Hidup Olivia yang semula manis kini berada dalam suatu tempat yang ia sebut api penyucian. Entah apa yang membuatnya menyebut frasa tersebut.
Yang ia tahu kini ia sedang berdandan ayu di depan cermin di sebuah ruang make-up. Dengan rasa kesal yang membendung tinggi dalam hati dan benaknya.
Bukankah seharusnya pengantin merasa bahagia ketika menyambut pernikahannya?
“Ck! Menikah!?” decitnya sendiri ketika perias tersebut telah selesai menata wajah cantiknya itu.
Pasalnya, Olivia tidak ingin menikah selama hidupnya. Ia hanya melihat dirinya menghabiskan waktu bersama anjingnya yang beranak-pinak dan berlarian di rumah besarnya.
Uang? Punya. Rumah keren? Punya. Mobil? Lebih dari satu. Lantas mengapa Olivia menikah dengan laki-laki yang disebut super sempurna itu? Padahal dirinya juga memiliki segalanya.
Orang tua bangkrut? Tidak juga. Orang tua butuh uang untuk pengobatannya seperti di novel-novel? Kalau ini tidak mungkin, harta keluarga Olivia sudah tumpah-tumpah.
Kini gaun sudah terpampang apik di badannya yang langsing itu. Gaun putih yang sangat pas dengan lekuk tubuhnya. Gaun yang didesain oleh desainer terkenal, Valina Sanris, diimpor dari Paris.
Dengan sepatu hak tinggi putih dengan kilau berlian yang terpampang di sepatu tersebut meski tak terlihat karena tertutupi oleh rumbai gaun. Olivia sembari memegang bunga estetik yang tak terlalu mencolok di mata dengan warna krem dan pink.
Saat melangkahkan kakinya menuju altar, Olivia pun jatuh terkulai tak sadarkan diri. Membuat seluruh keluarga dan tamu panik.
Calon suaminya dari altar perlahan berjalan santai menuju Olivia.
Pria dengan jas hitam pekat nan pas di tubuhnya itu langsung menggerakkan tangannya di lengan Olivia. “Heh? Bangun! Aku tau kamu pura-pura,” bisiknya setelah menyuruh semua orang menyingkir.
“Ivan! Olivia itu pingsan! Bukan pura-pura! Bawa dia ke dalam dulu,” gertak ayahnya Ivan.
Dengan enggan, Ivan membopong Olivia dan menidurkannya di kursi tamu yang sudah dihimpitkan agar cukup untuk badan Olivia.
Ibunda Olivia pun datang membawakan aromaterapi agar Olivia bisa bangun.
“Biar Ivan saja, Tante?”
Ivan pun berusaha membangunkan Olivia sambil mencibir. “Akal-akalanmu aja. Aku tau.”
***
Jauh sebelum tragedi ini terjadi, Olivia sedang pergi ke kelab malam. Bersenang-senang dengan teman seumurannya.
Olivia, wanita 22 tahun dengan paras cantik. Ia juga merupakan seleb sosial media sedang viral. Tik-tok.
Sejak kecil ia selalu didukung keluarganya dalam hal finansial. Bisa bersekolah di luar negeri juga termasuk privillege-nya. Namun dia memutuskan untuk tidak melanjutkan untuk mengambil jenjang S1 nya. Ia merasa sudah cukup dan bisa melanjutkan bisnis kedua orang tuanya di Surabaya.
Dengan harta yang diberikan oleh orang tuanya, Olivia merasa aman dengan masa depannya. Sehingga ia bermimpi tidak ingin menikah dan tetap menjalani kehidupannya seperti ini. Hal yang ia lakukan setiap hari sudah lebih dari membuatnya bahagia.
Malam ini, Olivia masih berada di kelab VIP para pemilik perusahaan. Dalam keadaan mabuk, dia melantur bersama teman-temannya.
Saat berjalan ke toilet dengan kedua temannya, kening Olivia serasa menubruk sesuatu di depannya. Ditatapnya benda aneh tersebut. Yang dilihatnya samar-samar dan membayangkan Dylan O’brien sedang akan menciumnya.
“Suamiku …. Hueeek!”
“Omaigat!” jerit Nessa, teman Olivia.
