Home / Romansa / Cliche / Hari Pertama

Share

Hari Pertama

Author: Doctor Rusty
last update Last Updated: 2021-03-29 18:20:01

"Jangan ceritakan pada orang lain."


Hwa-Young melumat bibirku. Bibir kami bertaut, sambil saling menyesap lidah. Tanganku menyelinap ke balik kaus, lalu meremas-remas dadanya. Hwa-Young tak tinggal diam, tangannya merayap mengusap milikku dari balik celana. Paham maksudnya, aku mengubah posisi sampai milikku berhadapan dengan wajahnya, begitupun sebaliknya. Tanpa menunggu lama, ia menurunkan celanaku. Dalam posisi tersebut kami saling memanjakan intim masing-masing. Saat lidah Hwa-Young memberi kehangatan pada milikku, aku menyibak intimnya kemudian membelainya dengan lidahku. Desahannya terdengar makin jelas bersamaan dengan milikku yang makin berdiri kukuh, menunjukkan kami siap memulai sesi utama.


Hwa-Young berbalik seraya membelakangiku dengan posisi merangkak.


"Dae-Ho ...," ucapnya setengah mendesah saat milikku masuk ke dalam intimnya.


Perlahan pinggulku bergerak maju-mundur, membawa milikku menjelajahi intimnya. Desahannya terdengar makin jelas; tubuhnya bergelinjang makin cepat, seiring pinggangku yang mengayun cepat. Tak lama kemudian ia mendesah keras. Aku terengah-engah seraya merebahkan diri di sampingnya.


***


Aku mengerjap ketika mendengar suara di dekatku. Kualihkan pandangan ke sekitar dan melihat Hwa-Young sedang memakai pakaian kerja. Ia menoleh seraya tersenyum.


"Aku harus berangkat kerja. Bukankah ini hari pertamamu kerja?"


"Kerja?"


Hwa-Young tertawa kecil. "Sekarang sudah pagi, Dae-Ho."


"Astaga!" Aku buru-buru berdiri dan mengenakan pakaian, kemudian berjalan ke pintu.


Ketika melewati Hwa-Young, ia menarik tanganku dan mengecup pipiku. "Take care."


"Tentu." Aku tersenyum, lantas keluar dari unitnya.


Untungnya lokasi Byeoul berada tidak jauh dari apartemenku. Hanya dalam lima belas menit, aku sudah tiba di sana. Suasana di dalam gedung tampak ramai. Para karyawan terlihat sibuk mengerjakan tugas masing-masing. Sama sekali tidak terlihat seorang pun yang berleha-leha. Pantas jika Byeoul menjadi salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan.


"Ruang Rapat Direksi," gumamku, membaca pesan So Hyun-Jae.


Aku menghampiri perempuan yang duduk di salah satu meja di dekatku. "Permisi, di manakah Ruang Rapat Direksi?"


Perempuan itu mendongak. Ia menatapku selama beberapa saat. Pandangannya menyelisikku dari atas ke bawah. Perempuan itu berwajah oval. Ia memiliki mata oriental, hidung mancung, dan bibir yang tipis. Rambutnya yang berombak digelung ke atas. Meskipun dibalut blazer dan kemeja, bra-nya tercetak jelas.


"Anda bisa sampaikan keperluan Anda pada Sekretaris Direksi di sana." Ia menunjuk perempuan di ujung ruangan.


"Terima kasih," ucapku, kemudian berlalu.


Rupanya kehadiranku cukup menyita perhatian karyawan di sana. Mereka melirik dan berbisik-bisik ketika aku melewati mereka. Tak lama kemudian, aku pun sampai di depan Sekretaris Direksi.


"Permisi. Saya Kim Joo-Won," ujarku memperkenalkan identitas baruku.


"Tunggu sebentar." Perempuan itu tersenyum ramah, lalu melihat buku selama beberapa saat.


Diam-diam aku memperhatikan belahan dadanya yang sedikit tersingkap dari balik kemeja. Perempuan tersebut tidak hanya seksi. Wajahnya pun sangat cantik. Mata lebar dengan bulu mata lentik; hidung pipih dan sedikit mancung; bibir merah merekah yang melekuk sempurna. Aku yakin semua laki-laki pasti terpana melihatnya.


