"Matthew? Apa yang terjadi denganmu?!"Matthew menatap datar kepada Oma Anita dan juga Karina yang baru saja datang ke rumahnya.Ia baru saja hendak ke dapur untuk membuatkan susu hamil dan mengambil beberapa camilan untuk Juliet, ketika sayup-sayup ia mendengar suara mobil yang menderu di bagian entrance kediamannya.Suara langkah kaki dua orang itu yang terdengar memasuki rumah pun sangat dihapal oleh Matthew. Namun ia masih dengan santai mengaduk susu dan mengambil camilan beberapa buah potong di dalam piring yang telah disiapkan oleh pelayan.Oma Anita berjalan mendekati cucunya dan lekat memperhatikan wajahnya. Satu tangannya pun terulur memegang dagu Matthew, lalu menolehkan wajah lelaki itu ke kanan dan ke kiri."Apa yang terjadi dengan wajahmu?" Seru Oma ketika melihat lebam dan darah yang menghiasi wajah tampan itu. "Aku tidak percaya cucuku yang sabuk hitam bisa dibikin babak belur begini!"Matthew menghela napas pelan dan melepaskan dagunya dari tangan Oma. "Aku habis diker
"Sebagai penyebab utama dari semua rumitnya masalah kejiwaan yang dialami Juliet, sudah seharusnya kamu sangat bersyukur karena gadis itu masih mau berusaha untuk memaafkanmu, Matthew."Sindiran telak itu membuat Matthew memejamkan kedua manik coklat pasirnya. Penyesalan yang teramat dalam seolah menghujam ke dalam rongga dadanya, merobek setiap senti dinding-dinding hatinya, serta melemahkan seluruh tulang dan ototnya hingga tak berdaya."Aku tahu, Vin." Helaan napas yang berat menguar dari bibir Matthew. "Aku memang si brengsek yang sangat beruntung."Dokter Kevin, yang juga merupakan sepupu jauh Matthew dan kebetulan adalah Dokter Ahli Jiwa atau Psikiater itu menatap Matthew lurus-lurus."Aku bisa melihat refleksi penyesalanmu, dan itu bagus. Juliet itu... dia bukan hanya hancur, tapi juga sudah kehilangan inti jati dirinya. Mood-nya yang naik turun adalah disebabkan ledakan hormon kehamilan sekaligus trauma mendalam atas ketidakberdayaan dan siksaan yang setiap hari ia terima sela
Juliet sedang menunggu di luar ruangan praktek pribadi Dokter Kevin, menunggu Matthew yang berada di dalam sana. Julietlah yang lebih dulu masuk untuk berkonsultasi, bergantian dengan Matthew.Tujuan Dokter Kevin adalah agar dapat mengetahui permasalahan dari setiap sisi, itu sebabnya ia memisahkan kedua pasiennya itu.Suara pintu yang terbuka, membuat Juliet mengalihkan tatapannya ke arah sosok lelaki yang keluar dari sana.Juliet pun berdiri dengan senyuman yang terkembang, ketika melihat bahwa Matthew telah keluar dari ruang konsultasi dan langsung melangkah menghampirinya."Apa sudah selesai?" Tanya Juliet.Matthew mengangguk sembari mengagumi seraut wajah cantik yang semakin bertambah cantik akhir-akhir ini. Kehamilan ini membuat wajah dan kulit Juliet terlihat bersinar alami."Lalu apa yang dikatakan dokter?" Tanya Juliet lagi penasaran."Hm. Dia bilang kamu hebat sekali, sangat kooperatif dan fokus," sahut Matthew sambil meraih jemari lentik Juliet dan mengecupnya sekilas sebel
