Sejujurnya Ivan tak bersungguh-sungguh dalam perkataannya kemarin saat berdialog dengan mamanya. Tentang rencananya menikahi Olivia. Yang benar saja, Ivan tak mengenal Olivia. Jadi ia hanya bermaksud menggertak mamanya dan membatalkan perjodohannya dengan Bella.
Namun setelah mengetahui secercah celoteh dari seseorang, Ivan kembali mencari Olivia setelah satu bulan mereka tak bertemu kembali. Sebulan setelah Ivan secara tak diundang datang ke rumah Olivia. Mengatakan bahwa dirinya menghamili wanita muda tersebut.
Pasalnya saat Ivan pergi setelah berdebat dengan mamanya, ia bertemu dengan seseorang yang dianggapnya sangat berharga.
“Waktu itu … saya ingat sekejap kejadiannya.”
Ivan memasang wajah antusias. Siap mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut tersebut.
“Saat itu opa kamu berniat membelikan es krim buat kamu. Kamu masih kecil sekali. Mungkin kalau sekarang tidak ingat kejadiannya. Yang oma ingat … kita disenggol oleh kendaraan. Entah bagaimana pandangan oma sangat blur saat itu. Yang oma ingat lagi adalah ketika oma sudah tidak pegang tangan kamu lagi. Oma mau bangun dan cari kamu sama opa. Tapi oma nggak kuat buat bangun.”
“Iya, Oma. Lanjut ya?”
“Kalau opa juga begitu katanya. Yang diingat sama opa ya cuma percikan-percikan yang ditulis di surat yang dikasih ke kamu itu. Memangnya kenapa, Van?” tanya Mei—omanya Ivan.
Lalu Ivan tersenyum kecil. “Nggak, Oma. Ivan tadi debat sama mama. Terus seketika mama menyebut dua kata yang bikin aku teringat sama suratnya opa.”
“Apa?”
“Sky Express.”
Mei mengerutkan kening. “Lho? Iya! Itu yang dilihat sama opamu! Mobil pengantar paket itu, kan!?”
Menjadi semakin terpikirkan oleh surat tersebut. Ivan juga ikut mengerutkan kening.
“Kenapa, Van? Kamu menemukan gadis kecil itu? Yang dilihat opa?”
“Belum, Oma. Tapi Ivan punya teman. Anaknya yang punya Sky Express itu. Mungkin Ivan bisa tanya ke dia,” ujar Ivan sembari mengelus bekas lukanya di dahi. Yang ia dapatkan sejak kecil.
“Opamu belum sempat mencari seseorang yang sudah membawa kita ke rumah sakit waktu itu. Berapa bulan setelahnya opa kamu meninggalkan kita karena sakitnya.”
“Iya, Oma.”
“Kalau dari cerita opa waktu itu supirnya bawa anak kecil itu, kok!? Terus opa diangkut ambulans. Oma masih baik-baik saja hanya lemas dan menyender di mobil pengantar paket itu sama kamu. Tangan sama dahimu kalau nggak salah ya terluka merah-merah begitu! Oma dah nggak bisa lihat dan mikir keadaan sekitar. Nggak sempat tanya nama sopir itu juga!
“Soalnya habis dirawat suster, oma cari sopirnya itu sudah nggak ada! Lalu … setelah opa meninggal beberapa bulan kemudian, oma ya sudah berhenti mencari sopir dan anaknya itu. Gimana, Van?”
Ivan mengangguk pada orang yang disayangnya itu. “Nanti Ivan tanyakan ke teman Ivan itu, ya?! Supaya opa tenang di surga.”
“Ya, Van. Kalau nggak salah gadis itu pakai seragam sekolah. Roknya hijau, rambutnya dikuncir dua, punya gingsul, kok?”
“Oma yakin?”
Mei terkekeh. “Wah, oma agak lupa! Kan saat itu samar-samar lihatnya. Dia duduk di sampingmu, kok!”
Ivan memegangi pelipisnya. “Ivan nggak ingat, Oma?! Ya sudah nanti coba tanya ke teman Ivan siapa tau bisa ketemu.”
“Ya, boleh. Kalau misalnya tidak ketemu ya tidak apa. Oma nggak maksa harus begini begitu. Lagipula kejadiannya sudah lama, kan!?”
“Nggak! Ivan mau mengabulkan keinginan opa,” imbuh Ivan tegas. “Ivan sayang sama opa dan oma. Sejak kecil yang merawat aku hanya opa dan oma. Papa sama mama sukanya sibuk sendiri,” papar Ivan.