Kedua temannya terlepas kaget ketika melihat kelakuan temannya yang tak tahu malu itu.
Mata Olivia membelalak ketika melihat benda tadi kini menjadi seorang pria yang memakai kemeja hitam. Wajahnya muram saat menatap Olivia.
Bagaimana tidak? Olivia memuntahkan minuman keras yang sudah ada dalam lambungnya dari tadi. Tepat di dada pria tersebut yang memakai kemeja hitam tadi.
Parahnya, kejadian tersebut sudah terekam oleh beberapa teman pria tersebut yang sedang membuat konten di kelab ini. Menyaksikan aksi konyol Olivia yang menyebut pria tersebut sebagai suaminya dan menodai pakaian pria tersebut.
Olivia menggaruk kulit kepalanya, menunduk dan langsung berlari ke toilet wanita. Toilet mewah sesuai dengan tema kelab ini. Hanya orang tertentu saja yang bisa masuk ke kelab ini. Mereka menyebutnya Crazy Rich.
“Carikan baju untukku. Kita pulang,” suruh pria tersebut dengan tegas kepada bodyguard-nya.
“Aduh! Gimana, dong?!”resah Olivia di depan cermin. Dengan rupa yang sudah terlumuri leburan eyeliner yang ia pakai sejak tadi siang.
Nessa dan Liana pun ikut mendampingi Olivia setelah mereka berdua meminta maaf pada pria tadi.
Sejujurnya mereka berdua bisa masuk ke kelab ini karena Olivia. Olivia menyayangi teman-teman SMA-nya ini. Sehingga kemanapun Olivia ingin mengajak mereka, ia selalu mentraktir.
Setelahnya, mereka memutuskan untuk pulang.
“Olivia!”
Lengkingan suara wanita itu membangunkan Olivia yang sudah hampir memasuki kamarnya. Jalannya sudah setengah mengantuk.
Olivia menoleh ke sumber suara. “Ma-mama? Kok di sini?”
“Kamu! Jam satu pagi baru pulang?!”
Sudah lelah dan enggan berdebat panjang. Olivia menjawab, “kan katanya nggak boleh pulang terlalu malam. Ya … Livia pulang pagi, dong, Ma?!”
“Aaargh, kamu memang sukanya ngeles dari dulu!”
Olivia melambaikan tangan dan langsung menuju kamarnya. “Dah, ah, Ma! Aku mau tidur dulu. Capek!”
Brak!
Suara pintu yang sedikit terbentur keras saat ditutup.
Aulia, ibunda Olivia mendengus menahan sabarnya. Apa yang salah ketika putrinya kecil? Apakah dia salah mendidik Olivia? Sehingga putrinya tumbuh menjadi perempuan malas, manja, dan seenaknya?
Aulia sengaja datang ke rumah Olivia tadi malam. Dia ingin mengetahui kabar putrinya yang sudah jarang pulang ke rumah utamanya. Suaminya, Billy, sedang berada di luar negeri sehingga ia tak punya teman di rumahnya kecuali para asisten rumah tangganya.
Keesokan harinya, Aulia bangun lebih pagi meski ia hanya tidur beberapa jam saja.
Dia pun ikut membantu asisten dapur untuk menyiapkan Olivia makan.
“Mbak, Olivia sering pulang pagi, ya?”tanya Aulia seiring memotongi wortel di meja dapur yang terbuat dari granit berwarna putih itu.
Asisten dapur itu mengangguk ragu, tak tahu harus berkata sejujurnya atau tidak. “Non Livia ….”
Aulia berhenti memotong wortel tersebut dan menoleh ke Asti. “Mbak bilang jujur aja, saya yang menggaji Mbak Asti.”
“Ehh?! Iya, Bu.”
Jawaban seperti itu sudah cukup jelas bagi Aulia. Dia pun mendongak. Melihat ke arah kamar tidur Olivia di lantai dua.
Aulia mendengus kesal. “Terlalu sering dimanja dengan uang dan semua yang meladeninya. Ck!”
Sedangkan Olivia, wanita berdarah blasteran tionghoa-jawa ini, masih tertidur pulas di kamar tidurnya yang luasnya sudah sama seperti apartemen mahasiswa.
***
Halo pembacaku yang cantik dan ganteng! Bantu subs author dan novel ini ya biar author semangat update!