"Jadi Anda Manajer Baru di sini. Sajangnim sudah menunggu Anda di dalam ruangan. Mari saya antar."


Aku berjalan mengikutinya sampai tiba di depan sebuah ruangan besar. Setelah meminta izin, aku dipersilakan masuk ke dalam. Di dalam ruangan, tampak tiga orang sedang duduk di sana. Dua di antara adalah laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun, satu orang lainnya seorang perempuan berusia tiga puluhan tahun. Mereka semua menatapku tajam dan menyelisik.


"Inikah orang yang kamu rekomendasikan, Lee Yeong-Heong?" Laki-laki gemuk yang duduk di tengah bertanya pada laki-laki kurus di kanannya.


"Benar, Sajangnim."


"Aku ragu melihat penampilannya. Ingat dia akan berada di divisiku Lee Yeong-Hyeong," timpal perempuan itu.


Lee Yeong-Hyeong tersenyum sinis. "Jadi kamu meragukanku?"


"Hah! Semua orang tahu kalau kamu tidak becus bekerja!"


Kata-kata itu membuat wajah Lee Yeong-Hyeong merah padam. Serta-merta ia berdiri dan mengentak meja.


"Chun-Ae, kamu keterla—"


"Jaga sikapmu, Yeong-Hyeong," sergah laki-laki di tengah dengan suara dingin.


"Ma-maaf, Sajangnim."


Laki-laki yang menjabat sebagai Direktur Utama itu pun mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya padaku.


"Kita akan mengujinya," ucap Sajangnim.


Menguji? Aku sama sekali tidak tahu bidang Byeoul! Berbagai dugaan dan pertanyaan pun menyeruak. So Hyun-Jae tidak pernah menjelaskan masalah ujian ini. Lalu siapakah Lee Yeong-Hyeong? Mengapa ia yang merekomendasikanku? Seketika itu dadaku berdegup kencang. Semuanya berantakan! Jika mereka mengetahui identitasku yang palsu, sudah pasti mereka akan memanggil polisi untuk menangkapku.


*Sajangnim: Direktur Utama


Bersambung

Related chapters

  • Cliche   Sambutan Goo Ha-Neul

    Tiga pasang mata menatapku tajam, seolah-olah aku seorang terpidana yang bersiap menerima hukuman. Tangan dan kakiku dingin; keringat berkucuran membasahi seluruh tubuh. Berkali-kali aku mengubah posisi duduk dengan gelisah.Tiba-tiba Chun-Ae angkat bicara, "Aku setuju, Sajangnim. Tapi menurutku dia harus kita uji selama dua minggu. Kalau hasilnya buruk, jangan harap bisa bertahan di Byeoul. Bagaimana, Sajangnim?""Cih! Berani-beraninya kamu tidak menghormati Sajangnim!""Cukup, Lee Yeong-Hyeong." Byun In-Su menengahi. "Aku setuju dengan Chun-Ae.""Sajangnim, tapi itu tidak adil bagi—""Cukup! Akulah yang memutuskan!" Byun In-Su menatap tajam hingga membuat Lee Yeong-Hyeong menunduk.Pandangan Byun In-Su kembali beralih padaku. "Dua minggu. Itulah waktu ujianmu, Ki

    Last Updated : 2021-03-30
  • Cliche   Si Kecil Lee Yoona

    Sebelum Goo Ha-Neul melangkah, aku buru-buru mencekal tangannya.Goo Ha-Neul memandangku, geram. "Apa maksudmu?""Ini bukan ajakan, tapi perintahku sebagai atasan." Aku menatapnya, sungguh-sungguh.Goo Ha-Neul tertegun dan membalas tatapanku. Sedetik kemudian dia terkekeh keras. Aku yakin suaranya terdengar sampai luar ruangan, tetapi tampaknya dia sama sekali tidak peduli."Perintah? Ya, silakan memberi perintah yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, supaya aku dapat melaporkanmu." Goo Ha-Neul menepis tanganku, kemudian berjalan ke pintu ruangan.Aku mengejar dan menarik tangannya. Goo Ha-Neul berhenti, melirik sinis. Kali ini dia tampak sangat marah."Harus kukatakan berapa kali?" Dia melirik tanganku.Aku buru-bu