Perkataan yang sepertinya tersirat dengan luka batin. Membuat Mei tersenyum pahit.
“Kamu sudah besar kok masih kesal dengan orang tua kamu?!”
“Mereka taunya cari uang. Nggak ada pengertiannya sama Ivan. Giliran Ivan besar seperti ini. Malah dijodohin sama cewek yang Ivan nggak suka.”
“Lho?! Bukannya isi surat opa begitu?!”
“Ya … beda pokoknya! Kalau opa yang minta, Ivan mau mengabulkan!”
Mei terkekeh. Cucunya ini masih seperti anak kecil setiap kali bertemu dengannya. Bagaimana nanti kalau dirinya sudah menyusul suaminya di surga? Pasti nanti Ivan sangat terpukul.
***
“Heh! Kamu di rumah, nggak?”
“Iya.”
“Oke. Otw!”
Olivia geram. “Ngapain nih manusia pucat dateng ke sini!?” batinnya. Padahal kulitnya sendiri juga pucat. Tapi sukanya mengumpat ke orang lain!
Selang lima belas menit menunggu, kini Olivia duduk di hadapan Ivan. Mereka tak berbincang lagi. Saling berdiam diri dan menunggu siapa pemenang dari ajang bisu ini.
Si b*bi! Ke sini cuma mau diem-dieman! Nggak malu apa udah bikin rumor aku hamil di rumah ini!?
Entah mengapa kini setiap kali bertemu Olivia, segala ucapan dan pertanyaan yang ingin ia utarakan selalu tidak bisa ia ucapkan.
“Kenapa?”
Ya. Ivan merasa menang sebab Olivia yang pertama kali membuka mulut.
“Mau tanya,” kata Ivan sembari melirik ke beberapa sudut ruangan besar ini.
Sepertinya sepi. Begitu pikir Ivan. Mungkin semua ART sedang berada di belakang.
“Ya tanya aja. Kenapa jadi muter-muter di ruang tamu?!” decit Olivia. Memperhatikan Ivan berjalan kesana-kemari di ruangan besar ini.
“Nggak jadi,” balas Ivan. Seiring tangannya mulai mengayun ke sebuah pigura kecil yang berada di nakas ruang tamu.
Matanya semakin sipit saja ketika melihat sebuah foto lawas. Dirinya semakin terbenam di foto tersebut.
Cekrek!
“Heh? Kok beraninya ngambil foto orang? Ijin dulu!” Olivia berteriak kesal sebab pria itu dengan bisu mengambil foto di pigura tersebut.
“Kamu waktu kecil?” tanya Ivan. Sejak tadi ia berbicara minim kepada Olivia.
“Hm!” jawab Olivia dengan anggukan datar.
Ivan memasukkan ponselnya kembali dan bergegas pulang. Sebelum ia membuka pintu mobil mewahnya itu, ia menghentikan gerakannya.
“Mulai sekarang panggil aku ‘Koko.’ Kamu lebih muda jauh daripada aku,” suruhnya dingin.
“Eh?”
Olivia hanya membulatkan matanya heran. Bola matanya melirik ke seluruh arah mata angin. Kemudian berhenti memandangi punggung manusia menyebalkan itu.
Ivan segera melajukan mobilnya setelah menutup pintu tersebut.
Tak terasa waktu sudah berputar, senja pun tiba. Meredupkan nyala terang yang menyinari kota besar ini.
Olivia seketika mendapatkan pesan dari pria itu lagi.
“Bersiap saja.”
Apa maksudnya? Olivia tak paham lagi dengan pola pikir pria ini. Bermain teka-teki yang tak bisa ia ikuti dengan mudah. Mengapa kalau bicara sukanya yang singkat? Apakah tidak bisa bicara panjang lebar sehingga tidak memunculkan tanda tanya?
Olivia mendesah. Namun tak diambil pikir pesan dari orang tersebut. Ia kembali memikirkan konten Tik-tok yang mau dibuatnya.
Drrrt!
Hampir saja ponsel baru Olivia rusak lagi. Kaget dengan panggilan mendadak tersebut dan ingin melemparkan ponselnya.
“Apa, Ma?”
“Tadi Ivan ke sana, ya!?”
“Iya. Kenapa?”
“Tuh, kan! Nggak mungkin kalau kalian nggak ada apa-apa! Pasti kalian berpacaran diam-diam, kan!?”