Follow i* @novelbyreb dan f* author juga “Rebecca Puspa”
See you there! ^^
“Bukan mimpi namanya kalau memang takdir.” — Rebecca Puspa.***Tiada hari tanpa jalan-jalan bagi Olivia. Hidupnya seakan hanya bisa berfoya-foya saja.Kesehariannya hanya bangun tidur, rebahan di kasur, memainkan ponsel, mandi dan pergi ke luar rumah untuk bertemu teman-temannya di sore hari. Selama menunggu teman-teman Olivia pulang kuliah, ia menghabiskan waktunya untuk membuat konten Tik-tok.Semua yang viral ia lakukan demi menaikkanfollowers. Ia juga memanfaatkan kecantikannya agar menarik banyak pengguna menilik akunnya itu.“Jadi ke Noach nggak?”Olivia menghubungi Nessa. Teman akrabnya yang ikut terjun dalam beberapa masalah yang dibuat Olivia.Rencana dari kemarin, mereka ingin pergi ke sebuah kafe yanginstagrammable.Dengan nuansa kayu cerah, tanaman r
“Astaga!” jerit Olivia dari dalam hati. Wajahnya memerah padam dan terbaring di ranjangnya.Apa yang sedang ia bayangkan?Rupanya malam itu, pria yang mengendarai Lamborghini sedang memaksanya ikut menaiki mobil. Hingga Olivia pun meninggalkan teman-temannya di kafe.***Kala itu, degup jantung Olivia berdebar kencang. Bukan karena akhirnya berdampingan dengan pria yang sempat ia lirik tadi. Melainkan karena pria itu menyetir mobil seperti sedang menaiki jet tempur.“Hoi! Pelan-pelan dong bawa mobilnya! Kamu mau tanggung jawab kalau aku ada apa-apa?! Nggak, kan? Kita aja nggak kenal!”Pria tadi masih berdiam diri dan fokus menyetir. Sampai pada mereka berhenti di sebuah mall dengan parkir VIP.Anehnya, meski Olivia merasa takut dengan pria asing ini, ia masih mengikutinya. Pria yang dari tadi belum mengucap sepatah
Perlahan Olivia membuka matanya yang sejak tadi hanya melihat warna hitam. Jantugnya berdebar hebat sejak sebuah kain tipis melingkar di kedua matanya.Sialan! Dimana aku?Pandangannya sinis ke seluruh ruangan ini. Namun ia tak terlalu merasa terkekang karena tak ada satupun tali yang mengikatnya seperti adegan kejam di sinetron.“Nona, silakan ditunggu.”Olivia kontan menoleh ke belakang. Tampak seorang pria mengenakan jas hitam formal sedang bertugas.“Hah? Nungguin siapa?” tanya Olivia yang tak kunjung mendapat jawaban juga.Dengan mata ayamnya, nampak seseorang telah datang mendekatinya. Ia pun menoleh ke kanan.“Eh?” Celetuk Olivia menghentikan langkah kaki wanita tersebut. Wanita yang ditemuinya di sebuah restoran korea di mall hari yang lalu.Perempuan itu s
“That you were Romeo, you were throwing pebbles.” — Taylor Swift.***Ivan memejamkan matanya. Hari yang tak biasa telah terjadi. Seperti laba-laba telah bersarang di otaknya.“Mah!? Ini maksudnya apa?”Li Hua berkata, “mama sudah nggak bisa nunggu. Mama mau kamu menikah.”Lantas Ivan semakin stress, ia mengacak adul rambutnya yang lemas itu.“Aku belum mau!” tolak Ivan mentah-mentah. Melihat Li Hua menyicip beberapa masakan di sebuah hotel.Tampaknya Li Hua sedang merencanakan pernikahan baginya. Itu yang ada di pikiran Ivan. Sebab mamanya bertemu dengan pihak wedding organizer di hotel yang mereka kunjungi ini.Kemudian Ivan menarik tangan Li Hua dan mengajaknya keluar dan pulang.Ivan mengantar Li Hua ke rumah. Lantas ia be