Karina tidak terlalu kaget melihat tempat tinggal Virgo Reiner yang lebih mirip Penthouse tersembunyi yang terletak di bagian paling atas gedung mal mewah ini.Menjadi pewaris tunggal dari kekayaan ayahnya yang bernama Angkasa Reiner, Virgo dipastikan juga akan menjadi calon pengusaha muda yang meneruskan bisnis Mal dan Hotel milik ayahnya.Dan sekarang, Karina menyeringai diam-diam karena keberuntungan yang sedang berada di pihaknya.Saat ini, gadis itu telah berada di dalam Penthouse milik Virgo. Berada di bagian dapur, lebih tepatnya. Dapur yang luas dan modern, namun tampak terlalu bersih seolah sangat jarang digunakan.Tapi itu wajar, melihat pemiliknya adalah seorang lajang kaya raya. Karina bahkan sangat yakin jika mungkin dapur secanggih ini hanya digunakan untuk pajangan saja, meskipun semua peralatannya dapat berfungsi dengan sangat baik."Duduklah, aku akan mengambilkan obat-obatan dan gel kompres dulu." Virgo menunjuk ke arah kursi di meja makan minimalis namun elegan.Ka
Juliet sedang duduk di kursi taman menunggu Matthew yang sedang ke kamar kecil, ketika sebuah suara isakan tangis dan bentakan tertahan membuatnya mengernyit."Jangan menangis!" Bentak sebuah suara lelaki dari arah belakang kursi taman yang diduduki Juliet, tepatnya dari balik rerimbunan tanaman di sana. Juliet memang tidak bisa melihat apa-apa, tapi ia bisa mendengar dengan jelas."Leon, lepaas. Hiks... sakit..." suara isakan lirih dan permohonan dari seorang perempuan pun juga terdengar setelahnya."Aku bilang jangan nangis, bego!! Baru segini saja sudah bilang sakit!! Terus menurut kamu apa aku juga tidak sakit, melihat kamu selingkuh dengan lelaki lain, hah?!""Kamu salah sangka. Aku tidak pernah sekali pun selingkuh, Leon. Saat itu Bram cuma mengantarku pulang karena aku lembur sampai larut malam."PLAAAKKK!!Juliet terkesiap ketika mendengar suara nyaring seperti tamparan disertai jeritan kesakitan si perempuan."Kamu bilang cuma mengantar?? CUMA?! DASAR JALANG!!"Suara gusar le
Setelah mentransfer hasil rekaman CCTV sebagai bukti ke dalam ponsel, Virgo pun segera mengirimkan video itu kepada Dokter Dharmawan, psikiater yang menangani kasusnya sejak Virgo masih berusia 10 tahun, tepat ketika kasus yang mirip seperti ini terjadi.Tanpa mempedulikan keadaan di sekelilingnya yang berantakan, Virgo segera mengganti bajunya yang penuh darah dan mengobati luka di pelipisnya dengan ala kadarnya. Lalu ia segera mengambil kunci mobil untuk pergi mengunjungi Dokter Dharmawan.Suara gonggongan halus itu membuat Virgo seketika menoleh, dan tersenyum saat melihat Theo, si anjing Labrador Retriever berbulu hitam peliharaannya berjalan mendekat dengan ekor yang bergoyang riang.Virgo pun mengelus kepala anjing itu dengan penuh rasa sayang. "Good boy," ucapnya. "Terima kasih, Theo. Karena sudah membantu menyelamatkan wanita itu dari Jeremy. Kamu benar-benar teman yang bisa diandalkan."Theo menjawab dengan gonggongan dan badan yang memutar satu kali, seakan gembira mendengar
"AAGGHHH!!" Teriakan Leon yang terdengar keras penuh kesakitan membuat Juliet terkejut. Maniknya mengerjap kaget saat melihat Matthew yang tiba-tiba saja sudah berada di sini, sedang memiting tangan lelaki yang hendak menampar wajahnya tadi. "Mungkin tanganmu sekalian kupatahkan saja, hm?! Beraninya bajingan sepertimu menyentuh calon istriku!" Geram Matthew dengan manik coklat pasirnga yang menyala-nyala dan raut wajahnya kelam seakan kabut gelap menggantung di wajahnya. Juliet terkesiap ketika mendengar suara derak mengerikan yang menguar di udara, dibarengi dengan jeritan melengking Leon. Gadis bersurai panjang itu pun melirik ke arah Giska yang bersembunyi di belakangnya dengan tubuh gemetar. Ia pasti masih shock, dan sekarang dalam dilema serta ketakutan. "Matthew," panggil Juliet. "Cukup, jangan diteruskan lagi," tegurnya, saat Leon telah jatuh berlutut dengan satu lengannya yang terpuntir dalam posisi janggal. Matthew terlihat belum puas melampiaskan amarahnya dan hendak ber