Olivia meredupkan pandangannya. “Nggak, Ma. Olivia jomblo eksklusif!”
Setelahnya panggilan itu berakhir. Namun akal Aulia tidak pernah habis.
Ia berusaha agar bagaimanapun caranya Olivia tetap menjadi pewaris sah perusahaan ini.
“Ivan?”panggil Aulia melalui saluran telepon.
“Ya, Tante?”
“Besok bisa ketemu?”
Wah, rupanya Aulia dan Ivan sudah bertukar nomor telepon! Apa yang akan dilakukan Aulia selanjutnya, ya!?
Bukankah setiap kebetulan selalu didasari oleh suatu alasan?Bagi Ivan memang bukan kebetulan. Baginya ini adalah jalan hidupnya. Itulah mengapa ia selalu dekat dekat opanya. Rupanya selama ini ada alasan dibalik kedekatannya dengan opa dan omanya.“Oma? Coba dilihat lagi?”Omanya menajamkan penglihatannya saat memandangi layar benda pipih itu.“Iya. Oma yakin! Meski pandangan oma saat itu samar-samar karena pusing!”Ivan semakin menggaruk kepalanya. Mencoba meyakinkan pandangan omanya terhadap foto yang ia ambil beberapa hari lalu.“Ya ini gadis kecil waktu itu!”Desahan kalut terembus oleh Ivan.Baiklah. Jadi wanita bar-bar itu yang dijodohkan opa denganku?! Hff tapi bagaimana lagi? Aku sudah janji dengan opa dan oma untuk mencari gadis kecil yang ikut menolong kami saat
Meski Ivan sangat tahu bahwa dirinya tidak mencintai Olivia, ia memiliki motivasi untuk membahagiakan opa dan omanya. Selama dia bertumbuh hingga sekarang, merekalah yang lebih sering merawatnya.Orang tua Ivan sempat menolak dengan perjodohan yang diajukan oleh Mei.“Kemarin kita sudah diskusi. Saya tidak mau menjodohkan Ivan dengan anak dari pemilik perusahaan itu, Mi.”“Tapi—”Begitu kata Li Hua. Dia kekeuh menolak perjodohan ini.Li Hua berkata lagi, “Bella. Pokoknya Bella yang boleh jadi istri Ivan.”Kedua wanita itu beradu mulut. Persis seperti Ivan dengan Li Hua. Namanya juga anak dan ibu.Mei tetap bersikukuh mempertahankan keinginan suaminya.“Tapi kan papi udah nggak ada?!” Li Hua mencari alasan lagi yang sejujurnya agak menyakitkan bagi Mei. 
“Ci anjingnya jenis apa? Besar banget!”Sebuah komentar yang terpampang di video Tik-tok milik Olivia. Pagi ini ia mengawali hari untuk mengecek beberapa komentar yang ada di akunnya.Kemarin adalah kali pertama Olivia mengunggah video bersama anjing besarnya yang berwarna cokelat dan putih itu.Setelah membaca puluhan komentar, Olivia memutuskan untuk beranjak dari ranjangnya menuju ke taman belakang.Kolam renang yang luas itu menyapa kedua bola matanya. Dengan gemericik air yang menghiasi pendengarannya.Tampaknya Olivia sedang membuka kamar berpintu kaca. Kamar itu seperti transparan karena jendelanya juga berkaca. Di samping kamar tersebut tumbuh sebuah pohon mangga yang terawat. Seolah meneduhi kamar itu.“Nah ini! Chu ini jenisnya Alaskan Malamute! Impor dari Cina,” ucap Olivia melalui rekamannya yang baru. Sembari memeluk anjin
Pilihan hati orang tua hampir tidak pernah salah. Ini yang dirasakan oleh Aulia. Baginya Ivan adalah seseorang yang tepat untuk Olivia. Meski mereka berdua belum bisa merasakan cinta. Namun Aulia yakin nanti akan ada saatnya mereka bisa memadu perasaan itu.“PREWED, MA?!”Astaga! Amarah Olivia membuncah. Tidak ada angin, tidak ada hujan. Seketika Aulia memintanya untuk menjadwalkan foto pre-wedding bersama Ivan.“Wah! Parah banget! Aku tertekan kalau begini!” teriaknya dalam hati.Mungkin tahun ini adalah tahun di mana Olivia tidak bisa berkehendak sesuka hati lagi. Sepertinya alam sudah tidak mengijinkannya. Sudah terlalu lama Olivia membangkang dan bertindak sesuai kemauannya.Bukankah terkadang kita harus bisa menerima apa yang sedang diujikan oleh semesta ini? Tidak semua bisa dilakukan sesuai keinginan hati. Ada saatnya seseorang diberikan co