    Last Updated : 2021-04-17
  • Cliche   Cinta Jumpa Pertama

    Klise. Mungkin itulah yang dipikirkan ketika mendengar "cinta pada jumpa pertama". Begitulah kenyataan yang terjadi padaku. Ironis. Aku yang seorang playboy dan tak pernah jatuh cinta, justru mengalaminya. Selama ini aku menganggap cinta hanyalah kesenangan tanpa melibatkan perasaan. Namun, di malam itu semua pandanganku tentang "cinta" berubah. Di malam aku bertemu dengannya .... *** Malam hari di tengah Kota Seoul. Di suatu tempat yang kerap membawa pengunjungnya ke dalam ilusi. Sebuah tempat berdesain klasik yang selaras dengan namanya "Classic Seoul". Musik bertempo cepat mengentak tubuh-tubuh berpeluh, memperagakan kepiawaian menari; memikat lawan jenis untuk larut dalam kesenangan. Berbagai minuman tersaji untuk membuai hasrat, luruh ke dalam utopia. Ingar-bingar terhelat sempurna di nightclub tersebut. Seperti biasa, hampir setiap akhir pekan aku selalu ke sana untuk sekadar melepas pe

    Last Updated : 2021-03-17
  • Cliche   Perasaan yang Tersampaikan

    Aku mulai menggerakkan pinggul maju-mundur, membawa milikku menjelajahi intimnya. Perempuan itu memeluk dan mengusap bahuku. Meskipun ia terpejam, sentuhannya seakan-akan sedang mencurahkan isi hati. Sentuhan lembut, tetapi sepi; sedih; merintih. Seolah-olah ia sedang memohon pertolongan. Tak ada luapan gairah berlebihan, kecuali hanya perasaannya yang dalam. Belum pernah aku bercumbu seperti itu; belum pernah perasaanku bergetar ketika disentuh. Alih-alih mencumbunya dengan liar, aku membalas perasaannya dengan tak kalah lembut. Sambil terus bergerak, kukecup bibirnya dalam-dalam. Desahannya terdengar lirih setiap kali milikku bergerak. Sampai akhirnya, ia mencengkeram punggungku sembari kedua kakinya mengapit pinggangku. Tubuhnya bergelinjang-gelinjang selama beberapa detik, lalu akhirnya terkulai di atas ranjang dengan napas terengah-engah."Thank you," bisiknya seraya mendekapku.***

    Last Updated : 2021-03-18
  • Cliche   Kontrak Hidup-Mati

    Aku membaca dokumen-dokumen yang diberikan So Hyun-Jae. Dokumen itu menjelaskan kalau aku akan mendapatkan identitas baru sebagai Manager Keuangan yang dibajak dari perusahaan pesaing. Tugas pertama yang harus dijalankan adalah berusaha mendapatkan kepercayaan Direktur Utama agar dipromosikan menjadi Direktur Keuangan. Dengan begitu, akses keuangan perusahaan terbuka dan dapat dicuri.Sudah jelas kalau pekerjaan itu sangat berat, tetapi imbalannya pun luar biasa. Uang jutaan dollar menanti jika berhasil menuntaskan tugas tersebut. Sebaliknya, kalau gagal akan mendapat sanksi keras. Namun, tidak diterangkan secara detail sanksi yang akan dijatuhkan.Aku mengembalikan kertas-kertas itu ke dalam map, kemudian menatap So Hyun-Jae. "Apa sanksi yang akan diberikan kalau gagal?"Sudut bibir So Hyun-Jae terpantik, lalu menempelkan telunjuknya di pelipisku.

    Last Updated : 2021-03-20
  • Cliche   Dia yang Selama Ini Hilang

    "Hwa-Young ...."Aku membeku menatapnya. Perempuan yang selama ini tak ada kabar; sahabat yang selama ini menghilang, sekarang berada tepat di depanku. Ia Hwa-Young yang sama, tetapi penampilannya tak lagi sama. Perempuan yang berpenampilan tomboy, kini berubah fenimim. Rambutnya yang dulu hitam dan pendek, sekarang kecokelatan dan terurai sepunggung. Kini ia makin cantik dengan make-up natural. Matanya yang lebar; hidungnya yang mungil dan sedikit mancung; serta bibirnya yang tipis, sekarang tampak lebih memesona. Namun, dari semuanya, yang paling berbeda adalah pakaian yang ia kenakan. Hwa-Young yang dulu selalu mengenakan kaus lusuh dan celana jeans sobek, berganti Hwa-Young yang dibalut mini dress ketat dan mempertontonkan lekuk dadanya yang proporsional, pinggang ramping, dan kaki yang jenjang. Inilah Hwa-Young yang sekarang; Hwa-Young yang berhasil membuatku terkesima dengan kecantikannya."Dae-Ho."