"Apa yang kamu pikirkan, Muffin?" Juliet seketika tersadar dari lamunannya saat Matthew menegurnya. Gadis itu pun menoleh dan tersenyum manis kepada lelaki tampan yang sedang menyetir di sampingnya. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil Matthew menuju arah pulang, setelah menyelesaikan masalah antara Giska dan Leon. "Cuma berpikir hal-hal random saja. Tidak terlalu penting sih," kilah gadis itu menjawab pertanyaan Matthew. "Apa boleh aku mengetahui hal-hal random itu?" Tanya Matthew lagi. "Uhm...," Juliet menggaruk lehernya yang tidak gatal sembari meringis. "Bukan hal yang besar, Matthew... hanya saja kejadian antara Giska dan Leon membuatku banyak berpikir saja." Matthew mengecup lembut jemari Juliet yang sejak tadi berada tak lepas di dalam genggamannya. "Memikirkan tentang apa?" Tanya lelaki itu lagi. "Boleh aku tahu, Muffin?" "Ini baru ide saja," sahut gadis itu lagi. "Tapi aku ingin melanjutkan kuliah setelah melahirkan, dengan mengambil konsentrasi Hukum Pidana. K
"Aku haus."Sebuah suara yang berucap dingin itu membuat Karina yang sedang menonton televisi sambil duduk di sofa pun menganggukkan kepalanya, lalu segera beranjak berdiri."Sekalian juga ambilkan kameraku yang disimpan di laci," titah lelaki itu lagi, yang hanya dijawab kembali disahut dengan anggukan tanpa suara dari Karina.Gadis itu mengambil gelas kaca dari lemari, lalu mengisinya dengan air dingin. Situasi hening dengan hanya suara air yang dari dispenser kulkas ini tak pelak membuat Karina melamun.Dan tanpa bisa dicegah, pikirannya pun seketika melayang ketika Virgo masih di sini.Yaitu saat Karina memasak untuk makan malam mereka, dan Virgo menungguinya sambil bersandar di kitchen set. Lelaki itu mengajaknya mengobrol dan bercanda sembari memasak, membuat waktu berlalu dengan sangat menyenangkan.Sehabis makan malam, biasanya mereka jalan-jalan di taman, atau mengendarai mobil berkeliling kota, atau malah sekedar bersantai di penthouse sambil menonton televisi. Yang seringny
"Dia pasti akan selamat dan bisa melalui ini semua. Kita harus tetap meyakini akan hal itu, Karina." Perkataan Dokter Dharmawan itu hanya bisa sedikit membuat Karina agak tenang, meskipun air mata tak hentinya menganak sungai dari manik bening beriris hitamnya. Ya, untuk saat ini tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu keajaiban. Keajaiban yang akan membawa Virgo kembali dari koma. Terbayang kembali ketika Karina ketika melihat pemandangan mengerikan di kamar lelaki itu. Tubuhnya lemas seolah tak bertulang saat menatap nanar ke arah lantai, yang telah dibanjiri cairan merah kental yang mengeluarkan bau besi yang tajam. Darah. Darah Virgo, yang sedang tergeletak tak sadarkan diri, tak jauh hanya beberapa langkah dari Karina berdiri. "Aku tidak mengerti." Karina berucap pelan sembari menatap Dokter Dharmawan yang duduk di sampingnya. Mereka sama-sama menunggu kabar dari Dokter Bedah yang sedang menangani Virgo di dalam ruang operasi. "Kenapa dia ingin membahayakan nyawanya send