“Nes?”Olivia berdeham setelah menyapa temannya melalui telepon. “A-aku boleh nginep di rumahmu?”Nessa mengernyitkan matanya. Ada perasaan ragu di wajahnya.“Kenapa, Ci?”“Mmm aku nggak mau di rumah aja, sih?”Olivia enggan menceritakan hal yang dialaminya kini. Seraya membayangkan kejadian tempo lalu saat ia pergi dari rumah dan berakhir menginap di sebuah hotel mewah yang ternyata menjadi malapetaka untuknya. Kartu kreditnya diblokir semua oleh papanya—pemegang kartu kredit utama.“Ta-tapi rumahku jelek?” Nessa menjawab dengan bimbang. Antara merasa kasihan dengan temannya ini atau harus mengikuti pesan dari Aulia.“Pokoknya aku mau tidur di rumah kamu. Nggak apa-apa, ya?”Nessa menggaruk keningnya kasar. “Aku ijin mamaku dulu, ya?&
“Aaargh!”Teriakan itu sempat mengusir burung-burung kecil yang sedang hinggap di batang pohon sebelah kamar Olivia.Ia sudah berpindah dari hotel ke sebuah kos eksklusif. Olivia mendapatkan lantai dua sehingga ia bersebelahan dengan pohon salam dengan daunnya yang tipis.Rambut Olivia pagi ini sangat berantakan. Wajahnya memerah karena emosi yang memuncak dan tak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Bumi seolah sedang memberikan racun padanya kali ini.Ia memikikan perkataan Ivan di malam dua hari yang lalu.Saat itu Ivan juga mengajaknya pulang namun Olivia kekeuh menolaknya. Sehingga Ivan berkata, “oke. Aku kasih kamu waktu lagi. Tapi kalau aku sudah muak dan nggak tahan … aku jemput dan paksa kamu.”Olivia juga mematikan ponselnya. Ia berusaha keras untuk tidak menghubungi siapapun. Karena ia merasa tidak ada yang berp
Hidup Olivia yang semula manis kini berada dalam suatu tempat yang ia sebut api penyucian. Entah apa yang membuatnya menyebut frasa tersebut.Yang ia tahu kini ia sedang berdandan ayu di depan cermin di sebuah ruangmake-up. Dengan rasa kesal yang membendung tinggi dalam hati dan benaknya.Bukankah seharusnya pengantin merasa bahagia ketika menyambut pernikahannya?“Ck! Menikah!?” decitnya sendiri ketika perias tersebut telah selesai menata wajah cantiknya itu.Pasalnya, Olivia tidak ingin menikah selama hidupnya. Ia hanya melihat dirinya menghabiskan waktu bersama anjingnya yang beranak-pinak dan berlarian di rumah besarnya.Uang? Punya. Rumah keren? Punya. Mobil? Lebih dari satu. Lantas mengapa Olivia menikah dengan laki-laki yang disebut super sempurna itu? Padahal dirinya juga memiliki segalanya.Orang tua bangkrut? Tidak j
“Bukan mimpi namanya kalau memang takdir.” — Rebecca Puspa.***Tiada hari tanpa jalan-jalan bagi Olivia. Hidupnya seakan hanya bisa berfoya-foya saja.Kesehariannya hanya bangun tidur, rebahan di kasur, memainkan ponsel, mandi dan pergi ke luar rumah untuk bertemu teman-temannya di sore hari. Selama menunggu teman-teman Olivia pulang kuliah, ia menghabiskan waktunya untuk membuat konten Tik-tok.Semua yang viral ia lakukan demi menaikkanfollowers. Ia juga memanfaatkan kecantikannya agar menarik banyak pengguna menilik akunnya itu.“Jadi ke Noach nggak?”Olivia menghubungi Nessa. Teman akrabnya yang ikut terjun dalam beberapa masalah yang dibuat Olivia.Rencana dari kemarin, mereka ingin pergi ke sebuah kafe yanginstagrammable.Dengan nuansa kayu cerah, tanaman r