    Last Updated : 2021-03-21

Latest chapter

  • Cliche   Si Kecil Lee Yoona

    Sebelum Goo Ha-Neul melangkah, aku buru-buru mencekal tangannya.Goo Ha-Neul memandangku, geram. "Apa maksudmu?""Ini bukan ajakan, tapi perintahku sebagai atasan." Aku menatapnya, sungguh-sungguh.Goo Ha-Neul tertegun dan membalas tatapanku. Sedetik kemudian dia terkekeh keras. Aku yakin suaranya terdengar sampai luar ruangan, tetapi tampaknya dia sama sekali tidak peduli."Perintah? Ya, silakan memberi perintah yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, supaya aku dapat melaporkanmu." Goo Ha-Neul menepis tanganku, kemudian berjalan ke pintu ruangan.Aku mengejar dan menarik tangannya. Goo Ha-Neul berhenti, melirik sinis. Kali ini dia tampak sangat marah."Harus kukatakan berapa kali?" Dia melirik tanganku.Aku buru-bu

  • Cliche   Sambutan Goo Ha-Neul

    Tiga pasang mata menatapku tajam, seolah-olah aku seorang terpidana yang bersiap menerima hukuman. Tangan dan kakiku dingin; keringat berkucuran membasahi seluruh tubuh. Berkali-kali aku mengubah posisi duduk dengan gelisah.Tiba-tiba Chun-Ae angkat bicara, "Aku setuju, Sajangnim. Tapi menurutku dia harus kita uji selama dua minggu. Kalau hasilnya buruk, jangan harap bisa bertahan di Byeoul. Bagaimana, Sajangnim?""Cih! Berani-beraninya kamu tidak menghormati Sajangnim!""Cukup, Lee Yeong-Hyeong." Byun In-Su menengahi. "Aku setuju dengan Chun-Ae.""Sajangnim, tapi itu tidak adil bagi—""Cukup! Akulah yang memutuskan!" Byun In-Su menatap tajam hingga membuat Lee Yeong-Hyeong menunduk.Pandangan Byun In-Su kembali beralih padaku. "Dua minggu. Itulah waktu ujianmu, Ki

  • Cliche   Hari Pertama

    "Jangan ceritakan pada orang lain."Hwa-Young melumat bibirku. Bibir kami bertaut, sambil saling menyesap lidah. Tanganku menyelinap ke balik kaus, lalu meremas-remas dadanya. Hwa-Young tak tinggal diam, tangannya merayap mengusap milikku dari balik celana. Paham maksudnya, aku mengubah posisi sampai milikku berhadapan dengan wajahnya, begitupun sebaliknya. Tanpa menunggu lama, ia menurunkan celanaku. Dalam posisi tersebut kami saling memanjakan intim masing-masing. Saat lidah Hwa-Young memberi kehangatan pada milikku, aku menyibak intimnya kemudian membelainya dengan lidahku. Desahannya terdengar makin jelas bersamaan dengan milikku yang makin berdiri kukuh, menunjukkan kami siap memulai sesi utama.Hwa-Young berbalik seraya membelakangiku dengan posisi merangkak."Dae-Ho ...," ucapnya setengah mendesah saat milikku masuk ke dalam intimnya.