Karina terbangun saat mendengar suara-suara ribut dari luar kamarnya. Kelopak matanya terasa sangat berat karena lelah yang amat sangat, tapi pada akhirnya ia pun tetap memaksakan diri untuk bangun.Karena suara-suara itu terlalu mencurigakan.Karina mengerang ketika beranjak untuk duduk di ranjangnya. Badannya remuk. Aah, salahnya juga kenapa terhanyut dengan Virgo yang mengakui perasaan kepadanya, yang kemudian malah disusul dengan percintaan yang penuh gelora.Padahal semalam Karina pun habis digempur oleh Jeremy.Masalahnya, Virgo itu manis sekali. Sikapnya selalu lembut dan mampu membuat Karina merasa seolah benar-benar dicintai.Jika dipikir-pikir, apa yang telah dia alami itu sangatlah aneh. Satu tubuh lelaki yang sama telah menjamah dirinya, namun dengan dua kepribadian yang sangat jauh berbeda dan bertolak belakang.Suara itu kembali terdengar, dan Karina pun yakin jika itu adalah suara dua orang perempuan yang sedang berbincang pelan. Siapa mereka?Karina pun mulai berjalan
"Anda mencari saya, Nyonya Wiratama?"Juliet menatap ke arah lelaki yang baru saja datang dan duduk tepat di seberang mejanya. Wanita itu mendengus geli mendengar nada hormat yang dibuat-buat lelaki itu, yang sebenarnya tersirat ledekan."Halo, Darren. Terima kasih sudah mau menemuiku di sini," sahut Juliet sembari tersenyum. Ia tahu kalau sepupu suaminya ini masih tidak menyukai dirinya.Sejak kejadian beberapa bulan yang lalu di saat Juliet bermaksud melarikan diri dari Matthew dengan berbagai cara, Darren tampaknya belum bisa percaya 100% padanya sampai sekarang.Sebenarnya Darren hanya terlalu menyayangi Matthew, dan bersikap awas kepada siapa pun yang hendak menyakiti sepupunya itu."Tentu saja saya akan menemui Anda, Nyonya. Apa ada yang bisa saya bantu?""Ck. Berhentilah bersikap terlalu formal Darren. Tak bisakah kamu berhenti memusuhiku? Aku bukan lagi Juliet yang dulu, asal kamu tahu," protes Juliet sambil menghela napas pelan melihat sikap Darren yang penuh kebencianberban
"Karina, bangun." Gadis bersurai gelap lurus itu pun sontak terbangun, ketika merasakan tubuhnya diguncang secara perlahan. Dengan manik menyipit sayu, Karina menatap seraut wajah oriental tampan yang balas menatapnya. Awalnya Karina hanya mengucek matanya, namun gadis itu pun seketika membelalak lebar ketika menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. Ada yang berbeda dengan lelaki di sampingnya yang tengah menatap dirinya. Pertama, suaranya. Tidak serak dan berat seperti yang dimiliki oleh Jeremy, tapi sedikit lebih tinggi. Lalu yang kedua, tatapan kelam dan penuh gejolak milik Jeremy pun telah menghilang, digantikan oleh manik yang menyorot setenang air di lautan, namun entah kenapa kali ini juga seakan menyimpan misteri. Jelas sekali, lelaki ini adalah Virgo dan tak lagi Jeremy. "REINER?!" Karina berseru gembira, dan bergerak untuk duduk dan memeluk Virgo penuh ungkapan syukur. Sementara Virgo hanya diam tak bergeming. Maniknya masih mengamati dan berusaha mencerna bagaimana k
Matthew... memiliki saudari kembar?Sepanjang hari setelah kembali dari rumah utama keluarga Wiratama, pikiran Juliet penuh dengan bukti foto yang baru saja ia temukan.Hal mengejutkan dan Juliet pun yakin jika Matthew pun tidak mengetahuinya. Entah kenapa dan apa alasan dari Papa mertuanya menyembunyikan fakta tentang putrinya yang lain dari keluarga Wiratama?Ya ampun. Padahal Juliet bermaksud mencari tahu tentang perselingkuhan Kayana Wiratama dengan ayahnya, namun malah menemukan kejutan yang lain!Apa yang harus ia lakukan sekarang? Rasanya Juliet belum ingin memberitahukan ini kepada Matthew. Suaminya itu sedang berbahagia sekarang setelah berbaikan dengan Oma dan karena anak mereka di dalam kandungan Juliet.Mungkin Juliet akan memastikan lebih dulu tentang kebenaran ini, sebelum menyampaikannya kepada suaminya.Wanita cantik dan elegan itu pun meraih ponselnya untuk menelepon seseorang yang ia tahu mungkin memiliki power untuk mendapatkan informasi, meskipun... Juliet tidak ta