“Aaargh!”Teriakan itu sempat mengusir burung-burung kecil yang sedang hinggap di batang pohon sebelah kamar Olivia.Ia sudah berpindah dari hotel ke sebuah kos eksklusif. Olivia mendapatkan lantai dua sehingga ia bersebelahan dengan pohon salam dengan daunnya yang tipis.Rambut Olivia pagi ini sangat berantakan. Wajahnya memerah karena emosi yang memuncak dan tak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Bumi seolah sedang memberikan racun padanya kali ini.Ia memikikan perkataan Ivan di malam dua hari yang lalu.Saat itu Ivan juga mengajaknya pulang namun Olivia kekeuh menolaknya. Sehingga Ivan berkata, “oke. Aku kasih kamu waktu lagi. Tapi kalau aku sudah muak dan nggak tahan … aku jemput dan paksa kamu.”Olivia juga mematikan ponselnya. Ia berusaha keras untuk tidak menghubungi siapapun. Karena ia merasa tidak ada yang berp
“Nes?”Olivia berdeham setelah menyapa temannya melalui telepon. “A-aku boleh nginep di rumahmu?”Nessa mengernyitkan matanya. Ada perasaan ragu di wajahnya.“Kenapa, Ci?”“Mmm aku nggak mau di rumah aja, sih?”Olivia enggan menceritakan hal yang dialaminya kini. Seraya membayangkan kejadian tempo lalu saat ia pergi dari rumah dan berakhir menginap di sebuah hotel mewah yang ternyata menjadi malapetaka untuknya. Kartu kreditnya diblokir semua oleh papanya—pemegang kartu kredit utama.“Ta-tapi rumahku jelek?” Nessa menjawab dengan bimbang. Antara merasa kasihan dengan temannya ini atau harus mengikuti pesan dari Aulia.“Pokoknya aku mau tidur di rumah kamu. Nggak apa-apa, ya?”Nessa menggaruk keningnya kasar. “Aku ijin mamaku dulu, ya?&
Pilihan hati orang tua hampir tidak pernah salah. Ini yang dirasakan oleh Aulia. Baginya Ivan adalah seseorang yang tepat untuk Olivia. Meski mereka berdua belum bisa merasakan cinta. Namun Aulia yakin nanti akan ada saatnya mereka bisa memadu perasaan itu.“PREWED, MA?!”Astaga! Amarah Olivia membuncah. Tidak ada angin, tidak ada hujan. Seketika Aulia memintanya untuk menjadwalkan foto pre-wedding bersama Ivan.“Wah! Parah banget! Aku tertekan kalau begini!” teriaknya dalam hati.Mungkin tahun ini adalah tahun di mana Olivia tidak bisa berkehendak sesuka hati lagi. Sepertinya alam sudah tidak mengijinkannya. Sudah terlalu lama Olivia membangkang dan bertindak sesuai kemauannya.Bukankah terkadang kita harus bisa menerima apa yang sedang diujikan oleh semesta ini? Tidak semua bisa dilakukan sesuai keinginan hati. Ada saatnya seseorang diberikan co
“Ci anjingnya jenis apa? Besar banget!”Sebuah komentar yang terpampang di video Tik-tok milik Olivia. Pagi ini ia mengawali hari untuk mengecek beberapa komentar yang ada di akunnya.Kemarin adalah kali pertama Olivia mengunggah video bersama anjing besarnya yang berwarna cokelat dan putih itu.Setelah membaca puluhan komentar, Olivia memutuskan untuk beranjak dari ranjangnya menuju ke taman belakang.Kolam renang yang luas itu menyapa kedua bola matanya. Dengan gemericik air yang menghiasi pendengarannya.Tampaknya Olivia sedang membuka kamar berpintu kaca. Kamar itu seperti transparan karena jendelanya juga berkaca. Di samping kamar tersebut tumbuh sebuah pohon mangga yang terawat. Seolah meneduhi kamar itu.“Nah ini! Chu ini jenisnya Alaskan Malamute! Impor dari Cina,” ucap Olivia melalui rekamannya yang baru. Sembari memeluk anjin
Meski Ivan sangat tahu bahwa dirinya tidak mencintai Olivia, ia memiliki motivasi untuk membahagiakan opa dan omanya. Selama dia bertumbuh hingga sekarang, merekalah yang lebih sering merawatnya.Orang tua Ivan sempat menolak dengan perjodohan yang diajukan oleh Mei.“Kemarin kita sudah diskusi. Saya tidak mau menjodohkan Ivan dengan anak dari pemilik perusahaan itu, Mi.”“Tapi—”Begitu kata Li Hua. Dia kekeuh menolak perjodohan ini.Li Hua berkata lagi, “Bella. Pokoknya Bella yang boleh jadi istri Ivan.”Kedua wanita itu beradu mulut. Persis seperti Ivan dengan Li Hua. Namanya juga anak dan ibu.Mei tetap bersikukuh mempertahankan keinginan suaminya.“Tapi kan papi udah nggak ada?!” Li Hua mencari alasan lagi yang sejujurnya agak menyakitkan bagi Mei. 