Terik matahari yang sangat terang benderang ini membuat seluruh manusia malas untuk keluar. Termasuk Olivia. Ia tidak berniat untuk berbelanja seperti biasanya. Hanya mendekam di dalam kandangnya saja.Perutnya pun kini sudah menebarkan nada. Tanda bahwa ia merasakan lapar dan ingin segera diisi.Olivia beranjak dari kasur dan menuju dapur.Dilihatnya satu buah yang mencolok mata. Ia tertarik memakan buah tersebut.“Livia!”Denyut nadi Olivia seketika berhenti selama satu detik setelah mendengarkan teriakan tersebut.“Kamu lagi hamil! Nggak boleh makan nanas!”“Tapi—““Nggak ada tapi-tapian,” ucapnya pada Olivia. “Mbak Asti! Ini siapa yang suruh taruh nanas di sini?!”Aulia meneriaki Asti sekarang.“Ma! Ak
Sejujurnya Ivan tak bersungguh-sungguh dalam perkataannya kemarin saat berdialog dengan mamanya. Tentang rencananya menikahi Olivia. Yang benar saja, Ivan tak mengenal Olivia. Jadi ia hanya bermaksud menggertak mamanya dan membatalkan perjodohannya dengan Bella.Namun setelah mengetahui secercah celoteh dari seseorang, Ivan kembali mencari Olivia setelah satu bulan mereka tak bertemu kembali. Sebulan setelah Ivan secara tak diundang datang ke rumah Olivia. Mengatakan bahwa dirinya menghamili wanita muda tersebut.Pasalnya saat Ivan pergi setelah berdebat dengan mamanya, ia bertemu dengan seseorang yang dianggapnya sangat berharga.“Waktu itu … saya ingat sekejap kejadiannya.”Ivan memasang wajah antusias. Siap mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut tersebut.“Saat itu opa kamu berniat membelikan es krim buat kamu. Kamu masih kecil sekali. Mungk
Bukankah setiap kebetulan selalu didasari oleh suatu alasan?Bagi Ivan memang bukan kebetulan. Baginya ini adalah jalan hidupnya. Itulah mengapa ia selalu dekat dekat opanya. Rupanya selama ini ada alasan dibalik kedekatannya dengan opa dan omanya.“Oma? Coba dilihat lagi?”Omanya menajamkan penglihatannya saat memandangi layar benda pipih itu.“Iya. Oma yakin! Meski pandangan oma saat itu samar-samar karena pusing!”Ivan semakin menggaruk kepalanya. Mencoba meyakinkan pandangan omanya terhadap foto yang ia ambil beberapa hari lalu.“Ya ini gadis kecil waktu itu!”Desahan kalut terembus oleh Ivan.Baiklah. Jadi wanita bar-bar itu yang dijodohkan opa denganku?! Hff tapi bagaimana lagi? Aku sudah janji dengan opa dan oma untuk mencari gadis kecil yang ikut menolong kami saat
Meski Ivan sangat tahu bahwa dirinya tidak mencintai Olivia, ia memiliki motivasi untuk membahagiakan opa dan omanya. Selama dia bertumbuh hingga sekarang, merekalah yang lebih sering merawatnya.Orang tua Ivan sempat menolak dengan perjodohan yang diajukan oleh Mei.“Kemarin kita sudah diskusi. Saya tidak mau menjodohkan Ivan dengan anak dari pemilik perusahaan itu, Mi.”“Tapi—”Begitu kata Li Hua. Dia kekeuh menolak perjodohan ini.Li Hua berkata lagi, “Bella. Pokoknya Bella yang boleh jadi istri Ivan.”Kedua wanita itu beradu mulut. Persis seperti Ivan dengan Li Hua. Namanya juga anak dan ibu.Mei tetap bersikukuh mempertahankan keinginan suaminya.“Tapi kan papi udah nggak ada?!” Li Hua mencari alasan lagi yang sejujurnya agak menyakitkan bagi Mei. 