"Nyonya Muda, apa yang Anda lakukan?!""Ssshh... jangan berisik, Tiana. Cepat masuk ke sini dan kunci pintunya!"Pelayan yang bernama Tiana itu pun mengangguk pelan, lalu bergegas melakukan apa yang dititahkan oleh majikannya, Nyonya Muda Wiratama.Setelah mengunci rapat ruang kerja milik mendiang Tuan Besar Ibram Wiratama, Tiana segera berjalan mendekati Nyonya Muda Juliet yang asyik membongkar sebuah lemari buku.Sejak resmi menikah dengan Matthew, Juliet diam-diam sering mengunjungi rumah utama keluarga Wiratama. Terutama ketika suaminya sedang berada di kantor.Selama ini Matthew selalu enggan jika ia mengajak untuk mengunjungi rumah besar yang kini kosong tak pernah ditinggali kecuali oleh para pelayan yang selalu membersihkannya secara berkala.Matthew seolah tak ingin menginjakkan kakinya di rumah ini lagi, namun tak juga ingin menyingkirkan dengan menjualnya misalnya. Ia tetap mempertahankan rumah keluarga dimana dirinya dibesarkan.Meskipun antara Juliet, Matthew dan Oma Anit
"Akulah Virgo, Karina sayang. Dan lelaki itu, lelaki yang bersamamu sebelumnya... justru dialah Jeremy yang sesungguhnya." Karina mengernyit kaget. Apa pula maksudnya ini?? "Dia mengambil tubuhku, dan berusaha menyembunyikan jiwaku jauh-jauh. Bahkan dia juga ingin membuatku musnah. Dia mungkin terlihat lelaki baik, tapi satu hal yang harus kamu tahu, Cantik. Dia belum mengeluarkan tabiat aslinya. Yang jauh... jauh lebih kejam dari diriku." Jeremy mengeluarkan devil's smirk-nya melihat wajah bingung Karina, lalu mengecup bibir gadis itu dengan sepenuh gairah. Karina menjauhkan bibirnya dari Jeremy, karena ada yang ingin ia katakan. "Kamu bohong!" Sergah gadis itu sengit. "Virgo tidak pernah memperlakukanku dengan kasar sepertimu, Jeremy!" Lelaki itu menelengkan kepalanya sembari tertawa kecil mendengar perkataan Karina. "Jadi kamu kira hanya karena lembut padamu selama ini, maka dia tidak bisa bersikap kasar, hm?" "Baik, akan kubuktikan kalau diriku yang kasar ini pun bisa bersika
Suara ketukan pelan di pintu membuat Matthew mengangkat kepalanya dari layar monitor. Berpikir bahwa mungkin itu adalah sekretarisnya yang hendak memberitahukan sesuatu."Ya, masuk!"Pintu itu pun terbuka, disertai oleh seraut wajah cantik yang muncul dari baliknya dan tersenyum kepada Matthew."Muffin?!" Matthew segera berdiri dari kursinya dan melangkah tergesa ke arah pintu, sementara Juliet telah masuk ke dalam ruangam dan tersenyum semakin lebar melihat suaminya yang menyongsong kedatangannya dengan penuh semangat, penuh cinta dan ketulusan.Matthew mengecup sekilas bibir lembut Juliet lalu memeluk tubuh istrinya dengan erat. "Kejutan yang sangat manis dan menyenangkan melihatmu datang ke kantor, Muffin. I really miss you.""Matthew, sebenarnya aku ke sini untuk--" Juliet tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi karena suaminya yang tak sabaran kini sudah melumat bibirnya dengan serakah. Sebuah ciuman penuh dengan kepemililan mutlak yang hanya kepada dirinya.Juliet berusaha menghin