Bukankah setiap kebetulan selalu didasari oleh suatu alasan?Bagi Ivan memang bukan kebetulan. Baginya ini adalah jalan hidupnya. Itulah mengapa ia selalu dekat dekat opanya. Rupanya selama ini ada alasan dibalik kedekatannya dengan opa dan omanya.“Oma? Coba dilihat lagi?”Omanya menajamkan penglihatannya saat memandangi layar benda pipih itu.“Iya. Oma yakin! Meski pandangan oma saat itu samar-samar karena pusing!”Ivan semakin menggaruk kepalanya. Mencoba meyakinkan pandangan omanya terhadap foto yang ia ambil beberapa hari lalu.“Ya ini gadis kecil waktu itu!”Desahan kalut terembus oleh Ivan.Baiklah. Jadi wanita bar-bar itu yang dijodohkan opa denganku?! Hff tapi bagaimana lagi? Aku sudah janji dengan opa dan oma untuk mencari gadis kecil yang ikut menolong kami saat
Sejujurnya Ivan tak bersungguh-sungguh dalam perkataannya kemarin saat berdialog dengan mamanya. Tentang rencananya menikahi Olivia. Yang benar saja, Ivan tak mengenal Olivia. Jadi ia hanya bermaksud menggertak mamanya dan membatalkan perjodohannya dengan Bella.Namun setelah mengetahui secercah celoteh dari seseorang, Ivan kembali mencari Olivia setelah satu bulan mereka tak bertemu kembali. Sebulan setelah Ivan secara tak diundang datang ke rumah Olivia. Mengatakan bahwa dirinya menghamili wanita muda tersebut.Pasalnya saat Ivan pergi setelah berdebat dengan mamanya, ia bertemu dengan seseorang yang dianggapnya sangat berharga.“Waktu itu … saya ingat sekejap kejadiannya.”Ivan memasang wajah antusias. Siap mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut tersebut.“Saat itu opa kamu berniat membelikan es krim buat kamu. Kamu masih kecil sekali. Mungk
Terik matahari yang sangat terang benderang ini membuat seluruh manusia malas untuk keluar. Termasuk Olivia. Ia tidak berniat untuk berbelanja seperti biasanya. Hanya mendekam di dalam kandangnya saja.Perutnya pun kini sudah menebarkan nada. Tanda bahwa ia merasakan lapar dan ingin segera diisi.Olivia beranjak dari kasur dan menuju dapur.Dilihatnya satu buah yang mencolok mata. Ia tertarik memakan buah tersebut.“Livia!”Denyut nadi Olivia seketika berhenti selama satu detik setelah mendengarkan teriakan tersebut.“Kamu lagi hamil! Nggak boleh makan nanas!”“Tapi—““Nggak ada tapi-tapian,” ucapnya pada Olivia. “Mbak Asti! Ini siapa yang suruh taruh nanas di sini?!”Aulia meneriaki Asti sekarang.“Ma! Ak
“That you were Romeo, you were throwing pebbles.” — Taylor Swift.***Ivan memejamkan matanya. Hari yang tak biasa telah terjadi. Seperti laba-laba telah bersarang di otaknya.“Mah!? Ini maksudnya apa?”Li Hua berkata, “mama sudah nggak bisa nunggu. Mama mau kamu menikah.”Lantas Ivan semakin stress, ia mengacak adul rambutnya yang lemas itu.“Aku belum mau!” tolak Ivan mentah-mentah. Melihat Li Hua menyicip beberapa masakan di sebuah hotel.Tampaknya Li Hua sedang merencanakan pernikahan baginya. Itu yang ada di pikiran Ivan. Sebab mamanya bertemu dengan pihak wedding organizer di hotel yang mereka kunjungi ini.Kemudian Ivan menarik tangan Li Hua dan mengajaknya keluar dan pulang.Ivan mengantar Li Hua ke rumah. Lantas ia be