“Aaargh!”Teriakan itu sempat mengusir burung-burung kecil yang sedang hinggap di batang pohon sebelah kamar Olivia.Ia sudah berpindah dari hotel ke sebuah kos eksklusif. Olivia mendapatkan lantai dua sehingga ia bersebelahan dengan pohon salam dengan daunnya yang tipis.Rambut Olivia pagi ini sangat berantakan. Wajahnya memerah karena emosi yang memuncak dan tak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Bumi seolah sedang memberikan racun padanya kali ini.Ia memikikan perkataan Ivan di malam dua hari yang lalu.Saat itu Ivan juga mengajaknya pulang namun Olivia kekeuh menolaknya. Sehingga Ivan berkata, “oke. Aku kasih kamu waktu lagi. Tapi kalau aku sudah muak dan nggak tahan … aku jemput dan paksa kamu.”Olivia juga mematikan ponselnya. Ia berusaha keras untuk tidak menghubungi siapapun. Karena ia merasa tidak ada yang berp
“Nes?”Olivia berdeham setelah menyapa temannya melalui telepon. “A-aku boleh nginep di rumahmu?”Nessa mengernyitkan matanya. Ada perasaan ragu di wajahnya.“Kenapa, Ci?”“Mmm aku nggak mau di rumah aja, sih?”Olivia enggan menceritakan hal yang dialaminya kini. Seraya membayangkan kejadian tempo lalu saat ia pergi dari rumah dan berakhir menginap di sebuah hotel mewah yang ternyata menjadi malapetaka untuknya. Kartu kreditnya diblokir semua oleh papanya—pemegang kartu kredit utama.“Ta-tapi rumahku jelek?” Nessa menjawab dengan bimbang. Antara merasa kasihan dengan temannya ini atau harus mengikuti pesan dari Aulia.“Pokoknya aku mau tidur di rumah kamu. Nggak apa-apa, ya?”Nessa menggaruk keningnya kasar. “Aku ijin mamaku dulu, ya?&
Pilihan hati orang tua hampir tidak pernah salah. Ini yang dirasakan oleh Aulia. Baginya Ivan adalah seseorang yang tepat untuk Olivia. Meski mereka berdua belum bisa merasakan cinta. Namun Aulia yakin nanti akan ada saatnya mereka bisa memadu perasaan itu.“PREWED, MA?!”Astaga! Amarah Olivia membuncah. Tidak ada angin, tidak ada hujan. Seketika Aulia memintanya untuk menjadwalkan foto pre-wedding bersama Ivan.“Wah! Parah banget! Aku tertekan kalau begini!” teriaknya dalam hati.Mungkin tahun ini adalah tahun di mana Olivia tidak bisa berkehendak sesuka hati lagi. Sepertinya alam sudah tidak mengijinkannya. Sudah terlalu lama Olivia membangkang dan bertindak sesuai kemauannya.Bukankah terkadang kita harus bisa menerima apa yang sedang diujikan oleh semesta ini? Tidak semua bisa dilakukan sesuai keinginan hati. Ada saatnya seseorang diberikan co
“Ci anjingnya jenis apa? Besar banget!”Sebuah komentar yang terpampang di video Tik-tok milik Olivia. Pagi ini ia mengawali hari untuk mengecek beberapa komentar yang ada di akunnya.Kemarin adalah kali pertama Olivia mengunggah video bersama anjing besarnya yang berwarna cokelat dan putih itu.Setelah membaca puluhan komentar, Olivia memutuskan untuk beranjak dari ranjangnya menuju ke taman belakang.Kolam renang yang luas itu menyapa kedua bola matanya. Dengan gemericik air yang menghiasi pendengarannya.Tampaknya Olivia sedang membuka kamar berpintu kaca. Kamar itu seperti transparan karena jendelanya juga berkaca. Di samping kamar tersebut tumbuh sebuah pohon mangga yang terawat. Seolah meneduhi kamar itu.“Nah ini! Chu ini jenisnya Alaskan Malamute! Impor dari Cina,” ucap Olivia melalui rekamannya yang baru. Sembari memeluk anjin
Meski Ivan sangat tahu bahwa dirinya tidak mencintai Olivia, ia memiliki motivasi untuk membahagiakan opa dan omanya. Selama dia bertumbuh hingga sekarang, merekalah yang lebih sering merawatnya.Orang tua Ivan sempat menolak dengan perjodohan yang diajukan oleh Mei.“Kemarin kita sudah diskusi. Saya tidak mau menjodohkan Ivan dengan anak dari pemilik perusahaan itu, Mi.”“Tapi—”Begitu kata Li Hua. Dia kekeuh menolak perjodohan ini.Li Hua berkata lagi, “Bella. Pokoknya Bella yang boleh jadi istri Ivan.”Kedua wanita itu beradu mulut. Persis seperti Ivan dengan Li Hua. Namanya juga anak dan ibu.Mei tetap bersikukuh mempertahankan keinginan suaminya.“Tapi kan papi udah nggak ada?!” Li Hua mencari alasan lagi yang sejujurnya agak menyakitkan bagi Mei. 
