan setelan modern tuxedo lengkap. Jika seperti ini, Virgo terlihat jauh lebih matang dari usia yang sebenarnya. Dan juga berlipat kali lebih tampan.Malam ini, Virgo mengajaknya ke dalam sebuah pesta untuk kalangan atas. Sebuah pesta ulan
"Matthew." Lelaki itu mengalihkan tatapannya dari jendela ke arah suara lembut yang memanggilnya, lalu tersenyum saat seraut wajah rupawan mendatangi dan tiba-tiba saja memeluknya erat. "Wah wah, ada apa ini? Aku pasti sedang bermimpi indah karena mendapatkan sebuah pelukan dari seorang bidadari," goda Matthew. Sebuah kecupan ia layangkan di ubun-ubun kepala Juliet, sebelum gadis itu melepaskan pelukan mereka untuk menatap manik coklat pasir itu. "Ada apa, Muffin? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Matthew ketika melihat Juliet yang hanya diam saja menatapnya. Ia mengelus rambut panjang yang tergerai indah itu sembari merapikan helai-helainya. Juliet menggeleng pelan, lalu kembali memeluk Matthew. Ia tidak ingin Matthew tahu bahwa ia telah mendengar pertengkaran antara lelaki itu dan Oma Anita. Dan bagaimana hal itu sedikit banyak mempengaruhi Matthew, terlihat dari bagaimana Juliet memergokinya yang sedang melamun menatap ke jendela. "Aku sayang kamu," ucap Julie
"Come and serve me, Nona Karina sang penggoda." Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja Karina merasakan merinding di sekujur tubuhnya ketika mendengar suara maskulin yang mengalun dengan serak dan dalam itu. Tatapan dari manik monolid Virgo lurus lekat terarah kepada dirinya, semakin dekat semakin jelas terlihat bahwa sorotnya mengandung kobaran api yang dahsyat. Terlebih, ketika Virgo melangkahkan kakinya dalam ayunan yang tegas, namun perlahan dan penuh perhitungan. Karina tak bergeming, ia masih terkesima dengan sosok yang jauh lebih tinggi dan lebih besar darinya itu, yang malah melakukan langkah pertama untuk menggoda alih-alih dirinya. Saat kini Virgo telah berada tepat di hadapan Karina, kedua insan itu pun saling bertatapan. Karina akhirnya menyunggingkan senyum tipis, dan berpikir pasti Virgo menanti dirinya untuk memulai. Benar juga. Gadis itu terlalu terbawa pada sikap Virgo tadi hingga terlupa bahwa di sini, saat ini, dirinyalah yang seharusnya memegang kendali. Baik