  • Cliche   Dia yang Selama Ini Hilang

    "Hwa-Young ...."Aku membeku menatapnya. Perempuan yang selama ini tak ada kabar; sahabat yang selama ini menghilang, sekarang berada tepat di depanku. Ia Hwa-Young yang sama, tetapi penampilannya tak lagi sama. Perempuan yang berpenampilan tomboy, kini berubah fenimim. Rambutnya yang dulu hitam dan pendek, sekarang kecokelatan dan terurai sepunggung. Kini ia makin cantik dengan make-up natural. Matanya yang lebar; hidungnya yang mungil dan sedikit mancung; serta bibirnya yang tipis, sekarang tampak lebih memesona. Namun, dari semuanya, yang paling berbeda adalah pakaian yang ia kenakan. Hwa-Young yang dulu selalu mengenakan kaus lusuh dan celana jeans sobek, berganti Hwa-Young yang dibalut mini dress ketat dan mempertontonkan lekuk dadanya yang proporsional, pinggang ramping, dan kaki yang jenjang. Inilah Hwa-Young yang sekarang; Hwa-Young yang berhasil membuatku terkesima dengan kecantikannya."Dae-Ho."

  • Cliche   Kontrak Hidup-Mati

    Aku membaca dokumen-dokumen yang diberikan So Hyun-Jae. Dokumen itu menjelaskan kalau aku akan mendapatkan identitas baru sebagai Manager Keuangan yang dibajak dari perusahaan pesaing. Tugas pertama yang harus dijalankan adalah berusaha mendapatkan kepercayaan Direktur Utama agar dipromosikan menjadi Direktur Keuangan. Dengan begitu, akses keuangan perusahaan terbuka dan dapat dicuri.Sudah jelas kalau pekerjaan itu sangat berat, tetapi imbalannya pun luar biasa. Uang jutaan dollar menanti jika berhasil menuntaskan tugas tersebut. Sebaliknya, kalau gagal akan mendapat sanksi keras. Namun, tidak diterangkan secara detail sanksi yang akan dijatuhkan.Aku mengembalikan kertas-kertas itu ke dalam map, kemudian menatap So Hyun-Jae. "Apa sanksi yang akan diberikan kalau gagal?"Sudut bibir So Hyun-Jae terpantik, lalu menempelkan telunjuknya di pelipisku.

  • Cliche   Perasaan yang Tersampaikan

    Aku mulai menggerakkan pinggul maju-mundur, membawa milikku menjelajahi intimnya. Perempuan itu memeluk dan mengusap bahuku. Meskipun ia terpejam, sentuhannya seakan-akan sedang mencurahkan isi hati. Sentuhan lembut, tetapi sepi; sedih; merintih. Seolah-olah ia sedang memohon pertolongan. Tak ada luapan gairah berlebihan, kecuali hanya perasaannya yang dalam. Belum pernah aku bercumbu seperti itu; belum pernah perasaanku bergetar ketika disentuh. Alih-alih mencumbunya dengan liar, aku membalas perasaannya dengan tak kalah lembut. Sambil terus bergerak, kukecup bibirnya dalam-dalam. Desahannya terdengar lirih setiap kali milikku bergerak. Sampai akhirnya, ia mencengkeram punggungku sembari kedua kakinya mengapit pinggangku. Tubuhnya bergelinjang-gelinjang selama beberapa detik, lalu akhirnya terkulai di atas ranjang dengan napas terengah-engah."Thank you," bisiknya seraya mendekapku.***

  • Cliche   Cinta Jumpa Pertama

    Klise. Mungkin itulah yang dipikirkan ketika mendengar "cinta pada jumpa pertama". Begitulah kenyataan yang terjadi padaku. Ironis. Aku yang seorang playboy dan tak pernah jatuh cinta, justru mengalaminya. Selama ini aku menganggap cinta hanyalah kesenangan tanpa melibatkan perasaan. Namun, di malam itu semua pandanganku tentang "cinta" berubah. Di malam aku bertemu dengannya .... *** Malam hari di tengah Kota Seoul. Di suatu tempat yang kerap membawa pengunjungnya ke dalam ilusi. Sebuah tempat berdesain klasik yang selaras dengan namanya "Classic Seoul". Musik bertempo cepat mengentak tubuh-tubuh berpeluh, memperagakan kepiawaian menari; memikat lawan jenis untuk larut dalam kesenangan. Berbagai minuman tersaji untuk membuai hasrat, luruh ke dalam utopia. Ingar-bingar terhelat sempurna di nightclub tersebut. Seperti biasa, hampir setiap akhir pekan aku selalu ke sana untuk sekadar melepas pe

DMCA.com Protection Status