Bukankah setiap kebetulan selalu didasari oleh suatu alasan?Bagi Ivan memang bukan kebetulan. Baginya ini adalah jalan hidupnya. Itulah mengapa ia selalu dekat dekat opanya. Rupanya selama ini ada alasan dibalik kedekatannya dengan opa dan omanya.“Oma? Coba dilihat lagi?”Omanya menajamkan penglihatannya saat memandangi layar benda pipih itu.“Iya. Oma yakin! Meski pandangan oma saat itu samar-samar karena pusing!”Ivan semakin menggaruk kepalanya. Mencoba meyakinkan pandangan omanya terhadap foto yang ia ambil beberapa hari lalu.“Ya ini gadis kecil waktu itu!”Desahan kalut terembus oleh Ivan.Baiklah. Jadi wanita bar-bar itu yang dijodohkan opa denganku?! Hff tapi bagaimana lagi? Aku sudah janji dengan opa dan oma untuk mencari gadis kecil yang ikut menolong kami saat
Sejujurnya Ivan tak bersungguh-sungguh dalam perkataannya kemarin saat berdialog dengan mamanya. Tentang rencananya menikahi Olivia. Yang benar saja, Ivan tak mengenal Olivia. Jadi ia hanya bermaksud menggertak mamanya dan membatalkan perjodohannya dengan Bella.Namun setelah mengetahui secercah celoteh dari seseorang, Ivan kembali mencari Olivia setelah satu bulan mereka tak bertemu kembali. Sebulan setelah Ivan secara tak diundang datang ke rumah Olivia. Mengatakan bahwa dirinya menghamili wanita muda tersebut.Pasalnya saat Ivan pergi setelah berdebat dengan mamanya, ia bertemu dengan seseorang yang dianggapnya sangat berharga.“Waktu itu … saya ingat sekejap kejadiannya.”Ivan memasang wajah antusias. Siap mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut tersebut.“Saat itu opa kamu berniat membelikan es krim buat kamu. Kamu masih kecil sekali. Mungk
Terik matahari yang sangat terang benderang ini membuat seluruh manusia malas untuk keluar. Termasuk Olivia. Ia tidak berniat untuk berbelanja seperti biasanya. Hanya mendekam di dalam kandangnya saja.Perutnya pun kini sudah menebarkan nada. Tanda bahwa ia merasakan lapar dan ingin segera diisi.Olivia beranjak dari kasur dan menuju dapur.Dilihatnya satu buah yang mencolok mata. Ia tertarik memakan buah tersebut.“Livia!”Denyut nadi Olivia seketika berhenti selama satu detik setelah mendengarkan teriakan tersebut.“Kamu lagi hamil! Nggak boleh makan nanas!”“Tapi—““Nggak ada tapi-tapian,” ucapnya pada Olivia. “Mbak Asti! Ini siapa yang suruh taruh nanas di sini?!”Aulia meneriaki Asti sekarang.“Ma! Ak
“That you were Romeo, you were throwing pebbles.” — Taylor Swift.***Ivan memejamkan matanya. Hari yang tak biasa telah terjadi. Seperti laba-laba telah bersarang di otaknya.“Mah!? Ini maksudnya apa?”Li Hua berkata, “mama sudah nggak bisa nunggu. Mama mau kamu menikah.”Lantas Ivan semakin stress, ia mengacak adul rambutnya yang lemas itu.“Aku belum mau!” tolak Ivan mentah-mentah. Melihat Li Hua menyicip beberapa masakan di sebuah hotel.Tampaknya Li Hua sedang merencanakan pernikahan baginya. Itu yang ada di pikiran Ivan. Sebab mamanya bertemu dengan pihak wedding organizer di hotel yang mereka kunjungi ini.Kemudian Ivan menarik tangan Li Hua dan mengajaknya keluar dan pulang.Ivan mengantar Li Hua ke rumah. Lantas ia be